KATA PENGANTAR. Together we can. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Together we can. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 1"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Dalam dua tahun periode implementasi proyek HPEQ yang fokus pada penataan sistem pendidikan tinggi bidang kesehatan, telah dihasilkan berbagai produk kajian maupun naskah-naskah akademik yang dihasilkan oleh tim pokja proyek HPEQ, bekerjasama dengan masyarakat profesi dan stakeholders profesi lainnya. Berbagai produk tersebut akan menjadi dokumen resmi proyek HPEQ yang dapat digunakan sebagai rujukan utama dalam pengembangan keilmuan dan usaha penyelerasan pendidikan formal dan non formal, serta menjadi basis perumusan kebijakan bagi organisasi dan asosiasi profesi kesehatan pada khususnya, serta pemerintah pada umumnya. Berbagai produk kajian ini masih berbentuk draft yang perlu dan akan disempurnakan melalui uji publik dan iterasi kepada berbagai pihak terkait, seperti lembaga pemerintah, stakeholders profesi, serta benchmarking kepada organisasi profesi internasional. Draft naskah akademik dan produk kebijakan ini disebarkan untuk kalangan terbatas, yaitu peserta 2 nd HPEQ International Conference, dalam rangka mendapatkan input untuk penyempurnaan naskah-naskah ini, supaya lebih relevan dengan perkembangan profesi yang aktual. Pada akhirnya, seluruh tim proyek HPEQ berharap agar produk kajian yang merupakan output proyek HPEQ ini dapat berguna bagi seluruh pembaca, serta dapat digunakan untuk pengembangan keilmuan maupun profesi kesehatan. Together we can Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 1

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar.. 1 Daftar Isi. 2 Daftar Tabel. 3 Daftar Gambar.. 4 Naskah Akademik. 5 Bab I: Pendahuluan 6 Bab II: Pembahasan 9 Bab III: Penutup 15 Referensi 16 Standar Kompetensi 17 Bab I: Pendahuluan 18 Bab II: Pembahasan.. 20 Bab III: Penutup 30 Referensi 31 Standar Pendidikan. 32 Bab I: Pendahuluan 34 Bab II: Pembahasan 36 Bab III: Penutup 43 Referensi.. 44 Kurikulum 45 Bab I: Pendahuluan 46 Bab II: Pembahasan.. 49 Referensi.. 57 Sarana dan Prasarana 58 Bab I: Pendahuluan.. 59 Bab II: Sistem Penjaminan Mutu: Sarana dan Prasarana Institusi Pendidikan Kesehatan.. 62 Bab III: Lesson Learned Benchmarking Sarana dan Prasarana Pendidikan Kesehatan.. 73 Bab VI: Penutup 77 Referensi 78 Dosen 79 Bab I: Pendahuluan 80 Bab II: Pembahasan 86 Bab III: Penutup 88 Referensi 89 Penguatan Masyarakat Profesi.. 90 Bab I: Pendahuluan 91 Bab II: Pembahasan 96 Bab III: Penutup 100 Referensi 101 Aliansi Strategis. 102 Bab I: Pendahuluan 103 Bab II: Pembahasan 104 Bab III: Penutup 107 Referensi 108 PENUTUP 109 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 2

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perubahan Konsep Kurikulum 11 Tabel 2. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran. 12 Tabel 3. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran Gigi 12 Tabel 4. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Bidan.. 13 Tabel 5. Perubahan Naskah Akademik Pendidikan Ners. 13 Tabel 6. Timeline Revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia.. 21 Tabel 7. Timeline revisi standar kompetensi dokter gigi. 22 Tabel 8. Timeline revisi standar kompetensi Ners.. 23 Tabel 9. Timeline pelaksanaan survey dan proses penyusunan standar kompetensi Ners 24 Tabel 10. Domain kompetensi perawat professional berdasarkan Competency Standards for Nurses in General Practice.. 28 Tabel 11. Data Jumlah Institusi Pendidikan Kesehatan Yang Terakreditasi. 34 Tabel 12. Akreditasi IPD dan IPDG.. 35 Tabel 13.Timeline pelaksanaan survey dan proses penyusunan standar Pendidikan 39 Tabel 14. Perubahan Konsep Kurikulum.. 47 Tabel 15. Institusi Pendidikan dan Tahun Dimulainya KBK. 51 Tabel 16. Model Kurikulum yang Digunakan. 52 Tabel 17. Isu-isu strategis terkait Rumah Sakit Pendidikan 65 Tabel 18. Rangkuman kegiatan tim pokja 68 Tabel 19. Berbagai pendekatan capacity building dan area yang diukur.. 95 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 3

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik Program Studi DIII Kebidanan berdasarkan Wilayah Di Indonesia 7 Gambar 2. Jumlah Institusi Keperawatan Perwilayah 7 Gambar 3. Domain global essential requirement IIME.. 26 Gambar 4. Skema Revisi Standar Pendidikan Dokter Gigi 42 Gambar 5. Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal 59 Gambar 6. Kaitan unsur dalam memilih metode pembelajaran 60 Gambar 7. Skema Tata Cara Penetapan Rumah Sakit Pendidikan.. 64 Gambar 8. Skema Penjaminan Mutu Dosen di Perguruan Tinggi.. 85 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 4

6 NASKAH AKADEMIK Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 5

7 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak mutlak setiap individu, dimana selayaknya merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh semua jajaran profesi kesehatan maupun para pemegang kebijakan. Permasalahan kesehatan yang kompleks meliputi masalah fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual merupakan Kondisi yang membutuhkan penanganan secara komprehensif/holistik dengan melibatkan semua profesi kesehatan. Pertumbuhan penduduk di negara berkembang termasuk Indonesia, seringkali tidak disertai dengan peningkatan fasilitas yang memadai sebagai sarana penunjang kehidupan sehingga merupakan penyebab potensial menyebabkan terjadinya masalah sosial seperti kemiskinan, meningkatnya morbiditas dan mortilitas berbagai penyakit serta permasalahan sosial lainnya. Selain faktor budaya, kondisi geografis, faktor kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi). Dalam kondisi seperti diatas, selain akses terhadap fasilitas kesehatan, hal penting yang harus dipersiapkan adalah kualitas sumber daya tenaga kesehatan termasuk diantaranya dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya dimana Peningkatan kualitas tersebut harus didukung dengan peningkatan kualitas pendidikan yang dapat diwujudkan dengan adanya naskah akademik sistem pendidikan. II. Masalah Pendidikan Tenaga Kesehatan di Indonesia a. Tantangan Internasional MDGS 2015 Memasuki Millineum Development Goals 2015 tuntutan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan menjadi sangat tinggi. Di Indonesia, menurut SDKI tahun 2007, angka kematian ibu masih cukup tinggi (228/ kelahiran hidup) sementara Millineum Goals-Target tahun 2015 dari WHO memproyeksikan target penekanan angka kematian ibu (AKI) 102/ kelahiran hidup dan proyeksi Angka kematian Bayi (AKB) 15/1000 Kelahiran Hidup. Dokter gigi saat ini dan masa depan diharapkan memiliki kompetensi yang mampu menjawab tantangan baik lokal maupun global berlandaskan tuntutan MDG s dan Green Dentistry dalam rangka melaksanakan patient safety practice. Pendidikan dan Pelatihan tenaga Kesehatan belum menjawab kompetensi yang diinginkan Belum adanya Naskah Akademik sebagai referensi dan kerangka pikir dalam merancang Sistem Pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia yang sesuai dengan tuntuan masyarakat dan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 6

8 b. Jumlah Institusi tenaga kesehatan Departemen kesehatan telah mendidik bermacam jenis profesi tenaga kesehatan, dimana tujuan awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun dalam perkembangannya kebutuhan akan tenaga kesehatan juga mempertimbangkan tuntutan pasar dan kebutuhan berbagai segmen masyarakat sehingga terjadi perkembangan jumlah pendidikan tenaga kesehatan diantaranya keperawatan dan kebidanan yang pesat namun tidak diimbangi dengan pengendalian mutu lulusan sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Gambar 1.Grafik Program Studi DIII Kebidanan berdasarkan Wilayah Di Indonesia Gambar 2. Grafik Jumlah Institusi Keperawatan Perwilayah Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 7

9 Permasalahan lain yang timbul dari banyaknya institusi pendidikan tenaga kesehatan adalah sistem akreditasi yang ada, dimana dalam pelaksanaanya terdapat dualisme akreditasi. Hal ini merupakan indikator belum terbentuknya sistem yang baik dan terarah dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi tenaga kesehatan yang ada. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 8

10 BAB II PEMBAHASAN Sistem Pendidikan Kesehatan sebelum intervensi HPEQ Selama ini pendidikan tinggi kesehatan tumbuh dalam dinamika perkembangan yang tidak tersistem tanpa adanya naskah akademik sistem pendidikan sehingga menimbulkan berbagai masalah pada pelaksanaannya yang turut mempengaruhi kualitas lulusan. Penyelenggaraan pendidikan tinggi tenaga kesehatan yang berjalan selama ini belum menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, namun dalam penyelenggaraannya kurikulum yang tersusun masih berbasis kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud 056/U/1994) yang mengacu pada standar profesi untuk tolak ukur kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan. Profesi ners dan bidan sebelum intervensi HPEQ belum memiliki naskah akademik dan peraturan terkait sistem pendidikan masih mengacu pada peraturan perundangan yang terkait dengan sistem pendidikan secara umum. Sedikit berbeda dengan profesi ners dan bidan, sistem pendidikan profesi dokter dan dokter gigi selama ini diatur pada tingkat konsil yaitu melalui Standar Pendidikan Dokter dan Standar Pendidikan Dokter Gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006, tanpa adanya naskah akademik sistem pendidikan. URGENSI Naskah akademik pendidikan merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dimana Naskah Akademik pendidikan digunakan sebagai referensi dan kerangka pikir dalam merancang sistem pendidikan suatu profesi di Indonesia yang sesuai dengan tuntuan masyarakat dan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan tinggi tenaga kesehatan yang ada selama ini masih belum dapat menggambarkan sistem pendidikan profesi kesehatan, kredensial, jenjang, kompetensi. Ketidakjelasan jenis dan jenjang tenaga kesehatan khususnya bidan dan ners mengakibatkan kurang terarahnya pengembangan profesi tersebut dalam menghadapi tantangan secara nasional maupun internasional sehingga profesi menjadi sangat tertinggal dengan profesi tenaga kesehatan dinegara lainnya. Dengan demikian, naskah akademik sistem pendidikan diharapkan kedepannya institusi pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia dapat menjabarkan dan menerapkan kurikulum dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan kesehatan yang berdampak pada kualitas lulusan. Penyusunan Naskah Akademik Sistem Pendidikan berdasarkan intervensi HPEQ Naskah akademik pendidikan merupakan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan, dalam penyusunan kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan itu sendiri yang mengacu pada standar kompetensi bagi tenaga kesehatan. Penyelenggaraan pendidikan tinggi tenaga kesehatan bertujuan menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang mampu memberikan pelayanan sesuai dengan lingkup kompetensi yang telah disepakati oleh profesi dengan memahami dan mematuhi pedoman penyelenggaraan pendidikan tinggi tenaga kesehatan. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 9

