Masukan Jaringan Masyarakat Sipil terhadap Draft 1 Strategi Nasional REDD + Jakarta, 25 Oktober 2010

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Shared Resources Joint Solutions

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Arahan Pengendalian Konversi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

REDD+: Selayang Pandang

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kebijakan Pelaksanaan REDD

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Mengarusutamakan Masyarakat Adat dalam Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

BAB I PENDAHULUAN. Forest People Program (FPP) menemukan bahwa di negara dunia ketiga,

Strategi Nasional REDD+

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN,

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia

PENGAKUAN SETENGAH HATI TERHADAP PENJAGA HUTAN TERBAIK

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

Quo Vadis REDD di Indonesia? Bernadinus Steni Perkumpulan HuMa, 2009

FPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

Tak Ada Alasan Ditunda: Potret FPIC dalam Proyek Demonstration Activities REDD+ di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah (Ringkasan Eksekutif)

KERTAS POSISI Kelompok Masyarakat Sipil Region Sulawesi Sistem Sertifikasi Bukan Sekedar Label Sawit Berkelanjutan

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

STATUS PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

FOREST INVESTMENT PROGRAM (FIP): The largest publicly- funded threat to Indonesia s forests and forest- dependent

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

Pmencerminkan kepatuhan terhadap prinsipprinsip

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

WG Strategy Materi Sosialisasi Februari Strategi Nasional & Pendekatan Umum Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Propinsi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG

KERANGKA ACUAN LATAR BELAKANG

Kajian Hukum Penataan Ruang Berbasiskan Ekosistem dan Peluang Penerapan EU RED (EU Renewable Energy Source Directive)

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

Dewan Kehutanan Nasional dan UN-REDD Programme Indonesia. Disusun dari hasil konsultasi dengan multi pihak pemangku kepentingan

PENATAAN RUANG BERBASIS EKOSISTEM DAN PELUANG PENERAPAN EU RED (SATU KAJIAN HUKUM)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

Rancangan REDD dan Persoalan Tenure Bernadinus Steni Peneliti pada Perkumpulan HuMa Jakarta Desember 2009

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

8 KESIMPULAN DAN SARAN

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Surat Pernyataan Pers: Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat: Hentikan Proyek MIFEE di Papua

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Transkripsi:

Masukan Jaringan Masyarakat Sipil terhadap Draft 1 Strategi Nasional REDD + Jakarta, 25 Oktober 2010 Menyikapi draft pertama Strategi Nasional dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+) yang saat ini sedang disusun dan dikonsultasikan oleh Bappens, kami dari jaringan masyarakat sipil yang terlibat memantau perkembangan REDD menyampaikan beberapa masukan penting yang menurut kami merupakan persoalan utama kehutanan dan sesuai dengan kondisi empirik hutan Indonesia selama ini. Input ini kami sampaikan untuk beberapa bagian dalam dokumen ini, yakni: pendahuluan, visi dan tujuan, dasar hukum, pengertian, penyebab utama deforestasi dan persoalan tenure dan mekanisme komplain. Pendahuluan Bagian pendahuluan memaparkan komitmen indonesia terhadap perubahan iklim dan beberapa dasar hukum internasional yang menjadi rujukan mengapa Indonesia perlu menurunkan emisi 26%. Menurut kami, seharusnya bagian ini juga memaparkan konteks nasional, termasuk hukum nasional yang sudah cukup maju menjawab persoalan lingkungan nasional termasuk deforestasi dan degradasi hutan. Beberapa kemajuan tersebut, antara lain Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang membuka partisipasi publik dalam penyusunan tata ruang. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup juga memberikan ruang partisipasi dalam penyusunan rencana lingkungan hidup termasuk memastikan bahwa setiap aktivitas pembangunan patuh terhadap rencana lingkungan. Selain itu, konteks kerusakan hutan skala nasional juga harus menjadi alasan utama mengapa Indonesia perlu berkomitmen untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan. Laju kerusakan hutan Indonesia sudah sangat serius sehingga harus segera diatasi. 1 Di sisi lain, persoalan yang menyertai deforestasi dan degradasi hutan seperti pengabaian terhadap hak hidup masyarakat, persoalan kerusakan biodiversity maupun persoalan debit air yang makin berkurang tidak dibeberkan oleh dokumen ini sebagai persoalan yang harus diatasi oleh strategi REDD. Sebagai sebuah strategi, bagian pendahuluan harusnya menjadi latar belakang persoalan yang akan diatasi atau dijawab oleh strategi REDD plus Nasional. Tanpa memaparkan konteks yang komprehensif, strategi ini hanya akan menjadi program tentatif yang ditujukan semata-mata untuk merespons isu internasional dan bukan refleksi atas persoalan nasional. Usulan: perlu memasukan konteks nasional sebagai latar belakang mengapa Stranas diperlukan. Konteks nasional adalah konteks legislasi yang mendukung maupun potensial menghambat upaya mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. Dan juga penjelasan berbasis fakta atas isu-isu sosial seperti akses terhadap hutan dan benefit serta isu-isu ekologis seperti laju kerusakan hutan dan bencana ekologis Visi dan tujuan 1 Lihat FAO, 2010 1

