Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan. Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
Penyelenggaraan Pendidikan Profesi berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan untuk Menghasilkan Lulusan sesuai KKNI

Penelaahan RUU Pendidikan Kedokteran

Sinkronisasi UU Pendidikan Kedokteran dengan Berbagai Peraturan Perundangan Pendidikan Tinggi

Target, Capaian dan Proyeksi Capaian KPI 2011

KEBIJAKAN AKREDITASI DAN UJI KOMPETENSI BIDANG GIZI

PENDAHULUAN... Mengembangkan sistem akreditasi mandiri berstandar internasional. Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Dokter Gigi

URGENSI EXIT EXAM BAGI NAKES

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Illah Sailah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan

Pokok Bahasan. Urgensi Validasi Data Dasar FK. Izin Prodi Akademik-Profesi FK. Status Akreditasi Akademik-Profesi & Prodi Spesialis

Isu Strategis Komponen 1

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

KATA PENGANTAR. Together we can. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 1

Kebijakan Uji Kompetensi sebagai Bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan

Perubahan Paradigma Sistem Penjaminan Mutu dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Kesehatan : Revitalisasi Peran Masyarakat Profesi Kesehatan

RAPAT TINDAK LANJUT PENYUSUNAN STRATEGI PEMBINAAN INSTITUSI PENDIDIKAN PERAWAT VOKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

LEMBAGA PENGEMBANGAN UJI KOMPETENSI (LPUK)

Djoko Santoso Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Kebijakan Dalam Pelaksanaan Dan Persiapan Uji Kompetensi Tahun 2013

Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan (LPUK-Nakes)

ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN NERS INDONESIA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA HPEQ-DIKTI BATAM, JULI 2010

IBI-AIPKIND Jogyakarta, 25 Juli 2010

Kebijakan Kemristekdikti untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis-SubSpesialis

PANDUAN PENGUMPULAN DATA INSTITUSI PENDIDIKAN D.III KEPERAWATAN

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Dosen di Rumah Sakit dan Wahana Pendidikan

Pengakuan Kualifikasi Lulusan Pendidikan Dokter, Dokter Gigi, dan Dokter/Dokter Gigi Spesialis WNI/WNA Lulusan Luar Negeri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI UNDANG- UNDANG

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes) Sebagai Lembaga Akreditasi Baru

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh Kolegium (Dokter Gigi Indonesia) melalui Uji Kompetensi

Gambar 1 : Continuous Quality Improvement pada Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap II untuk Bidang Ilmu Keperawatan dan Tahap I untuk Bidang Ilmu Gizi (22 23 Mei 2015)

bermuara pada budaya peningkatan mutu berkelanjutan (culture of continuous quality improvement).

KRITERIA JENJANG KARIER DOSEN KLINIK DI RS PENDIDIKAN DAN JEJARING Oleh: Dr. Endro Basuki, SpBS (K), MKes

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. 1. Penerapan Standar Pendidikan drg 2. Penerapan Standar Pendidikan drg Sp 3. Uji Kompetensi 4. RSGMP 5.

Uji Kompetensi sebagai Exit Exam serta Penetapan Kuota Penerimaan Mahasiswa Baru FK TA 2014/2015

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

NASKAH AKADEMIK PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (PENDIDIKAN) Konsil Kedokteran Gigi Konsil Kedokteran Indonesia Bogor, September 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap I untuk Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat (29 30 Mei 2015)

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

Peningkatan Kompetensi Lulusan Pendidikan Tinggi Kesehatan melalui Uji Kompetensi

HASIL KONSINYERING DENGAN PANJA KOMISI X DPR RI H. Century, Juni 2013

Penulisan dan Penggunaan Gelar Perguruan

bermuara pada budaya peningkatan mutu berkelanjutan (culture of continuous quality improvement).

Kolegium Dokter Gigi Indonesia Rencana Pengembangan

Strategic Meeting HPEQ Project - Pertemuan Taskforce dengan Stakeholders Profesi LAM-PTKes

Pandangan KKG tentang rencana revisi standar pendidikan dan standar kompetensi dokter gigi serta langkah-langkahnya

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Komentar dan Rekomendasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Klarifikasi Isu Terkini Kualifikasi Dosen Kedokteran dan Kedokteran Gigi

RENCANA OPERASIONAL (RENOP)

UJI KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN

POTRET CAPAIAN IMPLEMENTASI KOMPONEN 2 Periode Januari - April 2012

1 DESEMBER Tim P

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb

PANDUAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN

WORKSHOP PANEL EXPERT UKDGI GELOMBANG 2

RENCANA KINERJA TAHUNAN. Unit Pelaksana Teknis : Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta Tahun : 2017 NO SASARAN INDIKATOR TARGET PROGRAM/KEGIATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes)

dr. UNTUNG SUSENO SUTARJO, M.Kes Kepala Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

Komentar dan Rekomendasi

Situasi Pendidikan Dokter di Indonesia

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap II untuk Bidang Ilmu Keperawatan dan Tahap I untuk Bidang Ilmu Gizi (22 23 Mei 2015)

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. seorang perawat harus memiliki sertifikat kompetensi (DEPKES, 2014).

Pendirian, Perubahan Bentuk, dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Swasta

Komponen 2 HPEQ Project: Standarisasi Lulusan Profesi Kesehatan dengan Ujian Nasional

KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA. Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENAMAAN PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI

2017, No Universitas Terbuka; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN CAPAIAN TASK FORCE LEMBAGA AKREDITASI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN INDONESIA JAKARTA FEBRUARI 2012

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PRODI

Sosialisasi Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Peubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Surakarta, 19 Januari 2018 Direktur Poltekkes Surakarta. Satino, SKM. M.Sc.N. NIP

Transkripsi:

Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan Sistem Penjaminan Mutu Sistem Uji Kompetensi dan Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Riset dan Publikasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional 2011 Sekretaris Eksekutif Proyek HPEQ Tim Research & Development Proyek HPEQ

1. Sistem Penjaminan Mutu (SPM) Kualitas pelayanan kesehatan tentunya dipengaruhi kualitas penyedia jasa kesehatan. Dalam hal ini, sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi kesehatan baik internal maupun eksternal merupakan salah satu cara untuk mencapainya. Sistem penjaminan mutu internal dapat dinilai dengan adanya naskah akademik sistem pendidikan, standar pendidikan, standar kompetensi, penggunaan kurikulum dan assessmentnya, sarana dan prasarana, dosen, aliensi strategis, pembiayaan, serta penguatan organisasi profesi dan dengan stakeholder. Sedangkan sistem penjaminan mutu ekternal dilakukan melalui sistem akreditasi pendidikan tinggi yang dilaksanakan oleh lembaga eksternal. Detail pembahasan terkait intervensi program-program proyek HPEQ dalam usaha peningkatan mutu pendidikan tenaga kesehatan serta kemajuan program hingga saat ini akan dijelaskan melalui tabel dan penjelasan berikut. No Komponen Sebelum Proyek HPEQ Intervensi HPEQ (in progress) Pihak Terkait SPM Internal 1 Naskah Akademik Sistem Pendidikan (Ayu) Keempat profesi belum memiliki naskah akademik sistem pendidikan Pembahasan naskah akademik keempat profesi telah mencapai tahap final. Naskah akademik untuk profesi dokter dan dokter gigi untuk RUU Pendidikan Dokter difinalisasi oleh KKI, sedangkan naskah akademik sistem pendidikan dokter dan dokter gigi masih dalam proses penyempurnaan (kolaborasi AIPKI, IDI, dan KKI untuk profesi dokter, dan kolaborasi AFDOKGI, PDGI, dan KKI untuk profesi dokter gigi). Naskah akademik sistem pendidikan profesi ners dan bidan juga telah sampai tahap final Pembuatan naskah akademik sistem pendidikan profesi kesehatan melibatkan berbagai pihak antara lain asosisasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), serta Konsil Kedokteran Indonesia (khusus untuk profesi dokter dan dokter gigi). Legalisasi naskah akademik sistem pendidikan masingmasing profesi dilakukan oleh pihak yang berbeda: dokter dan dokter gigi oleh KKI,

namun baru dipublikasikan dalam lingkup profesi. Naskah akademik sistem pendidikan ditargetkan selesai pada tahun 2011. sedangkan ners dan bidan dilakukan oleh Kemdiknas. 2 Standar Kompetensi (Syeida) Keempat profesi telah memiliki standar kompetensi. Standar kompetensi dokter dan dokter gigi disahkan oleh KKI pada tahun 2006. Standar kompetensi ners terdapat dalam Standar Profesi Perawat yang dibuat oleh PPNI pada tahun 2010. Standar kompetensi bidan terdapat pada Kepmenkes 369 Tahun 2007. Pada profesi ners dan bidan, telah dilakukan benchmarking, TA, dan consensus building dalam rangka persiapan penyempurnaan standar kompetensi. Saat ini, standar kompetensi masing-masing profesi masih dalam proses revisi dan penyempurnaan dengan menggunakan metode survey dan atau FGD. Revisi dan penyempurnaan standar kompetensi keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 terutama bagi profesi ners dan bidan yang harus melakukan uji kompetensi pada bulan September 2011 dan berkaitan dengan penyusunan blue print uji kompetensi. Revisi dan penyempurnaan standar kompetensi keempat profesi melibatkan asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Legalisasi standar kompetensi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan pihak yang berwenang untuk melakukan legalisasi standar kompetensi ners dan bidan masih dalam pembicaraan.

3 Standar Pendidikan (Ningrum) 4 Kurikulum dan assessment (Hilda) Profesi dokter dan dokter gigi telah memiliki standar pendidikan yang disahkan oleh KKI pada tahun 2006. Sedangkan profesi ners dan bidan belum memiliki standar pendidikan. Awal pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi pada setiap profesi berbeda-beda. Profesi dokter dimulai pada tahun 2005, profesi dokter gigi pada tahun 2003, sedangkan profesi ners sejak tahun 2007. Untuk Pada profesi ners dan bidan, telah dilakukan benchmarking, TA, dan consensus building dalam rangka persiapan penyempurnaan standar pendidikan. Saat ini, standar pendidikan masing-masing profesi masih dalam proses revisi dan penyempurnaan dengan menggunakan metode survey dan atau FGD. Revisi dan penyempurnaan standar pendidikan keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 sehubungan dengan kesepakatan terkait sistem akreditasi yang mengharuskan semua institusi pendidikan kesehatan diakreditasi oleh Kemdiknas hingga bulan Mei 2012 karena standar pendidikan ini akan digunakan sebagai instrumen akreditasi. Evaluasi implementasi KBK telah dilaksanakan pada profesi dokter, dokter gigi dan ners melalui survey preliminary tahun 2010. Sedangkan kurikulum pendidikan bidan diarahkan pada KBK yang juga Revisi dan penyempurnaan standar pendidikan keempat profesi melibatkan asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Legalisasi standar pendidikan dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan legaliasi standar pendidikan profesi ners dan bidan dilakukan oleh Kemdiknas. Pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan KBK adalah asosiasi institusi pendidikan masingmasing profesi (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI dan AIPKIND) serta Kemdiknas

