STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA TN. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan


NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN PADA TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

HESTI CATUR HANDAYANI NIM. P.09081

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB III TINJAUAN KASUS

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

DODY SAKTI OKTAVIANTO P.09013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS

DIAH NUR KHASANAH NIM. P

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN SP DENGAN HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB III TINJAUAN KASUS

LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB III TINJAUAN KASUS. paranoid. Klien bernama Tn.ES, umur 33 th, laki-laki, pendidikan terakrih

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB III TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

Transkripsi:

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA DI SUSUN OLEH: CATUR WULANDARI NIM. P.09010 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH: CATUR WULANDARI NIM. P.09010 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012 i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Catur Wulandari NIM : P. 09010 Program Studi : D III Keperawatan Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, Mei 2012 Yang Membuat Pernyataan CATUR WULANDARI NIM. P.09010 ii

LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Catur Wulandari NIM : P. 09010 Program Studi : D III Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Senin, 7 Mei 2012 Pembimbing : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns NIK. 201185071 (. ) iii

HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Catur Wulandari NIM : P. 09010 Program Studi : D III Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Senin, 7 Mei 2012 DEWAN PENGUJI Penguji I : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns (. ) NIK. 201185071 Penguji II : Diyah Ekarini, S.Kep., Ns (.) NIK. 200179001 Penguji III : Siti Mardiyah, S.Kep., Ns (.) NIK. 201183063 Mengetahui, Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Setiyawan, S.Kep., Ns NIK. 201084050 iv

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada yang terhormat : 1. Setiyawan, S.Kep., Ns, Selaku Ketua Prodi Studi D III Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, Selaku Sekretaris Ketua Prodi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns Selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. v

4. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns Selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Siti Mardiyah, S.Kep., Ns Selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberi semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman teman Mahasiswa Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, Mei 2012 Penulis vi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 4 C. Manfaat Penulisan... 4 BAB II LAPORAN KASUS A. Pengkajian... 6 B. Perumusan Masalah Keperawatan... 11 C. Perencanaan... 12 D. Implementasi... 14 E. Evaluasi... 15 BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan... 18 B. Simpulan... 28 C. Saran... 30 Daftar Pustaka Lampiran vii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Genogram... 7 Gambar 2.2 Pohon Masalah... 12 viii

DAFTAR LAMPIRAN 1. Log Book 2. Format Pendelegasian 3. Surat Selesai Pengambilan Data 4. Asuhan Keperawatan 5. Lembar Konsultasi 6. Daftar Riwayat Hidup ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 36, 2009 sehat adalah suatu keadaan sehat, baik sehat mental, fisik, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan sikap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. World health organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Videbeck, 2008). Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres (misal: gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih fungsi area penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American psychiathtric association), (Videbeck, 2008). Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizoprenia. Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizoprenia mengalami halusinasi. Menurut stuart dan sundeen (1999), klien dengan halusinasi mengalami kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik tergantung dari tahap halusinasi yang dialaminya. 1

2 Gangguan - gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara sendiri, mata melihat kekanan - kekiri, jalan mondar - mandir, sering tersenyum sendiri dan sering mendengar suara - suara. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelaianan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2002). Menurut keliat (2006), mendefinisikan bahwa halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidu. World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, panik dan cemas merupakan gejala paling ringan. Dari total populasi 26 juta gangguan jiwa, terdapat 12 16 % yang mengalami gangguan jiwa serius. Profil kesehatan kota semarang tahun 2006, menunjukan bahwa angka gangguan jiwa serius adalah 4.096 klien atau sekitar 0,29 % dari total penduduk kota semarang. Data tersebut masih bisa bertambah karena dihitung berdasarkan klien yang berkunjung ke puskesmas (Mubin, 2009). Abraham maslow mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi. Setiap pemenuhan kebutuhan tersebut akan diikuti pemenuhan kebutuhan lainnya, kebutuhan itu diantaranya yaitu: pemenuhan kebutuhan kasih sayang, rasa aman, dan aktualisasi diri, apabila salah satu dari kebutuhan