Tujuan dokumen ini perlu juga secara spesifik menjawab kekacauan industri kehutanan. Tujuan harus menjadi jalan keluar yang ditawarkan agar persoalan industri kehutanan yang carut marut bisa diatasi. Selain itu, hutan di Indonesia merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat adat dan lokal, sehingga tujuan harus memastikan tata kelolah kehutanan akan mengakui hak masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Usulan (1): perlu mencantumkan tujuan yang spesifik mengenai upaya reformasi orientasi industri kehutanan. Usulan (2): Mencantumkan tujuan untuk mengakui hak-hak masyarakat atas kawasan hutan agar kesejahteraan mereka terjamin Dasar Hukum Selain UU yang sudah dikutip dalam draft ini, perlu juga mencantumkan UU Hak Asasi Manusia (HAM), UU Keterbukaan Informasi Publik dan Ratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD). Ketiga Undang-undang ini memberi karakter kuat bagi Stranas bahwa REDD tidak hanya bicara hutan secara fisik tapi juga hutan dalam arti ekonomi dan sosial. Dalam perundingan REDD di UNFCCC pun, pembahasan REDD tidak hanya melulu hutan tapi juga mencakup isu sosial seperti social safeguard yang mengacu pada instrumen hak asasi manusia, termasuk UNDRIP (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples). Usulan : perlu memasukan UU Ratifikasi CBD, UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Hak Asasi Manusia, UU tentang konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan UNDRIP yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia. Pengertian Menengok defini hutan dalam dokumen ini nampaknya belum menepis kekuatiran akan memasukan perkebunan sebagai hutan. Definisi hutan yang mengacu pada UU No 41/1999 sangat longgar. Usulan : perlu ada definisi hutan yang lebih ketat dengan memperhatikan konteks sosialekologis hutan di Indonesia Penyebab Utama Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Persoalan Tenure Dokumen ini menyebut empat sebab deforestasi, yakni: (1) perencanaan tata ruang yang lemah, (2) tenurial, (3) unit manajemen hutan tidak efektif, (4) dasar dan penegakan hukum lemah. Empat sebab ini memang sangat signifikan dan karena itu pemetaan ini perlu diapresiasi. Namun perlu digarisbawahi isu krusial di balik pemaparan tentang relasi antara penyebab deforestasi dengan persoalan tenure. Pertanyaan utamanya adalah apakah ada relasi langsung antara tidak jelasnya tenure dengan deforestasi dan degradasi hutan? Pada prinsipnya, penguasaan masyarakat secara de fakto tidak bisa sewenang-wenang dikategorikan sebagai penyebab deforestasi karena jika argumen ini diamini maka semua penguasaan yang tidak berbasis hukum negara dianggap sebagai kontributor deforestasi. Jika diperiksa akar masalahnya, ketidakjelasan tenure jelas berangkat dari kebijakan negara yang diskriminatif yang berakar dari tradisi hukum kolonial dimana sesuatu dianggap sah hanya jika diakui hukum formal (Wignjosoebroto, 2002, Rahardjo, 2009). Sementara banyak komunitas di 2

