BAB III GROUND PENETRATING RADAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS SIGNAL-SIGNAL GPR

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. (near surface exploration). Ground Penetrating Radar (GPR) atau georadar secara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

Aplikasi Ground Penetrating Radar (GPR) untuk Mendeteksi Objek pada Berbagai Media

Gelombang Elektromagnetik

BAB II SALURAN TRANSMISI

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

Radio dan Medan Elektromagnetik

Semua benda di sekeliling kita mempunyai sifat magnetik. Akibatnya semua benda terpengaruh oleh medan magnet. Efek yang

Sistem Telekomunikasi

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar belakang

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

saluran-saluran kosong ke segala arah, berisi air dan ion-ion yang mudah tertukar, seperti: sodium, potasium, magnesium, dan kalsium.

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal

Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah

Jenis dan Sifat Gelombang

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

INTERFERENSI GELOMBANG

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

Kata Kunci: Tanggul, Lumpur Lapindo, Longsor, Ground Penetrating Radar, GeoScan32, Surfer Pendahuluan. 2. Teori 2.1.

Teori Gelombang Mikro. Yuli Kurnia Ningsih

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

SMA IT AL-BINAA ISLAMIC BOARDING SCHOOL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2011/2012

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

BAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak

PolarisasiCahaya. Dede Djuhana Kuliah Fisika Dasar 2 Fakultas Teknik Kelas FD2_06 Universitas Indonesia 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Persamaan Gelombang Datar

BAB 11 GETARAN DAN GELOMBANG

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS

Fisika Optis & Gelombang

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Gelombang Transversal Dan Longitudinal

BAB II LANDASAN TEORI

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

PENGAMATAN PENJALARAN GELOMBANG MEKANIK

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH

Fisika Dasar. Gelombang Mekanik 08:36:22. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE

SIFAT DAN PERAMBATAN CAHAYA. Oleh : Sabar Nurohman,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan salah satu alat yang

LATIHAN UJIAN NASIONAL

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI

SURFACE PLASMON RESONANCE

DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi.

Fisika I. Gelombang Mekanik 01:26:19. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

BAB III TEORI PENUNJANG. Perambatan cahaya dalam suatu medium dengan 3 cara : Berikut adalah gambar perambatan cahaya dalam medium yang ditunjukkan

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

Antiremed Kelas 12 Fisika

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN EKSPERIMENTAL

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK

GELOMBANG. Lampiran I.2

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH

fisika CAHAYA DAN OPTIK

RANGKUMAN MATERI GETARAN DAN GELOMBANG MATA PELAJARAN IPA TERPADU KELAS 8 SMP NEGERI 55 JAKARTA

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

DIKTAT KULIAH RADAR DAN NAVIGASI

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

Refleksi dan Transmisi

PENDALAMAN MATERI CAHAYA

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Transkripsi:

BAB III GROUND PENETRATING RADAR 3.1. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terdiri dari medan elektrik (electric field) dan medan magnetik (magnetic field) yang dapat bergerak pada ruang hampa (vacuum). Kedua medan ini berosilasi tegak lurus terhadap satu sama lain dan terhadap arah pergerakannya serta terjadi pada fase yang sama seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut. E λ M λ = panjang gelombang E = amplitudo komponen elektrik M = amplitudo komponen magnetik jarak Gambar 3.1 Gelombang elektromagnetik Energi gelombang elektromagnetik bergerak dalam ruang hampa (vacuum) dengan kecepatan cahaya, yaitu c = 2.998 x 1 8 m/detik. Kecepatan ini dipengaruhi oleh permeabilitas dan permitivitas dalam vacuum, dengan persamaan: 1 c = = 2.998 x 1 8 m/detik (3.1) μ dimana μ = permeabilitas vacuum = 4 π x 1-7 henry/m = permitivitas dielektrik vacuum = 8.854 x 1-12 farad/m Persamaan (3.1) diturunkan dari persamaan Maxwell (Maxwell s equation) yang menjelaskan perilaku medan elektrik dan medan magnetik. 16