11 Naskah akademik merupakan salah satu produk kebijakan bagi HPEQ project demi terciptanya peningkatan kualitas pada tenaga kesehatan yang dimulai dari masa pendidikan. Kemajuan penyusunan naskah akademik sistem pendidikan pada masing-masing profesi hingga saat ini sudah mencapai tahap final. Naskah akademik untuk profesi dokter dan dokter gigi untuk kepentingan RUU Pendidikan Dokter difinalisasi oleh KKI, sedangkan naskah akademik sistem pendidikan dokter dan dokter gigi masih dalam proses penyempurnaan (kolaborasi AIPKI, IDI, dan KKI untuk profesi dokter, dan kolaborasi AFDOKGI, PDGI, dan KKI). Sedangkan untuk profesi bidan dan ners, penyusunan naskah akademik sistem pendidikan telah mencapai tahap final dalam lingkup profesi namun belum dipublikasikan ke stakeholder dan pihak terkait. Tujuan dan kegunaan Naskah Akademik Tujuan Naskah Akademik Naskah akademik bertujuan untuk memaparkan permasalahan yang ada dengan memberikan gambaran tentang sistem pendidikan tinggi tenaga kesehatan meliputi jenis, jenjang, kompetensi dan sistem akreditasi dengan demikian Naskah akkademik dapat sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan, pengembangan pendidikan tinggi tenaga kesehatan serta sebagai umpan balik pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi kebidanan. Kegunaan Naskah Akademik 1. Memberikan arah pengembangan pendidikan tinggi tenaga kesehatan ke masa depan 2. Memberikan masukan pada pengelola pendidikan dalam memahami dan mematuhi pedoman penyelenggaraan pendidikan tinggi 3. Tolok ukur pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi kebidanan 4. Memberikan gambaran kepada berbagai pihak tentang sistem pendidikan kebidanan, kredensial, jenjang, kompetensi dan sistem akreditasi pendidikan. 5. Memberikan gambaran kepada semua stakeholders (Kemenkes, Kemendiknas, Kemenpan, Kemenakertans, Kemeneg PP, BKKBN, Pemda, LSM Perempuan dan lain-lain) tentang sistem pendidikan kebidanan. Perubahan Sesuai Naskah Akademik Perubahan kurikulum Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi pada setiap profesi berbeda-beda. Pada profesi dokter dimulai pada tahun 2005, profesi dokter gigi pada tahun 2003, sedangkan profesi ners sejak tahun Untuk kurikulum pendidikan bidan yang berjalan selama ini belum beralih pada kurikulum berbasis kompetensi, walaupun belum menerapkan KBK, kurikulum yang selama ini berjalan sudah mengacu pada standar kompetensi bidan yang terangkum dalam Standar Profesi Bidan. Dengan tersusunnya naskah akademik atas intervensi HPEQ project, terjadi peralihan dalam penerapan kurikulum pendidikan yang disusun berdasarkan global standards dari WHO, maka kurikulum pendidikan tinggi tenaga kesehatan diarahkan pada kurikulum berbasis kompetensi. Hal ini sejalan dengan perubahan konsep kurikulum nasional yang semula berdasarkan kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud 056/U/1994) berubah menjadi kurikulum berbasis kompetensi (Kepmendiknas no. 232/U/2000 dan 045/U/2002) seperti tabel di bawah ini Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 10

12 Tabel 1. Perubahan Konsep Kurikulum PERUBAHAN KONSEP KURIKULUM No TINJAUAN KURIKULUM BERBASIS ISI (KURNAS 1994) KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (2000) 1 Latar Belakang Masalah Internal Masalah global perubahan 2 Basis kurikulum Berbasis isi (content based kurikulum) Berbasis kompetensi (competency based curriculum) 3 Luaran PT Kemampuan minimal sesuai sasaran kurikulumnya Kompetensi yang dianggap mampu oleh masyarakat 4 Penilai kualitas lulusan Perguruan tinggi sendiri Perguruan tinggi dan pengguna lulusan (stake holder) 5 Cara menyusun Mulai dari isi keilmuannya Mulai dari Penetapan profil lulusan dan kompetensi 6 Penekanan Output lebih banyak menekankan apda hard skill Outcome, keseimbangan hardskill dan softskill 7 Pembelajaran Teacher Learning centered (TCL) dengan titik berat pada transfer of knowledge Student Centered Learning (SCL) diarahkan pada pembekatan method of inquiry and discovery Sumber : Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi, (DIKTI 2008) Selain menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, pada profesi bidan juga melakukan perubahan kurikulum kebidanan dengan mengacu pada model spiral kurikulum. Model sipral kurikulum ini sesuai dengan harapan pencapaian kompetensi bidan yang memerlukan pengulangan topik pembelajaran serta kompetensi baru selalu dihubungkan dengan kompetensi terdahulu sehingga kompetensi peserta didik akan semakin meningkat. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 11

13 PERUBAHAN GELAR AKADEMIK Tabel 2. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran Jenis Jenjang Gelar KKNI EXISTING -Akademik -Profesi -Sarjana -Profesi -Spesialis -Master -Doktor -Sarjana : S.Ked -Profesi : dr. -Spesialis : dr.sp -Master : M.Ked -Doktor : Dr.Ked Belum ada aturan PERUBAHAN SESUAI NASKAH AKADEMIK Akademik-Profesi PROFESI : -Sarjana-Profesi -Spesialis -Sub Spesialis AKADEMIK : -Sarjana (S1) -Magister (S2) -Doktor (S3) PROFESI : -Sarjana-Profesi : dr -Spesialis : dr. Sp -Sub Spesialis : Konsultan AKADEMIK : -Sarjana-Profesi (S1): S.Med -Magister (S2) : M.Med -Doktor (S3) : Dr. Med. Level 7 : S1-Profesi Level 8 : Master / Spesialis Leval 9 : Doktor / Sub Spesialis Sumber: KKI, Maret 2011 Tabel 3. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran Gigi EXISTING PERUBAHAN SESUAI NASKAH AKADEMIK Jenis Jenjang -Akademik -Profesi -Sarjana -Profesi -Spesialis -Master -Doktor Akademik-Profesi PROFESI : -Sarjana-Profesi -Spesialis -Sub Spesialis AKADEMIK : -Sarjana (S1) -Magister (S2) -Doktor (S3) Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 12

14 Gelar -Sarjana : S.Ked -Profesi : drg -Spesialis : drg.sp -Master : M.Ked -Doktor : Dr.Ked PROFESI : -Sarjana-Profesi : drg -Spesialis : drg. Sp -Sub Spesialis : Konsultan AKADEMIK : -Sarjana-Profesi (S1): S.Med.Dent -Magister (S2) : M.Med. Dent -Doktor (S3) : Dr. Med. Dent KKNI Belum ada aturan Level 7 : S1-Profesi Level 8 : Master / Spesialis Leval 9 : Doktor / Sub Spesialis Sumber: KKI, Maret 2011 Tabel 4. Perubahan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Bidan Jenis EXISTING -Vokasi -Akademik PERUBAHAN SESUAI NASKAH AKADEMIK -Vokasi -Akademik -Profesi Jenjang -Diploma (D3, D4) -Sarjana (S1) -Diploma (D3) -Sarjana-Profesi (S1-Profesi) -Magister (S2) * -Doktor (S3) Gelar -Diploma : Amd.Keb -Sarjana : S.Keb -Diploma : Amd.Keb -Sarjana-Profesi : S.Keb -Master : M.Keb -Doktor : Dr KKNI Belum ada aturan Level 5 : D3 Level 7 : S1-Profesi Level 8 : Master Sumber: AIPKIND & IBI, April 2011 Tabel 5. Perubahan Naskah Akademik Pendidikan Ners Jenis EXISTING -Vokasi -Akademik -Profesi PERUBAHAN SESUAI NASKAH AKADEMIK -Vokasi -Akademik -Profesi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 13

15 Jenjang -Diploma (D3, D4) -Sarjana (S1) -Profesi -Master (S2) -Doktor (S3) -Diploma (D3) -Sarjana-Profesi (Ners) -Master (S2) -Spesialis -Doktor (S3) Gelar -D3, D4 : Amd.Kep -Sarjana : S.Kep -Profesi : Ners -Master : M.Kep -Doktor : Dr.Kep -D3 : Amd.Kep -Sarjana-Profesi : S.Kep, Ners -Master: M.Kep -Spesialis : Sp.Kep -Doktor: Dr.Kep KKNI Belum ada aturan Level 5 : D3 Level 7 : Sarjana-Profesi Level 8 : Master/Spesialis Sumber: AIPNI & PPNI, April 2011 Metode Pendekatan Beberapa pendekatan dan metode yang dilakukan dalam proses penyusunan naskah akademik sistem pendidikan pada keempat profesi antara lain adalah: a. Diskusi antara pakar profesi dalam beberapa workshop yang diikuti oleh stakeholder pendidikan kesehatan antara lain: institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi kesehatan, asosiasi institusi pendidikan, kolegium terkait, RS pendidikan, Kementrian Kesehatan. b. Telaah pustaka kebijakan pendidikan nasional dan internasional, kebijakan organisasi profesi internasional, standar pendidikan dan kompetensi profesi internasional. c. Benchmarking dengan negara-negara yang telah lebih maju dalam sistem pendidikan kesehatan d. Survey di tingkat nasional tentang pendidikan dan pelayanan kesehatan. Pihak terkait Penyusunan naskah akademik sistem pendidikan profesi kesehatan melibatkan berbagai pihak antara lain asosisasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI, dan AIPKIND), organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, dan IBI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (khusus untuk profesi dokter dan dokter gigi). Legalisasi naskah akademik sistem pendidikan masing-masing profesi dilakukan oleh pihak yang berbeda: dokter dan dokter gigi oleh KKI, sedangkan ners dan bidan dilakukan oleh Kemdiknas. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 14

