BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

I. PENDAHULUAN. Pakan ternak sangat dibutuhkan bagi seekor ternak, karena merupakan

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. dijumpai didaerah Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat. Produksi kakao

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan komoditi yang sangat penting bagi ternak. Zat- zat

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, mengakibatkan permintaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pakan ternak sehingga diperlukan penggunaan pakan alternatif. Sumber

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

,Vol. 32, No. 1 Maret 2014

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB I PENDAHULUAN. Burung puyuh mempunyai potensi besar karena memiliki sifat-sifat dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering berfluktuasi. Biaya pakan merupakan biaya tertinggi dibandingkan dengan biaya produksi lainnya. Menurut Murtidjo (1987), biaya pakan dalam usaha peternakan mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi. Untuk menyiasati hal ini, harus dicarikan upaya alternatif terhadap jenis bahan pakan lain, yang mana dapat digunakan sebagai pakan ternak pengganti yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat dan berkualitas baik. Pemanfaatan limbah organik hasil pertanian bisa dijadikan sebagai salah satu solusi yang tepat dalam permasalahan ini. Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan ternak salah satunya adalah onggok. Onggok merupakan limbah padat agro industri berupa ampas dari pengolahan ubikayu menjadi tapioka yang di peroleh dari proses pemerasan dan penyaringan. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin luasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Tercatat bahwa pada tahun 2004 produksi ubikayu adalah 15,5 Ton/ha dan pada tahun 2007 produksi ubikayu meningkat menjadi 16,6 ton/ha (BPS, 2007). Enie (1989) melaporkan dari setiap ton ubikayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Dengan demikian, onggok ini merupakan sisa limbah industri tepung tapioka yang akan membusuk jika tidak termanfaatkan, sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup. Dengan menjadikan onggok sebagai pakan alternatif bagi kebutuhan konsumsi unggas, akan memilki dampak baik untuk mengurangi masalah polutan yang akan disebabkan oleh onggok tersebut.

Onggok sebagai pakan ternak unggas belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Nuraini et al., (2006) penggunaan onggok dalam ransum broiler terbatas yaitu hanya bisa 6%, jika lebih dari level tersebut dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan. Kandungan zat makanan yang dimiliki onggok adalah protein kasar 1,88%, serat kasar 15,62%, lemak kasar 0,25%, abu 1,15%, Ca 0,31%, P 0,05% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 81,10% (Wizna, 2008). Dilihat dari kandungan gizinya, onggok mempunyai kandungan protein kasar rendah dan serat kasar yang cukup tinggi, sehingga penggunaannya menjadi terbatas sebagai pakan ternak unggas. Untuk memperbaiki kualitas gizi onggok diperlukan upaya untuk menigkatkan protein kasar dan menurunkan serat kasar yaitu melalui fermentasi. Fermentasi merupakan proses perubahan kimiawi pada substrat organik melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Winarno, 1980). Kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral bahan akan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi berlangsung (Pederson,1971). Zat makanan pada onggok dapat ditingkatkan pemanfaatannya oleh broiler yaitu difermentasi dengan bantuan Bacillus amyloliquefaciens sebagai inokulum serta disuplementasi dengan mikronutrien seperti Zn, sulfur dan sumber nitrogen (urea) yang dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Bacillus amyloliquefaciens merupakan salah satu bakteri sebagai penghasil PST (Protein Sel Tunggal) juga dapat menghasilkan berbagai jenis enzim yang mampu merombak zat makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (Buckle et al., 1987). Bacillus amyloliquefaciens bersifat selulotik dan dapat mendegradasi serat kasar karena menghasilkan enzim ekstraseluler selulase dan hemiselualse (Wizna et al., 2007). Urea adalah salah satu sumber utama NPN yang dapat dimanfaatkan oleh Bacillus amyloliquefaciens sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan. Zn dan sulfur sebagai mineral yang dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Kualitas protein onggok sebelum difermentasi 0.09 methionin, 0.11 lysin, 0.23 glutamat. Setelah difermentasi

dengan Bacillus amyloliquefaciens yang disuplementasi dengan mikronutrien urea 3%, sulfur 0.2 %, dan Zn 0.0025% adalah 0.42 methionin, 0.58 lysin, 1.13 glutamat (Analisa Lab. Fateta IPB Bogor, 2012). Wizna et al., (2009), menyatakan onggok yang difermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens dengan dosis inokulum 2% dan suhu 40 C, diperoleh kandungan protein kasar 7.9%, lemak kasar 2.75%, serat kasar 11.55%, Ca 0.26%, P 0.17%, energi metabolisme 2190% kkal/kg, retensi nitrogen 65.95%. Rodea et al., (2012), melanjutkan fermentasi onggok dengan Bacillus amyloliquefaciens yang disuplementasi dengan mikronutrien (Zn 0.0025%, urea 3.0% dan sulfur 0.2%) dengan dosis inokulum 1%, lama fermentasi 48 jam dan suhu 40 o C kemudian dilaporkannya bahwa kandungan nutrisi onggok pasca fermentasi adalah protein kasar 17.567%, lemak kasar 2.75%, serat kasar 10.467%, Ca 0.26%, P 0.17%, energi metabolisme 2728.077 kkl/gram. Kekurangan nutrien dan energi dari ransum onggok fermentasi diharapkan dapat ditutupi oleh aktivitas Bacillus amyloliquefaciens yang terkandung di dalam produk tersebut karena dapat berperan sebagai probiotik. Menurut Stark dan Wilkinson (1989), probiotik yaitu suatu produk yang mengandung mikroba hidup non patogen, yang diberikan pada hewan untuk memperbaiki laju pertumbuhan, efisiensi konversi ransum, dan kesehatan hewan. Penggantian ransum komersil dengan dedak sampai level 30% dalam ransum ayam petelur yang diberi probiotik Bacillus amyloliquefaciens memberi pengaruh nyata terhadap peningkatan terhadap berat telur, kolesterol kuning telur telur dan kecernaan serat kasar (Ikhsan, 2011). Sjofjan, 2003 dalam Kompiang (2009) melaporkan kandungan kolesterol telur ayam yang diberi probiotik Bacillus sp. (3,34 mg/100 g kuning telur) lebih rendah dari kontrol yang memperoleh AGP (4,58 mg/100 g kuning telur). Melihat potensi dari pakan onggok yang telah difermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens dan disuplementasi dengan mikronutrien dilakukan pada ayam broiler dan dikombinasikan dengan pakan komersil dengan kualitas telah teruji,

diharapkan akan mampu meningkatkan nilai dari pada ayam broiler dengan kandungan lemak abdomen dan kolesterol yang rendah tanpa mengganggu bobot hidup dan persentase karkas. Berdasarkan dari uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penggantian sebagian ransum komersil dengan onggok fermentasi terhadap bobot hidup, persentase karkas, lemak abdomen dan kolesterol pada ayam broiler. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh penggantian sebagian ransum komersil dengan onggok yang difermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens dan disuplementasi dengan mikronutrien (Zn, Urea dan Sulfur) terhadap bobot hidup, persentase karkas, lemak abdomen dan kolesterol pada ayam broiler. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh penggantian sebagian ransum komersil dengan onggok fermentasi terhadap bobot hidup, persentase karkas, lemak abdomen dan kolesterol pada ayam broiler. 1.4 Hipotesis Penelitian Penggantian sebagian ransum komersil dengan onggok produk fermentasi yang disuplementasi dengan mikronutrien sampai 60% dalam ransum broiler berpengaruh sama terhadap bobot hidup, persentase karkas, serta dapat menurunkan lemak abdomen dan kolesterol pada ayam broiler.