TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 (dalam IPDN, 2011),

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur

PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KELURAHAN PAAL V KOTA JAMBI MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI PENDAHULUAN

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

BUDIDAYA SAYURAN. Paramita Cahyaningrum Kuswandi Program Pengabdian Masyarakat Jur. Pend. Biologi FMIPA UNY 2014

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA MELALUI RUMAH HIJAU DI KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah yang mempunyai batas-batas tertentu,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI ACEH

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Desy Nofriati, Defira Suci Gusfarina, Syafri Edi

RENCANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

Mengenal KRPL. Kawasan Rumah Pangan Lestari

sebelumnya berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan dan Dinas Pertanian, dan Peternakan berkunjung ke Desa Marga Kaya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI

Diah Rina K. Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

II. TINJAUAN PUSTAKA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

UPAYA PENINGKATAN GIZI KELUARGA MELALUI KRPL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik yang dimasukan ke lahan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SELAYANG PANDANG. KILAS BALIK MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (m-krpl) PROVINSI BENGKULU

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monitoring dan Evaluasi 2.1.1 Pengertian dan tujuan monitoring Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 (dalam IPDN, 2011), disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula. Monitoring dilaksanakan dengan maksud agar proyek dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan balik bagi pengelola proyek pada setiap tingkatan. Umpan balik ini memungkinkan pemimpin proyek menyempurnakan rencana operasional proyek dan mengambil tindakan korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan hambatan (Deptan, 1989). Monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes) (Hogwood and Gunn, 1989). William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa monitoring mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut. a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan) 10

11 Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan. b. Auditing (pemeriksaan) Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok sasaran (target groups) memang benar-benar sampai kepada mereka. c. Accounting (Akuntansi) Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu. d. Explanation (Penjelasan) Menjelaskan mengenai hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan kebijakan publik. Monitoring berkaitan erat dengan evaluasi, karena evaluasi memerlukan hasil dari monitoring yang digunakan dalam melihat kontribusi program yang berjalan untuk dievaluasi. 2.1.2 Pengertian dan ragam evaluasi Pengertian evaluasi menurut Hornby dan Parnwell (dalam Mardikanto, 2009) adalah sebagai suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu objek, keadaan, peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Pengertian tersebut juga dikemukakan oleh Soumelis (1983) yang mengartikan evaluasi sebagai proses pengambilan keputusan melalui kegiatan membanding-bandingkan hasil pengamatan terhadap suatu obyek. Diartikan oleh Seepersad dan Henderson (1984) mengartikan

12 evaluasi sebagai kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk melakukan pengukuran dan penilaian terhadap sesuatu obyek berdasarkan pedoman yang telah ada. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, terdapat beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam pengertian evaluasi sebagai kegiatan terencana dan sistematis yang meliputi sebagai berikut. a. Pengamatan untuk mengumpulkan data dan fakta, b. Penggunaan pedoman yang telah ditetapkan, c. Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman sudah ditetapkan terlebih dahulu, d. Pengambilan keputusan atau penilaian (Mardikanto, 2009). Dikembangkan oleh Sutjipta (2009), ada lima ciri dalam evaluasi meliputi (1) kualitas: apakah program baik atau tidak baik, kualitas isi program, kegiatan pendidik, media yang digunakan, penampilan pelaksana program, (2) kesesuaian (suitability): pemenuhan kebutuhan dan harapan masyarakat. Program tidak menyulitkan atau membebani masyarakat, sesuai dengan tingkat teknis, sosial dan ekonomis masyarakat, (3) keefektifan: seberapa jauh tujuan tercapai, (4) efisiensi: penggunaan sumber daya dengan baik, dan (5) kegunaan (importance): kegunaan bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam program. Berdasarkan waktu dan pelaksananya, evaluasi dibedakan menjadi beberapa ragam pengertian seperti berikut. a. Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