5 Sarana dan prasarana (Dita) kurikulum pendidikan bidan yang berjalan selama ini walaupun belum menerapkan KBK, namun sudah mengacu pada standar kompetensi bidan yang terangkum dalam Kepmenkes RI No.900 tahun 2002 tentang Registrasi dan Standar Praktik Bidan dan Kepmenkes RI no. 369 tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan. Peraturan mengenai rumah sakit pendidikan pada profesi dokter sudah diatur pada UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan diuraikan lebih lanjut pada Kepmenkes No. 1069/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman klasifikasi dan standar rumah sakit pendidikan. Sedangkan profesi dokter gigi, ners dan bidan belum memiliki peraturan terkait sarana dan prasarana praktik. 6 Dosen (Indra) Rasio ideal dosen berbanding mahasiswa pada profesi dokter berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Dokter (KKI, 2006) adalah 1:10 untuk tahap sarjana dan 1:5 untuk tahap profesi. mengacu pada global standards dari WHO Saat ini,hpeq memfasilitasi penyusunan standar RSP dan naskah akademik RSP untuk profesi dokter, serta penyusunan naskah akademik RSGMP untuk profesi dokter gigi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana praktik profesi ners dan bidan masih dalam perencanaan untuk diintegrasikan pada RSP. Standar RSP dan naskah akademik RSP dan RSGMP ditargetkan selesai dan disahkan pada tahun 2011. Peraturan mengenai rasio ideal dosen berbanding mahasiswa pada profesi dokter gigi dan ners terdapat dalam standar pendidikan yang saat ini sedang disempurnakan. Rasio ideal Pihak yang terkait dalam penyusunan standar dan naskah akademik RSP dan RSGMP antara lain ARSPI, RSGMPI, asosiasi institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi, KKI, Kemenkes, dan Kemdiknas. Pihak yang terkait dalam penambahan jumlah dan peninkatan mutu dosen adalah asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi serta Kemdiknas.

Untuk profesi bidan, masih belum ada peraturan yang mengatur rasio ideal dosen berbanding mahasiswa sehingga yang standar yang digunakan bervariasi yaitu minimal 1:7 berdasarkan Permenkes RI No. 1192 tahun 2004 dan 1:20 berdasarkan Kepmendiknas No.234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi. Profesi dokter gigi dan ners masih belum mengatur rasio ideal dosen berbanding mahasiswa sehingga perbandingannya mengikuti Kepmendiknas No.234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi dimana untuk setiap prodi pada program diploma dan S1 yaitu 1:20 untuk kelompok bidang IPA. Masalah kualitas juga masih dipertanyakan karena banyaknya dosen yang berpendidikan setara atau bahkan lebih rendah mengajar di tingkat pendidikan yang lebih tinggi (sesuai UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen) dosen berbanding mahasiswa pada profesi dokter gigi adalah 1:10 untuk tahap sarjana dan 1:5 untuk tahap profesi. Sedangkan untuk profesi ners adalah 1:20 untuk tahap akademik dan 1:10 untuk tahap praktik. Pada profesi dokter dan dokter gigi, salah satu upaya penambahan jumlah dosen adalah melalui dikeluarkannya Permenpan PER/17/M.PAN/9/2008 tentang Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis dan Angkat Kreditnya serta RUU Pendidikan Dokter untuk pengembangan dosen klinik. Selain itu diadakan juga beasiswa pendidikan spesialis. Untuk profesi bidan dan ners, dalam rangka memenuhi jumlah dosen, Kemdiknas dalam hal ini Ditjen Dikti memberikan mandat kepada sembilan universitas untuk mengembangkan S2 keperawatan dan dua universitas untuk mengembangkan S2 kebidanan Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas dosen

diformulasikan dalam naskah akademik sistem pendidikan 7 Penguatan organisasi profesi dengan stakeholder (Ismi) 8 Aliansi strategis (Freddy) 9 Pembiayaan Pendidikan SPM Eksternal Belum ada koordinasi kegiatan antar masing-masing organisasi profesi dan dengan stakeholder Terdapat overlapping kebijakan terkait pendidikan kesehatan (lintas kementerian dan profesi) Pembiayaan pendidikan kesehatan masih bervariasi dan belum ada ketentuan yang mengatur Terfasilitasi oleh HPEQ melalui program capacity building profesi sehingga ke depannya diharapkan koordinasi lintas organisasi profesi (interprofessional collaboration) dan stakeholders dapat mandiri demi tercapainya mekanismemekanisme penjaminan mutu. HPEQ memfasilitasi pelaksanaan strategic meeting lintas kementerian dan stakeholders dalam melakukan sinkronisasi regulasi sistem pendidikan khususnya pengaturan kebijakan terkait sistem akreditasi dan sistem uji kompetensi. Ketentuan mengenai pembiayaan pendidikan dokter dan dokter gigi diatur dalam RUU Pendidikan Dokter (Pasal 35 ayat 2, Pasal 48A, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 53). Peraturan mengenai pembiayaan diupayakan muncul dalam standar pendidikan keempat profesi agar transparansi dan akuntabilitas dapat tercapai. Stakeholders yang terlibat adalah Kemdiknas, Kemkes, organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, IBI), asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, AIPKIND), KKI, BAN PT dan ARSPI. Stakeholders yang terlibat dalam aliansi strategis adalah Kemdiknas, Kemkes, Kemkeu, Bappenas, organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, IBI), asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, AIPKIND), KKI, BAN PT dan ARSPI. Pembiayaan pendidikan profesi kesehatan melibatkan asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Kemkes, Kemdiknas, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

1 Sistem Akreditasi Pelaksanaan akreditasi untuk program studi pendidikan dokter dan dokter gigi masih dilakukan oleh BAN-PT, namun hanya untuk jenjang pendidikan akademik. Sedangkan untuk prodi perawat dan bidan dilakukan oleh BAN-PT dan Kemkes. Persiapan pembentukan LAM yang telah dilakukan oleh masing-masing profesi adalah benchmarking, TA, dan consensus building. Akreditasi institusi pada semua profesi akan diarahkan ke satu lembaga akreditasi independen (LAM) Akreditasi akan dilakukan di setiap jenjang pendidikan Rencana untuk alih bina akreditasi oleh LAM pada institusi yang sebelumnya dibina oleh Kemkes yang dituangkan dalam SKB Alih Bina Profesi Saat ini sedang dilakukan penyempurnaan instrument akreditasi (untuk sistem pendidikan akademik dan profesi) Akreditasi semua institusi pendidikan kesehatan oleh Kemdiknas ditargetkan selesai pada Mei 2012. Pelaksanaan akreditasi institusi pendidikan kesehatan melibatkan LAM, BAN-PT, asosiasi institusi pendidikan, organisasi profesi, Kemkes, Kemdiknas. Sasaran akreditasi adalah institusi pendidikan yang belum terakreditasi BAN PT, baik yang belum pernah terakreditasi maupun institusi yang terakreditasi dari Kemkes.

A. Sistem Penjaminan Mutu Internal 1. Naskah Akademik Sistem Pendidikan Naskah akademik pendidikan merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dimana Naskah Akademik pendidikan digunakan sebagai referensi dan kerangka pikir dalam merancang sistem pendidikan suatu profesi di Indonesia yang sesuai dengan tuntuan masyarakat dan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Selama ini pendidikan tinggi kesehatan tumbuh dalam dinamika perkembangan yang tidak tersistem tanpa adanya naskah akademik sistem pendidikan. Dengan adanya naskah akademik sistem pendidikan diharapkan kedepannya institusi pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia dapat menjabarkan dan menerapkan kurikulum dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan kesehatan. Profesi ners dan bidan sebelum intervensi HPEQ belum memiliki naskah akademik dan peraturan terkait sistem pendidikan masih mengacu pada peraturan perundangan yang terkait dengan sistem pendidikan secara umum. Hal ini menyebabkan kejelasan mengenai keseluruhan pengembangan profesi kesehatan menjadi kurang terarah dan sangat tertinggal dengan profesi kesehatan di negara-negara maju lainnya. Sedikit berbeda dengan profesi ners dan bidan, sistem pendidikan profesi dokter dan dokter gigi selama ini diatur pada tingkat konsil yaitu melalui Standar Pendidikan Dokter dan Standar Pendidikan Dokter Gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006, tanpa adanya naskah akademik sistem pendidikan. Beberapa pendekatan dan metode yang dilakukan dalam proses penyusunan naskah akademik sistem pendidikan pada keempat profesi antara lain adalah: a. Diskusi antara pakar profesi dalam beberapa workshop yang diikuti oleh stakeholder pendidikan kesehatan antara lain: institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi kesehatan, asosiasi institusi pendidikan, kolegium terkait, RS pendidikan, Kementrian Kesehatan. b. Telaah pustaka kebijakan pendidikan nasional dan internasional, kebijakan organisasi profesi internasional, standar pendidikan dan kompetensi profesi internasional. c. Benchmarking dengan negara-negara yang telah lebih maju dalam sistem pendidikan kesehatan d. Survey di tingkat nasional tentang pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kemajuan penyusunan naskah akademik sistem pendidikan pada masing-masing profesi hingga saat ini sudah mencapai tahap final. Naskah akademik untuk profesi dokter dan dokter gigi untuk kepentingan RUU Pendidikan Dokter difinalisasi oleh KKI, sedangkan naskah akademik sistem pendidikan dokter dan dokter gigi masih dalam proses penyempurnaan (kolaborasi AIPKI, IDI, dan KKI untuk profesi dokter, dan kolaborasi AFDOKGI, PDGI, dan KKI). Sedangkan untuk profesi bidan dan ners, penyusunan naskah akademik sistem pendidikan

telah mencapai tahap final dalam lingkup profesi namun belum dipublikasikan ke stakeholder dan pihak terkait. Penyusunan naskah akademik sistem pendidikan profesi kesehatan melibatkan berbagai pihak antara lain asosisasi institusi pendidikan (AIPK I, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (khusus untuk profesi dokter dan dokter gigi). Legalisasi naskah akademik sistem pendidikan masing-masing profesi dilakukan oleh pihak yang berbeda: dokter dan dokter gigi oleh KKI, sedangkan ners dan bidan dilakukan oleh Kemdiknas Dengan finalisasi Naskah Akademik Sistem Pendidikan ini diharapkan kedepannya naskah yang telah ada dapat digunakan oleh institusi pendidikan kesehatan dalam memahami dan mematuhi pedoman penyelenggaraan pendidikan tinggi profesi kesehatan, sebagai tolak ukur pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi kesehatan, dalam upaya memberikan gambaran kepada berbagai pihak tentang sistem pendidikan profesi kesehatan, kredensial, jenjang, kompetensi serta sistem akreditasi pendidikan profesi kesehatan. 2. Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah kriteria yang merefleksikan kompetensi yang diharapkan dimiliki individu yang akan bekerja di bidang pelayanan tertentu, dalam hal ini khususnya pelayanan kesehatan. Sasaran dari penyusunan standar kompetensi tidak hanya institusi pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan namun juga dunia usaha/ industri kesehatan, pengguna, dan juga institusi penyelenggara pengujian dan sertifikasi tenaga kesehatan sebagai acuan dalam mengatur kewenangan praktik kesehatan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Profesi dokter dan dokter gigi selama ini telah memiliki standar kompetensi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006. Standar kompetensi profesi dokter terdiri dari: area, komponen, dan penjabaran kompetensi, serta lampiran yang terdiri dari: daftar masalah, penyakit, dan ketrampilan klinis. Sedangkan standar kompetensi dokter gigi disusun berdasarkan kompetensi utama dan penunjang dalam enam domain, serta standar materi klinik. Profesi keperawatan juga telah memiliki standar kompetensi sendiri yang terdapat dalam Standar Profesi Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi PPNI pada tahun 2010. Di dalamnya terdapat daftar unit dan kodifikasi kompetensi perawat Indonesia serta matriks kategori tenaga keperawatan dan kompetensinya. Profesi bidan, sedikit berbeda dengan tiga profesi lainnya, memiliki standar kompetensi bidan yang tidak dibuat oleh organisasi profesi melainkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan yaitu Kepmenkes No 369 Tahun 2007. Saat ini, standar kompetensi masing-masing profesi masih dalam proses revisi dan penyempurnaan dengan menggunakan metode survey dan atau FGD. Untuk profesi dokter dan dokter gigi, standar kompetensi yang sudah berjalan selama lima tahun ini akan dievaluasi, review dan bila perlu direvisi, agar tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang

dikaitkan dengan Sistem Kesehatan Nasional. Pada profesi perawat dan ners, benchmarking, TA, dan consensus building telah dilakukan dengan difasilitasi oleh HPEQ dalam rangka persiapan penyempurnaan standar kompetensi. Dalam prosesnya, asosiasi institusi pendidikan profesi kesehatan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND) berkoordinasi dengan organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mendapatkan masukan revisi dan juga penyempurnaan dari standar kompetensi masing-masing profesi. Beberapa metode yang dilakukan untuk masukan revisi dan penyempurnaan standar kompetensi di keempat profesi antara lain: a. Survey (preliminary dan main survey) b. Panel expert, focus group discussion (FGD) c. Penelitian d. Data sekunder Revisi dan penyempurnaan standar kompetensi keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 terutama bagi profesi ners dan bidan yang harus melakukan uji kompetensi pada bulan September 2011 dan berkaitan dengan penyusunan blue print uji kompetensi profesi. Untuk selanjutnya, legalisasi standar kompetensi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan pihak yang berwenang untuk melakukan legalisasi standar kompetensi ners dan bidan masih dalam pembicaraan. 3. Standar Pendidikan Standar pendidikan adalah sebuah perangkat penyetara mutu pendidikan sebuah profesi yang dibuat dan disepakati bersama oleh stakeholder pendidikan dan merupakan perangkat untuk menjamin tercapainya kompetensi sesuai dengan tujuan pendidikan profesi. Manfaat dari standar pendidikan adalah dapat digunakan untuk evaluasi diri bagi institusi penyelenggara pendidikan, sebagai acuan bagi pelaksanaan evaluasi eksternal, sebagai acuan akreditasi, dan untuk pengembangan materi uji kompetensi. Landasan hukum yang mendasari penyusunan standar pendidikan adalah UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan standar pendidikan mengacu kepada delapan butir standar yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berkala. Profesi dokter dan dokter gigi telah memiliki standar pendidikan profesi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006. Bersamaan dengan standar kompetensi, penerapan standar pendidikan yang sudah berjalan selama lima tahun ini perlu dievaluasi, direview, dan bila perlu direvisi agar tetap sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Proses ini dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi dengan difasilitasi oleh HPEQ dalam bentuk survey, penelitian dan diskusi dengan pakar,

serta pihak terkait agar mendapat masukan bagi revisi standar pendidikan kedua profesi. Hingga saat ini evaluasi dan revisi standar pendidikan kedua profesi ini masih dalam pengerjaan dan diharapkan akan selesai pada tahun 2011. Berbeda dengan dokter dan dokter gigi, sebelum implementasi dari proyek HPEQ profesi perawat dan bidan masih belum memiliki standar pendidikan. Dalam upaya penyusunan dan penyempurnaan standar pendidikan profesi ners dan bidan telah dilakukan benchmarking, TA, dan consensus building. Sampai saat ini, standar pendidikan masing-masing profesi masih dalam proses revisi dan penyempurnaan dengan menggunakan metode survey dan atau FGD. Proses revisi dan penyempurnaan standar pendidikan keempat profesi melibatkan asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Revisi dan penyempurnaan standar pendidikan keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 sehubungan dengan kesepakatan terkait sistem akreditasi yang mengharuskan semua institusi pendidikan kesehatan diakreditasi oleh Kemdiknas hingga bulan Mei 2012 karena standar pendidikan ini akan digunakan sebagai instrument akreditasi. Proses legalisasi standar pendidikan dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan legaliasi standar pendidikan profesi ners dan bidan dilakukan oleh Kemdiknas. 4. Kurikulum dan Assessment Kepmendiknas No.232/U/2000 mendefinisikan kurikulum pendidikan tinggi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. Perubahan konsep dari Kurikulum Nasional tahun 1994, yang didasari Keputusan Mendikbud No. 56/U/1994, ke Kurikulum Inti dan Institusional tahun 2000, yang didasari pada Kepmendiknas no 232/U/2000 dan no 045/U/2002 mengacu pada adanya masalah-masalah global atau eksternal dalam sistem pendidikan dan juga pada perubahan status otonom beberapa perguruan tinggi yang mengizinkan pendidikan tinggi untuk menentukan dan mengembangkan kurikulumnya sendiri (Buku Panduan KBK, 2008). Perubahan ini menuntut setiap institusi untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya dapat memahami ilmu namun dapat menguasai kompetensi sesuai dengan tingkat pendidikannya. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa KBK memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, termasuk CTL (Contextual Teacing and Learning), (4) sumber belajar bu kan hanya guru, melainkan juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Kurikulum pendidikan dokter sesuai dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter (KKI, 2006) dilakukan dengan model KBK dengan pendekatan terintegrasi baik vertikal maupun horizontal. Kurikulum KBK ini mulai diterapkan sejak tahun 2005 di beberapa institusi pendidikan dokter dan terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya. Kurikulum pendidikan dokter gigi pun menggunakan metode KBK dan mulai diterapkan pada tahun 2003. Setelah jangka waktu lebih dari lima tahun, proyek HPEQ saat ini memfasilitasi evaluasi implementasi KBK di institusi pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi melalui survey untuk mendapatkan gambaran penerapan KBK pada masing-masing institusi. Hasilnya dari survey di profesi dokter adalah kesemua institusi yang disurvey (total 16 IPD) telah mengimplementasikan KBK dengan model kurikulum sebagian besar menggunakan Modul (Blok), sedangkan sisanya menggunakan model hybrid. Hasil preliminary survey profesi dokter gigi juga menunjukan bahwa kesemua institusi yang disurvey (12 institusi) telah menerapkan KBK dalam pendidikannya. Implementasi KBK pada sistem pendidikan keperawatan telah dilakukan sejak tahun 2007, namun pada pelaksanaannya, belum semua institusi pendidikan keperawatan menggunakan KBK sebagai kurikulum utama dalam sistem pendidikannya. Hingga tahun 2011, pelaksanaan KBK tetap berjalan dan proses monitoring dan evaluasi masih tetap dilakukan agar setiap kendala yang muncul pada proses KBK dapat diminimalisir dan diatasi. Untuk kurikulum pendidikan bidan yang berjalan selama ini walaupun belum menerapkan KBK, namun mengacu pasa standar kompetensi bidan yang terangkum dalam Kepmenkes RI No. 900 Tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan saat ini telah direvisi menjadi Kepmenkes RI No. 1464/MENKES/PER/10/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Seiring tersusunnya naskah akademik pendidikan bidan yang terselenggara atas peluang yang diberikan oleh HPEQ Project, maka kurikulum pendidikan bidan diarahkan pada KBK yang juga mengacu kepada global standards dari WHO. Selain menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum kebidanan juga mengacu pada model kurikulum spiral. Model ini sesuai dengan harapan pencapaian kompetensi bidan yang memerlukan pengulangan topic pembelajaran serta kompetensi baru selalu dihubungkan dengan kompetensi terdahulu sehingga kompetensi peserta didik akan semakin meningkat. Pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan KBK adalah asosiasi institusi pendidikan masing-masing profesi (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI dan AIPKIND). 5. Sarana dan Prasarana Pendidikan profesi kesehatan tidak dapat berlangsung tanpa adanya kerjasama dengan pihak RS sebagai lapangan praktik pada tahap praktik klinis. Selama ini peraturan mengenai RS Pendidikan diatur berdasarkan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang diuraikan lebih lanjut pada Kepmenkes No 1069/MENKES/SK/XI/2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan.

Selain itu, untuk profesi dokter, berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Dokter (KKI, 2006), rumah sakit yang digunakan untuk pendidikan harus terakreditasi sebagai rumah sakit pendidikan untuk menjamin tercapainya standar kompetensi dokter. Sedangkan sarana pelayanan kesehatan lainnya harus tersedia secara memadai dan institusi pendidikan kedokteran berkewajiban menetapkan persyaratan sarana pelayanan kesehatan tersebut. Saat ini proyek HPEQ memfasilitasi penyusunan standar RS pendidikan serta naskah akademik RS Pendidikan untuk profesi dokter, serta penyusunan naskah akademik RS Gigi dan Mulut Pendidikan untuk profesi dokter gigi. Diharapkan kedepannya RSP dan RSGMP tidak hanya sebagai sarana dan prasarana untuk tempat pembelajaran melainkan juga untuk meningkatkan kualitas dan penjaminan mutu wahana pendidikan kesehatan. Berbeda dengan kedokteran dan kedokteran gigi, profesi perawat dan bidan masih belum memiliki peraturan spesifik terkait sarana dan prasarana praktik namun diintegrasikan pada rancangan RPP RSP. Pihak yang terkait dalam penyusunan standar dan naskah akademik RSP dan RSGMP antara lain ARSPI, ARSGMPI, asosiasi institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi, KKI, Kemenkes, dan Kemdiknas. 6. Dosen Dosen atau pengajar merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Menurut Kepmendiknas No 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, untuk setiap program studi pada program Diploma dan S1 rasio ideal dosen berbanding mahasiswa untuk kelompok bidang ilmu pengetahuan alam adalah 1:20. Pada standar pendidikan profesi dokter (KKI, 2006), rasio ideal dosen berbanding mahasiswa adalah 1:10 untuk tahap sarjana, dan 1:5 untuk tahap profesi. Sayangnya berdasarkan data EPSBED pada tahun ajaran 2008/2009 di pendidikan dokter, rasio dosen:mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia bervariasi mulai dari 1:7 hingga 1:18 untuk jenjang S1, dan 1:27 hingga 1:66 untuk pendidikan profesi. Sebelum adanya implementasi HPEQ, rasio ideal dosen dan mahasiswa pada pendidikan dokter gigi dan keperawatan masih mengikuti Kepmendiknas No.234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi dimana untuk setiap prodi pada program diploma dan S1 yaitu 1:20 untuk kelompok bidang IPA. Sedangkan pada profesi bidan, rasio ideal dosen berbanding mahasiswa masih belum mengatur rasio ideal dosen berbanding mahasiswa sehingga yang standar yang digunakan bervariasi yaitu minimal 1:7 berdasarkan Permenkes RI No. 1192 tahun 2004 dan 1:20 berdasarkan Kepmendiknas No.234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi. Pada sistem pendidikan profesi dokter dan ners yang sedang disempurnakan melalui HPEQ terdapat rasio ideal dosen berbanding mahasiswa yaitu pada profesi dokter gigi adalah 1:10 untuk tahap sarjana dan 1:5 untuk tahap profesi. Sedangkan untuk profesi ners adalah 1:20 untuk tahap akademik dan 1:10 untuk tahap praktik.