sekitar hutan, tidak pernah berkenalan dengan formalitas undang-undang penguasaan hutan tetapi secara faktual mampu membuktikan diri mereka bisa mengelolah hutan secara lestari. Sebagaimana ditemukan dalam penelitian Ashwini Chhatre dan Arun Agrawal, dengan menggunakan data asli dari 80 hutan yang dikuasai bersama oleh masyarakat di 10 negara yang tersebar di Asia, Afrika dan Amerika Latin, bahwa penguasaan hutan yang lebih luas dan otonomi dalam pengambilan keputusan yang lebih besar pada level lokal berkaitan erat dengan penyimpanan karbon yang cukup tinggi dan keuntungan bagi penghidupan masyarakat setempat. Lebih lanjut, kedua peneliti berargumen bahwa komunitas lokal membatasi konsumsi mereka terhadap produk hutan ketika mereka memililiki penguasaan hutan bersama, sehingga meningkatkan cadangan karbon. 2 Di Kalimantan, banyak komunitas memberikan kontribusi positif untuk mendukung kawasan konservasi karena sistem nilai yang mereka miliki juga mendukung kawasan tersebut (Eghenter, C., Sellato, B., Devung,G. Simon., eds, 2003). Masyarakat sungai utik di Kabupaten Kapus Hulu, misalnya, telah dikenal luas mampu mengelolah hutan mereka secara lestari meskipun di tempat yang sama sebuah ijin HPH telah diberikan. Bahkan Sungai Utik menjadi komunitas pertama yang mendapat penghargaan Sertifikat Ekolabel dari Menteri Kehutanan karena kemampuan mereka melakukan pengelolaan hutan secara lestari. 3 Usulan: Menengok pelajaran dari sejumlah kasus pengelolaan hutan berkelanjutan yang dilakukan masyarakat adat/lokal, maka perlu ada klarifikasi yang jelas mengenai relasi antara deforestasi dan konflik tenure, terutama mengenai seberapa jauh penguasaan masyarakat mengakibatkan hancur leburnya ekosistem hutan. Dan seberapa jauh kontribusi penguasaan secara historis, tidak berbasis hukum formal, memberi sumbangsih bagi pengelolaan hutan secara lestari. Dan seberapa jauh penguasaan hutan secara formal berbasis hukum negara memberi sumbangsih bagi kehancuran sekaligus kelestarian hutan. Strategi Nasional REDD+ Dalam dokumen Stranas sejumlah strategi dikembangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk memecahkan masalah deforestasi dan degradasi hutan. Nampaknya, aspek tenure yang dipaparkan dalam masalah deforestasi dan degradasi hutan, belum terkoneksikan dengan baik dengan pilihan strategi yang terpapar. Strategi hakikatnya harusnya menjawab masalah yang ada. Dalam reformasi pembangunan sektor penggunaan lahan dibeberkan mengenai langkah untuk reformasi di tingkat land use. Namun tidak ada strategi mengenai bagaimana memecahkan persoalan perbedaan klaim antara masyarakat dengan hukum lokalnya dan pemerintah/pengusaha dengan hukum negara. Dalam hal ini, terjadi missing link antara masalah dengan strategi. Usulan: perlu mencantumkan strategi yang spesifik mengenai bagaimana merespons konflik tenure Secara empiris-historis, inisiatif untuk mengatasi perubahan iklim melalui pengembangan skema REDD+, seharusnya tidak dilihat sebagai inisiatif yang baru, tetapi harus dilihat sebagai mekanisme kontrol terhadap kerusakan atau daya rusak dari kebijakan pembangunan secara 2 Elinor Ostrom, ed, 22 Juli 2009, lihat di www.pnas.org_cgi_doi_10.1073_pnas.0905308106 3 Bulletin Down to Earth No. 70, Agustus 2006, Intip Hutan, Edisi I-06/Januari-Februari 2006, Antara 6 Agustus 2008, Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VIII Tahun 2008 3

