TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera : Ichneumonidae) Famili Ichneumonidae merupakan salah satu famili serangga terbesar yang

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

Jenis- jenis penggerek batang pada tanaman tebu Oleh Ayu Endah Anugrahini, SP

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh Blanchard tahun 1926 dari tanaman Cineraria di Argentina (Parrella 1982)

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sari M. D. Panggabean, Maryani Cyccu Tobing*, Lahmuddin Lubis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

Pengorok Daun Manggis

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. (1964) menyatakan bahwa pada tahun 1863 penggerek batang padi kuning dikenal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

Luskino Silitonga, Maryani Cyccu Tobing*, Lahmuddin Lubis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae


TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

KENDALIKAN PENGGULUNG DAUN TEH Homona coffearia DENGAN PARASITOID. Oleh : Ardiyanti Purwaningsih, SP. MP dan Umiati, SP.

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan berkisar 7-30 butir dan diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong dan sangat pipih dengan ukuran 0,75-1,25 mm dengan rata-rata 0,95 mm. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau muda atau kelabu agak kuning. Telur-telur akan menetas setelah berumur 6-8 hari (Yalawar dkk, 2010). Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Larva yang baru menetas panjangnya 2,5 mm dan berwarna kelabu. Panjang maksimal 4 cm. Kepala, perisai toraks, dan ruas terakhir berwarna kuning coklat hingga hitam cokelat (Gambar 2). Warna dasar abdomen kuning muda. Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih. Larva memiliki 4 buah garis membujur pada dorsal atau permukaan abdomen sebelah atas berwarna hitam atau ungu. Periode larva berlangsung 35-54 hari (Goebel dkk, 2001). 5

Gambar 2. Larva C. sacchariphagus Kepompong berwarna merah dan coklat mengkilat, panjangnya antara 3-4 cm. Pada bagian dorsal terdapat bintik - bintik halus seperti pasir dan garis membujur di tengah - tengah ruas (Gambar 3). Kepompong betina biasanya lebih besar daripada jantan. Masa kepompong berkisar antara 8-10 hari dengan rata - rata 8,28 hari (Goebel dkk, 2001). Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus Ngengat memiliki sayap berwarna kecoklatan dengan beberapa noda hitam di tengahnya. Ngengat betina lebih besar daripada ngengat jantan. Seekor ngengat betina dapat menghasilkan telur 100 180 butir. Masa hidup ngengat 4 9 hari dan siklus hidup dari penggerek tersebut sekitar 43-64 hari dengan rata - rata 53, 5 hari (Yalawar dkk, 2010).

a b Gambar 4. Ngengat C. sacchariophagus betina (a); Ngengat C. sacchariophagus jantan (b) Gejala Kerusakan Kerusakan akibat penggerek batang bergaris pada ruas tebu sangat nyata. Ruas ruas yang rusak dapat mempengaruhi pertumbuhan diatasnya sehingga tidak dapat mencapai ukuran normal dan akan menyebabkan tanaman tampak kerdil. Pada serangan berat yang melingkari batang dapat mengakibatkan tanaman mudah patah (Nugroho, 1986). Serangan penggerek C. sacchariphagus menghancurkan meristem apikal tebu yang mengakibatkan tanaman mati yaitu menghambat pertumbuhan tunas aksial di daerah atas tanaman membuat gejala lebih menonjol dan kerugian hasil dan kualitas menurun (Mukunthan, 2006). Larva yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung. Larva ini memakan jaringan daun sehingga apabila gulungan daun ini nantinya membuka maka akan terlihat luka luka berupa lobang gerekan yang hilang dimakan larva dan tinggal gerekannya saja. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk ke dalam ruas batang. Selanjutnya larva hidup dalam ruas-ruas batang tebu. Pada ruas, gerekan penggerek batang bergaris berbeda dengan penggerek berkilat yaitu bentuknya