3.2. Prinsip GPR Ground penetrating radar (GPR) memancarkan pulse pendek (short pulse) energi gelombang elektromagnetik yang menembus daerah bawah (subsurface) material yang disurvei. Jika gelombang elektromagnetik mengenai interface antara dua material yang memiliki konstanta dielektrik relatif yang berbeda, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan hingga interface selanjutnya. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada interface antara dua material yang berbeda diilustrasikan pada Gambar 3.2 (a) secara skematik. TR antena Signal yang diterima r1 Lapisan 1 Refleksi surface r 2 Lapisan 2 Refleksi interface > r1 r 2 Refleksi bawah (a) (b) Gambar 3.2 (a) Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan (b) Signal gelombang yang diterima antena Gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh antena pemancar (transmitting antenna) akan menyebar di dalam material dengan kecepatan yang ditentukan oleh permitivitas atau konstanta dielektrik relatif material tersebut. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan akibat adanya perbedaan konstanta dielektrik relatif akan diterima kembali oleh antena penerima (recieving antenna). Antena ini menghasilkan signal yang merupakan bentuk gelombang. Signal ini mengandung informasi mengenai waktu tempuh dan besar atenuasi gelombang. 17

Gambar 3.2 (b) memperlihatkan bentuk gelombang yang diterima oleh antena. Signal yang diterima ditampilkan dalam sumbu nilai amplitudo dan waktu. 3.2.1. Kecepatan Rambat Pada Material Kecepatan gelombang elektromagnetik pada suatu material (yang menjadi medium perambatan) lebih kecil daripada kecepatannya pada ruang hampa (vacuum). Besar kecepatan ini ditentukan oleh indeks refraktif yang dimiliki oleh material tersebut. Indeks refraktif (refractive index) suatu material adalah faktor dimana kecepatan radiasi elektromagnetik mengalami perlambatan pada material tersebut, relatif terhadap kecepatannya dalam ruang hampa. Indeks refraktif untuk suatu material diekspresikan sebagai: μ η = = μ μ r r (3.3) dimana μ μ = permeabilitas material = permitivitas dielektrik material = permeabilitas vacuum = 4 π x 1-7 henry/m = permitivitas dielektrik vacuum = 8.854 x 1-12 farad/m Material diasumsikan linier, isotropik, dan non dispersive. Dalam hal ini, kecepatan gelombang elektromagnetik dalam medium (material) adalah: c v = (3.4) η Dengan mensubstitusikan persamaan (3.3) ke persamaan (3.4), maka: c v = (3.5) μ r r Untuk material non magnetik (non metalik) nilai permeabilitasnya mendekati nilai permeabilitas vacuum, sehingga nilai μ r diambil sama dengan satu. Dengan demikian kecepatan rambat gelombang elektromagnetik menjadi: 18

c v = (3.6) r 3.2.2. Waktu Tempuh Dua Arah Waktu yang dibutuhkan oleh pulse gelombang elektromagnetik dari antena pemancar menuju suatu interface atau objek dan kembali ke antena penerima disebut waktu tempuh dua arah (two-way travel time). Berbagai besaran waktu tempuh dua arah dari signal yang diterima GPR menunjukkan posisi atau kedalaman objek yang memantulkan gelombang elektromagnetik. Jika kecepatan gelombang elektromagnetik dan waktu tempuh dua arah diketahui, maka kedalaman objek yang memantulkan dapat diketahui dengan hubungan sebagai berikut: dimana vt d = t (3.7) 2 v t t = kecepatan gelombang elektromagnetik dalam medium = waktu tempuh dua arah 3.2.3. Koefisien Refleksi dan Pembalikan Fasa Gelombang Perbedaan properti dielektrik (konstanta dielektrik relatif) antara dua material mengakibatkan adanya gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada interface kedua material tersebut. Jumlah energi yang dipantulkan adalah fungsi dari konstanta dielektrik relatif dua material yang berdekatan yang dinyatakan oleh koefisien refleksi (reflection coeficient) sebagai berikut (Clemena, 1991; Bungey dan Millard, 1993): R r2 r1 = (3.2) r1 + r2 Nilai koefisien refleksi semakin besar jika perbedaan konstanta dielektrik relatif antara kedua material semakin kontras. Jika material yang berada pada lapisan 2 19