3 tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat. Salah satu contoh apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka seseorang akan merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas, bahkan merasa bahwa ada yang mengancam dirinya. Tetapi ketika kebutuhan tersebut terpenuhi maka perasaan - perasaan yang demikian itu tidak akan muncul, sehingga individu selalu merasa bahwa ia selalu dalam kondisi yang aman (Mubarak, 2007). Berdasarkan catatan medis ruang maespati rumah sakit jiwa daerah surakarta didapatkan data bahwa pasien dengan diagnosa skizofrenia menempati peringkat pertama dibandingkan dengan gangguan kesehatan jiwa lainnya. Dari daftar 20 besar penyakit rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta pada bulan Juli, Agustus dan September 2007 pasien dengan skizofrenia paranoid menempati urutan pertama dengan jumlah pasien sebanyak 304 orang, pasien dengan perilaku kekerasan menempati urutan kedua dengan jumlah pasien 219 orang, pasien dengan halusinasi menempati urutan ketiga dengan jumlah pasien 207 orang pasien, pasien dengan menarik diri menempati urutan keempat dengan jumlah 123 orang, sedangkan pasien dengan waham menempati urutan kelima dengan jumlah pasien 73 orang, dan skizofrenia residual menempati urutan keenam dengan jumlah pasien sebanyak 65 orang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan pada Tn. D dengan halusinasi di ruang maespati RSJD Surakarta.

4 B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan pada Tn. D dengan Halusinasi. 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. f. Penulis mampu menganalisa kondisi pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. C. Manfaat penulisan 1. Bagi penulis a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien jiwa dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.

5 b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa. c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa. 2. Bagi profesi Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya dalam meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran. 3. Bagi institusi a. Rumah sakit Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa, khususnya pada kasus halusinasi pendengaran. b. Pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan, khususnya pada klien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi, dan menambah pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan pengelolaan studi kasus pada pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi di ruang maespati RSJD Surakarta pada tanggal 5-7 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Sedangkan asuhan keperawatan secara lengkap, dengan metode allo anamnesa dan auto anamnesa. A. Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 5 April 2012 didapatkan data: klien bernama Tn.D, jenis kelamin laki - laki, umur 36 tahun, beragama Islam, status belum menikah, klien berdomisili di Karanganyar, pendidikan terakhir klien SMP. Pada tanggal 4 April 2012 klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta oleh ibu kandungnya yaitu Ny. T yang sekaligus penanggung jawab dan tinggal serumah dengan klien di Karanganyar dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Klien dibawa ke RSJD Surakarta dengan alasan, karena sejak 6 hari klien bingung, mengamuk, ngeluyur, bicara sendiri, bicara ngelantur, ketawa - ketawa sendiri, teriak - teriak, mondar - mandir, sulit tidur. Klien juga mengatakan sering mendengar suara bisikan, suara tersebut menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara muncul setiap pagi, siang, malam, jika pasien melamun sendirian, dan jika suara bisikan itu muncul 6

7 klien langsung menonton televisi. Saat ini untuk ketiga kalinya klien dirawat di RSJD Surakarta, sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa sejak tahun 1995. Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil, karena klien jarang kontrol, sehingga klien jarang minum obat. Didalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat gangguan jiwa. Pengalaman klien yang tidak menyenangkan yaitu klien mengatakan jengkel dan marah kepada ibunya karena jika klien meminta sesuatu jarang dipenuhi, sehingga klien mengamuk dan menjual barang - barang yang ada dirumahnya. Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan dari klien yaitu keadaan umum klien composmentis, tanda - tanda vital klien meliputi tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 86 kali per menit, suhu 36 C, respirasi 20 kali per menit, rambut klien berwarna hitam, lurus, pendek. Fungsi penglihatan klien baik, simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, hidung klien mancung, telinga klien simetris kanan dan kiri, dada simetris kanan dan kiri, ekstremitas klien lengkap, fungsi alat gerak baik, klien juga tidak mempunyai riwayat penyakit asma dan kejang. Tn. D umur 36 th Halusinasi Keterangan: : Meninggal : Klien : Tinggal serumah : Laki-laki : Menikah dengan : Perempuan : Garis keturunan Gambar 2.1. Genogram