Berdasarkan data yang ada pada institusi pendidikan melalui survey yang dilakukan maupun data numerik masing-masing profesi terdapat gambaran kesenjangan antara rasio dosen berbanding mahasiswa yang ada pada setiap institusi dengan peraturan yang berlaku. Selain masalah kuantitas, kualitas dosen di pendidikan tenaga kesehatan juga masih dipertanyakan. Hal ini disebabkan masih banyaknya dosen yang pendidikannya setara atau bahkan lebih rendah mengajar di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian, upaya penambahan jumlah dosen melalui fasiltasi yang telah dilakukan oleh proyek HPEQ khususnya pada profesi dokter dan dokter gigi, dikeluarkannya Permenpan dokter pendidik klinik Nomor PER/17/M.PAN/9/2008 dan saat ini dengan RUU DikDok untuk pengembangan dosen klinik, selain itu telah ada beasiswa untuk pendidikan spesialis. Sedangkan untuk profesi ners dan bidan memberikan mandat kepada 9 universitas untuk mengembangkan magister keperawatan dan 2 universitas untuk membuat S2 kebidanan. Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas dosen diformulasikan dalam naskah akademik sistem pendidikan. Pihak yang terkait dalam penambahan jumlah dan peninkatan mutu dosen adalah asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi, Kemenkes, Kemenpan, serta Kemdiknas. 7. Penguatan organisasi profesi dengan stakeholder Sebelum adanya proyek HPEQ, koordinasi kegiatan antara masing-masing organisasi profesi dan dengan stakeholder masih belum dilakukan. HPEQ memfasilitasi penguatan organiasasi profesi dengan stakeholder program capacity building profesi sehingga ke depannya diharapkan koordinasi lintas organisasi profesi ( interprofessional collaboration) dan stakeholders dapat mandiri demi tercapainya mekanisme-mekanisme penjaminan mutu. Stakeholders yang terlibat adalah Kemdiknas, Kemkes, organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, IBI), asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, AIPKIND), KKI, BAN PT dan ARSPI. 8. Aliansi strategis Sistem pendidikan kesehatan merupakan sebuah sistem terintegrasi yang tidak terlepas dari peran lintas kementerian dan profesi yang terkait. Bila sebelumnya koordinasi lintas kementrian dan profesi hanya sebatas pada kemungkinan kerja sama, saat ini melalui proyek HPEQ telah tercipta aliansi strategis antara Kemdiknas dan Kemkes dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan kualitas pendidikan tinggi kesehatan. Selain Kemkes, aliansi strategis telah dilakukan oleh proyek HPEQ dengan melibatkan stakeholders yang terbentuk dalam Steering Committee (SC) dan Technical Committee (TC). SC proyek HPEQ terdiri dari pejabat eselon 1 Kemdiknas, Kemkes, Kemkeu dan Bappenas. Di sisi lain, TC proyek HPEQ terdiri dari organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, IDI, AIPNI, PPNI, APKIND, IBI, AFDOKGI, PDGI); pejabat eselon 2 Kemdiknas, Kemkes, Kemkeu dan Bappenas ; KKI (KKG dan KK) ; BAN PT ; ARSPI. Semua stakeholders dilibatkan dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan nasional, terutama yang terkait dengan sistem akreditasi dan sistem uji kompetensi. HPEQ juga memfasilitasi pelaksanaan strategic meeting lintas kementerian dan stakeholders dalam melakukan sinkronisasi regulasi sistem pendidikan khususnya pengaturan kebijakan terkait sistem akreditasi dan sistem uji kompetensi.

9. Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan tenaga kesehatan masih bervariasi dan diatur oleh masing-masing institusi penyelenggara pendidikan tanpa ada peraturan yang jelas. Melalui proyek HPEQ, mulai dilakukan pembenahan pengaturan mengenai pembiayaan pendidikan yang tercantum dalam naskah standar pendidikan. Dalam naskah tersebut tercantum bahwa biaya penyelenggaraan pendidikan terdiri dari biaya operasional dan biaya investasi atau pengembangan yang dihimpun berasal dari berbagai sumber. Poin yang disebutkan dalam naskah standar pendidikan adalah: a. Semua biaya terdokumentasi dengan baik b. Terdapat anggaran pendapatan dan pengggunaan yang realistis yang didistribusi dalam rencana 5 tahunan dan rencana tahunan c. Rencana alokasi anggaran terdistribusi untuk kegiatan tridharma pendidikan secara proporsional d. Terdapat rencana induk pengembangan sesuai dengan analisa kebutuhan dan prioritas Untuk profesi dokter dan dokter gigi, peraturan mengenai pembiayaan pendidikan sudah lebih spesifik tertulis RUU Pendidikan Dokter (Pasal 35 ayat 2, pasal 48A, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 53. Peraturan mengenai pembiayaan diupayakan muncul dalam stadar pendidikan keempat profesi agar transparansi dan akuntabilitas dapat tercapai. B. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (Akreditasi) Saat ini, sistem akreditasi pendidikan tinggi tenaga kesehatan dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN P T) untuk program studi akademik, dengan menggunakan sistem rangking yang memberikan penilaian terhadap kelayakan sebuah program atau satuan pendidikan dengan pelevelan, yaitu terakreditasi dengan nilai A, B dan C. Masing-masing rangking ini memiliki jangkauan nilai yang berbeda-beda. Pelaksanaan akreditasi selama ini untuk program studi pendidikan dokter dan dokter gigi masih dilakukan oleh BAN PT, namun hanya untuk jenjang pendidikan akademik. Sedangkan untuk instistusi pendidikan perawat dan bidan terjadi dualisme karena akreditasi dilakukan oleh BAN-PT dan Kemkes. Komponen 1 proyek HPEQ yang bertujuan untuk memperkuat kebijakan dan prosedur untuk akreditasi institusi pendidikan tinggi tenaga kesehatan memiliki tugas untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan sistem akreditasi yang valid, transparan, kredibel dan dapat bersaing secara internasional untuk pendidikan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan. Sesuai kesepakatan Steering Committee proyek HPEQ, akan dibentuk Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dalam upaya perbaikan sistem akreditasi dengan cara metode satu pintu yaitu dengan mengalihkan akreditasi institusi pada LAM dan akreditasi ini dilakukan pada setiap jenjang pendidikan, akreditasi semua institusi pendidikan kesehatan oleh Kemdiknas ditagetkan selesai pada bulan Mei tahun 2012. Demi tercapainya target tersebut dimulai dengan persiapan pembentukan LAM yang telah dilakukan oleh masing-masing profesi adalah benchmarking, TA dan consensus building. Selain itu, proses yang tengah berjalan adalah penyempurnaan instrumen akreditasi untuk sistem pendidikan akademik dan profesi.

2. Sistem Uji Kompetensi dan Sertifikasi No. Komponen Sebelum HPEQ HPEQ (in progress) Pihak yang Terlibat 1. Kesepakatan dengan user tentang credentialing system Sistem credentialing untuk semua profesi diatur dalam Kepmen 178-U-2001 tentang Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi dan PP No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Sistem credentialing untuk semua profesi diatur dalam naskah akademik sistem pendidikan tiap profesi. Naskah akademik bidan dan ners sudah final, sedangkan dokter dan dokter gigi dalam tahap penyempurnaan. Target finalisasi dan legalisasi naskah akademik semua profesi adalah tahun 2011 - Kemdiknas - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND 2. Roadmap credentialing systemsertifikasi-sip Semua profesi sudah memiliki roadmap credentialing. Roadmap credentialing profesi dokter dan dokter gigi sudah diatur dalam UUPK tahun 2004. Sedangkan untuk profesi bidan sudah diatur dalam Kepmenkes No. 1464 tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Begitu juga dengan profesi ners, roadmap credentialing sudah diatur dalam dalam SK Menkes 1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Roadmap untuk semua profesi diatur dalam naskah akademik sistem pendidikan masing-masing. Selain itu, proses sertifikasi untuk semua profesi juga akan diatur dalam RUU Nakes dimana sertifikat kompetensi akan dikeluarkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Sementara ini proses sertifikasi masih diatur oleh MTKI sesuai Permenkes no. 161 tahun 2010. Proses registrasi untuk sertifikasi pada semua profesi nantinya akan diarahkan pada sistem registrasi online. - Kemdiknas - Kemkes - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND

3. Meletakkan uji kompetensi sebagai exit exam Terdapat variasi dalam penempatan uji kompetensi sebagai exit exam pada tiap profesi. Profesi dokter dan dokter gigi sudah meletakkan uji kompetensi sebagai exit exam. Sedangkan profesi bidan dan ners belum meletakkan uji kompetensi sebagai exit exam. Uji kompetensi sebagai exit exam akan dilakukan pada semua profesi (terintegrasi dalam kurikulum). Uji kompetensi akan dilaksanakan oleh KBUKDI untuk profesi dokter dan KDGI untuk profesi dokter gigi. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners akan dilaksanakan oleh MTKI melalui MTKP. Uji kompetensi untuk semua profesi akan melibatkan LPUK sebagai lembaga yang mengembangkan sistem uji kompetensi. Uji kompetensi pada profesi dokter sudah dilaksanakan dengan metode CBT. Metode ini akan dikembangkan oleh LPUK untuk digunakan pada semua profesi. - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND - KBUKDI - KDGI - LPUK - MTKI/MTKP Target pelaksanaan CBT untuk profesi dokter dan dokter gigi adalah 2011. Sedangkan untuk profesi ners dan bidan adalah 2013. 4. Lembaga-lembaga penyelenggara uji kompetensi/sertifikasi yang direkognisi Penyelenggara uji kompetensi sebelum proyek HPEQ adalah sebagai berikut: - Profesi dokter oleh KBUKDI - Profesi dokter gigi oleh KDGI - Profesi bidan oleh IBI dan Kemkes - Profesi ners oleh PPNI (KNUKP) untuk perawat lulusan D3 (vokasional) dan Ners (profesional) Proyek HPEQ membentuk LPUK untuk memfasilitasi pengembangan sistem uji kompetensi untuk semua profesi. Untuk pelaksanaan teknis uji kompetensi, profesi dokter dan dokter gigi tetap dilaksanakan oleh KBUKDI dan KDGI. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners akan diarahkan untuk terpusat pada MTKI (sesuai dengan Permenkes No. 161 tahun 2010). Akan dibentuk kesepakatan mengenai uji - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND - KBUKDI - KDGI

