TEKNIK INTERPRETASI CITRA QUICBIRD UNTUK PEMETAAN MANGROVE DI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH


PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

KOMPOSISI JENIS DAN SEBARAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PESISIR KOTA TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

PEMETAAN MANGROVE DENGAN TEKNIK IMAGE FUSION CITRA SPOT DAN QUICKBIRD DI PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Metode penghitungan perubahan tutupan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra penginderaan jauh optik secara visual

APLIKASI SIG UNTUK PENENTUAN DAERAH POTENSIAL RAWAN BENCANA PESISIR DI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

Bab III Pelaksanaan Penelitian

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMBINASI BAND PADA CITRA SATELIT LANDSAT 8 DENGAN PERANGKAT LUNAK BILKO OLEH: : HILDA ARSSY WIGA CINTYA

5 PEMBAHASAN. Landsat (citra sejenis)

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

Transkripsi:

TEKNIK INTERPRETASI CITRA QUICBIRD UNTUK PEMETAAN MANGROVE DI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU INTERPRETATION TECHNIC OF QUICBIRD IMAGERY FOR MANGROVE MAPPING IN TANJUNGPINANG CITY RIAU ISLANDS PROVINCE Rika Anggraini,Yales Veva Jaya,Febrianti Lestari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, No. Hp: 085318398838, e-mail: rika_anggraini90@yahoo.com ABSTRAK Pemetaan mangrove di Kota Tanjungpinang telah dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi interpretasi visual. Berdasarkan Citra Quickbird tahun perekaman 2009 ditemukan 14 jenis mangrove sejati pada tingkat pohon, dimana luas mangrove di kota Tanjungpinang adalah sebesar 1.061.423 Ha, yang penyebarannya terdapat di empat kecamatan, yaitu di Kecamatan Tanjungpinang Kota sebesar 364.793 Ha, Kecamatan Tanjungpinang Timur (250.034 Ha), Kecamatan Tanjungpinang Barat (12.484 Ha), dan Kecamatan Bukit Bestari (434.112 Ha). Kata Kunci: Mangrove, Satelit QuickBird, kalasifikasi, dan interpretasi visual ABSTRACT Mapping of mangrove in Tanjungpinang have been carried out using visual interpretation classification methods. Based on Quickbird image recording in 2009 found 14 species of true mangroves at tree level, where the vast mangrove in Tanjungpinang city amounted to 1,061,423 hectares, which are spread in four districts, namely in District of Tanjungpinang city of 364 793 ha, District of Eastern Tanjungpinang (250 034 ha ), District of West Tanjungpinang (12 484 ha), and the District of Bukit Bestari (434 112 ha). Keywords: Mangroves, QuickBird Satellite, classification, and visual interpretation