8 Hasil dari pengkajian yang penulis lakukan pada analisa genogram didapatkan data bahwa klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, klien tinggal bersama ibu dan adiknya, ayah klien sudah meninggal, sementara kakak klien sudah menikah dan tinggal sendiri. Pengkajian konsep diri klien, didapatkan data bahwa, gambaran diri klien menyukai semua tubuhnya, karena menurut klien semua itu merupakan anugerah dari Allah, sedangkan identitas diri klien yaitu klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, peran klien sebagai seorang anak, klien tidak bekerja, ideal diri klien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang kerumah, supaya bisa segera berkumpul dengan keluarga. harga diri klien, klien mengatakan bisa menerima dan tidak malu dengan keadaannya sekarang. Pengkajian hubungan sosial, penulis mendapatkan data bahwa menurut klien tidak ada orang yang berarti bagi kehidupannya, peran serta klien dalam kegiatan kelompok atau masyarakat kurang, karena klien kurang aktif dalam kegiatan tersebut dan jarang keluar rumah, klien lebih senang menonton televisi dirumah. Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien bisa berinteraksi dengan orang lain. klien beragama islam, sebelum dan selama sakit klien jarang melaksanakan ibadah. Hasil dari pengkajian status mental klien, didapatkan data: klien berpenampilan rapi, rambut disisir, kancing baju terpasang dengan benar, dan memakai alas kaki. Cara bicara klien cepat, jelas, tidak ada gangguan dalam berbicara. Aktivitas motorik klien, klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit. Alam perasaan klien sedih, karena klien merasa tidak

9 sembuh - sembuh. Afek klien labil, keadaan emosi klien berubah - ubah. Interaksi selama wawancara klien kooperatif, kontak mata kurang, klien juga mudah tersinggung. Proses pikir klien blocking, karena pada awal pembicaraan klien berbicara lambat, namun lama - kelamaan cara bicara klien cepat, jelas, tapi kadang - kadang klien berhenti bicara dan melamun. Isi pikir klien tidak ada gangguan dan tidak ada waham. Tingkat kesadaran klien, klien tampak bingung, gelisah dan bicara kacau atau ngelantur. Memori daya ingat klien baik, tidak ada gangguan, klien dapat mengingat kejadian yang terjadi satu bulan yang lalu. Tingkat konsentrasi dan berhitung klien baik, klien dapat berhitung dengan baik dan benar. Kemampuan penilaian klien, klien mampu mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi sedikit penjelasan dari penulis, misalnya memilih mandi dahulu sebelum makan biar segar. Daya tilik diri klien, menurut klien, klien sakit karena orang lain (keluarga) yang tidak bisa memenuhi keinginannya dan kurang perhatian. Klien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan kejiwaan. Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data bahwa klien mengatakan makan tiga kali sehari, klien mengatakan mampu menghabiskan satu porsi makanan yang berisi nasi, sayur, lauk, buah, dan minum teh manis. Untuk BAB dan BAK, klien mengatakan dalam sehari BAB satu kali waktu tidak tentu, konsistensi padat, warna kuning, klien BAB di kamar mandi. Sedangkan frekuensi BAK tidak tentu, warna urine kuning, bau khas urine, tempat BAK tidak tentu, kadang di kamar mandi dan kadang di halaman.

10 Dalam hal mandi, klien mengatakan dalam sehari mandi dua kali, pada pagi dan sore hari, memakai sabun mandi, gosok gigi setiap kali mandi, dan keramas setiap satu minggu sekali. Dalam hal berpakaian klien mengatakan dalam sehari ganti baju dua kali, klien juga dapat memilih, mengambil, dan memakai pakaian sendiri dengan baik dan benar. Hasil yang penulis dapatkan pada pola istirahat tidur, klien mengatakan tidur malam jam 22.00 dan bangun jam 04.00 pagi, dan pada siang hari klien mengatakan tidak bisa tidur siang karena keadaan lingkungan rumah sakit yang berisik. Pada penggunaan obat klien mengatakan jarang minum obat jika tidak ada yang mengingatkannya, namun jika dirumah klien hanya minum obat jika diingatkan ibunya. Dan dalam hal pemeliharaan kesehatan klien mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, segera dibawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat dari rumahnya. Aktivitas klien didalam rumah seperti menyapu, membereskan tempat tidur dan menonton televisi. Sedangkan aktivitas diluar rumah, klien mengatakan jarang beraktivitas diluar rumah, karena klien jarang keluar rumah. Mekanisme koping klien, klien mengatakan setiap kali ada masalah klien selalu bercerita kepada kakaknya, klien tidak mau bercerita kepada ibunya, karena klien merasa ibunya tidak perduli kepada klien. Pada masalah psikososial dan lingkungan klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di kampungnya, klien lebih senang dirumah, karena klien merasa terhibur dengan menonton televisi dirumah. Pengetahuan klien, klien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat keluar dari rumah sakit jiwa, karena klien ingin bekerja.