kompetensi antara setiap lembaga yang terlibat melalui SKB. - LPUK - MTKI/MTKP Target pembentukan draft SKB antara MTKI dan LPUK adalah Juni 2011. 5. Blue print uji kompetensi Belum semua profesi memiliki blueprint uji kompetensi. Profesi dokter telah memiliki blueprint uji kompetensi berskala nasional tetapi belum disesuaikan dengan perkembangan standar kompetensi terbaru. Profesi dokter gigi sudah memiliki blueprint uji kompetensi namun masih bersifat institusional. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners belum ada blueprint uji kompetensi. Blueprint untuk uji kompetensi pada semua profesi sudah final. Untuk profesi dokter dan dokter gigi, blueprint sudah digunakan dalam uji kompetensi. Blue print ini digunakan untuk pengembangan soal uji kompetensi. Target uji kompetensi bidan dan ners adalah September 2011 - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND - KBUKDI - KDGI - LPUK - MTKI/MTKP 6. Pembiayaan Uji Kompetensi Pembiayaan uji kompetensi pada KBUKDI awalnya diberikan dana hibah oleh stakeholders yaitu Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia dan AIPKI. Selanjutnya pengelolaan KBUKDI dan UKDGI sepenuhnya diperoleh dari biaya pendaftaran peserta baik untuk try out maupun UKDI/UKDGI. Seperti halnya dokter dan dokter gigi, pembiayaan uji kompetensi bidan dan ners berasal dari pendaftaran peserta dan bersifat Pembiayaan uji kompetensi untuk profesi dokter dan dokter gigi masih sepenuhnya dibebankan kepada peserta. Untuk profesi ners dan bidan, pembiayaan MTKI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sedangkan pembiayaan MTKP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, dan/atau peran serta - Kemkes - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND - KBUKDI

institusional. masyarakat dalam pelaksanaan uji kompetensi (Permenkes No. 161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan) Pembiayaan LPUK pada tahap awal berasal dari proyek HPEQ dan direncanakan pada tahun 2015 berasal dari upaya lembaga sendiri - KDGI - LPUK - MTKI/MTKP 7. Accountability & Transparency Dalam hal akuntabilitas, belum semua profesi menerapkan metode uji kompetensi dengan standar nasional. Untuk dokter gigi, soal-soal UKDI sudah terstandar secara nasional dan UKDGI masih berbasis institusional. Sedangkan metode uji kompetensi pada bidan dan ners masih terlokalisasi berdasarkan daerah. Dalam hal transparansi, hanya profesi dokter yang memberitahukan nilai hasil uji kompetisi, meski tidak mendetil. Sedangkan untuk profesi dokter gigi, bidan dan ners, hasil uji kompetensi yang diberitahukan hanya sebatas lulus atau tidak lulus uji kompetensi. Soal-soal uji kompetensi untuk semua profesi sudah terstandarisasi dalam KBUKDI, KDGI dan MTKI. Direncanakan ke depannya akan ada LPUK sebagai lembaga yang bertugas mengembangkan sistem uji kompetensi.untuk menjaga sekuritas soal uji kompetensi, akan dibentuk item bank uji kompetensi nasional. Hasil uji kompetensi untuk dokter sudah diberitahukan kepada peserta dengan lebih detil yaitu dengan menjabarkan nilai sesuai komposisi materi ujian. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners, uji kompetensi yang diprakarsai oleh HPEQ baru akan dilaksanakan. - KKI - IDI - AIPKI - PDGI - AFDOKGI - PPNI - AIPNI - IBI - AIPKIND - KBUKDI - KDGI - LPUK - MTKI/MTKP

A. Kesepakatan dengan user tentang credentialing system a. Sebelum HPEQ Sistem kredentialing diatur dalam Kepmen 178-U-2001 tentang Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi dan PP No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Sistem pemberian gelar untuk profesi kesehatan diatur dalam peraturan ini. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional N0.178/U/2001 tentang Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi Pasal 6: Gelar akademik terdiri atas Sarjana Magister dan Doktor. Pasal 7: Penggunaan gelar akademik Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan dengan mencantumkan huruf S., untuk Sarjana dan huruf M. untuk Magister disertai singkatan nama kelompok bidang keahlian. Pasal 9: Gelar akademik Doktor disingkat Dr. ditempatkan di depan nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan. Pasal 10: Penggunaan sebutan profesional dalam bentuk singkatan ditempatkan di belakang nama yang berhak atas sebutan profesional yang bersangkutan. Pasal 11 1. Sebutan profesional lulusan Program Diploma terdiri atas : a) Ahli Pratama untuk Program Diploma I disingkat A.P. b) Ahli Muda untuk Program Diploma II disingkat A.Ma. c) Ahli Madya untuk Program Diploma III disingkat A.Md. d) Sarjana Sains Terapan untuk Program Diploma IV disingkat SST 2. Singkatan sebutan profesional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan di belakang nama yang berhak atas sebutan tersebut. Pasal 12 1. Gelar akademik dan sebutan profesional yang digunakan oleh yang berhak menerima adalah satu gelar akademik dan/ atau sebutan profesional jenjang tertinggi yang dimiliki oleh yang berhak. 2. Gelar akademik dan sebutan professional hanya digunakan atau dicantumkan pada dokumen resmi yang berkaitan dengan kegiatan akademik dan pekerjaan. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan a) Pasal 98 1) Lulusan pendidikan akademik, vokasi, profesi, atau spesialis, berhak untuk menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, gelar profesi, atau gelar spesialis 2) Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas: a. Sarjana, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf S. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu;

b. Magister, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf M. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan c. Doktor, yang ditulis di depan nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Dr. 3) Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas: c. ahli madya untuk lulusan program diploma tiga, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Md. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; dan 4) Gelar untuk lulusan pendidikan profesi ditulis di depan atau di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan bidang profesinya. 5) Gelar untuk lulusan pendidikan spesialis ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Sp. dan diikuti dengan singkatan bidang spesialisasinya. Peraturan perundangan tersebut diatas pada dasarnya membahas hal yang sama. Isi atau detail dari perundangan saling melengkapi dan sejalan, yaitu membahas tentang pengaturan pemberian gelar akademik pada lulusan perguruan tinggi di tiap-tiap jenjang pendidikan tinggi. Dalam Kepmenkes No.178/U/ 2001 dibahas secara khusus mengenai gelar dan lulusan perguruan tinggi. Kemudian dalam PP No.17 tahun 2010 ditambahkan mengenai pemberian gelar Spesialis untuk lulusan pendidikan spesialis. b. HPEQ (in-progress) Sistem credentialing diatur dalam naskah akademik sistem pendidikan tiap profesi. Naskah akademik bidan dan ners sudah final, sedangkan dokter dan dokter gigi dalam tahap penyempurnaan dan ditergetkan untuk selesai pada tahun 2011. 1) Kedokteran Umum a) Gelar Profesi i. Lulusan sarjana medik dan sarjana medik dental tidak diberikan gelar profesi. ii. Lulusan program pendidikan profesi dokter mendapat gelar profesi dokter (dr.). iii. Lulusan program pendidikan profesi dokter spesialis mendapat gelar profesi dokter spesialis (dr. Sp.). iv. Lulusan program pendidikan spesialis lanjutan/subspesialis/fellowship mendapat sebutan Konsultan. b) Gelar Akademik i. Lulusan program pendidikan sarjana kedokteran mendapat gelar Sarjana Medik (disingkat S.Med.). ii. Lulusan program pendidikan profesi dokter mendapat gelar akademik Magister Medik (disingkat M.Med.).

iii. Lulusan program pendidikan profesi dokter spesialis mendapat gelar akademik Doktor Medik (disingkat Dr.Med.). iv. Untuk mendapatkan gelar akademik, maka seorang dokter/dokter gigi harus menyelesaikan karya ilmiah berbentuk tesis, sedangkan dokter spesialis/dokter gigi spesialis karya ilmiah berbentuk disertasi. v. Peraturan mengenai skripsi, tesis, dan disertasi dibuat pedoman secara terpisah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Kedokteran Gigi a) Gelar Profesi i. Lulusan sarjana medik dan sarjana medik dental tidak diberikan gelar profesi. ii. Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi mendapat gelar profesi dokter gigi (drg.). iii. Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi spesialis mendapat gelar profesi dokter gigi spesialis (drg. Sp.) iv. Lulusan program pendidikan spesialis lanjutan/subspesialis/fellowship mendapat sebutan Konsultan. b) Gelar Akademik i. Lulusan program pendidikan sarjana kedokteran gigi mendapat gelar Sarjana Medik Dental (disingkat S.Med.Dent.). ii. Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi mendapat gelar akademik Magister Dokter Gigi (disingkat M.Med.Dent.). iii. Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi spesialis mendapat gelar akademik Doktor Dental (disingkat Dr.Med.Dent.). iv. Untuk mendapatkan gelar akademik, maka seorang dokter/dokter gigi harus menyelesaikan karya ilmiah berbentuk tesis, sedangkan dokter spesialis/dokter gigi spesialis karya ilmiah berbentuk disertasi. v. Peraturan mengenai skripsi, tesis, dan disertasi dibuat pedoman secara terpisah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Bidan a) Lulusan program pendidikan diploma tiga pada tahapan vokasi mendapatkan gelar Ahli Madya Kebidanan (AMd.Keb) b) Lulusan program strata satu tahap sarjana/akademik mendapat gelar Sarjana Kebidanan ( S.Keb) c) Lulusan program strata satu tahap profesi mendapat gelar Bidan (Bd) d) Lulusan program pendidikan Magister Kebidanan tahap akademik mendapat gelar Magister Kebidanan ( M.Keb.). e) Lulusan program pendidikan doktor tahap akademik mendapat gelar Doktor (Dr.).

4) Ners a) Lulusan program pendidikan diploma tiga mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan (AMK) b) Lulusan program pendidikan Ners mendapat gelar Sarjana Keperawatan Ners ( S.Kep,. Ns) c) Lulusan program pendidikan Magister Keperawatan mendapat gelar Magister Keperawatan ( M.Kep.). d) Lulusan program pendidikan Spesialis Keperawatan mendapat gelar Spesialis Keperawatan (Sp. Kep.) e) Lulusan program pendidikan doktor mendapat gelar akademik Doktor Keperawatan (Dr.Kep.). B. Roadmap credentialing system- sertifikasi- SIP a. Sebelum HPEQ Semua profesi kesehatan sudah memiliki roadmap credentialing system sertifikasi- SIP. Untuk profesi dokter dan dokter gigi roadmap sudah diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dijelaskan bahwa untuk melakukan proses registrasi terhadap dokter dan dokter gigi dilaksanakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dalam proses registrasi ini diperlukan sertifikat kompetensi yang telah dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan setelah uji kompetensi. Sistem credentialing untuk profesi bidan khususnya registrasi bidan diatur berdasarkan Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010, uji kompetensi bidan dilakukan setelah dinyatakan lulus dari institusi pendidikan. Setelah melakukan uji kompetensi bidan akan mendapat surat tanda registrasi. Apabila bidan bekerja di institusi pelayanan kesehatan maka bidan harus mempunyai surat izin kerja bidan (SIKB), dan bila bidan membuka praktik mandiri bidan harus mempunyai surat izin praktik bidan (SIPB). Masing-masing surat tersebut hanya berlaku pada satu tempat. Sedangkan untuk profesi ners, sistem credentialing khususnya registrasi perawat termasuk lulusan baru belum diatur sesuai kaidah profesi pada umumya. Registrasi lulusan sekalipun hanya bersifat administratif yang telah dilakukan yaitu melalui SK Menkes 1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat dimana setiap lulusan baru perlu didaftarkan untuk memperoleh Surat Izin Perawat (SIP) dari Dinas Kesehatan di wilayah institusi pendidikan berada. b. HPEQ (in-progress) Setelah proyek HPEQ dilaksanakan, roadmap credentialing system-sertifikasi-sip untuk semua profesi diatur dalam naskah akademik sistem pendidikan. Untuk profesi dokter dan dokter gigi, ijazah diberikan oleh perguruan tinggi kepada lulusan yang telah menyelesaikan jenjang tertentu dan sertifikat kompetensi diberikan oleh Kolegium ilmu kedokteran/kedokteran gigi sebagai tanda telah lulus uji kompetensi. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners, sertifikat kompetensi diberikan oleh MTKI

