I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

Poliklinik Kesehatan Desa

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

Wujud pemberdayaan masyarakat UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) Promotif, Preventif Mulai dicanangkan 1986

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

Urusan Pemerintahan Organisasi : ( 102 ) : ( 0101 ) Triwulan. Lokasi. Sumber. Uraian. Kode. Kegiatan. Dana I II ,557,750

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SIAGA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

IV.B.2. Urusan Wajib Kesehatan

RENSTRA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI PERIODE intensitas upaya-upaya pencegahan. yang melaksanakan pembinaan petugas kab/puskesmas KH)

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

PENYUSUNAN PERENCANAAN SOSIAL DAN BUDAYA Kegiatan Penyusunan Masterplan Kesehatan Kabupaten Banyuwangi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

PEMERINTAH KABUPATEN BOMBANA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM GIZI PUSKESMAS MANDIANGIN TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELAKSANAAN KOORDINASI DESA SIAGA DAN PHBS

BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 440 / 104 / KPTS / KES / 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA

Pendekatan Kemasyarakatan Bidang Kesehatan di Desa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI UPT PUSKESMAS CARINGIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

Tabel Target dan Capaian Kinerja Urusan Kesehatan Tahun No Indikator Target 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

BAB. III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERIIADAP LAYANAN KE SEHATAN YANG LBBIH BERI(UALITAS

ARAH KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

I. PENDAHULUAN. Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia

Meja 1 Pendaftaran balita, ibu hamil, ibu menyusui. Meja 4 Penyuluhan dan pelayanan gizi bagi ibu balita, ibu hamil dan ibu menyusui

BAB 1 PENDAHULUAN. karena masih banyak masyarakat yang tinggal di pedesaan dan belum dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

KECENDERUNGAN MASALAH GIZI DAN TANTANGAN DI MASA DATANG *)

No. Dokumen : C. KEBIJAKAN Puskesmas Gedongan mengatur tata cara melakukan konsultasi gizi kepada pasien

SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI DAN ADVOKASI SERIBU HARI PERTAMA KEHIDUPAN (1000 HPK) RABU, 27 JULI 2016

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu perlu upaya pemberdayaan masyarakat. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

2 Berikut beberapa kondisi umum masalah-masalah kesehatan yang dihadapi pemerintah adalah: 1. Di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, berdasarkan laporan pihak Biro Pusat Statistik (BPS) Sumsel menyebutkan angka kematian ibu mencapai 398 per 100.000 kelahiran. (Sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=45912). 2. Kabupaten Bandung tahun 2004 sebesar 68,52 dengan Umur Harapan Hidup (UHH) sebesar 68,09, IPM Tahun 2005 sebesar 69,16 dengan UHH sebesar 68,72. Sedangkan target IPM Kabupaten Bandung tahun 2006 sebesar 77,3; tahun 2007 sebesar 78,5; tahun 2008 sebesar 79,7 dan tahun 2009 sebesar 81,1. Untuk tercapainya target IPM tersebut diperlukan upaya penanggulangan berbagai penyakit dan masalah kesehatan di Kabupaten Bandung. (Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31). Sebagai contoh, masih belum hilangnya penyakit endemis seperti Diare dan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang pada bulan Januari sampai dengan Februari 2007 terdapat sebanyak 564 kasus dengan kematian 8 (delapan) orang. Selain itu merebaknya penyakit yang bersifat pandemik seperti HIV-AIDS dan Flu Burung di tahun 2006 sebanyak 12 kasus dan Januari-Februari 2007 sebanyak 14 kasus. Sementara penyakit lama muncul kembali, seperti TBC, Polio, Diphteri, Tetanus, Pes dan Leptospirosis. Masalah lain yaitu masyarakat yang ber-perilaku Hidup

3 Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga masih di bawah 26%. Sedangkan stratifikasi Posyandu yang merupakan gambaran keterpaduan pelayanan SKPD dan masyarakat, tahun 2006 dari jumlah 5435 posyandu berstrata rendah (I dan II) sebesar 66%. (Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31). Sementara itu, jumlah Balita Gizi Buruk di Kabupaten Bandung sebanyak 0,92% dari jumlah 437.199 balita, jumlah kematian bayi 105 kasus dan persalinan yang tidak ditolong tenaga kesehatan 36,5% dari seluruh persalinan. Keadaan tersebut diperparah dengan bencana dan kegawatdaruratan yang menuntut adanya penanganan yang komprehensif, terpadu dan berkesinambungan. (Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31). 3. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR ( 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita. Anemia Gizi Besi (AGB) diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Sekitar 3,4 juta

4 anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). (Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang. Di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh: a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya. b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal: 1) Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya. 2) Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak.

5 3) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas dll). c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas. d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan. (Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga). Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka ragam. (Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).