11 Adapun data penunjang yang penulis dapatkan dari pengkajian kepada klien yaitu klien mendapat terapi medis berupa haloperidol 3x5 mg yang berguna untuk menenangkan pikiran, thrihexypenidril 2x2 mg yang berguna untuk memberi rasa rileks dan agar tidak kaku, chlorpromazine 1x100 mg yang berguna untuk menghilangkan suara - suara (halusinasi). Pemeriksaan penunjang laborotorium pada Tn.D pada tanggal 5 April 2012 Gula Darah Sewaktu 108 mg/dl (<140 mg/dl), Cholesterol Total 125 mg/dl (<200 mg/dl), Triglycerid 79 mg/dl (<200 mg/dl), Ureum 22 mg/dl (10 50 mg/dl), Creatinine 1,1 mg/dl (0,7 1,1 mg/dl), SGOT 12 u/l (<37 u/l), SGPT 19 u/l (<42 u/l). B. Perumusan Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian diatas, diperoleh masalah yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan yaitu halusinasi yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara muncul setiap pagi, siang, malam, saat klien melamun sendirian, data obyektif: klien tampak bicara sendiri, bicara kacau, ngelantur, klien tampak mondar mandir, klien juga tampak ketawa sendiri. Resiko perilaku kekerasan yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan marah dan jengkel kepada ibunya karena jika meminta sesuatu jarang dipenuhi, data obyektif: klien tampak mengamuk, klien merusak barang barang yang ada dirumahnya. Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijadikan diagnosa keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan resiko perilaku kekerasan.

12 Dan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, dapat dirumuskan pohon masalah sebagai berikut: Resiko perilaku kekerasan (akibat) Gangguan persepsi sensori halusinasi (core problem) Isolasi sosial (MD) (penyebab) Gambar 2.2. Pohon Masalah C. Perencanaaan Dari data yang diperoleh dari hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 5 7 April 2012 ditemukan data permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan, yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi. Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami. TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat: ekpresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya,

13 tanyakan perasaan klien tentang yang dialami, dengarkan dengan penuh ekpresi klien. TUK 2: klien dapat mengenal halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x tindakan klien menyebutkan: isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menyebabkan halusinasi (marah, takut, senang, cemas atau jengkel). Intervensi: adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu, jika klien menjawab ya tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika klien tidak sedang mengalami halusinasi klasifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan dengan klien untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan dengan klien tentang dampak yang akan dialaminya bila halusinasi muncul. TUK 3: klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara, setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Intervensi: mengidentifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika ada halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien (adaptif, mal adaptif), diskusikan cara mengontrol halusinasi (menghardik, menemui

14 orang lain, aktivitas dan minum obat), bantu klien memilih cara yang sudah diajarkan dan dilatih untuk mencobanya, beri klien kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. TUK 4: klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi. Kriteria evaluasi: Setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dan perawat, setelah 2x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda gejala proses terjadinya dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan diskusikan dengan kelurga (pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dilakukan mengontrol halusinasi, obat-obatan, cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi, beri informasi waktu kontrol). TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi: Setelah 2x interaksi klien menyebutkan: manfaat obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, narna, dosis, efek samping obat. Intervensi: diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara. D. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi dilaksanakan penulis selama 3 hari yaitu pada tanggal 5-7 April 2012 pukul 10.00 WIB dengan :

15 SP1: membina hubungan saling percaya dengan klien, mengindentifikasi jenis halusinasi, mengindentifikasi isi halusinasi, mengindentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengindentifikasi respon pasien terhadap halusinasi, mengajarkan cara memutus halusinasi cara pertama yaitu dengan menghardik, menganjurkan klien untuk memasukan dalam jadwal harian. SP2: mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, mengajarkan mengendalikan halusinasi cara bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan klien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian. SP3: mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang bisa dilakukan pasien), menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. SP4: melatih klien menggunakan obat secara teratur, yaitu terapi obat haloperidol 3x5 mg yang berguna untuk menenangkan pikiran, thrihexypenidril 2x2 mg yang berguna untuk memberi rasa rileks dan agar tidak kaku, chlorpromazine 1x100 mg yang berguna untuk menghilangkan suara - suara (halusinasi). E. Evaluasi Evaluasi keperawatan penulis lakukan pada akhir pertemuan, adapun hasil ealuasi yang penulis dapatkan pada hari pertama kamis, 5 April 2012 pada pukul 10.00 WIB diperoleh data subyektif: klien mengatakan mendengar