16 BAB III KESIMPULAN Kemajuan penyusunan naskah akademik sistem pendidikan pada masing-masing profesi hingga saat ini sudah mencapai tahap final. Naskah akademik untuk profesi dokter dan dokter gigi untuk kepentingan RUU Pendidikan Dokter difinalisasi oleh KKI, sedangkan naskah akademik sistem pendidikan dokter dan dokter gigi masih dalam proses penyempurnaan (kolaborasi AIPKI, IDI, dan KKI untuk profesi dokter, dan kolaborasi AFDOKGI, PDGI, dan KKI). Sedangkan untuk profesi bidan dan ners, penyusunan naskah akademik sistem pendidikan telah mencapai tahap final dalam lingkup profesi namun belum dipublikasikan ke stakeholder dan pihak terkait. Dengan finalisasi Naskah Akademik Sistem Pendidikan ini diharapkan kedepannya naskah yang telah ada dapat digunakan oleh institusi pendidikan kesehatan dalam memahami dan mematuhi pedoman penyelenggaraan pendidikan tinggi profesi kesehatan, sebagai tolak ukur pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi kesehatan, dalam upaya memberikan gambaran kepada berbagai pihak tentang sistem pendidikan profesi kesehatan, kredensial, jenjang, kompetensi serta sistem akreditasi pendidikan profesi kesehatan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 15

17 REFERENSI 1. Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kebidanan 2. Naskah Akademik Sistem Pendidikan Keperawatan 3. Naskah akademik Sistem Pendidikan Kedokteran 4. Naskah akademik Standar Pendidikan Dokter Gigi 5. Naskah akademik Standar Kompetensi Dokter Gigi 6. Policy Brief : Peningkatan Kualitas Tenaga Kesehatan 7. Laporan Semester 1 komponen 1 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 16

18 STANDAR KOMPETENSI Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 17

19 BAB I PENDAHULUAN Standar adalah ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang ditetapkan. Kompetensi juga diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Pasal 1 Kepmendiknas No. 045/U/2002). Standar kompetensi adalah kriteria yang merefleksikan kompetensi yang diharapkan dimiliki individu yang akan bekerja di bidang pelayanan tertentu, dalam hal ini khususnya pelayanan kesehatan. Tujuan umum dari penyusunan standar kompetensi adalah untuk memastikan masyarakat menerima pelayanan yang aman dan berkualitas. Selain itu, adanya standar kompetensi merupakan landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi. Sasaran dari penyusunan standar kompetensi tidak hanya institusi pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan namun juga dunia usaha/ industri kesehatan, pengguna, dan juga institusi penyelenggara pengujian dan sertifikasi tenaga kesehatan sebagai acuan dalam mengatur kewenangan praktik kesehatan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Adanya globalisasi menuntut profesi kesehatan menyiapkan sumber daya yang berkualitas tinggi untuk menghadapi persaingan global. Tenaga kesehatan saat ini diharapkan memiliki kompetensi yang mampu menjawab tantangan baik lokal, regional maupun global berupa pencapaian MDG s dan patient safety practice. Untuk menjamin tersedianya sumber daya tenaga kesehatan yang kompeten dan berkualitas dalam bidangnya serta memiliki daya saing tinggi maka diperlukan adanya standar yang mengatur pencapaian kompetensi. Pengembangan standar kompetensi pada tenaga kesehatan di Indonesia sejalan dengan target roadmap ASEAN Community yakni dalam hal akses pada pelayanan kesehatan dan promosi gaya hidup sehat. Hal ini dinyatakan dalam poin: Develop strategies for ASEAN to strengthen capacity and competitiveness in health related products and services, including in the pharmaceutical sector Promote the sharing of best practices in improved access to health products including medicines for people in ASEAN Perlunya standar kompetensi untuk setiap profesi dalam bidang kesehatan ditegaskan dalam UU No. 23 Tahun 1992 yang diamandemen menjadi UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 63 ayat (2) yang menyebutkan bahwa; Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan dan atau perawatan; pada ayat (3) Pengendalian, dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatan dan keamanannya; ayat (4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 18

20 dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 24, ayat (1); Tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional; ayat (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi. Kementerian Pendidikan Nasional yang didukung oleh bank dunia melalui proyek Health Professional Education Quality (HPEQ) terus berupaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan di Indonesia. Salah satu aspek yang merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan adalah standar kompetensi. Sejak terbentuk pada tahun 2010, proyek HPEQ telah memfasilitasi serangkaian pertemuan antar profesi kesehatan (Dokter, dokter gigi, bidan dan perawat) untuk sinkronisasi dan harmonisasi dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keempat profesi kesehatan sepakat bahwa pelayanan yang berkualitas dibangun dari sistem dan standar pendidikan. Untuk merealisasi kualitas pelayanan tersebut Proyek HPEQ mulai menata sistem dan standar pendidikan tenaga kesehatan termasuk standar kompetensi keempat profesi. Selain fasilitasi pertemuan-pertemuan yang bersifat policy making, proyek HPEQ juga memfasilitasi kegiatan survey terkait penyusunan dan penyempurnaan standar kompetensi untuk keempat profesi kesehatan yang dimulai dari tahap persiapan, penyempurnaan instrument, pelatihan surveyor, dan pelaksanaan survey itu sendiri. Berbagai pertemuan juga telah dilakukan untuk melakukan konsolidasi antara Pokja Standar Kompetensi dengan pihak-pihak pemangku kepentingan. Penyempurnaan standar kompetensi bagi masing-masing profesi merupakan bagian dari target Key Performance Indicator (KPI) HPEQ Project tahun 2011 dengan proyeksi capaian akhir tahun adalah tersusunnya revisi standar kompetensi (dokter dan dokter gigi) dan legalisasi standar kompetensi (bidan dan perawat). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 19

21 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Standar Kompetensi Profesi Kesehatan Berdasarkan Undang Undang Praktik Kedokteran UU No. 29 tahun 2004 Bab III pasal 7 ayat 2, standar kompetensi untuk profesi dokter dan dokter gigi telah disusun dan ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sejak tahun Pada standar kompetensi tersebut diatur mengenai komponen-komponen inti kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang dokter dan dokter gigi serta daftar keterampilan klinis, daftar masalah, dan daftar penyakit beserta leveling kompetensinya. Standar kompetensi untuk profesi perawat dan ners dibuat oleh organisasi profesi PPNI pada tahun Pada standar kompetensi ini dimuat daftar unit dan kodifikasi kompetensi perawat Indonesia serta matriks kategori tenaga keperawatan dan kompetensinya. Sedangkan untuk profesi bidan memiliki standar kompetensi yang tercantum pada Kepmenkes No 369 Tahun 2007 yang di dalamnya terdapat standar kompetensi, standar pendidikan, standar pelayanan dan kode etik profesi. Dalam standar kompetensi ini tercakup 9 area kompetensi dimana masing-masing area dijabarkan atas pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan dan perilaku profesional. 2.2 Perkembangan Standar Kompetensi Untuk profesi dokter, Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang telah diimplementasikan sejak tahun 2006 perlu mengalami revisi setelah 5 tahun pelaksanaannya. Sebagaimana pada profesi dokter, profesi dokter gigi juga telah melakukan revisi standar kompetensi yang sudah berjalan selama lima tahun. Revisi diperlukan agar standar ini tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dikaitkan dengan Sistem Kesehatan Nasional. Selain itu revisi standar kompetensi diperlukan dalam rangka persiapan diri menghadapi akreditasi dari pihak yang berwenang yang akan berlangsung tahun Pada kedua profesi, proses revisi standar kompetensi dilakukan melalui kerjasama antara KKI dan para penyelenggara pendidikan, pengampu kepentingan, alumni dan masyarakat. Proses revisi standar dimulai berbasis masukan dari pihak-pihak tersebut. Adanya forum yang baik antara berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan revisi standar kompetensi merupakan hal yang penting untuk menyamakan persepsi terhadap standar itu sendiri dan sebagai salah satu sarana sosialiasi. Dalam prosesnya, asosiasi institusi pendidikan profesi kesehatan (AIPKI dan AFDOKGI) berkoordinasi dengan organisasi profesi (IDI dan PDGI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI dan RSGMP), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mendapatkan masukan revisi dan juga penyempurnaan dari standar kompetensi. Selain itu proses revisi standar kompetensi dan pendidikan juga mengacu pada standar internasional yaitu mengacu pada World Federation of Medical Education (WFME). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 20

22 Metode yang dilakukan adalah berbasis bukti dengan menggunakan survey awal dan survey lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan standar kompetensi di sarana pelayanan kesehatan, kebutuhan dari masyarakat dan kebutuhan dari tenaga kesehatan itu sendiri. Survey awal dan survey lanjutan terkait revisi standar kompetensi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pada tahap awal dilakukan survey kuantitatif dan selanjutnya hasil revisi berdasarkan data survey divalidasi dengan cara kualitatif Tahapan Revisi Standar Kompetensi Dokter Dalam melakukan revisi SKDI, telah dilakukan penelitian mengenai evaluasi implementasi SKDI dan SPPDI sejak tahun Penelitian yang dilakukan juga bertujuan untuk memperoleh rekomendasi revisi terhadap kedua standar tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode Self Administered Questionaire (SAQ), Focus Group Discussion (FGD) dan Nominal Group Technique (NGT) yang melibatkan institusi pendidikan, dokter praktek, pasien, tenaga kesehatan, pakar pendidikan kedokteran, wakil dan tokoh masyarakat, serta pihak terkait lainnya. Terdapat 5 survey yakni sebagai berikut: a. Survey mengenai Lingkup Bahasan Pengetahuan Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi b. Survey dengan Nominal Group Technique mengenai Keterampilan Klinis Dokter c. Survey mengenai Pengembangan Ujian Berbasis Kompetensi d. Survey mengenai Professional Behavior Dokter e. Survey mengenai Standar Pendidikan Dokter Survey yang dilakukan melibatkan 12 Institusi Pendidikan Dokter yang dipilih secara purposive berdasarkan beberapa faktor. Selain 12 institusi tersebut diperoleh pula masukan dari pakar pendidikan di institusi, dokter praktik, mitra kerja dokter, serta dari pasien yang merupakan perwakilan masyarakat. Selain hasil penelitian, revisi SKDI juga mempertimbangkan studi literatur dan masukan dari berbagai pihak dalam penyusunannya. Tabel 6. Timeline Revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia No Kegiatan Waktu 1. Pembentukan Tim Pokja Revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia Juni Persiapan dan penyempurnaan instrumen survey. Agustus Oktober Pelaksanaan Preliminary Survey Oktober Pengisian data, validasi dan pembersihan data-data Oktober Analisis data antara Tim Pokja dan Tim Analisis Data Oktober Pelaksanaan Focus Group Discussion dan Nominal Group Technique sebagai validasi Juli 2011 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 21

