BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

PENGUKURAN WAKTU KERJA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam analisa dan pemecahan masalah secara sistematis dan teratur perlu

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE

BAB 3 LANDASAN TEORI

Perencanaan Kapasitas

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

BAB VI LINE BALANCING

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II. Activity-Based Management. Activity Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING TRANSMISI PT. X DENGAN METODE LINE BALANCING SKRIPSI

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA. tutorial 8 STOPWATCH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB VI LINE BALANCING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur pekerjaan tertentu yang. tersebut pada tingkat prestasi tertentu (Barnes, 2001).

Lampiran-1: Tabel Westinghouse System's Rating A1 Superskill 0.13 A A B1 Excellent 0.08 B B C1 Good 0.03 C2 0.

BAB 3 LANDASAN TEORI

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah:

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II ACTIVITY BASED MANAGEMENT

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi)

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA. Pada Stasiun Kerja Pemotongan dan Sortasi CV. Agrindo Suprafood. Menggunakan Studi Waktu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Latar Belakang Masalah. Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia

BAB II LANDASAN TEORI. Perkembangan organisasi dan perubahan struktur dalam organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Di dalam sebuah sistem kerja unsur manusia, mesin, peralatan kerja dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan dengan baik secara sendirisendiri maupun dalam kaitannya satu sama lainnya sebab semuanya adalah komponen dari sistem kerja. Dan untuk mendapatkan suatu sistem kerja yang terbaik diperlukan adanya pengukuran yang biasa kita sebut sebagai pengukuran kerja yang mencakup pengukuran waktu, tenaga akibat-akibat psikologis dan sosiologis. Berkaitan dengan pengukuran waktu, secara garis besar pengukuran waktu terbagi ke dalam 2 teknik, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung ditempat dimana pekerjaan tersebut dilakukan. Cara pengukurannya bisa dilakukan dengan jam henti ataupun sampling pekerjaan. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan tanpa harus berada di tempat kerja tetapi cukup hanya melihat dari tabel-tabel yang tersedia tetapi dengan syarat mengetahui elemen-elemen pekerjaan atau gerakan. Dan yang termasuk kedalam pengukuran secara tidak langsung adalah data waktu baku dan gerakan. 9

Pengukuran waktu lebih jauhnya digunakan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. 2.1.1 Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk mendapatkan hasil pengukuran waktu yang baik dan pantas untuk pekerjaan yang akan diukur. Maka dirasakan perlu mengikuti langkah-langkah berikut ini : 1. Penetapan Tujuan Pengukuran Hal ini sangat penting sekali dilakukan karena bergantung pada kegunaan dari hasil pengukuran itu sendiri. Dan penetapan tujuan dari pengukuran juga berkaitan dengan penentuan dari tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Sebagai contohnya, jika waktu baku yang diperoleh digunakan untuk memperkirakan secara kasar mengenai permintaan pelanggan dalam melakukan pemesanan, maka tingkat keyakinan dan ketelitiannya tidaklah harus tinggi tetapi jika digunakan untuk penilaian karyawan maka tingkat keyakinan dan ketelitiannya yang digunakan harus tinggi. 2. Melakukan Penelitian Pendahuluan Pada langkah ini, hal yang harus dilakukan adalah mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya. Hal tersebut dilakukan jika pengukuran dilakukan pada pekerjaan yang sudah ada sebelumnya. Namun jika pengukuran akan dilakukan pada pekerjaan baru maka hal yang dilakukan adalah merancang 10

kondisi dan cara kerja yang baik serta membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik sehingga didapatkan waktu kerja yang pantas. 3. Memilih Operator Dalam memilih operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Berkemampuan normal Operator yang melakukan pekerjaan secara wajar, tidak terlalu cepat ataupun lambat. Dapat diajak bekerja sama Operator mengerti dan menyadari mengenai pengukuran yang dilakukan bertujuan untuk apa. 4. Melatih Operator Jika kondisi kerja dan cara kerja yang akan diukur adalah merupakan pekerjaan baru, maka diperlukan pelatihan terlebih dahulu sehingga operator terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang sudah ditetapkan. Dan pengukuran pun dilakukan jika operator telah menguasai pekerjaannya, hal tersebut dapat dilihat dari gerakan-gerakan yang halus, berirama, dan tanpa banyak melakukan perencanaan-perencanaan gerakan. 5. Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan Dalam menguraikan elemen-elemen pekerjaan ada beberapa pedoman yang harus diikuti, sebagai berikut : Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan. 11

Untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa elemen gerakan. Tidak boleh ada elemen yang tertinggal. Elemen yang satu dengan yang lainnya hendaknya dipisahkan secara jelas Adapun alasan-alasan dari menguraikan pekerjaan atas elemenelemennya adalah sebagai berikut : Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan bekerjanya tiap-tiap operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya. Untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja. Untuk dikembangkannya data waktu standar atau tempat waktu bersangkutan. 6. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran Langkah terakhir dalam melakukan pengukuran adalah menyiapkan alat-alat pengukuran. Alat-alat pengukuran yang harus disiapkan adalah sebagai berikut : Jam Henti (Stopwatch) Lembaran-lembaran pengamatan Pena atau pensil Papan pengamatan 12

2.1.2 Melakukan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Bila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukur harus memilih posisi tempat untuk mengamati dan mencatat. Posisi tempat tersebut, sebisa mungkin tidak mengganggu gerakan-gerakan operator ataupun membuat operator merasa canggung karena terus menerus diamati dengan berada terlalu dekat dengannya. Pada umumnya posisi tempat untuk melakukan proses pengukuran biasanya berjarak ± 1,5 meter dengan menyimpang dibelakang operator. Dan hal-hal yang dilakukan pada saat pengukuran yang berdasarkan buku Teknik Tata Cara Kerja yang dikarang oleh Iftikar Z. Sutalaksana tahun 1979 adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran Pendahuluan Tujuan dari melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan tersebut ditentukan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Pengukuran pendahuluan biasanya dilakukan sebanyak 10 kali atau lebih pengukuran. 13

Setelah pengukuran pendahuluan dilakukan, maka dilanjutkan dengan menguji keseragaman dan kecukupan dari data pengukuran yang diperoleh. Pemrosesan data pengukuran mengikuti langkah-langkah berikut ini : Kelompokan hasil pengukuran kedalam sub grup sub grup yang masing-masing diberi sejumlah hasil pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut kemudian hitung nilai rataratanya. Hitung nilai rata-rata dari nilai rata-rata subgrup dengan : Dimana : adalah nilai rata-rata dari tiap sub grup. k adalah banyaknya sugrup yang terbentuk Hitung standar deviasi ( ) sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan : Dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah diselesaikan. 14

adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran. Hitung deviasi standar dan distribusi nilai rata-rata sub grup dengan : Dimana : n adalah besarnya subgrup 2. Menguji Keseragaman Data Rumus yang digunakan untuk menguji keseragaman data pada pengukuran langsung adalah sebagai berikut : Pengukuran dengan jam henti : Batas Kontrol Atas (BKA) = Batas Kontrol Bawah (BKB) = Pengukuran dengan sampling pekerjaan : Batas Kontrol Atas (BKA) = Batas Kontrol Bawah (BKB) = Dimana : z adalah koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan. adalah standar deviasi dari nilai rata-rata subgrup. adalah nilai rata-rata subgrup. adalah nilai rata-rata presentase produktif. 3. Pengujian Kecukupan Data Semua nilai (data) yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan, yaitu dengan mengunakan rumus sebagai berikut : 15

Pengukuran dengan jam henti :! " Dimana : N adalah jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan N adalah jumlah pengamatan aktual yang dilakukan z adalah koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan. s = tingkat ketelitian dalam persentase (%) = data pengamatan (hasil pengamatan) Pengukuran dengan sampling pekerjaan : # $ % & Dimana p = persentase produktif dari seluruh pengamatan. Seandainya jumlah teoritis yang diperlukan masih lebih besar daripada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N > N), maka pengukuran harus dilakukan lagi sampai jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan sudah terpenuhi oleh jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N < N). 2.1.3 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan Pengukuran-pengukuran waktu kerja dilakukan untuk mencari waktu yang sebenarnya dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini, belum didapatkan maka harus dilakukan pengukuran yang secara idealnya dilakukan dengan melakukan sebanyak-banyaknya pengukuran. Tetapi hal tersebut 16