13 Dinyatakan oleh Taylor (dalam Mardikanto, 2009), evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedangkan evaluasi sumatif, merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan. b. Evaluasi intern dan evaluasi ekstern Dikemukakan oleh Sanders & Sullins (dalam Mardikanto, 2009), bahwa suatu evaluasi internal, yang diadakan secara internal oleh staf yang bekerja pada program tersebut, biasanya berkembang secara alami. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan feedback pada aspek program yang ditinjau dan kemungkinan revisi sedang berlangsung. Evaluasi ekstern, adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar, meskipun inisiatif dilakukannya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar, atau justru diminta oleh organisasi pemilik atau pelaksana program yang bersangkutan (Mardikanto, 2009). 2.2 Pengertian Dampak Dampak (impact) ialah hasil yang diperoleh dari efek proyek. Dampak ini merupakan kenyataan yang sesungguhnya dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang proyek. Dampak juga dapat diartikan sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan kelompok sasaran yang diakibatkan (sepenuhnya atau sebagiannya) oleh pelaksanaan suatu proyek atau program (Soeharto, 1990).

14 2.2.1 Dampak teknis 1. Teknis KRPL Disebutkan oleh Mardikanto (2009), evaluasi teknis adalah kegiatan evaluasi yang sasarannya dan ukurannya menggunakan ukuran-ukuran teknis (fisik), seperti seberapa jauh volume kegiatan telah dapat diselesaikan, seberapa jauh persyaratan teknis telah ditepati, berapa jumlah orang yang terlibat atau terjangkau oleh program yang dilaksanakan, bagaimana kualitas bahan yang digunakan, atau kualitas fisik yang digunakan. Berikut diuraikan teknis yang dibutuhkan di dalam mengembangkan KRPL. a. Kebun Bibit Kebun bibit merupakan salah satu sumber bibit dalam pengembangan KRPL, sebagai upaya menuju terciptanya rumah pangan lestari (RPL). RPL adalah rumah tangga yang memanfaatkan pekarangan secara optimal untuk budidaya tanaman sayuran, pangan, ternak dan ikan, menggunakan teknologi hemat lahan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi sehari hari, serta menambah pendapatan keluarga. Kebun bibit dapat memberikan kesinambungan usaha budidaya tanaman bagi anggota dan keuntungan ekonomi bagi kelompok melalui usaha penjualan bibit dan tanaman. Kebun bibit adalah lahan untuk pembibitan yang dilengkapi dengan beberapa peralatan dan dikelola atas partisipasi aktif masyarakat untuk memproduksi bibit agar dapat memenuhi kebutuhan bibit tanaman bagi peserta RPL dan warga

15 masyarakat di kawasan yang selanjutnya disebut kebun bibit desa (KBD). Lahan untuk kebun bibit sebaiknya merupakan lahan terbuka, dan banyak mendapat cahaya matahari langsung, berdekatan dengan sumber air dan lahan cukup luas di sekitarnya sehingga mempermudah pengembangan kebun bibit di masa datang. Ukuran kebun bibit tergantung pada volume bibit yang akan di produksi dan ukuran luas bangunan rumah bibit. b. Komoditas pangan/tanaman lokal Komoditas yang dimaksud adalah berbagai jenis tanaman sumber pangan lokal bernilai ekonomis tinggi yang dibutuhkan dan disukai oleh masyarakat di kawasan pelaksanaan program KRPL. Tanaman sayuran misalnya kangkung, bayam, bunga kol, selada, sawi, pare, gambas, labu siam, terong atau lainnya. Tanaman rempah dan obat yaitu jahe, kencur, temulawak, kunyit atau lainnya. Buah-buahan meliputi pepaya, jambu, belimbing, srikaya, sirsak atau lainnya. Demikian juga pangan lokal berupa ubi jalar, singkong, ganyong, garut atau lainnya. Sumber pangan hewani yang banyak dikonsumsi sehari hari dan dikembangkan antara lain, ayam lokal, kelinci, ikan lele atau lainnya. c. Media tanam Media tanam adalah suatu media atau bahan yang digunakan untuk tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman, media tanam juga merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