( r2 ) adalah metal, maka nilai R mendekati 1 karena metal memantulkan semua energi gelombang elektromagnetik. Persamaan (3.2) juga menunjukkan adanya pembalikan fasa gelombang pada interface antara dua material. Jika koefisien refleksi R bernilai positif, maka amplitudo positif bentuk gelombang yang dipantulkan akan terbentuk pada interface. Sebaliknya, jika R bernilai negatif, maka amplitudo negatif akan terbentuk pada interface. Pembalikan fasa gelombang diperlihatkan pada Gambar 3.3 berikut. Gambar 3.3 Pembalikan fasa gelombang yang dipantulkan pada interface material yang berbeda Pembalikan fasa gelombang ini dapat memberikan informasi yang sangat berguna mengenai kondisi subsurface pada beton. Keberadaan rongga atau retak yang berisi udara atau air pada beton dapat diidentifikasi dari pembalikan fasa yang terjadi. 2

3.2.4. Proses Pembentukan Gambar Objek Saat investigasi atau pengukuran dilakukan sepanjang daerah permukaan, radar mencatat atau merekam signal yang dipantulkan oleh objek secara terus-menerus. Signal-signal tersebut akan disusun berdampingan dan menghasilkan suatu pola gambar yang dapat diinterpretasikan sebagai objek, yang ditampilkan pada layar portabel GPR atau layar komputer. Energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena biasanya memiliki garis radiasi berbentuk kerucut dengan sudut yang cukup besar. Bentuk garis radiasi yang dipancarkan ini memungkinkan antena GPR mendeteksi objek tidak hanya saat tepat berada di atasnya, tetapi juga saat mendekati dan menjauhi objek tersebut. Saat GPR mendekati objek, jarak dan waktu tempuh gelombang semakin pendek, dan kembali semakin panjang saat GPR menjauhi objek. Hal ini menyebabkan signal-signal yang diterima antena akan menghasilkan bentuk hiperbola dari objek yang berukuran kecil, seperti pipa dan baja tulangan yang posisinya tegak lurus terhadap arah pergerakan GPR. Proses pembentukan pola hiperbolik (lengkung atau arch) dari baja tulangan diperlihatkan oleh Gambar 3.4 berikut. 1 2 3 1 2 3 jarak objek waktu (a) (b) Gambar 3.4 (a) Pergerakan GPR mendeteksi objek (b) Bentuk hiperbolik yang dihasilkan signal-signal 21

Gambar 3.5 Bentuk hiperbola dari baja tulangan Gambar 3.5 memperlihatkan bentuk hiperbola secara utuh dari baja tulangan pada beton sebagai objek yang ditampilkan oleh GPR. Saat antena GPR mendekati objek, kaki hiperbola bagian kiri terbentuk. Bagian puncak hiperbola terbentuk saat antena GPR berada tepat di atas objek, yang merepresentasikan bagian atas objek. Saat antena GPR menjauhi objek, maka kaki hiperbola bagian kanan terbentuk. Jika objek yang diinvestigasi memiliki permukaan relatif rata sepanjang arah pergerakan GPR, seperti pelat baja, maka bentuk hiperbola tidak terjadi. Bentuk gambar yang ditampilkan oleh GPR merupakan bentuk dari objek yang sebenarnya. 3.3. Interpretasi Bentuk Gelombang Yang Dipantulkan Signal GPR, yaitu bentuk gelombang yang dipantulkan yang diterima oleh GPR, dapat memberikan informasi mengenai subsurface suatu objek. Parameter yang sangat menentukan bentuk gelombang yang dipantulkan yaitu konstanta dielektrik relatif pada dua material berbeda yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik. Konstanta dielektrik mempengaruhi kecepatan rambat gelombang elektromagnetik dan waktu tempuh saat melewati material. Halabe et al. telah melakukan investigasi untuk mengumpulkan bentuk gelombang yang dipantulkan dari beberapa spesimen beton dengan kondisi yang telah ditentukan. Bentuk gelombang tersebut dipelajari berdasarkan spesifikasi (kondisi) spesimen. 22