tidak mungkin dilakukan disebabkan oleh keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika pengukuran dilakukan beberapa kali saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar dan kurang valid. Sehingga diperlukan pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya tetapi hasilnya bisa dipercaya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi dan dinyatakan juga dalam persen. Kalau dimisalkan, jika tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 99% berarti pengukur memperoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 99%. 2.1.4 Melakukan Perhitungan Waktu Baku Setelah menyelesaikan kegiatan pengukuran waktu dengan semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Langkah selanjutnya adalah mengolah data-data tersebut 17

menjadi waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut : 1. Menghitung waktu siklus rata-rata ' ( ) Dimana : ) adalah Nilai rata-rata pengukuran N adalah Jumlah pengamatan yang dilakukan 2. Menghitung waktu normal * + * (, Dimana : p adalah faktor penyesuaian 3. Menghitung waktu baku * - * + * +,. Dimana i adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal. 2.2 Faktor Penyesuaian Pada saat melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang dilakukan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi, misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu atau sebaliknya sangat lambat dan bisa juga terdapat kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. 18

Kalau ketidakwajaran tersebut ada, maka pengukur harus mengetahui dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasar hal itulah penyesuaian dilakukan. Jadi, jika pengukur mendapatkan nilai waktu siklus atau elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan yang tidak wajar oleh operator, maka hal tersebut harus dinormalkan dengan melakukan penyesuaian sehingga didapatkan nilai yang wajar. Dalam hal ini, pengukur harus mencari waktu normal dengan berdasarkan pada faktor penyesuaian. Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata untuk menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Waktu normal didapatkan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu nilai p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p-nya akan lebih besar dari satu (p > 1); sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah p maka harga p akan lebih kecil dari 1 (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p-nya sama dengan 1 (p=1). Sehubungan dengan faktor penyesuaian, dikembangkanlah cara untuk mendapatkan nilai p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin. Adapun beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian adalah sebagai berikut : 19

1. Cara Persentase Cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran, pengukur menentukan nilai p menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila nilai ini dikalikan dengan waktu siklus. Namun cara ini terdapat kelemahan dari hasil kasarnya cara penilaian. 2. Cara Shummard Cara shummard memberikan patokan-patokan melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri berdasarkan tabel shummard. Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas-kelas Superfast, Fast +, Fast, Fast -, Execellent dan seterusnya. Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Shummard Kelas Penyesuaian Kelas Penyesuaian Superfast 100 Good 65 Fast + 95 Normal 60 Fast 90 Fair + 55 Fast 85 Fair 50 Execellent 80 Fair 45 Good + 75 Poor 40 Good 70 (Sumber : Iftikar Z. Sutalaksana, 1979, Hal. 140) 20

3. Cara Westinghouse Cara westinghouse mengarahkan penilai pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja dan Konsistensi setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing-masing. Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun, jika telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk usaha pada cara westinghouse terbagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Usaha yang dimaksudkan disini adalah kesesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya Kemudian kondisi pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Faktor lainnya adalah konsistensi atau consistency, faktor ini perlu diperhatikan karena dalam kenyataannya bahwa setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah sama semuanya karena waktu yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus yang lainnya. 21

Tabel 2.2 Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Superskill A1 + 0.15 A2 + 0.13 Excellent B1 + 0.11 B2 + 0.08 Usaha Good C1 + 0,06 C2 + 0,03 Average D 0.00 Fair E1-0.05 E2-0.10 Poor F1-0.16 F2-0.22 Usaha Excessive A1 + 0.13 A2 + 0.12 Excellent B1 + 0.10 B2 + 0.08 Good C1 + 0.05 C2 + 0.02 Average D 0.00 Fair E1-0.04 E2-0.08 Poor F1-0.12 F2-0.17 Kondisi Kerja Ideal A + 0.06 Excellent B + 0.04 Good C + 0.02 Average D 0.00 Fair E - 0.03 Poor F - 0.07 Konsistensi Perfect A + 0.04 Excellent B + 0.03 Good C + 0.01 Average D 0.00 Fair E - 0.02 Poor F - 0.04 (Sumber : Iftikar Z. Sutalaksana, 1979, Hal. 140) 22