PENDAHULUAN Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem mangrove untuk mempertahankan fungsi ekologis suatu kawasan, maka perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan fungsi ekologis penting mangrove sebagai pengendali kerusakan lingkungan di kawasan pesisir. Terkait dengan upaya tersebut, upaya mengatasi laju kerusakan lingkungan pesisir, berupa abrasi dan intrusi air lautdengan pendekatakan ekosistem merupakan salah satu aspek keseimbangan yang harus dicapai dan dipertahankan keberlanjutannya. Sebagai upaya awal untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan ekosistem mangrove diperlukan data dan informasi yang akurat tentang keberadaan ekosistem mangrove di suatu kawasan. Namun kegiatan pemantauan dan inventarisasi mangrove di lapangan tidaklah mudah.kesulitan pemantauan di lapangan merupakan kendala kelangkaan data mangrove, sebagai alternatifnya dikembangkan teknik pengindraan jauh.teknik ini memiliki jangkauan yang luas dan dapat mempetakan daerah-daerah atau kawasan yang sulit dijangkau dengan perjalanan darat. Dengan demikian, sebagai aplikasi penggunaaan teknik sistem informasi geografis dalam menyediakan informasi di bidang kelautan maka dibutuhkan data spasial dalam Inventarisasi untuk keberlanjutan pemantauandan pengelolaan mangrove di kawasan pesisir. Dengan menggunakan citra sangat memudahkan perolehan data karena citra dapat menggambarkan kenampakan yang ada dipermukaan bumi dengan wujud dan letaknya mirip di permukaan bumi, Citra QuickBird memiliki resolusi yang tinggi dimana menggambarkan objek-objek di permukaan bumi dengan jelas sehingga citra quickbird mendukung penggunaan metode interpretasi visual untuk mengenali objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Maret 2013. Lokasi penelitian ditetapkan pada kawasan pesisir yang terdapat di wilayah Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis data pengindraan jauh dengan metode klasifikasi interpretasi visual. Preprocessing Analisis preprocessing dilakukan untuk mengetahui objek mangrove dengan jelas seperti warna asli sesuai keadaan di lapangan sehingga mempermudah dalam melaukan interpretasi visual. Langkah kerja untuk preprocessing adalah terlebih dahulu membuat citra komposit warna TCC (True Color Composite) dengan jalan mengkombinasikan tiga band, yaitu band 3, 2, dan 1 dengan urutan filter merah (Red/R), filter hijau (Green/G), dan filter biru (Blue/B). Selanjutnya melakukan penajaman menggunakan histogram adjustment di gunakan untuk mengatur kecerahan dan kontras, agar memperoleh kesan citra yang tinggi. Kemudian dilakukan penajaman dengan menggunakan high pass filter 3x3 pixel. High pass filter atau filter lolos tinggi, adalah filter yang menekankan frekuensi tinggi untuk menajamkan penampilan liner pada citra secara detail. Penajaman ini tujuannya adalah untuk memperjelas batas antara objek-objek yang berbeda, sehingga meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasikan secara visual pada citra.

Interpretasi visual Menurut Howard in Somantri (2008) interpretasi visual adalah aktifitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi yang tergambar pada citra untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya.kunci interpretasi citra mempunyai 8 (delapan) unsur, yaitu: rona, warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, situs, asosiasi. Tabel 1. Kunci Interpretasi Visual Unsur interpretasi Keterangan Rona Tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra Warna Warna merupakan ciri fisik suatu objek yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu jenis pigmen(unsur warna) tertentu, minsalnya hijau, merah, biru dan lain-lain. Ukuran Ukuran obejek dibedakan menjadi dua, yautu ukuran absolut dan ukuran relatif. Bentuk Bentuk merupakan gambaran nyata dari obyek yang digambarakan sesuai dengan obyek sebenarnya. Tekstur Tekstur merupakan frekuensi perubahan tone yang dihasilkan pada potret yang dihasikan dari agregat obyek-obyek yang kecil yang diletakkan satu persatu. Pola Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk menggambarkan susunan spasial dari obyek pada tubuh potret, termasuk pengulangan obyek alam. Situs Situs merupakan elemen penting dalam interpretasi karena sangat membantu untuk memastikan jenis obyek dalam kegiatan interpretasi pada potret guna mempertahankan eksistensinya di permukaan bumi sehingga setiapobyek baik secara alami. Asosiasi Asosiasi adalah hubungan antara obyek yang satu dengan yang lainnya. Asosiasi merupakan pengenalan obyek yang dapat diketahui secara pasti maka pasanagn obyek yang berasosiasi dengan obyek tersebut dapat diketahui dengan pasti. Sumber : Venus, 2008 Deliniasi mangrove Deliniasi mangrove untuk membuat cakupan daerah mangrove, dengan bantuan peta topografi yang ada untuk menghasilkan peta batas mangrove. Proses deliniasi merupakan pemberian garis batas atau memberikan simbol pada kenampakan yang sama dengan membedakan dari kenampakan yang lain. Luas mangrove Setelah melakukan proses deliniasi mangrove maka dapat dilakukan pengukuran luas mangrove. Luas mangrove dalam penelitian didapat dari proses pengolahan ArcView 3.2 HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum interpretasi citra

