BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

dokumen-dokumen yang mirip
Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

REKONSTRUKSI ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT OSTEOMIELITIS KRONIS DENGAN TEKNIK TOTAL JOINT REPLACEMENT

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

MIKROBIOLOGI SALURAN AKAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit inflamasi yang telah melibatkan struktur periodontal pendukung sebagai / tidak mendapat perawatan secara tuntas. Harus dibedakan dari lesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

Osteomyelitis kronis mandibula pada anak-anak dan dewasa ( Chronic Osteomyelitis of the Mandible in Children and Adult )

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Teori kehilangan secara konstan mengakui respons dari individu. Teori

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

ABSES PERIODONTAL SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. beraktivitas, dan adanya kemungkinan terjadinya kecacatan karena proses

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS

PENYAKIT PERIODONTAL PENGERTIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

DASAR PEMIKIRAN PERAWATAN PERIODONTAL

BAB I KONSEP DASAR A.

PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA BAWAH DENGAN KOMPLIKASINYA PADA DEWASA MUDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI DAN SIMPTOM. Langerhans Cell Disease ( LCD) ;dahulu dikenal dengan Histiocytosis X ; yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

PERAWATAN PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

Zulkarnain, drg., M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL

PROSES PERADANGAN & PROSES INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Transkripsi:

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut, subakut dan kronis yang memiliki gambaran klinis yang berbeda, tergantung pada sifat alamiah penyakit tersebut. 7 Ada beberapa jenis organisme yang terdapat pada lesi ini, yang paling umum adalah S. Aureus dan S. Albus, beberapa jenis streptococci atau dalam beberapa jenis organisme. Infeksi spesifik dari osteomielitis ini adalah tuberkulosis, sifilis dan aktinomikosis. 6 Osteomielitis terjadi pada maksila maupun mandibula. Pada maksila biasanya lesi lebih terlokalisir dan tidak menyebar, tetapi pada mandibula lesi bersifat lebih menyebar. Klasifikasi osteomielitis kronis pada saat ini masih sangat membingungkan. Proses penyakit yang berbeda telah dideskripsikan oleh satu istilah ini dalam beberapa kasus. 1 Osteomielitis kronis yang melibatkan tulang rahang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: supuratif dan nonsupuratif. 1 2.1 Patogenesis Patogenesis osteomielitis pada rahang biasanya ditandai dengan adanya eksudat inflamasi yang terdiri dari fibrin, polimorfonuklear leukosit dan makrofag.

Inflamasi terjadi di dalam rongga medula dalam tulang spongiosa dan dapat melibatkan trabekula spongiosa serta dapat mempenetrasi korteks dan mencapai periosteum. Daerah sumsum tulang dipenuhi oleh neutrofil, debris nekrotik dan mikroorganisme. Jaringan sumsum tulang yang berlemak dan sumsum hematopoetik menjadi nekrosis dan berganti menjadi eksudat inflamasi. Tekanan di dalam rongga medula meningkat dan pembuluh darah menjadi hancur. Akibatnya perfusi vaskular mengakibatkan terjadinya nekrosis pada tulang spongiosa dan korteks. Pada tulang trabekula yang nekrosis terjadi hipereusinofilik. Osteosit membesar dengan tepi yang berwarna biru tua. Pembentukan sequester dapat terjadi. Sequester akan dikolonisasi oleh mikroorganisme dalam bentuk biofilm dan akan memperparah inflamasi. Infiltrat inflamasi mengandung sel plasma, selain itu juga terdapat limfosit dan makrofag. Fibrosis pada sumsum tulang akan terjadi setelah faktor pertumbuhan fibroblas dilepas. Pembentukan tulang baru berlangsung dengan cepat dan memicu tulang penderita menjadi sklerosis. Aktivitas osteoblas meningkat yang mengakibatkan meningkatnya diameter intralesional dan trabekular medula. 2.2 Osteomielitis kronis supuratif Osteomielitis kronis supuratif disebut juga osteomielitis kronis sekunder. Osteomielitis kronis supuratif adalah ostemielitis yang paling umum terjadi, dimana sering terjadi oleh karena invasi bakteri yang menyebar. Sumber yang paling sering adalah dari gigi, penyakit periodontal, infeksi dari pulpa, luka bekas pencabutan gigi dan infeksi yang terjadi dari fraktur. Sering dijumpai pus, fistel dan sequester pada osteomielitis kronis supuratif. 1

Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif meliputi rasa sakit, malaise, demam, anoreksia. Setelah 10 14 hari setelah terjadinya osteomielitis supuratif, gigi-gigi yang terlibat mulai mengalami mobiliti dan sensitif terhadap perkusi, pus keluar di sekitar sulkus gingiva atau melalui fistel mukosa dan kutaneus, biasanya dijumpai halitosis, pembesaran dimensi tulang akibat peningkatan aktivitas periosteal, terbentuknya abses, eritema, lunak apabila dipalpasi. Trismus kadang dapat terjadi sedangkan limphadenopati sering ditemukan. Temperatur tubuh dapat mencapai 38 39 o C dan pasien biasanya merasa dehidrasi. 2.3 Osteomielitis kronis nonsupuratif Istilah osteomielitis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih heterogenik dari osteomielitis kronis. Menurut Topazian yang termasuk jenis osteomielitis kronis supuratif ini antara lain osteomielitis tipe sklerosis kronis, periostitis proliferasi, serta aktinomikotik dan bentuk yang disebabkan oleh radiasi. Hudson menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kondisi osteomielitis berkepanjangan akibat perawatan yang tidak memadai, atau meningkatnya virulensi dan resistensi antibiotik dari mikroorganisme yang terlibat. Oleh karena itu klasifikasi ini juga menggabungkan beberapa kasus dan juga meliputi bentuk supuratif dari osteomielitis yang merupakan stadium lanjutan dari bentuk nonsupuratif. Gejala klinis yang biasanya dijumpai adalah rasa sakit yang ringan dan melambatnya pertumbuhan rahang. Gambaran klinis yang dijumpai adalah adanya sequester yang makin membesar dan biasanya tidak dijumpai adanya fistel.

2.4 Garres osteomielitis Garres osteomielitis banyak terjadi pada anak-anak, terkadang juga terjadi pada orang dewasa. Pada rahang, Garres osteomielitis sering berkaitan dengan karies akut lanjutan pada pasien anak kecil yang sudah berlanjut menjadi pulpitis dan lesi periapikal. Untuk menjadi Garres osteomielitis respon inflamasi meluas melalui tulang ke permukaan luar, merangsang periosteum menebal dan membentuk lapisan tulang baru. Pada saat terjadi bentuk lain dari osteomielitis, margin gingiva bebas tetap berada di atas ketinggian kontur gigi, dan menyebabkan terjadinya impaksi makanan pada sulkus gingiva. Gambaran klinis yang dijumpai adalah bentuknya lebih terlokalisir, keras, pembengkakan tulang mandibula yang tidak halus pada bagian bawah dan samping pada tulang mandibula dan disertai dengan karies pada molar satu 8. Gejala klinis yang dijumpai adalah limphadenopati, hiperpireksia dan biasanya tidak sertai dengan leukositosis 8. Gambar 1. Osteomielitis kronis pada rahang.(http://www.medcyclopaedia.co m/library/radiology/chapter11/11_4.asp x) (6 Februari 2010)

Gambar 2. Foto MRI osteomielitis pada rahang (http://imaging.consult.com/image/topic /dx/musculoskeletal?title=osteomyelitis (Jaw)&image=fig6&locator=gr6&pii=S 1933-0332(06)70458-X) (6 Februari 2010) Gambar 3. Foto CT scan aksial osteomielitis pada rahang. (http://imaging.consult.com/image/topic /dx/musculoskeletal?title=osteomyelitis (Jaw)&image=fig4&locator=gr4&pii=S 1933-0332(06)70458-X) (6 februari 2010)

Gambar 4. Foto CT Scan sequester pada rahang. a. Foto aksial CT scan menunjukan adanya multipel sequester b. Coronal CT scan menunjukkan adanya sequester pada kasus yang berbeda pada ostemielitis kronis (http://imaging.consult.com/image/topic/dx/musculoskeletal?title=osteomyelitis (Jaw)&image=fig2&locator=gr2&pii=S1933-0332(06)70458-X) (6 Februari 2010)