23 7. Penyusunan draft revisi SKDI dan SPDI, konsolidasi dengan KKI, Kolegium, dan stakeholders lainnya Agustus Oktober Tahapan Revisi Standar Kompetensi Dokter Gigi Pada dokter gigi, revisi standar kompetensi dilakukan dengan penyusunan pernyataan kemampuan dasar yang bertujuan melengkapi pernyataan kompetensi penunjang yang tercantum pada Buku Standar Kompetensi Dokter gigi terbitan Konsil Kedokteran Indonesia tahun Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan ini dilaksanakan melalui beberapa cara, yaitu : (1) menampung usulan pernyataan kemampuan dasar dari semua institusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi, (2) mengkaji pernyataan kemampuan dasar yang disusun oleh beberapa institusi pendidikan profesi dokter gigi oleh Pokja, (3) menyusun pernyataan kemampuan dasar oleh Pokja yang belum terakomodasi oleh insitusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi yang ada, (4) sosialisasi usulan pernyataan kemampuan dasar kepada para Dekan/Ketua Prodi, (5) konfirmasi/ persetujuan atas rekapitulasi pernyataan kemampuan dasar dari Dekan/Ketua FKG/Prodi. Selain itu khusus untuk forensik kedokteran gigi dan dokter gigi keluarga pernyataan kemampuan dasarnya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat yang diperkuat oleh paparan narasumber di bidang tersebut. Sebagai input untuk revisi standar kompetensi dokter gigi juga dilakukan survey yang bertujuan untuk mendapatkan data yang valid, lengkap, dan rinci mengenai gambaran kondisi di Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi, RSGMP, Puskesmas dan RS Jejaring. Selain itu survey ini juga bertujuan untuk mengetahui validitas data hasil uji coba template data dasar kedokteran gigi dan data dasar EPSBED. Survey tersebut dilaksanakan pada 12 institusi pendidikan dokter gigi, Puskesmas, RSGMP dan RS Jejaring. Tabel 7. Timeline revisi standar kompetensi dokter gigi No Kegiatan Waktu 1. Persiapan survey, penentuan nama surveyor, pelatihan surveyor Juli Pelaksanaan survey Juli Analisis data survey Agustus Penyusunan laporan dan Finalisasi laporan survey 5. Distribusi dan rekapitulasi pekerjaan rumah untuk pernyataan kemampuan dasar ke FKG/Prodi KG Agustus September 2010 Agustus September Workshop Pokja September Oktober Sosialisasi/Konfirmasi/Persetujuan dari FKG/Prodi KG dan Stakeholders 8. Penyusunan Naskah Akademik Standar Kompetensi September Oktober 2010 Oktober November 2010 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 22

24 2.2.3 Tahapan Revisi Standar Kompetensi Ners Revisi standar kompetensi pada profesi ners dilakukan dengan survey awal dan survey lanjutan. Survey awal dilakukan pada 30 September s.d. 13 November 2010 dan hasil survey tersebut menjadi dasar pertimbangan bagi revisi standar kompetensi oleh Tim Pokja. Survey yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan institusi pendidikan D3 Keperawatan dan Pendidikan Ners, mengidentifikasi harapan masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan terhadap kompetensi perawat, dan mengidentifikasi kesenjangan antara harapan dan kondisi saat ini tentang kompetensi perawat. Survey dilakukan di 32 propinsi meliputi 40 institusi RS, 40 institusi pendidikan, dan 6 Puskesmas. Selain hasil survey, revisi standar kompetensi juga memperhatikan input dari organisasi profesi dan stakeholders lainnya. Selanjutnya diadakan survey lanjutan dengan metode FGD untuk memperoleh masukan terhadap revisi standar kompetensi dengan timeline sebagai berikut: Tabel 8. Timeline revisi standar kompetensi Ners No Kegiatan Waktu 1. Penyusunan instrument survey, finalisasi instrument dan kerangka acuan, pertemuan surveyor Agustus - September Pengumpulan data 1-13 Oktober Pengolahan data Oktober Sosialisasi hasil survey Oktober Penyusunan TOR, instrumen survey dan panduan FGD sebagai survey lanjutan Juni Pelatihan Fasilitator FGD Juli Pelaksanaan survey lanjutan Juli Perumusan hasil survey 4-5 Agustus Finalisasi Standar Kompetensi dan Standar Pendidikan Ners 9-10 Agustus Diseminasi Agustus Tahapan Revisi Standar Kompetensi Bidan Standar praktek dan kompetensi bidan yang tertuang dalam Kepmenkes no. 369 tahun 2007 menyatakan bahwa praktik bidan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan sesuai kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan tidak hanya Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 23

25 pada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan berpraktik di semua fasilitas pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya. Standar kompetensi bidan saat ini telah mengalami proses revisi yang disusun berdasarkan pada kesepakatan bersama dari berbagai pihak terkait yaitu IBI, AIPKIND, Kolegium Bidan Indonesia, Praktisi bidan, Kementrian Kesehatan, Kementrian Pendidikan Nasional, pihak penyelenggara pendidikan dan perempuan sebagai penerima Layanan. Kesepakatan ini selanjutnya akan disahkan oleh PP-IBI bersama Kolegium Bidan Indonesia. Standar kompetensi bidan disusun berdasarkan body of knowledge, filosofi dan paradigma pelayanan kebidanan dengan mengacu pada Permenkes No. 369/ Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Permenkes no. 161/Menkes/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan dan Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan serta essential competencies International Confederation of Midwives (ICM) tahun Sebagai masukan untuk penyusunan standar kompetensi bidan, telah dilakukan pula survey yang difasilitasi oleh proyek HPEQ yaitu Survey Pelayanan Kebidanan dan Survey Institusi Pendidikan. Survey Pelayanan Kebidanan bertujuan untuk megidentifikasi jenis kegiatan riil yang dilakukan bidan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, menilai kesesuaian antara aktivitas bidan di tempat praktik dengan standar kompetensi, dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi bidan dalam melakukan praktik di wilayah kerjanya. Sedangkan Survey Institusi Pendidikan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang profil dan perkembangan institusi/program studi D3 Kebidanan dan Program D4 Bidan Pendidik. Survey pelayanan bidan dilaksanakan di 6 Propinsi berbeda dengan total responden bidan sebanyak 168 orang. Responden adalah bidan yang bekerja di berbagai macam institusi. Untuk survey institusi pendidikan dilaksanakan di 21 institusi pendidikan di 8 Propinsi berbeda. Metode penelitian kedua survey adalah secara kuantitatif dengan metode crosssectional dan secara kualitatif dengan in-depth interview. Tabel 9. Timeline pelaksanaan survey dan proses penyusunan standar kompetensi Ners No Kegiatan Waktu 1. Finalisasi Instrumen September Pelatihan surveyor September Pengumpulan data 4 15 Oktober Pengolahan data dan laporan Oktober Finalisasi laporan 7 8 November Finalisasi standar kompetensi November Desember 2010 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 24

26 2.3 Progress Standar Kompetensi Profesi Kesehatan Sebagai hasil dari proses revisi standar kompetensi pada keempat profesi, saat ini masing-masing profesi telah memiliki draft revisi standar kompetensi. Pada profesi dokter, telah dihasilkan draft revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Pada draft revisi tersebut, konsep standar kompetensi pada dasarnya tidak berubah hanya mengalami perubahan pada urutan penulisan sehingga lebih sistematis. Standar kompetensi terdiri dari 7 area kompetensi dimana masing-masing area memiliki komponen-komponen kompetensi. Ketujuh area kompetensi tersebut juga dijabarkan lebih lanjut mencakup kompetensi inti dan kompetensi-kompetensi apa saja yang harus mampu ditunjukkan setiap lulusan dokter. Pada penjabaran kompetensi ditambahkan penekanan pada patient safety, dokter sebagai manajer pelayanan kesehatan, serta kesehatan masyarakat. Revisi dilakukan pula pada lampiran daftar masalah, daftar penyakit dan daftar keterampilan klinis. Dilakukan penyederhanaan pada lampiran agar item yang ada tidak berlebihan dan lebih relevan untuk dokter umum serta penyempurnaan terminology dan sistematika penyusunan. Sedangkan untuk leveling kompetensi tidak mengalami perubahan. Pada profesi dokter gigi telah dihasilkan draft akhir Naskah Akademik Revisi Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia. Dilakukan revisi terhadap ketidakseragaman terminology diagnosis, jenis, dan perawatan penyakit, penekanan pada usaha promotif dan preventif pada standar kompetensi, serta penambahan kompetensi manajemen risiko. Standar kompetensi dokter gigi terdiri dari 6 domain dimana setiap domain dijabarkan dalam kompetensi utama dan kompetensi penunjang. Pada standar kompetensi juga dilengkapi dengan gambaran aktivitas pembelajaran klinik yakni dengan penjabaran materi standar kompetensi klinik. Pada profesi ners, telah dihasilkan Draft Standar Kompetensi Perawat Indonesia dan sedang dilakukan persiapan sanctioning dengan stakeholders untuk legalisasinya. Standar Kompetensi Perawat Indonesia terdiri dari 3 ranah utama dan setiap ranah utama dijabarkan dalam unit kompetensi. Pada setiap unit kompetensi dicantumkan kompetensi untuk setiap kategori tenaga keperawatan yakni untuk pembantu keperawatan, perawat vokasional, dan perawat profesional (ners, ners spesialis, dan ners konsultan). Selain itu terdapat pula daftar kompetensi dalam implementasi asuhan keperawatan untuk perawat vokasi, ners, dan ners spesialis. Standar kompetensi belum dapat dilegalisasi pada akhir 2011 karena membutuhkan kesepakatan stakeholders lintas kementerian (terutama Kemkes). Pada profesi bidan juga telah dihasilkan Draft Standar Kompetensi Bidan yang siap untuk menjalani proses legalisasi. Standar Kompetensi Bidan disusun melalui pengorganisasian kompetensi berdasarkan pendekatan yang bersifat umum ke yang bersifat khusus/spesifik yaitu profil, kompetensi utama, kompetensi penunjang dan Kriteria Kinerja (Performance Criteria). Pengembangan pernyataan kompetensi (competency statement) diperlukan sebagai usaha untuk menggambarkan tingkat pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang harus dimiliki oleh lulusan bidan. Profil dan Kompetensi Utama dilengkapi dengan deskripsi untuk memberikan informasi tentang lingkup dan kedalaman yang akan dicapai. Kompetensi Penunjang dan Kriteria Kinerja (Performance Criteria) berisikan pernyataan kompetensi-kompetensi yang diperlukan dengan tingkat kompetensi (Level of competency) untuk mencapai kompetensi utama yang telah ditetapkan. Selanjutnya Kompetensi Penunjang dijabarkan dalam Kriteria Kinerja (Performance Criteria) dengan menggunakan analisa instruksional. Sebagaimana halnya pada Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 25