melalui MTKP sebagai tanda telah lulus uji kompetensi bidan. Uji kompetensi bidan yang diprakarsai oleh proyek HPEQ akan dilaksanakan bulan September 2011. Uji kompetensi pada tahun 2011 dilaksanakan oleh MTKI bekerjasama dengan HPEQ. Proses sertifikasi juga diatur dalam RUU Tenaga Kesehatan dimana sertifikat kompetensi akan dikeluarkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Sementara ini proses sertifikasi masih diatur oleh MTKI sesuai Permenkes no. 161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Proses registrasi untuk sertifikasi pada semua profesi nantinya akan diarahkan pada sistem registrasi online. C. Uji kompetensi sebagai exit exam a. Sebelum HPEQ Tidak semua profesi melaksanakan uji kompetensi sebagai exit exam. Hanya profesi dokter dan dokter gigi yang telah melaksanakan uji kompetensi sebagai exit exam. Hal ini karena sertifikat kompetensi diperlukan dalam proses registrasi dokter dan dokter gigi. Sertifikat kompetensi diberikan oleh kolegium ilmu kedokteran/ kedokteran gigi sebagai tanda telah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan kolegium terkait. Sedangkan uji kompetensi sebagain exit exam belum ditetapkan bagian dari exit exam di sistem pendidikan keperawatan dan kebidanan. b. HPEQ (in-progress) Semua profesi (Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Bidan dan Ners) akan menerapkan uji kompetensi awal ( exit exam) sebagai bagian dari ranah pendidikan dan terintegrasi pada kurikulum. Uji kompetensi lanjutan (resertifikasi) akan dilaksanakan pada ranah profesi. Mekanisme resertifikasi akan mengadopsi program Continous Professional Development (CPD). Pada profesi dokter, uji kompetensi sudah dilaksanakan secara computer-based. Profesi dokter gigi ditargetkan untuk mulai menggunakan metode CBT pada tahun 2011 akan tetapi baru melaksanakan tryout CBT pada tahun 2011 ini. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners ditargetkan akan melaksanaan tryout CBT pada tahun 2012 dan menggunakan metode CBT pada tahun 2013. Tahun 2011 akan difokuskan untuk item development & item review CBT.Metode CBT ini akan dikembangkan oleh LPUK untuk digunakan pada semua profesi. Khusus untuk bidan dan ners, sertifikasi akan dilakukan oleh MTKP dengan input material uji dari Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi (LPUK). Fungsi lembaga ini adalah sebagai pusat pengembangan serta penelitian, sedangkan penyelenggara uji kompetensi adalah tetap MTKP. D. Lembaga lembaga penyelenggara pendidikan atau pelatihan yang direkognisi a. Sebelum HPEQ Uji kompetensi pada semua tenaga kesehatan masih dilaksanakan oleh masingmasing profesi.pada profesi dokter penyelenggara uji kompetensi adalah Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia (KBUKDI), badan yang dibentuk oleh

Kolegium Dokter Indonesia (KDI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI). Salah satu fungsi dari KBUKDI adalah menfasilitasi penerbitan sertifikat kompetensi. Sedangkan untuk profesi dokter gigi pelaksana UKDGI adalah Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI). Penyelenggara uji kompetensi sebagai registrasi awal untuk lulusan baru bidan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan untuk registrasi ulang dilakukan oleh dinas kesehatan daerah dengan rekomendasi dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Sedangkan untuk profesi ners, penyelenggara uji kompetensi adalah PPNI (KNUKP) sesuai dengan amandemen Permenkes 1239 tahun 2001. PPNI mengamanahkan KNUKP untuk melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi. Sertifikat yang dikeluarkan oleh PPNI/KNUKP akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk meregistrasi dan memberi lisensi. Uji kompetensi yang dilaksanakan oleh KNUKP adalah untuk lulusan D3 (perawat vokasional) dan Ners (perawat profesional). b. HPEQ (in-progress) Proyek HPEQ membentuk LPUK untuk memfasilitasi pengembangan sistem uji kompetensi untuk semua profesi. Selain itu, proyek HPEQ juga memfasilitasi berbagai workshop untuk pengembangan soal-soal uji kompetensi. Pelaksanaan teknis uji kompetensi, profesi dokter dan dokter gigi tetap dilaksanakan oleh KBUKDI dan KDGI. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners akan diarahkan untuk terpusat pada MTKI (sesuai dengan Permenkes No. 161 tahun 2010). Akan dibentuk kesepakatan mengenai uji kompetensi antara setiap lembaga yang terlibat melalui SKB. Target pembentukan draft SKB antara MTKI dan LPUK adalah Juni 2011. E. Blue print uji kompetensi a. Sebelum HPEQ Belum semua profesi memiliki blueprint uji kompetensi. Profesi dokter telah memiliki blueprint uji kompetensi berskala nasional tetapi belum disesuaikan dengan perkembangan standar kompetensi terbaru. Profesi dokter gigi sudah memiliki blueprint uji kompetensi namun masih bersifat institusional. Sedangkan untuk profesi bidan dan ners belum ada blueprint uji kompetensi. b. HPEQ (in-progress) Blueprint untuk uji kompetensi pada semua profesi sudah final dan sudah disesuaikan dengan standar kompetensi terbaru. Untuk profesi dokter gigi, blue print sudah digunakan untuk uji kompetensi. Untuk profesi bidan dan ners, uji kompetensi ditargetkan untuk dilaksanakan pada September 2011. F. Pembiayaan a. Sebelum HPEQ Pembiayaan untuk uji kompetensi dokter dan dokter gigi sebagian besar berasal dari pendaftaran peserta. Pada KBUKDI, awalnya diberikan dana hibah oleh stakeholders yaitu Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia dan AIPKI. Selanjutnya

pengelolaan KBUKDI dan UKDGI sepenuhnya diperoleh dari biaya pendaftaran peserta baik untuk try out maupun UKDI/UKDGI. Seperti halnya dokter dan dokter gigi, pembiayaan uji kompetensi bidan dan ners berasal dari pendaftaran peserta dan bersifat institusional. b. HPEQ (in-progress) Untuk profesi dokter dan dokter gigi, sampai saat ini pembiayaan diperoleh sepenuhnya dari biaya pendaftaran peserta. Sedangkan untuk pembiayaan uji kompetensi profesi ners dan bidan yang dikoordinir oleh MTKI dan dilaksanakan oleh MTKP diatur dalam Permenkes No. 161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Pembiayaan MTKI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sedangkan pembiayaan MTKP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, dan/atau peran serta masyarakat dalam pelaksanaan uji kompetensi. Melalui proyek HPEQ, dikembangkan Lembaga Pengembangan Sistem Uji Kompetensi. Adapun pembiayaan lembaga tersebut pada tahap awal akan berasal dari proyek HPEQ. Untuk selanjutnya, direncanakan pada tahun 2015 pembiayaan berasal dari upaya lembaga sendiri yakni bersumber dari Institutional commitment fund, registration fee dari peserta uji, pendapatan Technical Assisstant, dan kolaborasi research & publication G. Accountability & Transparency a. Sebelum HPEQ 1) Akuntabilitas Untuk profesi dokter dan dokter gigi, uji kompetensi dilakukan dengan metode MCQ. Soal-soal uji kompetensi untuk profesi dokter sudah terstandar secara nasional sedangkan untuk profesi dokter gigi masih berbasis institusional. Pada profesi bidan dan ners, metode uji kompetensi masih terlokalisasi berdasarkan daerah, belum memiliki standar secara nasional. 2) Transparansi Untuk dokter gigi, bidan, dan ners hasil uji kompetensi tidak sepenuhnya diberitahukan kepada peserta, hanya berupa lulus atau tidak. Sedangkan untuk dokter, nilai hasil UKDI sudah diberitahukan kepada peserta namun tidak secara detil. b. HPEQ (in-progress) 1) Akuntabilitas i. Soal-soal uji kompetensi sudah terstandarisasi dalam KBUKDI, UKDGI, dan MTKI. Proyek HPEQ memfasilitasi berbagai pelatihan dan workshop dalam pembuatan soal-soal ujian kompetensi. ii. Proyek HPEQ sedang mengembangkan LPUK sebagai lembaga yang akan bertugas mengembangkan sistem uji kompetensi.

iii. Untuk menjaga kualitas dan confidentiality soal uji, proyek akan membentuk NIBNA (National Item Bank Networking for Assessment). iv. Di samping menilai pengetahuan ( knowledge), uji kompetensi juga perlu menilai keterampilan (skills) dan attitude. Untuk dapat menilai ketiga aspek tersebut, proyek HPEQ mengembangkan metode uji Objective Structured Clinical Examination (OSCE). Selain itu juga dilakukan perbaikan metode uji dengan CBT ( Computer Based Testing). Baik CBT maupun OSCE akan digunakan untuk semua profesi. v. Untuk menjaga validitas soal uji kompetensi dokter dan dokter gigi, metode compromised sudah diganti menjadi metode absolut sebagai standar setting untuk menentukan kelulusan yaitu dengan menggunakan metode modified Angoff. Sedangkan untuk profesi ners dan bidan, soal-soal uji kompetensi sedang dalam tahap pengembangan untuk standarisasi nasional. 2) Transparansi Nilai hasil UKDI diberitahukan kepada peserta secara detil dengan menjabarkan sesuai komposisi materi ujian sedangkan untuk profesi dokter gigi hasil uji kompetensi yang diberikan ke peserta belum mencantumkan hasil uji kompetensi secara detil. Untuk profesi bidan dan ners, uji kompetensi baru akan dilaksanakan September 2011 sehingga belum ada hasil. Di samping itu akan dilakukan pula pengembangan metoda penentuan batas lulus yang transparan dan diterima semua pihak serta bantuan untuk peserta yang gagal salah satunya dalam bentuk pembinaan untuk re-taker.

3. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Komponen Sebelum HPEQ HPEQ (in progress) Pihak yang Terlibat Standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi Fungsi Jabatan Kerja dan Pengalaman Khusus (Otodidak) Bridging Course Standar Kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi untuk profesi kedokteran dan kedokteran Gigi Sudah ada dan mengikuti standar KKI tahun 2006. Untuk profesi bidan, standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi sudah ada dan mengikuti Kepmenkes No. 369 Tahun 2007 tentang Standar kompetensi Bidan. Untuk profesi Ners, standar kompetensi akademik sudah ada dan mengikuti Kepmenkes 1239/Menkes/SK/XI/2001, sementara untuk standar kompetensi profesi sudah ada dan mengikuti PPNI Tahun 2010 Standar Kompetensi Akademik Kedokteran, Kedokteran Gigi, Bidan, dan Perawat menjadi dasar penyusunan deskriptor KKNI ( Sudah masuk dalam KKNI jilid I ) dan sedang dalam tahap penyempurnaan Belum ada Sedang diatur dalam Naskah Akademik sistem pendidikan Untuk profesi kedokteran dan kedokteran gigi, beberapa instistusi sudah memiliki program matrikulasi antar program akademik dan profesi Belum ada kesepakatan dan kesepahaman mengenai bridging antara program akademik dan profesi, akan dibenahi melalui Pihak yang terlibat asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), ARSPI, ARSGMPI, KKI Pihak yang terlibat asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), ARSPI, ARSGMPI, Kemennakertrasn Pihak yang terlibat asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI), Kemendiknas

Wisdom in Levelling namun bentuk dan namanya naskah akademik sistem pendidikan berbeda disetiap institusi. Contoh, FKUI mengadakan FCP (Foundation of Clinical Practice) dan FKGUI melakukan ujian masuk integrasi. Untuk profesi Bidan dan perawat tidak memiliki program matrikulasi. Belum Ada Diakomodir dalam deskriptor KKNI tiap bidang Hasil levelling KKNI tahun 2011 hingga saat ini, di institusi pendidikan kedokteran, level 6 untuk S1, level 8 untuk profesi Dokter dan S2, dan level 9 untuk Dokter Spesialis dan S3. Pada institusi pendidikan kedokteran gigi, leveling yang sedang dilakukan adalah level 6 untuk S1, level 8 untuk profesi Dokter Gigi dan S2, Level 9 untuk Dokter Gigi Spesialis dan S3. Pada institusi pendidikan kebidanan belum dilakukan levelling dan masih dalam tahap pembahasan. Untuk institusi pendidikan keperawatan, level 5 untuk D3, level 7 untuk Ners, Level 8 untuk Ners spesialis dan S2, dan Level 9 untuk Ners Konsultan dan S3. Pihak yang terlibat asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), KKI

Konsekuensi tentang Leveling Siklus KKNI & lembaga terkait SOP, Pembinaan Perubahan pada Naskah Akademik Pihak yang terlibat asosiasi Belum ada Sistem Pendidikan pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, Remunerasi pada dunia kerja untuk profesi kedokteran dan kedokteran gigi ( diatur pada RUU Dikdok ) AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), KKI, Kemendiknas, Remunerasi pada profesi perawat diatur pada RUU Keperawatan Kemenkes, Kemenpan Belum ada Diatur pada naskah akademik KKNI KKNI dalam fungsinya melibatkan asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), Kementrian Pendidikan Nasional melalui dirjen Dikti, Kementrian Kesehatan, Kementrian Nakertrans Belum ada Diakomodir dalam deskriptor KKNI. Penjaminan mutu dilakukan oleh institusi pendidikan secara internal dan eksternal. Penjaminan mutu internal dilakukan melalui evaluasi diri, audit akademik yang dilakukan unit penjaminan mutu institusi bekerja sama dengan kolegium kedokteran atau kedokteran gigi. Penjaminan mutu eksternal dilakukan melalui akreditasi atau monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi pendidikan kedokteran dilakukan oleh badan standarisasi, penjaminan, dan Pihak yang terlibat asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPKIND, AIPNI) dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI), KKI, Kemendiknas

pengendalian mutu pendidikan kedokteran

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia bidang Kesehatan 1. Standar Kompetensi Akademik dan Standar Kompetensi Profesi Sebelum adanya proyek HPEQ, 4 profesi kesehatan yaitu kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan dan kebidanan telah memiliki standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi. Kedokteran dan kedokteran gigi merujuk kepada standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi yang diterbitkan oleh KKI. Standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi keperawatan merujuk kepada Kepmenkes No. 369 tahun 2007 mengenai standar Kompetensi Kebidanan. Sementara pada standar kompetensi akademik keperawatan merujuk kepada Kepmenkes No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 dan standar kompetensi profesi merujuk kepada PPNI tahun 2010. Proyek HPEQ melibatkan asosiasi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, AIPKIND), dan asosiasi organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, IBI) dalam menentukan standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi dalam bentuk deskriptor-deskriptor yang berguna untuk levelling pendidikan. Saat ini, standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi untuk kedokteran, kedokteran gigi, kebidanan dan keperawatan saat ini menjadi deskriptor KKNI jilid I dan sedang dalam tahap penyempurnaan. Pada tahun 2011, diharapkan sudah ada kesepakatan dan legalisasi mengenai standar kompetensi akademik dan standar kompetensi profesi untuk 4 profesi kesehatan yaitu kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, dan kebidanan yang masuk kedalam deskriptor KKNI jilid 1 2. Fungsi Jabatan Kerja Dalam hubungannya dengan pasar kerja, pada dasarnya profesi kesehatan sudah memiliki porsi dan andil tersendiri. Seorang mahasiswa kedokteran diharpakan ketika lulus menjadi seorang dokter namun sedikit yang berbeda adalah apakah dokter lulusan tersebut menjadi seorang praktisi kedokteran atau praktisi akademik bidang kedokteran. Diharapkan tidak terjadi tumpang tindih proporsi kerja antara praktisi kesehatan dengan praktisi akademik bidang kesehatan. Di Indonesia, pasar kerja profesi kesehatan baik praktisi kesehetan maupun praktisi akademik bidang kesehatan masih belum merata. Terutama untuk praktisi kesehatan, masih banyak yang belum merata sampai ke pelosok daerah. Hal ini berkaitan dengan kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari berbagai banyak pulau, sehingga pemerataan profesi kesehatan menjadi sulit dilakukan padahal kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat cukup tinggi sehingga didalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sering terjadi pelayanan kesehatan dilakukan oleh orang yang bukan kompetensinya atau bahkan melakukan pelayanan kesehatan diluar batas kompetensinya. Misalnya di beberapa daerah, pelayanan kesehatan dilakukan oleh mantri dikarenakan dokter yang tidak tersedia. Di kota besar, menjamurnya profesi tukang gigi atau ahli gigi banyak diminati oleh masyarakat.

Dikarenakan biaya yang relatif terjangkau oleh masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah untuk dapat dilakukan tata kelola sehingga jangan sampai masyarakat yang dirugikan nantinya. Pada saat ini melalui KKNI, rekognisi pasar kerja ini juga diatur dalam Naskah Akademik sistem pendidikan supaya kedepannya tata kelola pasar kerja ini menjadi lebih jelas dan tidak tumpang tindih. Kesiapan pemerintah untuk mengakomodir rekognisi pasar kerja ini juga amat sangat diperlukan. 3. Pengalaman Khusus (Otodidak) Hal ini masih terkait dengan rekognisi pasar kerja dimana didalam masyarakat seringkali keilmuan bisa didapat dengan cara belajar sendiri (otodidak) atau didasarkan pada ketrampilan yang terasah dan pengalaman bertahun-tahun. Kondisi ini tidak dapat dipungkiri didalam system social masyarakat. Kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tindakan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ketrampilan yang diperoleh secara otodidak tidak bisa begitu saja dipandang sebelah mata. Sebelum adanya project HPEQ, dapat dikatakan bahwa hal ini belum diatur secara jelas didalam sebuah peraturan. Sehingga diperlukan aturan atau tatatan mengenai adanya pengakuan dan kesetaraan dari anggota profesi yang belajar secara otodidak. Didalam Naskah Akademik sistem pendidikan yang sedang disusun saat ini, hal tersebut sudah dimasukkan dan dalam tahap penyempurnaan. 4. Bridging Dalam sistem pendidikan kesehatan seperti kedokteran dan kedokteran gigi yang menganut sistem pendidikan akademik-profesi maka akan ada sistem pendidikan berkelanjutan dari sistem pendidikan akademik ke sistem pendidikan profesi. Dalam sistem pendidikan berkelanjutan itu, diperlukan suatu bentuk bridging antar sistem pendidikan tersebut agar mahasiswa dapat berasimiliasi dengan sistem pendidikan profesi yang akan dijalani. Sejauh ini, hal program matrikulasi tersebut telah dilakukan di instusi pendidikan namun bentuk dan namanya berbeda di setiap institusi. Contohnya FKUI, bentuk bridging nya ada FCP ( Foundation of Clinical Practice) dan berlangsung selama 4 minggu dan FCP ini masuk kedalam SKS. FKGUI menganut sistem matrikulasi dimulai dengan ujian masuk klinik integrasi. Cukup disayangkan karena hingga detik ini belum ada pembicaraan dari asosiasi institusi pendidikan kesehatan yang mengarah kepada kesepahaman dan kesepakatan mengenai bentuk bridging tersebut. Di profesi keperawatan, hal ini malah belum disentuh sama sekali. Sementara di profesi kebidanan hal ini juga belum disentuh karena dalam profesi kebidanan, masih terjadi perdebatan mengenai posisi dan levelling sistem pendidikan. Dengan adanya project HPEQ, diharapkan adanya kesepakatan dan kesepahaman antar setiap asosiasi pendidikan kesehatan yang menganut sistem akademik-profesi dalam melaksanakan bridging tersebut karena bridging juga bisa mempengaruhi penjaminan kompetensi lulusan. 5. Wisdom in Levelling Levelling sistem pendidikan belum dilakukan sebelum adanya proyek HPEQ. Bentuk penjaminan muta dilakukan oleh SPM. Saat ini sedang dilakukan levelling pada tiap tingkatan pendidikan profesi kesehatan oleh KKNI. Levelling ini dilakukan untuk