Gambar 3.6 memperlihatkan bentuk gelombang yang dipantulkan yang diperoleh dari spesimen beton tanpa tulangan, spesimen beton dengan satu lapis tulangan di bagian bawah, dan spesimen beton dengan dua lapis tulangan. Bentuk gelombang dari setiap spesimen memperlihatkan puncak amplitudo yang berbeda terutama pada tulangan. Puncak amplitudo pada permukaan beton (interface antara udara dan beton) bernilai positif, sedangkan pada bagian bawah beton (interface antara beton dan udara) bernilai negatif. Gambar 3.6 Bentuk gelombang yang dipantulkan (reflected waveform) dari beton bertulang tanpa retak (Sumber: Halabe et al.) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi bentuk gelombang yang dipantulkan antara lain kelembaban dan kandungan klorida. Mendeteksi rongga (void) dan retak pada beton menggunakan GPR sulit dilakukan jika rongga dan retak tersebut dalam keadaan kering (berisi udara). Interpretasi bentuk gelombang yang dipantulkan lebih mudah dilakukan jika rongga atau retak yang terdapat di dalam beton berisi air atau klorida. Gambar 3.7 memperlihatkan bentuk gelombang dari spesimen beton tanpa retak, spesimen beton dengan retak berisi air murni, dan spesimen beton dengan retak berisi air garam (saline water). 23

Gambar 3.7 Bentuk gelombang yang dipantulkan (reflected waveform) dari beton tanpa retak, dengan retak berisi air murni, dan dengan retak berisi air garam (Sumber: Halabe et al.) Bentuk gelombang dari spesimen dengan retak berisi air garam memiliki puncak amplitudo yang lebih tinggi pada posisi retak dibandingkan dengan retak yang berisi air murni. Hal ini disebabkan oleh permitifitas dielektrik kompleks air garam lebih tinggi daripada permitifitas dielektrik kompleks air murni. Spesimenspesimen dengan retak tersebut menyebabkan atenuasi energi gelombang yang ditunjukkan oleh nilai amplitudo yang lebih kecil pada refleksi bawah spesimen dibandingkan dengan spesimen tanpa retak. Waktu kedatangan refleksi bawah spesimen-spesimen dengan retak lebih lama karena adanya penurunan kecepatan rambat gelombang. 3.4. Pengaruh Kelembaban Beton Air yang mengisi pori-pori beton akan meningkatkan nilai konstanta dielektrik karena air memiliki konstanta dielektrik yang paling besar. Kehadiran air di dalam pori-pori beton menyebabkan amplitudo puncak mengalami pengurangan dan waktu tempuh gelombang mengalami penambahan. Perbandingan bentuk gelombang pada beton yang kering dan lembab diperlihatkan pada Gambar 3.8. 24

15 1 5 Amplitudo -5 1 2 3 4 5 Lembab Kering -1-15 Waktu (ns) Gambar 3.8 Perbandingan antara bentuk gelombang pada beton yang kering dan lembab Penelitian yang dilakukan oleh Sbartai et al. (26) menunjukkan amplitudo bentuk gelombang mengalami pengurangan secara linier dengan meningkatnya derajat kejenuhan beton. Lebih lanjut, variasi rasio air-semen ( w c ) tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan pada amplitudo baik pada beton yang kering maupun beton yang lembab. 3.5. Pengaruh Kedalaman Selimut Beton dan Jarak Spasi Tulangan Beton yang memiliki beberapa baja tulangan akan menghasilkan gambar dengan beberapa bentuk lengkung atau hiperbola. Jika spasi antara baja tulangan berkurang, maka bentuk lengkung yang dihasilkan akan saling tumpang tindih (overlap). Dan jika spasinya lebih kecil dari nilai tertentu, maka baja-baja tulangan tersebut tidak dapat diidentifikasi secara individu, dan pola yang dihasilkan akan sama dengan kasus pelat baja yang terdapat dalam beton. Kemampuan untuk mengidentifikasi baja tulangan secara individu tergantung pada ukuran tulangan, spasi antar tulangan, kedalaman selimut beton, dan konfigurasi antena (Bungey et al., 1994). Hasil penelitian yang menunjukkan identifikasi tulangan terhadap spasi dan kedalaman selimut beton menggunakan antena hand-held 1 GHz diperlihatkan pada Gambar 3.9. 25

Gambar 3.9 Spasi minimum tulang terhadap kedalaman selimut beton yang dapat dideteksi (Sumber: ACI 228.2R-98) Untuk selimut beton yang lebih kecil dari 15 mm, spasi minimum tulangan yang dapat diidentifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman selimut beton. Untuk kedalaman selimut beton yang besar dari 15 mm, spasi minimum tulangan tidak lagi dipengaruhi oleh kedalaman selimut beton, tetapi lebih dipengaruhi oleh ukuran tulangan (Bungey et al., 1994). 26