4. Cara Objektif Cara objektif adalah cara yang memperhatikan 2 faktor, yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan kerja. Kedua faktor ini dipandang secara bersama-sama menentukan berapa besarnya nilai p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar diberi nilai 1 (p1 = 1). Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian untuk kecepatan kerjanya. Jika kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p1>1 dan sebaliknya jika kecepatan terlalu lambat maka p1<1. Cara menetukan nilai p ini, tidak berbeda jauh dengan cara menentukan faktor penyesuaian dengan cara persentase, tetapi hanya saja nilainya berbeda. Pada cara westinghouse nilai yang ditulis adalah keadaan keseluruhan, yaitu semua keadaan yang berpengaruh terhadap kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatan kerjanya saja. Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Angkaangka yang yang ditunjukkan pada tabel tersebut dalam per seratus dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang diukur dijumlahkan akan menghasilkan p2, yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif untuk tingkat kesulitan kerja. 23

2.3 Faktor Kelonggaran Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambahkan kelonggaran atau waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu : 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan temannya.sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam bekerja. Besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya sebab setiap pekerjaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Rasa fatique dapat terlihat dari menurunnya hasil produksi baik dari jumlah maupun kualitasnya. Sehingga untuk mendapatkan besarnya nilai kelonggaran akibat rasa fatique ini, pengamatan harus dilakukan sepanjang hari dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Namun hal tersebut sangatlah sulit dilakukan karena bukan hanya saja rasa fatique yang menyebabkan turunnya hasil produksi tetapi masih banyak faktor lainnya. Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan 24

pekerja lebih besar dari normal dan hal tersebut akan menambah rasa fatique. Untuk mengurangi rasa fatique tersebut, biasanya pekerja mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Hambatan tersebut ada yang bisa dihindarkan dan ada yang tidak bisa dihindarkan. Hambatan yang bisa dihindarkan, contohnya adalah seperti mengobrol atau menganggur dan hal tersebut bisa dihilangkan. Namun untuk hambatan yang tidak bisa dihindarkan seperti menerima atau minta petunjuk dari atasan, tidak bisa dihilangkan namun hanya bisa diminimalisir serendah mungkin. Besarnya nilai kelonggaran bagi hambatan tak terhindarkan dapat ditentukan dengan melakukan sampling pekerjaan. 2.4 Keseimbangan Lintasan Didalam lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi massal, peranan perencanaan produksi sangat penting terutama dalam penugasan kerja pada lintas perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda-beda akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material diantara stasiun kerja yang tidak berimbang. Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang dan atau mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. 25

Pada lini perakitan terdapat 2 tujuan yang harus dicapai, yaitu : menyeimbangkan stasiun kerja dan menjaga lini perakitan beroperasi secara kontinyu. Dan untuk mencapai kedua tujuan tersebut adalah dengan menyeimbangkan lintasan (line balancing). Keseimbangan lintasan adalah upaya untuk meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan. Secara teknik keseimbangan lintasan dilakukan dengan jalan mendistribusikan setiap elemen kerja ke stasiun kerja dengan acuan waktu siklus /cycle time (CT). 2.4.1 Terminologi Lintasan Berikut ini merupakan beberapa terminologi dari lintasan: 1. Elemen kerja : pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. 2. Stasiun kerja : lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. 3. Waktu siklus (CT) : waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja. Waktu siklus dapat dihitung dengan rumus berikut ini : /0123456 3/4 *789:;.<9=79. >.?789:;.@79.7 4. Waktu stasiun kerja : waktu yang dibutukan oleh stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut. 26

5. Waktu operasi (ti) : waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. 6. Delay time (idle time) : selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun kerja. Rumus idle time adalah sebagai berikut : A;B<>.C< DEFB<>.C<*:9G7.:>.C< 7. Balance delay (BD) : rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Rumus balance delay adalah sebagai berikut : HI J D>,KLM. D>, 8. Precedence diagram : diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Untuk mengukur performa sebelum dan sesudah dilakukan proses keseimbangan lintasan dilakukan kriteria-kriteria berikut ini : 1. Efisiensi Lini Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Rumus efisiensi lini adalah sebagai berikut : Dengan : NOO + LM. D>,,P n adalah jumlah elemen yang ada. CT adalah cycle time. 27