adalah pengenalan identitas objek. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengenali identitas objek didasarkan pada karakteristik spektral suatu objek yang terekam pada citra. Dengan menggunakan delapan unsur-unsur kunci interpretasi visual yang digunakan dalam melakukan klasifikasi interpretasi visual : Beradasarkan delapan kunci interpretasi visual dapat membedakan antara mangrove dengan vegetasi lain seperti pada gambar 1. Mangrove nampak berwarna hijau ketuaan sedangkan semak berwarna hijau muda dan Warna daun mangrove pada vegetasi lain lebih hijau ketuaan karena tempat tumbuhnya ditanah yang basah dibandingkan dengan vegetasi darat tumbuh di tanah yang kering sehingga daunnya tampak berwarna lebih hijau mudah karena air menyerap sepektrum warna biru. Tekstur tajuk nampak pada hutan bukan mangrove lebih kasar dibandingkan hutan mangrove. Sedangkan semak tekstur tajuk lebih halus. Selain itu, ketinggian tajuk pada semak lebih rendah dibandingkan mangrove.semak memiliki tinggi tajuk paling rendah karena tidak memiliki tegakan pohon. Hutan bukan mangrove tinggi permukaan tajuk tidak seragam dan jarak antar pohon jarang-jarang sedangkan hutan mangrove tinggi permukaan tajuk seragam dan jarak pohon rapat-rapat. Gambar 1. Interpretasi visual

Mangrove (a) Warna hijau tua, tumbuhnya rapat permukaan tajuk nampak lebih seragam, berasosiasi dengan sungai. Pohon darat (b) tajuk berbentuk bintang, tanah lebih kering, tidak rapat, permukaan tajuk tidak seragam. Semak (c) warnah hijau mudah, permukaan tajuk lebih halus dan lebih rendah dari vegetasi mangrove. dilakukanpengamatan ditemukan menyebar pada Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Barat, Kecamatan Tanjungpinang Timur dan Kecamatan Bukit Bestari. Penyebraan dan luas ekosistem mangrove yang ditemukan di kawasan pesisir Kota Tanjungpinang lebih lanjut dapat di lihat pada Tabel. Hasil analisis citra komposit RGB 321 dan klasifikasi interpretasi visual menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem mangrove Tabel 1. Penyebaran Mangrove di Kawasan Pesisir No. Kecamatan Lokasi Penyebaran Kel. Kampung Bugis, Kel. 1. Kec. Tanjungpinang Kota Senggarang, Pulau Los, dan Kel. Tanjung Lanjut. 2. Kec. Bukit Bestari Kel. Tanjung Unggat, Kel. Tanjun Ayun - Sakti, Kel. Sungai Jang, Pulau Sekatap, Pulau Basing, dan Kel. Dompak. 3. Kec.Tanjungpinang Timur Kel. Kampung Bulang, Kel. Batu - Sembilan, dan Kel. Air Raja. 4. Kec.Tanjungpinang Barat Kel. Kampung Baru Mangrove di Kota Tanjungpinang menyebar disepanjang garis pantai, namun kehadiran vegetasi magrove pada setiap wilayah Kota Tanjungpinang sangat spesifik dimana proporsi terbesar kehadiran dijumpai pada daerah muara yang dicirikan oleh adanya pengaruh aliran sungai sehingga mangrove hidup mengelompak disungai, ini karena dimuara sungai asupan bahan organik dan jenis tanah mendukung kehidupan mangrove sehingga mangrove mampu tumbuh dengan baik. Wilayah Kota Tanjungpinang pada pantai yang terbuka cendrung tidak ditumbuhi mangrove, seperti pada kawasan di Pulau Dompak yang disebelah selatan hampir tidak ditumbuhi mangrove karena disebelah selatan Pulau Dompak berhadapan langsung dengan laut terbuka dan tentunya memiliki arus dan gelombang yang kuat, karena gelombang dan arus pada pantai yang terbuka cukup besar yang dapat menyebabkan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi penurunan luasan mangrove dan juga tipe substrat pada pantai terbuka biasanya memiliki tipe substrat jenis pasir berbatu sehingga kurang mendukung kehidupan mangrove.