27 profesi perawat, pada profesi bidan standar ini juga masih belum dapat dilegalisasi akhir tahun 2011 dan saat ini masih dalam persiapan sanctioning dengan stakeholders. 2.3 Referensi Standar Kompetensi di Lingkup Internasional Profesi Dokter Standar pendidikan untuk profesi dokter disusun mengacu pada World Federation of Medical Education (WFME). Berdasarkan dokumen WFME Global Standards for Quality Improvement in Medical Education tahun 2007, assessment bagi mahasiswa harus dapat menguji pencapaian obyektif pembelajaran dan kompetensi. WFME juga menyebutkan perlunya standar mengenai kemampuan minimal yang harus dicapai oleh lulusan dokter sebagaimana disusun oleh Global Minimum Essential Requirements in Medical Education (GMER) atau yang sederajat dengan itu. Global Minimum Essential Requirements in Medical Education (GMER) disusun oleh Institute for International Medical Education (IIME) sejak tahun IIME Core Committee mengembangkan konsep GMER dan mendefinisikan seperangkat learning outcome minimal secara global. Learning outcome esensial dikelompokkan menjadi 7 domain pendidikan dan terbagi menjadi 60 obyektif pembelajaran. Di samping kompetensi global tersebut, institusi pendidikan harus menambahkan kompetensi nasional dan lokal. GMER mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan klinis, sikap dan perilaku profesional dan etika yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Ketujuh domain tersebut adalah: 1. Professional Values, Attitudes, Behavior and Ethics 2. Scientific Foundation of Medicine 3. Communication Skills 4. Clinical Skills 5. Population Health and Health Systems 6. Management of Information 7. Critical Thinking and Research Gambar 3. Domain global essential requirement IIME Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 26

28 2.3.2 Profesi Dokter Gigi Pada penyusunan Standar Kompetensi tahun 2006 oleh KKI, salah satu referensi yang digunakan adalah dari Association for Dental Education in Europe (ADEE) tahun Sebagaimana dimuat pada European Journal of Dental Education, 2009, profil dan kompetensi dokter gigi Eropa oleh ADEE telah mengalami revisi pada tahun Pada dokumen profil dan kompetensi dokter gigi Eropa oleh ADEE 2009 disebutkan bahwa pernyataan kompetensi (competency statement) akan menyediakan benchmark bagi institusi pendidikan dokter gigi untuk: 1. Review dan restrukturisasi kurikulum 2. Review dan pengembangan proses evaluasi mahasiswa 3. Mengukur outcome untuk menilai efektivitas program pendidikan Selain itu pernyataan kompetensi juga dapat digunakan sebagai referensi dalam proses akreditasi. Lulusan dokter gigi harus mempelajari pendekatan holistik dalam manajemen pasien. Mereka juga harus memiliki pengetahuan dan dapat bekerja dalam konsep tim. Semua itu harus didukung oleh etos continuing professional development (CPD) dan mempromosikan belajar sepanjang hayat untuk mencapai kontinuum pendidikan. Domain kompetensi disusun dari umum ke spesifik. Domain kompetensi menurut ADEE 2009 adalah sebagai berikut: 1. Profesionalism 2. Interpersonal, Communication and Social Skills 3. Knowledge Base, Information and Information Literacy 4. Clinical Information Gathering 5. Diagnosis and Treatment Planning 6. Therapy: Establishing and Maintaining Oral Health 7. Prevention and Health Promotion Domain kompetensi tersebut selanjutnya dijabarkan kembali dalam kompetensi utama dan kompetensi penunjang Profesi Perawat Australian Nursing Federation menyusun Competency Standards for Nurses in General Practice pada tahun Pada standar ini kompetensi diklasifikasikan untuk enrolled nurse, registered nurse dan advanced nurse. Selain itu juga diatur mengenai bidan. Standar kompetensi untuk setiap kelompok profesional diorganisasikan menjadi domain, masing-masing memiliki descriptor berupa elemenelemen kompetensi. Domain tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut: Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 27

29 Tabel 10. Domain kompetensi perawat professional berdasarkan Competency Standards for Nurses in General Practice Registered Nurse Domains Enrolled Nurse Domains Midwifery Domains Professional practice Professional and ethical practice Legal and professional practice Critical thinking and analysis Critical thinking and analysis Midwifery knowledge and practice Provision and coordination of care Collaborative and theurapeutic practice Management of care Enabling Midwifery as primary health care Reflective and ethical practice Sedangkan untuk advanced nurse merupakan registered nurse dengan praktik yang advanced dan dapat dideskripsikan sebagai berikut: Mengenal evidence based practice Anggota aktif dari profesi keperawatan Menerima tanggung jawab untuk situasi kompleks yang dapat mencakup konteks klinis, manajerial, edukasi atau riset. Menunjukkan kepemimpinan dan menginisiasi perubahan Mempraktikkan secara komprehensif sebagai anggota tim yang interdependep Memiliki keluasan atau kedalaman pengalaman dan pengetahuan Fokus terhadap outcome untuk individu dan kelompok Di Australia, terdapat dokumen terpisah yang merupakan standar kompetensi khusus untuk advanced nurse Profesi Bidan Standar kompetensi yang disusun oleh organisasi profesi bidan (IBI dan AIPKIND) mengacu terutama pada Standar Global Pendidikan Kebidanan dari WHO 2009 dan International Confederation of Midwives (ICM) Berdasarkan Standar Global Pendidikan Kebidanan (WHO, 2009) lulusan bidan harus dapat mendemonstrasikan kompetensi praktek kebidanan, lulusan mampu menunjukan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, lulusan mampu memenuhi ketentuan untuk registrasi dan lisensi, lulusan mendapatkan gelar profesional tergantung dari level pendidikan, lulusan harus memenuhi syarat untuk mengikuti program pendidikan lanjut dan diperlukan monitoring lulusan secara berkelanjutan baik yang terkait dengan pengembangan profesi dan pendidikan lanjut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan lulusan adalah dengan kode etik dan standar profesi, lulusan harus mampu menunjukkan evidence based parctice, mendemonstrasikan asuhan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 28

30 berbasis budaya, kemampuan praktek di sistem kesehatan di negaranya dan memenuhi kebutuhan masyarakat, critical thinking, kemampuan mengelola sumber daya dan praktek secara aman dan efektif, kemampuan advokasi secara efektif dan partner profesional dengan tenaga kesehatan yang lain dalam pelayanan kesehatan, berorientasi pada pelayanan masyarakat, kemampuan kepemimpinan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan. International Confederation of Midwives (ICM) sebagai satu-satunya organisasi internasional yang mewakili bidan telah mengembangkan Global Standards for Midwifery Regulation pada tahun Tujuan dari standar tersebut adalah untuk mempromosikan mekanisme regulasi yang melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa bidan yang kompeten memberikan asuhan kebidanan dengan standar yang tinggi untuk setiap wanita dan bayi. Tujuan dari regulasi tersebut adalah untuk menyokong bidan untuk bekerja secara mandiri dengan lingkup praktik yang penuh sehingga meningkatkan standar asuhan maternitas dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Standar ini mulai dikembangkan sejak tahun 2010 sejalan dengan perkembangan standar global untuk pendidikan bidan. Standar Global tersebut mencakup prinsip-prinsip yang berfungsi sebagai benchmark untuk standarisasi regulasi bidan secara global. Tujuan standar ini adalah sebagai basis untuk review kerangka regulasi yang sudah ada dan menyediakan panduan untuk negara-negara yang belum memiliki kerangka regulasi untuk bidan. Pada standar ini kompetensi diartikan sebagai kombinasi dari pengetahuan, kemampuan psikomotor, komunikasi dan pengambilan keputusan yang memampukan individu untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan level profisiensi yang didefinisikan. Pada standar ini diorganisasikan: 1. Model of regulation: bagaimana regulasi ditetapkan misalnya melalui legislasi 2. Protection of title: siapa yang dapat menggunakan title bidan 3. Governance: penetapan otoritas regulasi bidan dan penjabaran fungsi-fungsinya 4. Functions: mekanisme dimana otoritas regulasi mengatur bidan dan memasukkan hal-hal Lingkup praktik Pendidikan bidan pre-registrasi Registrasi Continuing competence Komplain dan disiplin Kode Etik Pada standar tersebut dijelaskan pada bagian lingkup praktik bahwa otoritas regulasi bidan mendefinisikan lingkup praktik yang konsisten dengan definisi ICM. Profesi bidan menentukan lingkupnya sendiri daripada pemerintah, profesi kesehatan lain, sektor swasta, atau kepentingan komersial lain. Fokus primer profesi bidan adalah partus normal dan asuhan maternitas. Lingkup praktik harus mendukung dan memampukan bidan berpraktik mandiri dan dengan demikian termasuk hak meresepkan, akses kepada pemeriksaan laboratorium/skrining dan hak memasukkan dan memulangkan pasien. Bidan harus mampu mengkonsul dan merujuk ke spesialis. Profesi bidan mendefinisikan standar minimal untuk pendidikan dan kompetensi yang diperlukan untuk registrasi bidan. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 29