16 Mengenal media tanam dalam kegiatan bercocok tanam merupakan suatu keharusan, karena media yang akan digunakan untuk menanam harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Hal ini dikarenakan tidak semua jenis tanaman memiliki habitat yang sama. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, kita harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang berbeda-beda dari setiap jenisnya. d. Sarana produksi Tersedianya sarana produksi di tingkat lokal merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk berlangsungnya pembangunan pertanian. sarana produksi yang dimaksud antara lain: pupuk, obat-obatan pengendali hama, benih. 1) Pupuk Pupuk diberikan agar tanaman (tumbuhan yang diusahakan manusia) dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan sesuai yang diharapkan. Rekayasa genetik dan lingkungan di lakukan agar tanaman memberikan kinerja yang lebih baik. Dengan bantuan hasil tanaman tersebut, unsur yang semula berada dalam tanah masuk ke dalam tubuh manusia. 2) Obat-obatan pengendali hama Obat-obatan pengendali hama meliputi pestisida alami dan pestisida kimia, namun dalam penerapanya dalam program KRPL dianjurakan menggunakan pestisida alami. Penggunaan obat-obatan pengendali hama bertujuan untuk mencegah

17 kerugian petani didalam membudidayakan tanamannya akibat serangan hama yang merusak tanaman. 3) Benih Pemilihan benih juga merupakan hal penting bagi petani dan pelaku usahatani, karena benih yang baik dan sehat merupakan dasar bagi pertumbuhan tanaman agar dapat tumbuh dan dan berkembang serta berproduksi secara optimum. e. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman secara umum mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan upaya menjaga kelangsungan hidup tanaman agar tetap hidup sehat dan memiliki produktivitas tinggi. Pemelihaaan tanaman meliputi pemberian pupuk (disarankan organik), penyiraman dan pengendalian hama penyakit. Pada ternak meliputi pemberian pakan, air minum dan vaksinasi. 2. Kebutuhan KWT pengembang KRPL a. Pemanfaatan lahan pekarangan rumah tangga Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif kebijakan untuk mewujudkan ketahanan dan kemadirian pangan, disamping banyak program-program lain yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Hal ini membawa konsekwensi terhadap pengerahan sumber daya juga harus terukur seimbang dengan solusi pemecahan masalah serta hasil yang dicapai. Dalam jangka pendek ke depan, peluang dan aksesibilitas kesempatan kerja nonpertanian bagi sebagian besar rumah tangga

18 petani di pedesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai cukup relevan adalah peningkatan pemberdayagunaan lahan pekarangan untuk komoditas pangan lokal dan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dengan sasaran pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga, penghematan pengeluaran rumah tangga, dan peningkatan pendapatan rumah tangga dengan sasaran akhir peningkatan Pola Pangan Harapan (PPH). b. Ketahanan pangan rumah tangga Berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia, dan pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. c. Pelatihan dan pembinaan Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang, Sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan (Pangabean, 2004).

19 Kegiatan KRPL didominasi kegiatan budidaya tanaman dan ternak, namun tidak semua anggota mampu memahami secara benar budidaya tanaman. Program KRPL mengadakan pembinaan dalam bentuk pelatihan dan sekolah lapangan tentang budidaya tanaman. Pembinaan yang diberikan berupa budidaya tanaman dari pembuatan persemaian, pembuatan media tanam, penanaman, pemeilharaan termasuk pengendalian hama, penyakit dan pascapanen. Pembinaan dilakukan dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah secara intensif untuk memberikan motivasi, memberikan arahan secara langsung di lapangan, menghimpun permasalahan yang dihadapi petani dan memberikan pemecahan yang mungkin bisa dilakukan oleh anggota. Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang dilakukan dalam program KRPL diantaranya, teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikan, dan ternak, perbenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. d. Pendampingan Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Kata pendampingan lebih bermakna pada kebersamaan, kesejajaran, samping-menyamping, dan karenanya kedudukam antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada batasan antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi bahwa peran