Departemen Kelautan dan Prikanan (2007) mengatakan mangrove dapata dijumpai pada daerah sepanjang muara sungai atau daerah yang banyak dipengaruhi oleh aliran sungai dan daerah yang biasanya lebih didominasi faktor laut. Wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota sebelah utara kehadiran vegetasi mangrove dijumpai menyebar sepanjang pesisir Kelurahan Kampung Bugis, Kelurahan Senggarang, Pulau Los, dan Kelurahan Tanjung Lanjut. Wilayah Kecamatan Bukit Bestari kehadiran vegetasi mangrove dijumpai menyebar sepanjang pesisir Kelurahan Tanjung Unggat, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti, Kelurahan Sungai Jang, Pulau Sekatap, Pulau Basing, dan Kelurahan Dompak. Wilayah KecamatanTanjungpinang Timur kehadiran vegetasi mangrove dijumpai menyebar sepanjang pesisir Kelurahan Kampung Bulang, Kelurahan Batu Sembilan, dan Kelurahan Air Raja. Sedangkan wilayah Kecamatan Tanjungpinang Barat kehadiran vegetasi mangrove dijumpai menyebar sepanjang pesisir Kelurahan Kampung Baru. Mangrove di Kota Tanjungpinang relatif tipis karena Kota tanjungpinang termasuk kategori pulaupulau kecil dimana pulau-pulau kecil memiliki ruang yang tidak begitu luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies mangrove menjadi semakin sedikit dan tipis dan juga pada pulau kecil ketersediaan bahan organik yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan mangrove terbatas tidak seperti pulau besar yang memiliki asupan bahan organik yang banyak Gambar 2. Peta Hasil Untuk Mangrove di Kota Tanjungpinang

Luas mangrove di Kecamatan Tanjungpinang Kota yaitu sebesar 364.793 Ha, Luas mangrove di Kecamatan Tanjungpinang Barat yaitu sebesar 12.484 Ha, Luas mangrove di Kecamatan Bestari yaitu sebesar 434.112 Ha, dan Luas Mangrove di Kecamatan Tanjungpinang Timur sebesar 250.034 Ha. Luas total mangrove di wilayah Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau yaitu didapat sebesar 1.061.423 Ha. Di wilayah Kota tanjungpinang kecamatan yang paling luas mangrovenya yaitu Kecamatan Bukit Bestari dengan luas mangrove 434.112 Ha, ini di karenakan dari pengamatan secara visual pada Citra QuikBird kondisi mangrove di Kecamatan Bukit Bestari relative masih baik. Kondisi ini jauh lebih baik dari pada KecamatanTanjungpinang Barat, kawasan mangrove di Kecamatan Bukit Bestari ini belum mengalami banyak konversi lahan mangrove menjadi fungsi lain (tambang, tambak, kebun, dan permukiman). Meskipun demikian kawasan mangrove di Kecamatan ini juga sudah mengalami pengelolaan. Sedangkan luas mangrove yang paling sedikit pada Kecamatan Tanjungpinang Barat dengan luas mangrove sebesar 12.484 Ha. Dari hasil penampakan Citra QuickBird, secara visual di Kecamatan Tanjungpinang Barat sudah banyak kegiatan konversi lahan hutan mangrove menjadi fungsi lain (tambang, tambak, kebun, dan permukiman). KESIMPULAN 1. Kemampuan ER Mapper dan ArcView dalam mengelola data Citra Satelit QuickBird dapat memetakanmangrove lebih tegas dengan menggunakan metode klasifikasi interpretasi visual. 2. Citra QuickBird yang memiliki resolusi tinggi dapat mempermudah pengguna dalam melakukan interpretasi citra dengan menggunakan metode interpretasi visual. 3. Pola sebaran mangrove di Kota Tanjungpinang yaitu : polanya menyebar sebagian besar dijumpai di muara-muara sungai, bahkan dapat masuk jauh ke pedalaman sepanjang sungai-sungai, dan penyebaran mangrove juga menempati garis pesisir pantai, sedangkan di pulau pulau kecil mangrove mengelilingi pulau. UCAPAN TERIMAKASIH Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat Bapak Yales Veva Jaya, S.pi, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Febrianti Lestari, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA Depertemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Bina Pesisir, Ditjen KPPK Cet. III. 2007. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta. Somantri, L. 2008. Pemanfaatan Teknik Pengindraan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentangan dan Risiko Banjir. Jurnal Gea. Jurusan Pendidikan Geografi, Vol. 8, No.20. Venus, S. 2008. Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit QuickBird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Sikripsi. Depertemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.