16 suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara muncul setiap pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, klien mengatakan setelah diajari cara menghardik klien menjadi tahu cara menghilangkan suara bisikan yang mengganggunya. Data obyektif: klien kooperatif saat diwawancarai, klien mau berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, kontak mata ada tapi kurang, klien menjawab pertanyaan yang diberikan perawat, klien menjelaskan jenis, isi, waktu, frekunsi dan respon klien saat halusinasi muncul. Klien mau memperhatikan tehnik menghardik yang diajarkan, klien mampu mempraktekkan menghardik walaupun sedikit lupa dan memasukan ke dalam jadwal kegiatan. Assessement: klien mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami, klien bisa menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik. Planning, bagi klien anjurkan klien untuk melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik jika halusinasi muncul, dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian, bagi perawat evaluasi SP1, Lanjutkan ke SP2 yaitu Bercakap cakap dengan orang lain. Hari kedua jumat, 6 April 2012 pada pukul 10.00 WIB diperoleh data subyektif: klien mengatakan sudah mencoba mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik. Klien mengatakan mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Klien mengatakan mau memasukan latihan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain ke jadwal harian. Data obyektif: klien tampak kooperatif dan tenang, klien tampak mempratekkan cara

17 mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Assessment: masalah teratasi sebagian, klien kadang lupa memasukan kegiatan kedalam jadwal kegiatan harian. Planning, bagi klien anjurkan klien untuk memasukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain kedalam jadwal kegiatan harian, bagi perawat evaluasi dan optimalkan SP1 dan SP2, lanjutkan ke SP3. Hari ketiga Sabtu, 7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB diperoleh data subyektif: klien mengatakan sudah bisa cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan dengan orang lain, klien mengatakan sudah memasukan dalam jadwal kegiatan harian. Data obyektif: klien kooperatif dan tenang, klien sudah mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan cara melakukan kegiatan, klien tampak memasukan cara tersebut kedalam jadwal kegiatan harian. Assessment: masalah teratasi, klien bisa mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan melakukan kegiatan. Planning, bagi klien anjurkan klien memasukan jadwal kegiatan harian, bagi perawat evaluasi dan optimalkan SP1, SP2, SP3, lanjutkan ke SP4 (cara minum obat).

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata masalah keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi pada Tn. D di ruang maespati RSJD Surakarta, pada tanggal 5 7 April 2012 dari tahap pengkajian sampai evaluasi, dan pada bagian akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien, khusunya pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi. Menurut Sunardi (2009), halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu, tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada obyek. Wilkinson (2001), mendefinisikan halusinasi sebagai keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakkan. Sedangkan menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu. Tanda dan gejala halusinasi pendengaran menurut Direja (2011), adalah data subyektif berupa mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan 18

19 sesuatu yang berbahaya. Sedangkan data obyektif berupa klien tampak bicara atau ketawa sendiri, marah marah tanpa sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikososial, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Laraia, 2001). Adapun isi pengkajian meliputi: identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, aspek fisik atau biologis, aspek psikologis, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Data yang diperoleh dapat dikelompokan menjadi data subyektif dan data obyektif (Direja, 2011). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara auto anamnesa dan allo anamnesa, perawat yang merawat klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien, serta keluarga juga berperan penting sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Menurut Direja (2011), halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu sebagai berikut: fase pertama atau fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini masuk pada tahap nonpsikotik. Klien mulai

20 melamun dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, perilaku klien tampak tersenyum atau ketawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri. Fase kedua atau fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik seperti pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien seperti meningkatnya tanda tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya, dan tidak bisa membedakan realitas. Fase ketiga atau fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa, termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik seperti bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, tanda tanda fisik klien seperti berkeringat tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah. Fase keempat atau fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya, termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik berupa halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku terror