N adalah jumlah stasiun kerja yang terbentuk Keseimbangan yang baik adalah jika efisiensi setelah diseimbangkan lebih besar daripada sebelum diseimbangkan. 2. Indeks Penghalusan (SI) Indeks penghalusan adalah suaru indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Rumus untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut : Dengan : J GA QR*GS T UV *GS LM *GS T UV adalah waktu terbesar dari stasiun kerja yang terbentuk *GS adalah waktu stasiun kerja i yang terbentuk adalah jumlah stasiun kerja yang terbentuk 3. Minimum Banyaknya Stasiun Kerja Minimum banyaknya stasiun dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Dengan : N adalah jumlah stasiun kerja ti adalah waktu elemen kerja ke i + LM. D> 28

2.5 Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah hasil produksi atau volume pemrosesan atau jumlah unit yang dapat ditangani, diterima, disimpan atau diproduksi oleh sebuah fasilitas pada suatu periode tertentu. Kapasitas menentukan apakah permintaan dapat terpenuhi atau adakah fasilitas yang ada akan berlebih. Jika fasilitas terlalu besar, sebagian fasilitasnya akan menganggur dan akan terdapat biaya tambahan yang dibebankan pada produksi yang ada. Jika fasilitasnya terlalu kecil, pelanggan atau pasar secara keseluruhan akan hilang. Oleh sebab itu, dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat optimalisasi yang tinggi dari sebuah unit produkssi dan tingkat pengembalian yang tinggi, penetapan ukuran fasilitas yang berdasar pada penentuan kapasitas sangatlah menentukan Perencanaan kapasitas dapat dibagi dalam tiga horizon waktu, yaitu : 1. Kapasitas Jangka Panjang Merupakan suatu fungsi penambahan fasilitas dan peralatan yang memiliki lead time yang panjang. 2. Kapasitas Jangka Menengah Perencanaan yang pehatian utamanya terletak pada penambahan peralatan, jumlah karyawan, jumlah giliran kerja, melakukan subkontrak dan dapat membuat atau menggunakan ketersediaan. 3. Kapasitas Jangka Pendek Dalam jangka pendek perhatian utamanya terletak pada penjadwalan tugas dan karyawan serta pengalokasian mesin. 29

2.5.1 Tipe-tipe Kapasitas Dalam pengukuran kapasitas terdapat 2 tipe kapasitas, yaitu kapasitas desain dan kapasitas efektif. Kapasitas desain adalah output maksimum secara teoritis pada suatu periode tertentu dengan kondisi yang ideal. Kapasitas desain biasanya dinyatakan dalam suatu tingkatan tertentu, seperti jumlah produksi karburator yang dapat diproduksi setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun Kapasitas efektif adalah kapasitas yang diperkirakan dapat dicapai oleh suatu perusahaan dengan keterbatasan operasi yang ada sekarang. Kapasitas efektif biasanya lebih rendah daripada kapasitas desain karena fasilitas yang ada mungkin telah dirancang untuk versi sebelumnya atau bauran produk yang berbeda daripada yang sekarang sedang diproduksi. 2.5.2 Pertimbangan Kapasitas Terdapat 4 pertimbangan khusus dalam menentukan besarnya suatu keputusan kapasitas, yaitu sebagai berikut : 1. Ramalkan permintaannya secara akurat 2. Memahami teknologi dan peningkatan kapasitas 3. Tentukan tingkat operasi (volume) yang optimal 4. Dibuat untuk perubahan 30