31 BAB III PENUTUP Revisi dan penyempurnaan standar kompetensi keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 terutama bagi profesi ners dan bidan yang harus melakukan uji kompetensi pada tahun 2012 dan berkaitan dengan penyusunan blue print uji kompetensi profesi. Untuk selanjutnya, legalisasi standar kompetensi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan pihak yang berwenang untuk melakukan legalisasi standar kompetensi ners dan bidan masih dalam pembicaraan. Tahapan revisi standar kompetensi yang telah dilakukan masing-masing profesi merupakan bagian dari usaha penjaminan mutu tenaga kesehatan sehingga masing-masing profesi dapat menghasilkan lulusan serta memberikan praktik pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat. Tahapan revisi standar kompetensi ini telah dilakukan berbasis bukti melalui survey kuantitatif maupun kualitatif, mengacu pada standar-standar internasional, dan telah melalui konsolidasi dengan berbagai pihak pengampu. Diharapkan dengan adanya kegiatankegiatan proyek HPEQ dan kerjasama berbagai pihak terkait dapat membantu penyempurnaan revisi dan pembuatan standar kompetensi untuk masing-masing profesi sehingga akhirnya dihasilkan standar kompetensi yang baik dalam rangka mewujudkan tenaga kesehatan yang berkualitas. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 30

32 REFERENSI 1. Pokja AIPNI. Draft standar kompetensi ners. HPEQ Project: Jakarta, Pokja IBI. Draft standar kompetensi bidan. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPKI. Draft standar kompetensi dokter. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AFDOKGI. Naskah akademik standar kompetensi dokter gigi. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPKI. Laporan Preliminary Survey SKDI dan SPPDI. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPNI. Laporan Preliminary Survey Profesi Ners. HPEQ Project: Jakarta, Poka IBI. Laporan Survey Pelayanan Kebidanan dan Institusi Pendidikan. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AFDOKGI. Laporan Preliminary Survey Profesi Dokter Gigi. HPEQ Project: Jakarta, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI Kementerian Kesehatan. Standar Profesi Bidan. Kepmenkes 369 tahun Laporan kegiatan tahunan HPEQ tahun Laporan midsemester HPEQ tahun Laporan SC Proyek HPEQ semester 1 tahun World Federation of Medical Education. Global standards for quality improvement in medical education. University of Copenhagen: Denmark, Core committee of Institute for International Medical Education. Global minimum essential requirements in medical education. IIME: USA, Chiarella M. An overview of the competency movement in Australian nursing and midwifery. New South Wales, Australian Nursing Federation. Competency standards for nurses in general practice. Australia, J. Cowpe, A. Plasschaert, W. Harzer, H. Vinkka-Puhakka, A. D. Walmsley. Profile and competences for the graduating European Dentist-update European Journal of Dental Education International Confederation of Midwives. Global standards for midwifery regulation (2011). 20. Association of Southeast Asian Nation. Roadmap for an ASEAN community Jakarta, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 31

33 STANDAR PENDIDIKAN Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 32

34 BAB I PENDAHULUAN Standar pendidikan adalah sebuah perangkat penyetara mutu pendidikan sebuah profesi yang dibuat dan disepakati bersama oleh stakeholder pendidikan dan merupakan perangkat untuk menjamin tercapainya kompetensi sesuai dengan tujuan pendidikan profesi. Manfaat dari standar pendidikan adalah dapat digunakan untuk evaluasi diri bagi institusi penyelenggara pendidikan, sebagai acuan bagi pelaksanaan evaluasi eksternal, sebagai acuan akreditasi, dan untuk pengembangan materi uji kompetensi. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal terhadap sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah di atur dalam PP No. 19 tahun Standar nasional pendidikan adalah acuan minimal yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan ( PP 19/2005 ). Mengacu pada UU No 18 tahun 2002 pasal 12 ayat 2 tentang sistem penelitian nasional dan penerapan IPTEK mengamanahkan bahwa untuk menjamin tanggung jawab dan akuntabilitas profesionalisme, organisasi profesi wajib menentukan standar, persyaratan, dan sertifikasi keahlian serta kode etik profesi. Dengan demikian penyusunan standar pendidikan dikembangkan oleh organisasi profesi bersama dengan Asosiasi Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan dapat di analisis kedalam sistem komponen pendidikan, sebagai berikut : Standar Nasional Pendidikan STANDAR ISI STANDAR PROSES Analisis Sistemik Komponen Pendidikan KURIKULUM TATA PAMONG (Governance) SISTEM PEMBELAJARAN SUASANA AKADEMIK STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN STANDAR SARANA DAN PRASARANA STANDAR PENGELOLAAN MAHASISWA DAN LULUSAN SUMBER DAYA MANUSIA SARANA DAN PRASARANA VISI, MISI, SASARAN, DAN TUJUAN SISTEM PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 33

35 SISTEM PENJAMIN MUTU STANDAR PEMBIAYAAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN PEMBIAYAAN PENELITIAN, PELAYANAN/ PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, DAN KERJASAMA Sebagai perangkat dasar untuk evaluasi diri institusi penyelenggara pendidikan, standar pendidikan berfungsi sebagai acuan dalam borang akreditasi pendidikan. di Indonesia gambaran keadaan pendidikan tinggi kesehatan khususnya pada profesi dokter, dokter gigi, bidan dan perawat dapat dilihat pada table dibawah ini : Tabel 11. Data Jumlah Institusi Pendidikan Kesehatan Yang Terakreditasi Profesi Jumlah Institusi Pendidikan Akreditasi Belum akreditasi /expired Dokter Dokter Gigi Bidan Perawat Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa belum seluruh institusi pendidikan kesehatan diakreditasi, padahal setiap institusi pendidikan wajib mempunyai kriteria minimal terhadap sistem pendidikan yang diukur dengan akreditasi. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa kualitas pendidikan profesi kesehatan di Indonesia belum seragam dengan criteria minimal yang diwajibkan seperti dalam standar pendidikan. BAN-PT sebagai system penjaminan mutu eksternal selain Badan Standar Nasional Pendidikan mempunyai penilaian tersendiri namun tetap mengacu pada standar pendidikan profesi. Dikti melalui Proyek HPEQ dalam intervensinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesi kesehatan memiliki target akreditasi seperti yang tertera pada tabel di bawah : Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 34

36 Tabel 12. Akreditasi IPD dan IPDG CAPAIAN SAAT INI (SEMESTER 1) TARGET KPI 2011 PROYEKSI CAPAIAN AKHIR TAHUN Saat ini, IPD yang sudah terakreditasi dgengan menggunakan instrumen akreditasi lama = 44 IPD (65%) & 8 IPDG (40 %) Saat ini komponen 1 sedang melaksanakan strategi penyelamatan akreditasi terhadap IPD spesialis, IPDG spesialis dan institusi alih bina Kemkes ke Kemdiknas 25 % IPD & IPDG terakreditasi dengan instrumen akreditasi baru dan mempublikasikan hasil akreditasinya Target akreditasi dengan menggunakan instrumen akreditasi baru, dapat tercapai (pelaksanaan akreditasi : September November 2011) akreditasi terhadap minimal 18 IPD (25 %) & 7 IPDG (25 %) diprioritaskan untuk IPD dan IPDG yang masa akreditasinya sudah kadaluarsa atau belum terakreditasi sama sekali) Sumber: Pertemuan steering committee proyek HPEQ, 25 Agustus 2011 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 35

37 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Standar Pendidikan Profesi Kesehatan Berdasarkan Undang Undang Praktik Kedokteran UU No. 29 tahun 2004 Bab III pasal 7 ayat 1 dan 2, standar pendidikan Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas untuk mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang telah ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan. Pada standar pendidikan tersebut menjelaskan mengenai system komponen pendidikan Standar pendidikan. standar pendidikan untuk profesi dokter dan dokter gigi telah disusun dan ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sejak tahun Sedangkan untuk profesi bidan memiliki acuan pelaksanaan asuhan kebidanan berdasarkan Kepmenkes RI nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi Bidan dan Permenkes RI nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang di dalamnya terdapat standar kompetensi, standar pendidikan, standar pelayanan dan kode etik profesi. Dalam standar kompetensi ini tercakup 9 area kompetensi dimana masing-masing area dijabarkan atas pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan dan perilaku profesional. Standar Pendidikan untuk profesi perawat dan ners dibuat oleh organisasi profesi PPNI dan AIPNI pada tahun Pada standar Pendidikan ini memuat standar minimal yang harus dijadikan acuan oleh institusi pendidikan Ners dalam menyelenggarakan pendidikan Ners 2.2 Perkembangan Standar Pendidikan Standar Pendidikan Profesi Dokter (SPPD) yang telah diimplementasikan sejak tahun 2006 perlu mengalami revisi setelah 5 tahun pelaksanaannya. Sebagaimana pada profesi dokter, profesi dokter gigi juga telah melakukan revisi standar pendidikan yang sudah berjalan selama lima tahun. Revisi diperlukan agar standar ini tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dikaitkan dengan Sistem Kesehatan Nasional. Selain itu revisi standar pendidikan diperlukan dalam rangka persiapan diri menghadapi akreditasi dari pihak yang berwenang yang akan berlangsung tahun Pada kedua profesi, proses revisi standar pendidikan dilakukan melalui kerjasama antara KKI dan para penyelenggara pendidikan, pengampu kepentingan, alumni dan masyarakat. Proses revisi standar dimulai berbasis masukan dari pihak-pihak tersebut. Adanya forum yang baik antara berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan revisi standar pendidikan merupakan hal yang penting untuk menyamakan persepsi terhadap standar itu sendiri dan sebagai salah satu sarana sosialiasi. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 36