21 akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon lebih dari satu orang. Berdasarkan pengkajian pada Tn. D secara garis besar ditemukan data subyektif dan data obyektif yang menunjukan karakteristik Tn. D dengan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi, yang ditandai dengan data subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, jika halusinasi muncul klien langsung menonton televisi, dan data obyektif yang ditandai dengan klien tampak bicara sendiri, bicara kacau, mondar mandir, ketawa sendiri. Berdasarkan teori dan dari hasil pengkajian diatas, Tn. D termasuk kedalam fase pertama atau fase comporting, karena penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan pembahasan, yang didukung dengan data bahwa perilaku Tn. D tampak tersenyum atau ketawa sendiri yang tidak sesuai. Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart and Laraia, 2001). Keliat (2005) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai penilaian tehnik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial. Menurut Keliat (2006), pohon masalah pada halusinasi dapat mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya, sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada empat fase, dimana klien mengalami panik

22 dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Berdasarkan masalah masalah tersebut, maka disusun pohon masalah yaitu isolasi sosial (menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori: halusinasi sebagai core problem, dan resiko perilaku kekerasan sebagai akibat (Keliat, 2006). Penulis mengangkat diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi sebagai prioritas masalah utama yang didukung dengan data subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, dan jika halusinasi itu muncul klien langsung menonton televisi, sedangkan data obyektif yaitu klien tampak bicara sendiri, biacara kacau atau ngelantur, mondar mandir, dan ketawa sendiri. Diagnosa kedua yaitu resiko perilaku kekerasan sebagai akibat yang ditandai dengan data subyektif yaitu klien mengatakan marah dan jengkel pada ibunya, karena jika meminta sesuatu jarang dipenuhi, dan data obyektif yaitu klien tampak marah, dan mengamuk, karena kekurang telitian penulis dan keterbatan waktu, penulis belum dapat menemukan penyebab dari masalah keperawatan halusinasi yang dialami Tn. D. Berdasarkan pohon masalah yang ditemukan pada Tn. D dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan yang berarti antara pohon masalah dalam teori dengan yang dialami Tn. D. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan. Pertama

23 adalah tujuan umum yang berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis tertentu, tujuan umum dapat tercapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Kedua, tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemempuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien (Direja, 2011). Menurut Stuart dan Laraia (2001), umumnya kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah. Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami. TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat: ekpresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya,

24 tanyakan perasaan klien tentang yang dialami, dengarkan dengan penuh ekpresi klien. TUK 2: klien dapat mengenal halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x tindakan klien menyebutkan: isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menyebabkan halusinasi (marah, takut, senang, cemas atau jengkel). Intervensi: adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu, jika klien menjawab ya tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika klien tidak sedang mengalami halusinasi klasifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan dengan klien untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan dengan klien tentang dampak yang akan dialaminya bila halusinasi muncul. TUK 3: klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara, setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Intervensi: mengidentifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika ada halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien (adaptif, mal adaptif), diskusikan cara mengontrol halusinasi (menghardik, menemui

25 orang lain, aktivitas dan minum obat), bantu klien memilih cara yang sudah diajarkan dan dilatih untuk mencobanya, beri klien kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. TUK 4: klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dan perawat, setelah 2x interaksi keluarga menyebutkan pengertian,tanda gejala proses terjadinya dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan diskusikan dengan kelurga (pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dilakukan mengontrol halusinasi, obat-obatan, cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi, beri informasi waktu kontrol). TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi: Setelah 2x interaksi klien menyebutkan: manfaat obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, narna, dosis, efek samping obat. Intervensi: diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara. Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Tn. D, karena penulis mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan tahapan perencanaan yang ada pada kasus Tn. D sesuai dengan keadaan dan kondisi klien, dan sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat. Tetapi karena keterbatasan waktu,

26 penulis belum melakukan pendokumentasian terhadap pemanfaatan obat klien dan untuk hasil pelaksanaan selanjutnya terlampir. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Riyadi dan Purwanto, 2009). Sedangkan menurut Nurjannah (2005), implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana penerapan yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Pada diagnosa persepsi sensori: halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan, yang terdiri dari strategi pelaksanaan klien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal (Direja, 2011). Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan tehnikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat

27 membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilaksanakan peran serta yang diharapkandari klien, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien (Direja, 2011). Tindakan yang penulis lakukan dan sudah terlaksana adalah membina hubungan saling percaya, menanyakan apakah klien masih mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, mengatakan bahwa perawat percaya namun perawat tidak mendengarkannya, mengatakan bahwa perawat akan membantu klien mengontrol halusinasinya, mengobservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, membantu mengenal halusinasinya, mendiskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi, mendiskusikan waktu dan frekuensi terjadi halusinasi, menanyakan tindakan yang klien lakukan ketika suara tersebut muncul, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, memberikan kesempatan klien untuk mempraktekkan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika berhasil, menganjurkan klien untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Melatih klien menggunakan obat secara teratur, yaitu terapi obat haloperidol 3x5 mg yang berguna untuk menenangkan pikiran, thrihexypenidril 2x2 mg yang berguna untuk memberi rasa rileks dan agar tidak kaku, chlorpromazine 1x100 mg yang berguna untuk menghilangkan suara - suara (halusinasi). Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus

28 menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nurjannah, 2005). Adapun evaluasi pada hari terakhir yang telah penulis lakukan yaitu pada hari sabtu, 7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB adalah data subyektif: Klien mengatakan sudah bisa cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan dengan orang lain, klien mengatakan sudah memasukan dalam jadwal kegiatan harian, data obyektif: klien kooperatif dan tenang, klien sudah mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan cara melakukan kegiatan, klien tampak memasukan cara tersebut kedalam jadwal kegiatan harian. Assessment: masalah teratasi, klien bisa mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan melakukan kegiatan. Planning: bagi klien: anjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian, bagi perawat: evaluasi dan optimalkan SP1, SP2, SP3, lanjutkan ke SP4 (cara minum obat). B. Simpulan Dari keseluruhan uraian, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, perumusan masalah klien dan analisa data subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, jika halusinasi muncul klien langsung menonton televisi, dan data obyektif yang ditandai dengan klien tampak bicara sendiri, bicara kacau, mondar mandir, ketawa sendiri.

29 2. Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian. Sedangkan diagnosa yang penulis angkat pada kasus Tn. D adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Tujuan Umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami. 3. Implementasi yang telah penulis lakukan dan sudah terlaksana adalah membina hubungan saling percaya, menanyakan apakah klien masih mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, mengatakan bahwa perawat percaya, namun perawat tidak mendengarkannya, mengatakan bahwa perawat akan membantu klien mengontrol halusinasinya, mengobservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, membantu mengenal halusinasinya, mendiskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi, mendiskusikan waktu dan frekuensi terjadi halusinasi, menanyakan tindakan yang klien lakukan ketika suara tersebut muncul, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, memberikan kesempatan klien untuk mempraktikan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika berhasil, menganjurkan klien untuk memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. 4. Evaluasi yang telah penulis lakukan pada hari terakhir yaitu pada hari sabtu, 7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB adalah Subyektif: klien mengatakan sudah bisa cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan

30 dengan orang lain, klien mengatakan sudah memasukan dalam jadwal kegiatan harian. Obyektif: klien kooperatif dan tenang, klien sudah mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan cara melakukan kegiatan, klien tampak memasukan cara tersebut kedalam jadwal kegiatan harian. Assessment: masalah teratasi, klien bisa mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan melakukan kegiatan. Planning: bagi klien: anjurkan klien memasukan jadwal kegiatan harian. Bagi perawat: evaluasi dan optimalkan SP1, SP2, SP3, lanjutkan ke SP4 (cara minum obat). C. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang diharapkan bermanfaat, sebagai berikut: 1. Bagi rumah sakit, hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang dibutuhkan klien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan perawat perawat yang professional guna membantu penyembuhan pasien. 2. Bagi institusi, untuk selalu memberikan motivasi dan sarana yang memadai bagi mahasiswa guna penyelesaian tugas karya tulis ilmiah. 3. Bagi keluarga, perlunya keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam memperbaiki kesehatan keluarga yang menderita gangguan jiwa, terutama dalam hal penggunaan dan pemanfaatan obat terhadap klien, sehingga pemecahan masalah yang dihadapi klien dapat ditingkatkan.