20 pendampingan hanya sebatas pada memberikan alternatif dan tidak pada pengambilan keputusan (BPKB Jawa Timur, 2001). 2.2.2 Dampak ekonomis Dampak ekonomis sasarannya adalah pengelolaan keuangan dan menggunakan ukuran-ukuran ekonomi, seperti seberapa jauh administrasi keuangan telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, berapa presentase realisasi pengeluaran yang telah dilaksanakan, berapa nilai manfaat yang diperoleh program yang telah dilaksanakan dibanding dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Adapun dampak ekonomi yang dapat dicapai antara lain sebagai berikut. 1. Persepsi pendapatan Menurut Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran. Pertumbuhan pendapatan merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan tersebut. Penarikan kesimpulan dari persepsi pendapatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden untuk memperoleh data pendapatan berupa deskripsi kualitatif.

21 2. Tabungan Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Kegiatan menabung dapat mendorong masyarakat untuk menyisihan sebagian hasil pendapatan untuk dikumpulkan sebagai cadangan hari depan. 3. Aset Aset adalah nilai dari sesuatu yang dimiliki oleh perusahaan, dan dapat dimasukkan ke dalam kolom asset adalah gedung. Selain gedung, merk dagang, paten teknologi, uang kas, mobil, benda elektronik, dll. Menurut Soelaiman Sukmalana (2007), menyatakan bahwa asset (harta, aktiva) adalah harta yang dimiliki perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak berwujud dan lain-lain. 4. Mitra usaha Dikemukakan oleh Kamil (1989), dalam Construction Institute, secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen jangka panjang antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu dengan memaksimalkan keefektifan sumberdaya dari setiap partisipan. Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan sesuatu hal yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal kemitraan sejak

22 berabad-abad, meskipun dalam skala yang sederhana, seperti gotong royong, sambat sinambat, partisipasi, mitra cai, mitra masyarakat desa hutan, dan mitra lingkungan. Keberhasilan suatu usaha ditentukan oleh faktor jaringan bisnis pengusaha. Pengertian jaringan bisnis dalam hal ini adalah mitra usaha. Semakin banyak mitra usaha maka mendorong kemampuan usaha perusahaan. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. 2.2.3 Dampak sosial Definisi otoritatif dari dampak sosial adalah dampak-dampak yang mencakup semua konsekuensi sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia tertentu yang diakibatkan setiap tindakan publik atau swasta yang mengubah cara-cara bagaimana orang menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan satu sama lain, mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup mereka, dan secara umum berupaya menjadi anggota masyarakat yang layak (Forest trend, 2012). Dampak sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai berikut. 1. Pengertian nilai kearifan lokal Disebutkan oleh Syarifudin (2007), kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan

23 lingkungan dan sosial. Untuk melihat dampak sosial dalam masyarakat maka dilihat melalui dua nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat, yaitu menyama braya dan salulung sabayantaka, paras paros sarpanaya. a. Menyama braya Menyama braya mengandung makna persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka. b. Salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya Salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya yang memiliki makna berat sama dipikul, ringan sama dijinjit, adalah sutu nilai sosial tentang perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan sosial yang saling menghargai dan menghormati (Wisnumurti, 2010). 2. Norma Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat dan digunakan sebagai panduan, tatanan, serta kendali tingkah laku yang sesuai dan diterima masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). Norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang. Norma yang digunakan sebagai patokan didalam melihat dampak sosial