tidak teratur dan sering mencapai ke permukaan kulit atau tepi ruas. Tepung gerekan yang belum kering berwarna cokelat pada permukaan luar menandakan bahwa penggerekan masih baru (Wirioatmodjo, 1973). Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang. Apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerekan yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu larva penggerek (Deptan, 2013). Populasi larva C. sacchariphagus mulai meningkat dari umur tanaman 3,5 bulan dan mencapai puncaknya pada saat tanaman berumur 9,5 bulan (Purnomo, 2006). Pengendalian Gambar 5. Gejala serangan C. sacchariphagus Bojer Sumber: http://litbang.deptan.go.id Pengendalian hama penggerek tebu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : 1) Kultur teknis yaitu dengan sanitasi lahan, penanaman dengan sistem hamparan, 2) Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya 3) Secara mekanis yaitu pengutipan larva larva di lapangan, 4) Secara hayati yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa pelepasan parasitoid telur Trichogramma spp., dan parasitoid larva Diatraeophaga striatalis dan

5) Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC (3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha) (Yulianto dan Yuniarti, 2013). Pengendalian hayati terhadap penggerek batang tebu juga telah dilakukan di PTPN II dengan menggunakan parasitoid telur (Tumidiclava sp.) dan parasitoid larva (Sturmiopsis inferens dan Xanthocampoplex sp.) (BPTTD, 1979). Parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) Daur hidup famili Ichneumonidae pada umumnya mulai dari telur, larva, kokon, imago. Rata rata periode dari telur hingga menjadi larva 20,8 hari (16 28 hari), kokon berbentuk larva panjang kekuningan (7,8 x 2,0 mm) (Gambar 6). Periode kokon rata rata 11,8 hari (11-13 hari) dan rata rata masa hidup imago 14,4 (10-24 hari) berwana cokelat bening dan gelap kuning di tengahnya (Fernandes dkk, 2010) (Gambar 7). Gambar 6. Kokon Xanthocampoplex sp. Pupa Hymenoptera parasitoid bertipe eksarata yang berkokon atau tidak berkokon. Parasitoid yang menyerang inang yang terbuka umumnya membuat kokon (Clausen, 1994).

Gambar 7. Imago Xanthocampoplex sp. Sumber: Foto Langsung Beberapa spesies parasitoid Hymenoptera mengalami periode praoviposisi yaitu selang waktu sejak imago betina keluar dari pupa hingga saat peletakan telur pertama (Doutt, 1973). Periode praoviposisi umumnya singkat, hanya beberapa hari. Menurut Clausen (1994) sebagian besar masa famili Ichneumonidae dapat meletakkan telurnya yaitu berkisar antara 1-3 hari. Ichneumonidae merupakan serangga dari kelas Hexapoda dan ordo Hymenoptera, serangga ini sering disebut sebagai parasitoid pinggang ramping, serangga ini menggunakan ovipositornya yang panjang untuk memarasit inangnya. Serangga familli ini dapat mengetahui letak larva inangnya walaupun larva inangnya berada di dalam jaringan tumbuhan. Imago betina Ichneumonidae biasa meletakkan telurnya dalam satu inang tunggal atau bersifat soliter (Borror dkk, 1992). Parasitoid famili Ichneumonidae mencari ulat sebagai inang untuk generasi yang akan datang. Serangga hinggap pada ulat inangnya dan menaruh telur di dalam atau di atasnya. Telur menetas dan larva makan inang dari dalam atau dari luar. Larva kemudian menjadi kepompong (kokon) dan ulat inang mati.