6 Berdasarkan paparan di atas ternyata dapat dilihat masih banyaknya masalahmasalah kesehatan dan bencana yang sangat sering terjadi dan memungkinkan terjadi disekitar kita. Penyebab hal ini diasumsikan karena dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor resiko secara dini dan menanggulangi masalah yang telah berlangsung serta pendampingan dari pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas yang juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat). Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, maka pemerintah memberlakukan kebijakan program desa siaga guna meningkatkan kemandirian masyarakat dalam hal kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan melalui pembentukan Poskesdes yang merupakan salah satu syarat pelaksanaanya program, merupakan salah satu upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa yang meliputi kegiatan peningkatan hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.

7 Desa Siaga dikembangkan melalui penyiapan masyarakat, pengenalan masalah, perumusan tindak lanjut pencapaian khususnya kesepakatan pembentukan Poskesdes dan dukungan sumberdaya. Pengembangan desa siaga/poskesdes walaupun bersumberdaya masyarakat, namun mengingat kemampuan masyarakat terbatas, pemerintah membantu stimulan biaya operasional Poskesdes melalui anggaran Dana Bantuan Sosial Pembangunan Poskesdes. Desa Siaga terbentuk melalui 8 kriteria/indikator yang harus dipenuhi, yaitu adanya : 1. Forum Masyarakat Desa/ Forum Kesehatan Masyarakat Desa (FKMD) 2. Sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya 3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikembangkan 4. Memiliki sistem surveilans (pengamatan) penyakit dan faktor-faktor resiko berbasis masyarakat 5. Sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan serta bencana berbasis masyarakat 6. Upaya menciptakan dan mewujudkan lingkungan sehat 7. Upaya menciptakan dan mewujudkan PHBS 8. Upaya menciptakan dan mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Sumber: http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=71&tbl=infobadan browsing pada 5 november 2008).

8 Hasil (outcome) Desa Siaga yang berhasil antara lain: 1. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar 2. Meningkatnya pemanfaatan dan pengembangan UKBM, seperti Posyandu, Polindes, Pokmair, dll 3. Intensifnya pelaporan kasus kegawatdaruratan dan Kejadian Luar Biasa (KLB) 4. Cakupan rumah tangga yang memperoleh penyuluhan keluarga Sadar Gizi dan PHBS. (Sumber: http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=71&tbl=infobadan browsing pada 5 november 2008). Desa Sungai Langka mendirikan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran dengan status tanah hibah dari masyarakat yang mulai berjalan aktif pada 20 oktober 2008. Berdasarkan hasil Kegiatan Survei Mawas Diri (SMD) diketahui gambaran permasalahan awal khususnya masalah kesehatan dengan urutan prioritas permasalahan sebagai berikut: 1. ASI ekslusif 2. Saluran pembuangan air limbah 3. Penimbangan bayi tidak naik (Sumber: Laporan Kegiatan Survei Mawas Diri Desa Sungai Langka Dalam Rangka Gerakan Menuju Desa Sehat (GDMS) tahun 2008). Adapun kendala dalam implementasi program ini adalah fungsi pemahaman masyarakat awam tentang pentingnya kesehatan dan cara penanggulanan gejala

9 penyakit ringan masih sangat minim, untuk itu diperlukan perhatian petugas poskesdes yang bekerjasama dengan pemerintah desa dan puskesmas induk untuk selalu intens melakukan surveilans (pengamatan), penyuluhan dan sosialisasi terhadap lingkungan dan masyarakat di Desa Sungai Langka. Berdasarkan pemaparan di atas keberadaan program desa siaga di Desa Sungai Langka dengan segenap program kebijakannya diharapkan akan dapat mewujudkan masyarakat sehat, serta dengan adanya pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait akan mendukung keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai Langka sekaligus menjadi acuan pelaksanaan program desa siaga di desa-desa yang masih belum menerapkan program ini atau desa yang baru berupa rintisan program. Dengan memperhatikan beberapa variable-variabel seperti: standard dan tujuan kebijakan, sumber daya (dana, sumber daya manusia, dan waktu), komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, karakterisktik badan-badan pelaksana serta kondisi ekonomi, sosial dan politik akan dapat menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan ini. Keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai Langka juga sangat membantu program pemerintah untuk menciptakan Indonesia Sehat karena Desa Siaga merupakan basis dan akar dari gerakan mewujudkan Indonesia Sehat, seperti dalam gambar sebagai berikut:

10 INDONESIA PROVINSI PROVINSI KABUPATEN/KOTA KABUPATEN/KOTA KECAMATAN KECAMATAN DESA DESA DESA SIAGA DESA SIAGA Gambar 1. Bagan Desa Siaga Basis Indonesia Sehat (Sumber: Dokumen Departemen Kesehatan oleh Dr. Sri Astuti Suparmanto, MSc.Ph Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat)

11 B. Rumusan Masalah Berpijak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran? 2. Apakah kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya? C. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. 2. Mengetahui kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Pemerintahan khususnya berkaitan dengan pengembangan konsep Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga.

12 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi aparat Desa Sungai Langka dalam upaya meningkatkan program-program Forum Kesehatan Masyarakat dan Pos Kesehatan Desa dimasa yang akan datang.