24 KWT Tunas Sejahtera meliputi norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. a. Norma agama Menurut Siswoyo (2014), norma agama merupakan peraturan atau petunjuk hidup yang memuat perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang bersumber dari Tuhan. Norma agama bersumber dari Tuhan yang terdapat dalam kitab suci agama tertentu. Norma agama bertujuan untuk mewujudkan dituangkan dalam kitab suci. Norma agama mengharuskan kepada umatnya tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta dapat mewujudkan keimanan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan firman Tuhan untuk menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-nya guna mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. b. Norma Kesusilaan Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk, yang berupa bisikan-bisikan atau suara batin yang berasal dari hati nurani manusia. Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia menyimpan potensi nilai-nilai kesusilaan. Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya menganggap baik, atau bersumber dari hati nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang lain (Widjaja, 1985). c. Norma Kesopanan

25 Norma kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan etika, yang membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan santun mendorong berbuat baik, tidak bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai orang lain dalam pergaulan (Widjaja, 1985). 3. Adanya Stratifikasi sosial Dikemukakan oleh Sorokin (dalam Soekanto, 1990), stratifikasi sosial merupakan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan kelaskelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan sebagai berikut. a. Ukuran kekayaan. Seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, kendaraan, cara-cara menggunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakai, kebiasaan untuk berbelanja dan seterusnya. b. Ukuran kekuasaan. Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atas.

26 c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuranukuran kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, masih banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa. d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negatif, karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. 2.4 Pengertian Kelompok Wanita Tani Pada dasarnya pengertian kelompok wanita tani tidak bisa dilepaskan dari pengertian kelompok itu sendiri. Kelompok adalah gabungan atau suatu kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, dimana interaksi yang terjadi bersifat tetap dan memiliki struktur tertentu. Maksud struktur sebuah kelompok adalah susunan dari pola antar hubungan intern yang agak stabil, yang terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan-kedudukan para anggotanya yang hirarkis; (2) persamaan sosial yang berkaitan dengan status-status itu; (3) unsur-unsur budaya (nilai-nilai, norma-norma, model) yang mempertahankan, membenarkan dan mengagungkan struktur (Polak, 1976). Kelompok Wanita Tani adalah kumpulan istri petani atau para wanita yang

27 mempunyai aktivitas di bidang pertanian yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya. Departemen Pertanian Republik Indonesia, 1980 (dalam Mardikanto, 1993) kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani-taruna (pemuda-pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pimpinan seorang kontak tani. Dalam pembangunan sub-sektor pertanian, kelompok tani sebagai berikut. 1. Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya. 2. Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan pembagian tugas anggota atau pengurus dalam kegiatan usaha tani kelompok di hamparan kebun. 3. Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usaha tani dan kondisi di lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20 sampai dengan 30 orang. 4. Keanggotaan kelompok tani bersifat nonformal. Disebutkan oleh Perry dan Perry (dalam Rusdi, 1987), beberapa hal yang menjadi ciri-ciri kelompok adalah (1) ada interaksi anggota yang berlangsung secara kantinyu untuk waktu yang relatif lama; (2) setiap anggota menyadari bahwa ia merupakan bagian dari anggota kelompok, dan sebaliknya kelompokpun mengakuinya sebagai anggota; (3) adanya kesepakatan bersama antar anggota

28 mengenai norma-norma yang berlaku, nilai-nilai yang dianut dan tujuan atau kepentingan yang akan dicapai; (4) adanya struktur dalam kelompok, dalam artian para anggota mengetahui adanya hubungan-hubungan antar peranan, norma tugas, hak dan kewajiban yang semuanya tumbuh di dalam kelompok tersebut. 2.5 Pengertian Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah model pemanfaatan yang diwujudkan dalam suatu kawasan (kelompok, RT, dusun, desa, dst) dengan menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial dilengkapi dengan kebun bibit desa. M-KRPL juga merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversivikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlajutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah. Tujuan pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari sebagai berikut. a. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari,

29 b. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun pedesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil sera pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos, c. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan, d. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera (Purwati, 2011). 2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisa aspek dampak teknis, ekonomis, dan sosial dalam keterlibatan KWT Tunas Sejahtera pada program KRPL. Kelompok wanita tani Tunas Sejahtera merupakan unit yang terlibat langsung dalam program kawasan rumah pangan lestari. Sebagai unit terdepan KWT Tunas Sejahtera berupaya mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan yang masih mengalami banyak tantangan. Konsentrasi pada program KRPL yang dilaksanakan oleh KWT Tunas Sejahtera yaitu pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