Kadang-kadang ditemukan ulat mati tersambung ke kokon yang sebesar ulat inangnya. Setelah keluar dari kokon, serangga dewasa terbang dan kawin. Betina mencari ulat inang lagi untuk meletakkan telurnya. Seekor betina dapat meletakkan telur pada 100 ulat (Borror, 1992). Penerimaan parasitoid betina terhadap inangnya tergantung pada pengenalan secara fisik (ukuran, bentuk, tekstur) dan sifat kimia inang. Dalam pemilihan inang ukuran dan jenis inang adalah aspek yang paling penting karena besar atau kecilnya ukuran dan jenis inang akan mempengaruhi kandungan nutrisi inang yang akan digunakan parasitoid selama fase perkembangan di dalam tubuh inangnya. Perkembangan parasitoid akan lebih bagus jika berkembang pada inang yang ukurannya lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada inang yang lebih besar sumber makanan yang tersedia lebih banyak (Utami, 2001). Kebugaran parasitoid betina berkaitan erat dengan jumlah inang yang diparasit sedangkan kebugaran parasitoid jantan lebih ditentukan oleh jumlah kopulasi yang dilakukan. Ukuran imago betina mempengaruhi kebugaran parasitoid dalam hal efisiensi pencarian inang, lama hidup, dan suplai telur. Parasititasi pada instar inang yang berbeda dan ukuran innag yang berbeda mempengaruhi kebugaran dan jumlah parasitoid, nisbah kelamin, masa perkembangan atau ukuran parasitoid. Ukuran parasitoid juga berkolerasi positif dengan jumlah telur yang dihasilkan dan effisiensi dalam memapuan mencari dan memarasit inang (Godfray, 1994). Kecenderungan imago betina parasitoid meningkatkan oviposisi terjadi bila sediaan jumlah inang terbatas dalam jangka waktu yang relatif lama (Vinson dan Iwantsch, 1980). Hasil penelitian Eliopoulos dkk (2005) bahwa

imago Venturia canescens (Hymenoptera: Ichneumonidae) yang diberi makanan namun tidak diberi inang tidak secara signifikan hidup lebih lama dibandingkan imago yang diberi makanan dan inang. Reproduksi pada serangga ordo hymenoptera berlangsung secara partenogenetik. Terdapat tiga tipe reproduksi yaitu teliotoki, deuterotoki dan arenotoki. Arenotoki merupakan tipe reproduksi yang paling umum pada hymenoptera, sedangkan teliotoki dan deuterotoki hanya terjadi pada beberapa spesies (Doutt, 1973). Lee (2000) meyebutkan teliotoki adalah semua keturunannya betina diploid tanpa induk jantan, deuterotoky keturunannya sebagian besar betina diploid yang tidak mempunyai induk jantan dan jarang ditemukan jantan haploid, dan arenotoki yakitu keturunan jantan haploid tidak mempunyai induk jantan, dan keturunan betinanya berasal dari induk betina dan jantan (diploid). Menurut Doutt (1973) terdapat empat tahap parasitoid berhasil memarasit inangnya yaitu 1) penemuan habitat inang, 2) penemuan inang, 3) penerimaan inang, dan 4) kesesuaian inang. Parasitoid menggunakan ovipositor untuk mendeteksi larva dan pada ovipositor terdapat alat penerima rangsangan kimia. Menurut Narayana dan Chauduri (1954 dalam Pratiwi 2003) bahwa Stenobracon deesae Cameron (Hymenoptera: Braconidae) dapat membedakan inang sehat dengan inang terparasit melalui ovipositor yaitu pada waktu ovipositor ditusukkan ke tubuh larva. Rangsangan kimia yang berasal dari inang yang sehat berbeda dengan rangsangan kimia yang berasal dari inang terparasit.

Godfray (1994) menyebutkan sebagian imago parasitoid dapat menentukan kualitas inang yang sesuai untuk perkembangan keturunannya dengan menguji kualitas inang yang dilakukan parasitoid secara eksternal dan internal. Pengujian secara eksternal yaitu dengan mengetukkan antenanya pada larva inang sedangkan pengujian internal yaitu dengan menusuk-nusukkan ovipositornya tanpa diikuti dengan peletakan telur.