menyeluruh. Jelas fakta menunjukan bahwa perubahan iklim diakibatkan oleh pola-pola pembangunan yang over-konsumtif dan over-eksploitasi atas sumber daya alam tambang, hutan, tanah, dll yang melepaskan seperti dipaparkan dalam report IPCC (2007): The primary source of the increased atmospheric concentration of carbon dioxide since the pre-industrial period results from fossil fuel use, with land-use change providing another signifi cant but smaller contribution 4 Tanpa melihat pembangunan secara holistik, akan ada potensi kebocoran yang menggagalkan REDD+. Selain itu, pola pembangunan di masa lalu yang diteruskan hingga saat ini telah menimbulkan konflik yang menyingkirkan banyak kaum miskin dan marginal, termasuk perempuan dan anak-anak. Karena itu, menelisik perubahan iklim hanya dari satu sektor kehutanan saja, tanpa penguraian bangunan solusi yang baik dengan sektor non kehutanan, akan potensial menimbulkan kebocoran karbon. Dokumen Stranas masih belum menyentuh dan memberikan jawaban yang baik terhadap faktor-faktor kausalitas mendasar perubahan iklim. Dengan melihat konsentrasi MRV pada karbon, ada kecenderungan kuat dokumen ini dominan bermuara pada metodologi penghitungan karbon secara netto yang justru potensial memberikan insentif bagi komoditi-komoditi bisnis penghasil emisi. Apalagi definisi hutan yang digunakan cenderung terbuka terhadap praktek manipulatif yang kerap digunakan oleh bisnis kehutanan. Strategi yang dikembangkan terhadap berbagai sektor juga cenderung kompromistis terhadap perusakan hutan. Misalnya, dalam konteks pertambangan dan perkebunan, tidak ada strategi untuk menetapkan kuota ataupun moratorium tetapi secara halus tetap mendorong ekspansi tambang melalui minimalisasi open pit mining dan menghindari tambang di kawasan hutan yang masih baik. Usulan: perlu mencantumkan strategi quota dan moratorium pertambangan, kehutanan dan perkebunan agar memberi tempat bagi keberlanjutan hutan. Mekanisme Komplain Mekanisme komplain dan penyelesaiannya sama sekali belum ada dalam dokumen ini. Mekanisme komplain merupakan instrumen untuk menyelesaikan keluhan atau pengaduan yang berkaitan dengan masalah dalam pemenuhan safeguard dan standar-standar terkait. Jika MRV merupakan instrumen untuk melihat apakah sebuah proses telah berjalan mengikuti standar yang telah ditetapkan atau belum, mekanisme komplain atau pengajuan keberatan merupakan bentuk kelembagaan untuk menampung keluhan atas proses yang tidak sesuai standar atau melanggar hak, merugikan pihak lain maupun melanggar aturan yang lain. Usulan: perlu mencantumkan mekanisme komplain sebagai upaya kelembagaan untuk menjawab dan menyelesaikan komplain atau keberatan pihak lain atau pihak yang terkena dampak proyek atau kebijakan REDD+ 4 IPCC, 2007: Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA. 4

Kami yang memberikan Usulan: Perkumpulan HuMa, Jakarta Lembaga Bela Banua Talino, Pontianak, Kalimantan Barat Community Alliance for Pulp and Paper Advocacy, Jambi Down To Earth, Bogor Bank Information Center, Jakarta Konsorsium pendukung Sitem Hutan Kerakyatan, Bogor Yayasan Merah Putih (YMP) Palu, Sulawesi Tengah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 5