30 Dampak diartikan sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan kelompok sasaran yang diakibatkan (sepenuhnya atau sebagiannya) oleh para pelaku program. Dampak muncul ketika program telah berakhir atau terjadi perubahan yang mempengaruhi para pelakunya. Mengetahui timbulnya dampak sangat penting bagi sebuah program khususnya pada KWT Tunas Sejahtera. Dampak yang terjadi timbul pada sebuah program akan membantu para anggota atau pelaku didalamnya untuk mengadakan sebuah monitoring dan evaluasi sebagai perbaikan dimasa mendatang. KWT Tunas Sejahtera menerapkan program kawasan rumah pangan lestari didasari atas pemahaman bahwa kehidupan perkotaan yang memiliki pekarangan yang sempit perlu memanfaatkan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan. Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal juga diterapkan sebagai peanekaragaman konsumsi, sehingga dapat menjaga ketahanan pangan rumah tangga anggota. Namun, setelah kegiatan KWT Tunas Sejahtera berjalannya selama dua tahun terjadi penurunan jumlah keanggotaan aktif sebanyak 18 anggota dari 44 anggota yang pada awalnya bergabung. Berdasarkan permasalahan tesebut maka dilakukannya sebuah kegiatan monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara internal (BPTP) dan eksternal (kalangan umum). Evaluasi secara internal belum dilakukan oleh BPTP, sehingga mendorong peneliti melakukan penelitian untuk mengevaluasi dampak KRPL setelah dua tahun berjalan. Dampak yang dilihat dalam penelitian ini terdiri dari aspek teknis, diantaranya yakni teknis pengembangan KRPL dan kebutuhan KWT pengembang KRPL, yang ke dua aspek ekonomis yaitu persepsi pendapatan, tabungan, aset, mitra

31 usaha, dan yang ketiga aspek sosial dimana indikator yang dipakai adalah nilai, norma, dan stratifikasi sosial. Program KRPL adalah tindakan yang merinci sifat hubungan antara beberapa dampak KRPL dalam rangkaian variabel pokok yang secara bersama-sama mempengaruhi hasil yang diinginkan. Gabungan atau sintesis dari penemuanpenemuan ini, diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang berarti sehubungan dengan variabel-variabel yang berakibat paling langsung terhadap keberhasilan akhir atau kegagalan suatu program. Pengukuran variabel evaluasi dampak dilakukan dengan indikator-indikator yang disebutkan, dianalisis menggunakan dianalisis menggunakan analisis usahatani untuk mengetahui aspek ekonomis dari segi pendapatan anggota KRPL selama tiga musim atau 18 bulan, dan analisis deskripsi kualitatif pada aspek teknis, aspek ekonomis, aspek sosial, sehingga menghasilkan sebuah simpulan. Hasil dari penelitian tersebut akan dijadikan sebuah acuan yang kemudian akan direkomendasikan kepada stakeholder dan pelaksana program kawasan rumah pangan lestari yaitu KWT Tunas Sejahtera. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

32 KWT Tunas Sejahtera Monitoring dan Evaluasi Internal (BPTP) Eksternal Evaluasi Dampak Program KRPL Teknis 1. Teknis pengembangan KRPL 2. Kebutuhan KWT pengembang KRPL Ekonomis 1. Persepsi pendapatan 2. Tabungan 3. Aset 4. Mitra usaha Sosial 1. Nilai 2. Norma 3. Stratifikasi sosial Analisis Deskriptif & Analisis Usahatani Simpulan Rekomendasi Gambar 2.1 Evaluasi Dampak Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Pada Kelompok Wanita Tani Tunas Sejahtera di Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Keterangan : : Garis/alur koordinasi : Garis/alur dasar pemikiran penelitian