38 Dalam prosesnya, asosiasi institusi pendidikan profesi kesehatan (AIPKI dan AFDOKGI) berkoordinasi dengan organisasi profesi (IDI dan PDGI), Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI dan RSGMP), Kolegium, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mendapatkan masukan revisi dan juga penyempurnaan dari standar kompetensi. Selain itu proses revisi standar kompetensi dan pendidikan juga mengacu pada standar internasional yaitu mengacu pada World Federation of Medical Education (WFME). Metode yang dilakukan adalah berbasis bukti dengan menggunakan survey awal dan survey lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan standar kompetensi di sarana pelayanan kesehatan, kebutuhan dari masyarakat dan kebutuhan dari tenaga kesehatan itu sendiri. Survey awal dan survey lanjutan terkait revisi standar kompetensi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pada tahap awal dilakukan survey kuantitatif dan selanjutnya hasil revisi berdasarkan data survey divalidasi dengan cara kualitatif. Profesi bidan sudah mempunyai standar pendidikan yang tertuang dalam Permenkes No. 369/ Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, namun hal tersebut belum cukup karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, maka profesi bidan bekerjasama Dikti melalui HPEQ mulai merancang sistem pendidikan bidan Indonesia. Dasar Hukum dilaksanakannya menyempurnakan atau membuat standar pendidikan adalah: 1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 3. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 4. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional Tahapan Revisi Standar Kompetensi Proyek HPEQ dalam perjalanan untuk meningkatkan kualitas pendidikan memfasilitasi OP dan AIP untuk menyempurnakan atau membuat standar pendidikan untuk masing-masing profesinya. Ada beberapa tahap yang dilakukan organisasi profesi dan asosiasi institusi profasi untuk merevisi dan menyempurnakan standar pendidikan, tahapan tersebut yaitu : a. Tahapan revisi standar pendidikan pada profesi dokter Dalam melakukan revisi standar pendidikan profesi Dokter, telah dilakukan penelitian mengenai evaluasi implementasi SKDI dan SPPDI sejak tahun Penelitian yang dilakukan juga bertujuan untuk memperoleh rekomendasi revisi terhadap kedua standar tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode Self Administered Questionaire (SAQ), Focus Group Discussion (FGD) dan Nominal Group Technique (NGT) yang melibatkan institusi pendidikan, dokter praktek, pasien, tenaga kesehatan, pakar pendidikan kedokteran, wakil dan tokoh masyarakat, serta pihak terkait lainnya. Selain hasil Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 37

39 penelitian, revisi SPPDI juga mempertimbangkan berbagai pihak dalam penyusunannya. studi literatur dan masukan dari Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan Tim Pokja Revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia pada Juni Pembagian tugas Tim Pokja menjadi 3 kelompok besar, yakni: Tim Keterampilan Klinis, Tim Professional Behavior, dan Tim Validasi Kompetensi dan Implementasi Standar Kompetensi dan Pendidikan Profesi Dokter. 3. Persiapan dan penyempurnaan instrumen survey. Terdapat 5 survey sebagai berikut: a) Survey mengenai Lingkup Bahasan Pengetahuan Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi b) Survey dengan Nominal Group Technique mengenai Keterampilan Klinis Dokter c) Survey mengenai Pengembangan Ujian Berbasis Kompetensi d) Survey mengenai Professional Behavior Dokter e) Survey mengenai Standar Pendidikan Dokter 4. Pelaksanaan Preliminary Survey pada tanggal Oktober 2010, melibatkan 12 Institusi Pendidikan Dokter yang dipilih secara purposive berdasarkan beberapa faktor. Selain 12 institusi tersebut diperoleh pula masukan dari pakar pendidikan di institusi, dokter praktik, mitra kerja dokter, serta dari pasien yang merupakan perwakilan masyarakat. 5. Pengisian data, validasi dan pembersihan data-data pada tanggal Oktober Analisis data antara Tim Pokja dan Tim Analisis Data pada tanggal Oktober Pelaksanaan Focus Group Discussion dan Nominal Group Technique sebagai validasi pada Juli Penyusunan draft revisi SKDI dan SPDI b. Tahapan Revisi Standar Pendidikan Ners Revisi standar kompetensi dan standar pendidikan pada profesi ners dilakukan dengan survey awal dan survey lanjutan. Survey awal dilakukan pada 30 September s.d. 13 November 2010 dan hasil survey tersebut menjadi dasar pertimbangan bagi revisi standar kompetensi oleh Tim Pokja. Survey yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan institusi pendidikan D3 Keperawatan dan Penidikan Ners, mengidentifikasi harapan masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan terhadap kompetensi perawat, dan mengidentifikasi kesenjangan antara harapan dan kondisi saat ini tentang kompetensi perawat. Selain hasil survey, revisi standar kompetensi juga memperhatikan input dari organisasi profesi dan stakeholders lainnya. Selanjutnya diadakan survey lanjutan dengan metode FGD untuk memperoleh masukan terhadap revisi standar kompetensi dengan timeline sebagai berikut: 1) Penyusunan instrument survey, finalisasi instrument dan kerangka acuan, pertemuan surveyor pada Agustus sampai September Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 38

40 2) Pengumpulan data pada tanggal 1-13 Oktober Survey dilakukan di 32 propinsi meliputi 40 institusi RS, 40 institusi pendidikan, dan 6 Puskesmas 3) Pengolahan data pada Oktober ) Sosialisasi hasil survey pada tanggal Oktober ) Penyusunan TOR, instrumen survey dan panduan FGD sebagai survey lanjutan pada Juni ) Penyamaan persepsi surveyor pada Juli ) Pelatihan Fasilitator FGD pada Juli ) Pelaksanaan survey pada Juli ) Perumusan hasil survey pada 4-5 Agustus ) Finalisasi Standar Kompetensi dan Standar Pendidikan Ners pada 9-10 Agustus ) Diseminasi pada Agustus 2011 c. Tahapan Revisi Standar Pendidikan Bidan Standar Pendidikan bidan saat ini telah mengalami proses revisi yang disusun berdasarkan pada kesepakatan bersama dari berbagai pihak terkait yaitu IBI, AIPKIND, Kolegium Bidan Indonesia, Praktisi bidan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, pihak penyelenggara pendidikan dan perempuan sebagai penerima Layanan. Kesepakatan ini selanjutnya akan disahkan oleh PP-IBI bersama Kolegium Bidan Indonesia. Standar pendidikan bidan disusun berdasarkan body of knowledge, filosofi dan paradigma pelayanan kebidanan dengan mengacu pada Permenkes No. 369/ Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Permenkes no. 161/Menkes/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan dan Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan serta essential competencies International Confederation of Midwives (ICM) tahun Sebagai masukan untuk penyusunan standar pendidikan bidan, telah dilakukan pula survey yang difasilitasi oleh proyek HPEQ yaitu Survey Pelayanan Kebidanan dan Survey Institusi Pendidikan. Survey Pelayanan Kebidanan bertujuan untuk megidentifikasi jenis kegiatan riil yang dilakukan bidan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, menilai kesesuaian antara aktivitas bidan di tempat praktik dengan standar kompetensi, dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi bidan dalam melakukan praktik di wilayah kerjanya. Sedangkan Survey Institusi Pendidikan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang profil dan perkembangan institusi/program studi D3 Kebidanan dan Program D4 Bidan Pendidik. Survey pelayanan bidan dilaksanakan di 6 Propinsi berbeda dengan total responden bidan sebanyak 168 orang. Responden adalah bidan yang bekerja di berbagai macam institusi. Untuk survey institusi pendidikan dilaksanakan di 21 institusi pendidikan di 8 Propinsi berbeda. Metode penelitian kedua survey adalah secara kuantitatif dengan metode crosssectional dan secara kualitatif dengan in-depth interview. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 39

41 Tabel 13.Timeline pelaksanaan survey dan proses penyusunan standar Pendidikan No Kegiatan Waktu 1. Finalisasi Instrumen September Pelatihan surveyor September Pengumpulan data 4 15 Oktober Pengolahan data dan laporan Oktober Finalisasi laporan 7 8 November Finalisasi standar kompetensi November Desember 2010 Standar Nasional Pendidikan Kebidanan (SNPK) merupakan turunan dari Standar Nasional Pendidikan (PP 19 tahun 2005) yang menjadi pedoman bagi institusi penyelenggara pendidikan kebidanan di Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Kebidanan disusun mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan sebagaimana tertera dalam Undang Undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan Bidan juga mengacu pada Standar Global Pendidikan Kebidanan yang ditetapkan oleh WHO. Tujuan Standar Global Pendidikan Kebidanan menetapkan kriteria pendidikan dan menjamin lulusannya untuk: a) Berbasis kompetensi dan evidence (evidence based) b) Mempromosikan pengembangan pendidikan dan pendidikan sepanjang masa (lifelong learning) c) Kompeten dalam rangka memberikan asuhan kebidanan yang bermutu tinggi sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat d. Tahapan Revisi Standar Kompetensi Dokter Gigi Pada dokter gigi, revisi standar kompetensi dilakukan dengan penyusunan pernyataan kemampuan dasar yang bertujuan melengkapi pernyataan kompetensi penunjang yang tercantum pada Buku Standar Kompetensi Dokter gigi terbitan Konsil Kedokteran Indonesia tahun Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan ini dilaksanakan melalui beberapa cara, yaitu : (1) menampung usulan pernyataan kemampuan dasar dari semua institusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi, (2) mengkaji pernyataan kemampuan dasar yang disusun oleh beberapa institusi pendidikan profesi dokter gigi oleh Pokja, (3) menyusun pernyataan kemampuan dasar oleh Pokja yang belum terakomodasi oleh insitusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi yang ada, (4) sosialisasi usulan pernyataan kemampuan dasar kepada para Dekan/Ketua Prodi, (5) konfirmasi/ persetujuan atas rekapitulasi pernyataan kemampuan dasar dari Dekan/Ketua FKG/Prodi. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 40

42 Selain itu khusus untuk forensik kedokteran gigi dan dokter gigi keluarga pernyataan kemampuan dasarnya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat yang diperkuat oleh paparan narasumber di bidang tersebut. Di bawah ini skema mekanisme dimaksud berdasarkan aktivitas dan waktu. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 41

43 Distribusi pekerjaan rumah ke FKG/Prodi KG Agustus 2010 Mengumpulkan pekerjaan rumah ke FKG/Prodi KG September 2010 Perlimpahan rekapitulasi pekerjaan rumah ke Pokja September 2010 Sosialisasi/Konfirmasi/ Persetujuan dari FKG / Prodi KG dan Stakeholders September s.d Oktober 2010 Distribusi ke FKG /Prodi untuk asupan melalui e- mail September s.d Oktober Workshop Pokja (termasuk Kedokteran Gigi Forensik dan Dokter Gigi Keluarga, kajian dan survei kebutuhan masyarakat) September s.d Oktober 2010 Penyusunan Naskah Akademik. minggu ke IV oktober s.d Minggu ke III November 2010 Penyerahan naskah akademik kepada proyek minggu IV November 2010 Gambar 4. Skema Revisi Standar Pendidikan Dokter Gigi Revisi dan penyempurnaan standar pendidikan keempat profesi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 untuk dokter dan dokter gigi, bidan dan ners semester 1 tahun 2012 sehubungan dengan kesepakatan terkait sistem akreditasi yang mengharuskan semua institusi pendidikan kesehatan diakreditasi oleh Kemdiknas hingga bulan Mei 2012 karena standar pendidikan ini akan digunakan sebagai instrumen akreditasi. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 42