2.5.3 Mengelola Permintaan Dalam aktualnya, suatu peramalan suatu kapasitas tidaklah selalu tepat dengan permintaan dari pelanggan. Ketidaktepatan atau ketidaksesuaian ini dapat berarti bahwa permintaan lebih tinggi dari kapasitas atau permintaan lebih rendah dari kapasitas. Untuk menghadapi kondisi-kondisi tersebut, perusahaan tentu memiliki beberapa alternatif dalam penyelesaiannya. Jika permintaan lebih tinggi dari kapasitas, perusahaan dapat membatasi permintaan dengan menaikkan harga, membuat penjadwalan dengan lead time yang panjang dan mengurangi bisnis dengan keuntungan marginal. Namun tetap solusi efektif untuk jangka panjangnya, harus meningkatkan kapasitas produksinya. Kemudian solusi untuk permintaan lebih rendah dari kapasitas, perusahaan mungkin perlu merangsang permintaan melalui pengurangan harga atau pemasaran yang agresif atau juga menyesuaikan diri terhadap pasar melalui perubahan produk. Saat permintaan pelanggan yang menurun digabungkan dengan proses yang kuno dan tidak fleksibel, pemutusan hubungan kerja dan penutupan pabrik mungkin harus dilakukan untuk menyesuaikan kapasitas dengan permintaan. Dari kedua solusi diatas, dapat kita gabungkan dalam sebuah taktik untuk menyesuaikan kapasitas dengan permintaan yang meliputi : 31

1. Mengubah staff yang ada (menambah atau mengurangi jumlah karyawan atau giliran kerja). 2. Menyesuaikan peralatan (termasuk membeli peralatan tambahan, menjual atau menyewakan peralatan yang ada). 3. Meningkatkan proses untuk meningkatkan hasil produksi. 4. Merancang ulang produknya untuk meningkatkan hasil produksi. 5. Menambahkan fleksibilitas proses untuk memenuhi preferensi produk yang berubah secara lebih baik. 6. Menutup pabrik. Taktik-taktik diatas ini digunakan untuk menyesuaikan permintaan pada fasilitas yang ada. 2.5.4 Metode Pengukuran Kapasitas Untuk menentukan besarnya kapasitas produksi dari suatu lini produksi, terdapat 3 buah metoda yang bisa kita gunakan, yaitu : 1. Theorical Capacity Theorical capacity atau biasa disebut dengan Maximum Capacity atau Design Capacity adalah pengukuran kapasitas secara maksimum yang memungkinkan dari sistem manufakturing yang didasarkan pada asumsi semua kondisi lini produksi ideal, seperti jam kerja 8 jam per shift, 2 shift per hari, 5 hari kerja per minggu, dan sebagainya. Theorical Capacity diukur berdasarkan kepada jam kerja yang tersedia untuk melakukan 32

pekerjaan tanpa adanya stop line atau hal-hal lainnya yang dapat menyebabkan proses produksi terhenti. 2. Demonstrated Capacity Demonstrated Capacity atau biasa disebut sebagai Actual Capacity atau Effective Capacity adalah metoda pengukuran kapasitas yang berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. 3. Rated Capacity Rated Capacity atau biasa disebut Calculated Capacity atau Nominal Capacity adalah metoda pengukuran kapasitas yang berdasarkan pada penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh Demonstrated Capacity. Dihitung dengan penggandaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. Waktu kerja yang tersedia itu adalah banyaknya jam kerja aktual yang dijadwalkan atau tersedia, pada pusat kerja selama periode tertentu. Waktu kerja yang tersedia per periode dihitung dengan rumus berikut : Banyaknya Orang/Mesin Jam per Shift Shift per Hari Hari Kerja per Periode Sedangkan utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan persentase clock timer yang tersedia dalam pusat kerja yang 33

secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman. Angka dari utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 (100 %). Formula untuk menghitung utilisasi adalah sebagai berikut : WX525YZY5 [Z6 \]X^Z]0Z_`a5`^_Z]Z_^_X^]bcde^]Y5 [Z6 43cY3e5Zf 3_^c^X[Zeg Z2 Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang ditetapkan. Faktor efisiensi bisa lebih besar dari 1,0. Formula untuk menghitung efisiensi adalah sebagai berikut : hi5y53_y5 [Z6 jxz_ezc0z_`a5k3cd23l [Z6 \]X^Z20Z_`a5`^_Z]Z_^_X^]bcde^]Y5 Dengan demikian Rated Capacity dapat dihitung dengan formula berikut : Rated Capacity = Waktu Kerja yang Tersedia Utilisasi Efisiensi 34