mendapatkan standar kemampuan yang diharapkan dari seorang lulusan serta mendapatkan peningkatan kualitas pendidikan. Levelling pada profesi kedokteran, kedokteran gigi, dan keperawatan saat ini sedang memasuki tahap finalisasi sementara profesi kebidanan baru masuk kedalam tahap pembahasan. Hasil levelling KKNI tahun 2011 hingga saat ini, di institusi pendidikan kedokteran, level 6 untuk S1, level 8 untuk profesi Dokter dan S2, dan level 9 untuk Dokter Spesialis dan S3. Pada institusi pendidikan kedokteran gigi, leveling yang sedang dilakukan adalah level 6 untuk S1, level 8 untuk profesi Dokter Gigi dan S2, Level 9 untuk Dokter Gigi Spesialis dan S3. Pada institusi pendidikan kebidanan belum ada finalisasiai levelling dan masih dalam tahap pembahasan. Untuk institusi pendidikan keperawatan, level 5 untuk D3, level 7 untuk Ners, Level 8 untuk Ners spesialis dan S2, dan Level 9 untuk Ners Konsultan dan S3. Di tahun 2011, target yang hendak dicapai adalah terselesaikannya levelling untuk 4 profesi kesehatan yaitu kedokteran, kedokteran gigi, Ners, dan Bidan. 6. Konsekuensi tentang Leveling Target 2011 dari perkembangan levelling adalah adanya kesepatan antara asosiasi pendidikan, asosiasi organisasi profesi dan KKNI mengenai tingkatan levelling. Dan dampak dari levelling ini adalah adanya konsekuensi-konsekuensi yang timbul, misalnya perubahan naskah Naskah Akademik Sistem Pendidikan bidang profesi kesehatan serta remunerasi pada dunia kerja. Untuk profesi kesehatan dan kesehatan gigi, perihal remunerasi ini saat ini sedang diatur pada RUU Pendidikan Kedokteran yang sedang dalam tahap finalisasi setelah mendapat masukan DIM dari pemerintah dan stakeholder yang terkait seperti KKI, KKG, AIPKI, AFDOKGI, IDI, PDGI. Untuk profesi keperawatan perihal remunerasi diatur dalam RUU keperawatan yang masih belum disahkan. Sementara untuk Bidan, hal yang terkait mengenai remunerasi belum memiliki aturan nasional. 7. Siklus KKNI & lembaga terkait Dalam perjalanan siklus, KKNI melibatkan berbagai unsur, baik unsur pendidikan maupun unsur profesi. Bidang kedokteran melibatkan unsur AIPKI, IDI, dan KK. Bidang kedokteran gigi melibatkan unsur AFDOKGI, PB PDGI dan KKG. Kebidanan melibatkan AIPKIND dan IBI. Sementara keperawatan melibatkan AIPKI dan AIPNI. Unsur pendidikan dan unsur profesi dilibatkan karena kedua unsur ini saling berkaitan. Salah satunya adalah dalam bidang penjaminan mutu, dimana penjaminan mutu pada saat pembelajaran dilakukan oleh unsur pendidikan dan penjaminan mutu pada saat lulus dilakukan oleh institusi yang menaungi bidang profesi masing-masing. Institusi pemerintah juga dilibatkan dalam pengambilan kebijakan mengenai siklus KKNI, yang dalam hal ini bidang terkait kementrian pendidikan nasional melalui dirjen Pendidikan Tinggi. Proyek HPEQ selalu merangkul stakeholder yang terkait dalam pengambilan kebijakan supaya output yang dihasilkan dapat maksimal dan mengakomodir semua pihak terkait.

8. SOP dan Pembinaan Standard Operating Procedure (SOP) dan pembinaan bidang profesi kesehatan saat ini belum dilakukan namun adanya intervensi proyek HPEQ hal ini akan diakomodir dalam deskriptor KKNI. Penjaminan mutu dilakukan oleh institusi pendidikan secara internal dan eksternal. Penjaminan mutu internal dilakukan melalui evaluasi diri, audit akademik yang dilakukan unit penjaminan mutu institusi bekerja sama dengan kolegium kedokteran atau kedokteran gigi. Penjaminan mutu eksternal dilakukan melalui akreditasi atau monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi pendidikan kedokteran dilakukan oleh badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan kedokteran

4. Riset dan Publikasi Komponen Sebelum Proyek HPEQ Intervensi Proyek HPEQ (In Progress) Pihak yang Terkait 1. Riset translasional 2. Riset untuk martabat bangsa 3. Riset persoalan bangsa saat ini 4. Pendayagunaan riset 5. Resource Sharing untuk riset 6. Aturan riset dan topik 7. Hak cipta/paten 8. Publikasi 9. Regenerasi researcher Hambatan : Tidak ada pangkalan data riset unggulan nasional yang terpublikasi secara umum, terutama untuk riset yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan. Sekitar 35% kegiatan riset di bidang kependidikan dengan anggaran sebesar 37,5% dari total hibah DIKTI tahun 2006 (pemetaan DRN 2007) non pendidikan kesehatan Contoh beberapa program insentif yang sudah ada (tidak dapat ditelusuri topik yang spesifik mengenai Pendidikan Kesehatan: Mulai tahun 2010 pada proyek HPEQ telah dibentuk 1 subkomponen baru yaitu komponen riset. Program hibah penelitian sudah diimplementasikan mulai tahun 2011 untuk komponen 1 dan 2 yang melibatkan organisasi profesi dan asosiasi intitusi pendidikan (termasuk dosen dan mahasiswa) dengan tema: 1. Akreditasi dan Standar Pendidikan Profesi Kesehatan 2. Evaluasi Pembelajaran 3. Interprofessional education 4. Kualitas dan Kuantitas Soal 5. Pengembangan model OSCE 6. Standarisasi Observer OSCE dengan Multimedia.

1. Riset Unggulan Universitas Indonesia 2. Skema insentif DIKTI (2006) 3. Skema insentif KNRT (2007) Kegiatan Komponen Riset, terbagi menjadi 3 komponen yaitu mengenai Sistem Riset Kesehatan, Peningkatan Kapasitasi Publikasi, Peningkatan Kualitas Jurnal. Sistem Riset Kesehatan: 1. Pertemuan dengan pemangku kepentingan (Oktober 2010) 2. Pertemuan dengan pemangku kepentingan II (Nopember 2010) 3. Penyusunan rencana survei SRK (Nopember 2010) 4. Memetakan potensi dan kegiatan SRK di: (Februari Mei 2011) 5. Monitoring dan Evaluasi survei SRK (Maret Mei 2010) 6. Analisa awal hasil survei SRK (Mei Juni 2011) Pihak yang terkait pertemuan dengan pemangku kepentingan adalah (1-2) : a. Kementerian Kesehatan/Balitbangkes b. Kementerian Riset dan Teknologi/DRN c. Kementerian Pendidikan Nasional d. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) e. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia f. Lembaga Eijkman g. Prodia h. Biofarma i. Kalbe Farma

7. Pembuatan Laporan Akhir survei SRK (Akhir Juni 2011) 8. Penyusunan Pedoman Benchmarking (Juli 2011) 9. Pelaksanaan Benchmarking ke: (Agustus 2011) 10. Membahas laporan benchmarking (September 2011) 11. Penyusunan Buku SRK di Indonesia (September Oktober 2011) 12. Pertemuan dengan Konsultan Internasional untuk perencanaan survei SRK. (Nopember 10 September 11) 13. Sosialisasi buku SRK di Indonesia kepada semua pemangku kepentingan (Nopember 2011) Peningkatan Kapasitas Publikasi: 1. Pelatihan pembuatan proposal Riset Biomedik (Maret 2011) 2. Pelatihan pembuatan proposal uji klinik (Maret 2011) 3. Pelatihan pembuatan proposal riset operasional (April 2011) 4. Pelatihan pembuatan proposal aspek sosial dan perilaku (April 2011) 5. Pelatihan pembuatan proposal riset dana internasional (Mei 2011) 6. Evaluasi hasil kegiatan pembuatan proposal (Juli 2011) 7. Pelatihan penulisan artikel jurnal Pihak yang terkait dengan pemetaan potensi dan kegiatan SRK (4) adalah: a. Lembaga Riset Pemerintah b. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta c. Industri. Pihak yang terkait dengan benchmarking (9) : a. Amerika Serikat b. Inggris, Jerman, dan Perancis c. Asia (Singapura dan Jepang)

internasional (Agustus 2011) 8. Evaluasi kegiatan penulisan jurnal internasional (Nopember 2011) Penyusunan Rencana Kegiatan Peningkatan kualitas jurnal ilmiah profesi: 1. Pelatihan manajemen pengelolaan jurnal profesi kesehatan (Maret 2011) 2. Peer-review process and decisison making prrocess for review manuscript (April 2011) 3. Pelatihan untuk sertifikasi editor jurnal ilmiah (Mei 2011) 4. Misconduct in scientific research and publishing (Juni 2011

Riset dan Publikasi A. Situasi Saat Ini Berdasarkan Racangan UU Pendidikan Kedokteran yang digagas pada tahun 2011, disebutkan bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari pelayanan kesehatan merupakan salah satu jenis pendidikan di bidang kesehatan yang wajib diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menghasilkan dokter dan dokter gigi yang bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, beretika, bermoral, humanis, dan berjiwa sosial tinggi yang dilandasi dengan wawasan kesehatan nasional untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang. Dari pernyataan tersebut jelas disebutkan bahwa peran utama dari institusi pendidikan kedokteran (KU dan KG) serta stakeholder lainnya adalah menjamin berlangsungnya pengembangan ilmu untuk kepentingan bangsa baik itu untuk pengembangan pelayanan kesehatan di dalam negeri serta juga untuk kesiapan dalam menghadapi tantangan global. Pentingnya peningkatan kualitas riset di bidang kesehatan sangat mutlak diperlukan karena Indonesia saat ini masih belum bisa menempatkan diri pada posisi bersaing dengan Negara lain dalam hal kualitas kesehatan, padahal gambaran jumlah program studi bidang kesehatan di Indonesia yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, farmasi, gizi dan kesehatan masyarakat yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Pendidikan hingga tahun 2010 adalah sejumlah 2094 program studi (data EPSBED dan Pusdiknakes) tetapi kuantitas yang besar ini tidak sejalan dengan kualitas yang diharapkan baik itu di dalam negeri apalagi di tingkat internasional. Penelitian bidang kesehatan yang berkualitas Nasional dan Internasional di Indonesia saat ini sebenarnya tidak sedikit tetapi tidak adanya sarana publikasi Nasional yang baik serta tidak adanya sistem Nasional yang jelas dalam hal penelitian dalam hal ini di bidang kesehatan menyebabkan rendahnya minat akan penelitian yang berkualitas sehingga pengembangan ilmu juga menjadi stagnan, karena sejatinya sebuah Sistem Riset Kesehatan Nasional tidak bisa dipisahkan untuk mendukung dan menjamin berjalannya sebuah riset yang berkualitas. A health research system can be broadly defined as the people, institutions, and activities whose primary purpose is to generate and apply high-quality knowledge that can be used to promote, restore and/or maintain the health status of populations (WHO, 2004). HEALTH FINANCIAL SYSTEM HEALTH CARE SYSTEM BETTER HEALTH QUALITY HEALTH RESEARCH SYSTEM

B. Rekomendasi 1. Isu Kebijakan Melakukan berbagai pembahasan isu kebijakan tersebut di atas dan melakukan MoU lintas Kementerian terkait pengembangan riset di bidang kesehatan dan pembentukan Health Research System: Kemkes, Kemendiknas, Kemristek. Kementerian Kesehatan Kementerian Pendidikan Kementerian Riset dan Teknologi HEALTH SYSTEM EDUCATION SYSTEM RESEARCH SYSTEM Mengapa diperlukan? Riset kesehatan masih belum terkordinasi dengan baik dan terfragmentasi, sehingga menyebabkan inefisiensi dan duplikasi. Perlu pendekatan sistem untuk mengatasi hal ini. Riset kesehatan memerlukan kerjasama dan hubungan antara berbagai organisasi riset dan profesi atau disiplin. Diperlukan sistem yang dapat menciptakan sinergi diantara semua komponen tersebut. Riset yang ada masih belum secara tepat dikaitkan dengan prioritas dan tujuan sistem kesehatan. Pendekatan sistem diharapkan dapat lebih baik mengkaitkann antara riset kesehatan dengan tujuan dan prioritas kesehatan nasional. Banyak luaran riset tidak dapat ditranslasi secara tepat kedalam perubahan sistem kesehatan, atau kedalam luaran kesehatan yang diharapkan.