44 BAB III PENUTUP Revisi dan penyempurnaan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi ditargetkan selesai dan dilegalisasi pada tahun 2011 dan profesi ners dan bidan pada semester awal Untuk selanjutnya, legalisasi standar pendidikan dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI. Sedangkan pihak yang berwenang untuk melakukan legalisasi standar pendidikan ners dan bidan masih dalam pembicaraan. Tahapan revisi standar pendidikan yang telah dilakukan masing-masing profesi merupakan bagian dari usaha penjaminan mutu tenaga kesehatan sehingga masing-masing profesi dapat menghasilkan lulusan serta memberikan praktik pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat. Tahapan revisi standar pendidikan ini telah dilakukan berbasis bukti melalui survey kuantitatif maupun kualitatif, mengacu pada standar-standar internasional, dan telah melalui konsolidasi dengan berbagai pihak pengampu. Diharapkan dengan adanya kegiatan-kegiatan proyek HPEQ dan kerjasama berbagai pihak terkait dapat membantu penyempurnaan revisi dan pembuatan standar kompetensi untuk masing-masing profesi sehingga akhirnya dihasilkan standar kompetensi yang baik dalam rangka mewujudkan tenaga kesehatan yang berkualitas. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 43

45 REFERENSI 1. Kementerian Kesehatan. Standar Profesi Bidan. Kepmenkes 369 tahun Laporan kegiatan tahunan HPEQ tahun Laporan midsemester HPEQ tahun Laporan SC Proyek HPEQ semester 1 tahun Pokja AIPNI. Draft standar Pendidikan ners. HPEQ Project: Jakarta, Pokja IBI. Draft standar Pendidikan Kebidanan Indonesia. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPKI. Draft standar Pendidikan Dokter Indonesia. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AFDOKGI. Draft Standar Pendidikan dokter gigi Indonesia. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPKI. Laporan Preliminary Survey SKDI dan SPPDI. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AIPNI. Laporan Preliminary Survey Profesi Ners. HPEQ Project: Jakarta, Poka IBI. Laporan Survey Pelayanan Kebidanan dan Institusi Pendidikan. HPEQ Project: Jakarta, Pokja AFDOKGI. Laporan Preliminary Survey Profesi Dokter Gigi. HPEQ Project: Jakarta, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 44

46 KURIKULUM Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 45

47 BAB I PENDAHULUAN Kurikulum adalah sebuah program yang disusun dan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Jadi kurikulum bisa diartikan sebuah program yang berupa dokumen program dan pelaksanaan program. Sebagai sebuah dokumen, kurikulum (curriculum plan) dirupakan dalam bentuk rincian matakuliah, silabus, rancangan pembelajaran, sistem evaluasi keberhasilan. Sedang kurikulum sebagai sebuah pelaksanan program adalah bentuk pembelajaran yang nyata-nyata dilakukan (actual curriculum). Kepmendiknas No.232/U/2000 sendiri mendefinisikan kurikulum pendidikan tinggi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar di perguruan tinggi. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Pendidikan Tinggi Dalam perkembangannya, kurikulum pendidikan tinggi telah mengalami perubahan konsep dari Kurikulum Nasional tahun 1994, yang didasari Keputusan Mendikbud No. 56/U/1994, ke Kurikulum Inti dan Institusional tahun 2000, yang didasari pada Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002. Perubahan ini mengacu pada adanya masalah-masalah global atau eksternal dalam sistem pendidikan dan juga pada perubahan status otonom beberapa perguruan tinggi yang mengizinkan pendidikan tinggi untuk menentukan dan mengembangkan kurikulumnya sendiri. Perkembangan di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan adaptasi dan kreativitas agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang cepat tersebut. Alasan inilah yang seharusnya mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan perubahan paradigma dalam penyusunan kurikulumnya yaitu untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya dapat memahami ilmu pengetahuan namun dapat menguasai kompetensi sesuai dengan tingkat pendidikannya sehingga lulusan dapat menghadapi kehidupan masa depan dengan lebih baik serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Beberapa perubahan mendasar pada konsep kurikulum pendidikan tinggi yang dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 antara lain: (1) luaran pendidikan tinggi yaitu kompetensi seseorang untuk dapat melakukan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan; (2) kurikulum inti merupakan penciri dari kompetensi utama, disusun oleh perguruan tinggi bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dan merupakan penciri suatu lulusan program studi tertentu; (3) kurikulum institusional didalamnya terumuskan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya, yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama suatu program studi dan ditetapkan oleh institusi penyelenggara program studi; (4) mata kuliah dikelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya yaitu (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c) kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 46

48 ilmu dan keterampilan yang dikuasai; (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya; (5) proses pembelajaran yang dilakukan di pendidikan tinggi tidak hanya sekedar suatu proses transfer of knowledge, namun benar-benar merupakan suatu proses pembekalan yang berupa method of inquiry seseorang yang berkompeten dalam berkarya di masyarakat.* Dengan demikian secara jelas akan tampak bahwa perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan (KBI) sesuai Kepmendikbud No.056/U/1994, ke kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000, mempunyai beberapa harapan keunggulan, yaitu luaran hasil pendidikan (outcomes) yang diharapkan sesuai dengan societal needs, industrial/business needs, dan professional needs; dengan pengertian bahwa outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan intelectual skill,knowledge dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh. Tabel 14. Perubahan Konsep Kurikulum Depdiknas (2002) menyatakan bahwa KBK memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, termasuk CTL (Contextual Teaching and Learning), (4) sumber belajar bukan hanya guru, melainkan juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Adapun tahapan dalam penyusunan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut: (1) penetapan profil lulusan; (2) perumusan kompetensi lulusan (termasuk di dalamnya adalah perumusan kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya); (3) pengkajian kandungan elemen kompetensi; (4) pemilihan bahan kajian; (5) perkiraan dan penetapan beban Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 47

49 (sks) dan pembentukan mata kuliah; (6) pembentukan mata kuliah; (7) menyusun struktur kurikulum (melalui pendekatan serial dan pendekatan paralel). Pola pembelajaran yang terpusat pada dosen (Teacher Centered Learning/ TCL) yang digunakan pada kurikulum sebelumnya kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Oleh karena itu, pembelajaran dalam KBK didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning/ CSL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Terdapat beragam metode pembelajaran untuk KBK dengan pendekatan CSL, di antaranya adalah: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 48

50 BAB II PEMBAHASAN KBK di Pendidikan Profesi Kesehatan Kurikulum pendidikan keempat profesi kesehatan yaitu dokter, dokter gigi, ners dan bidan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan tinggi juga mengikuti perubahan seiring dengan perubahan kebijakan mengenai kurikulum ini. Bila sebelumnya pendidikan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan diberikan berdasarkan konten (content based) dengan pembagian per departemen/ bidang ilmu (pendekatan serial), maka sejak tahun 2005 satu persatu institusi pendidikan profesi kesehatan mulai menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang diberikan secara terintegrasi baik vertikal maupun horizontal dengan tujuan mencapai kompetensi tertentu (competence-based) yang disesuaikan dengan ciri khas masing-masing profesi. Penerapan KBK di pendidikan kedokteran secara khusus memang telah dikawal oleh proyek HWS (Health Workforce and Service) DIKTI pada tahun 2003 hingga Proyek HWS ini secara umum mempersiapkan penerapan KBK di seluruh institusi pendidikan dokter (IPD) yang dilakukan secara bertahap mulai dari tahun 2005, hingga pada tahun 2008 seluruh IPD yang ada pada saat itu (52 IPD) telah menerapkan KBK dalam pendidikannya. Dalam perkembangannya hingga tahun 2011, penerapan KBK di dalam pendidikan profesi kesehatan masih bervariasi baik antar profesi maupun antar institusi. Setiap profesi mempunyai ciri khas tersendiri dalam penerapan KBK dalam pendidikannya. Untuk itu, Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kemendiknas melalui proyek HPEQ (Health Professional Education Quality) berusaha memfasilitasi evaluasi implementasi KBK dalam pendidikan profesi kesehatan, khususnya untuk untuk pendidikan dokter, dokter gigi dan ners. Sedangkan untuk pendidikan bidan yang selama ini masih belum menerapkan KBK, proyek HPEQ juga memfasilitasi pengarahan kurikulum pendidikan menuju kurikulum berbasis kompetensi yang juga mengacu kepada global standards dari WHO. Seiring dengan penerapan KBK di institusi pendidikan kesehatan, dibutuhkan juga dokumendokumen penunjang untuk membantu pelaksanaan KBK di masing-masing institusi pendidikan profesi kesehatan seperti standar kompetensi, standar pendidikan, serta naskah akademik sistem pendidikan. Standar kompetensi masing-masing profesi tentunya merupakan bagian yang sangat penting dalam kurikulum pendidikan profesi kesehatan karena di dalamnya telah diatur kompetensi utama suatu profesi yang berlaku secara nasional dan menjadi penciri suatu lulusan profesi tertentu. Standar kompetensi yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh asosiasi institusi pendidikan bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan organisasi profesi. Standar kompetensi ini akan digunakan sebagai acuan kompetensi dalam penyusunan kurikulum di masing-masing institusi pendidikan profesi kesehatan. Lain halnya dengan standar kompetensi, di dalam standar pendidikan profesi serta naskah akademiknya terdapat peraturan mengenai pelaksanaan pendidikan di institusi yang juga berlaku secara nasional. Beberapa hal yang diatur dalam standar pendidikan antara lain: Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 49

51 program pendidikan (termasuk di dalamnya peraturan mengenai kurikulum yang digunakan), penilaian hasil belajar, mahasiswa, dosen, dan lain-lain. Standar pendidikan menjadi bagian penting dalam penerapan KBK di pendidikan profesi kesehatan karena di dalamnya diatur secara detail mengenai model, isi, struktur, komposisi dan durasi kurikulum yang digunakan di dalam pendidikan, hingga cara evaluasinya. I. Perkembangan Kurikulum 4 Profesi dan Intervensi proyek HPEQ Kurikulum Pendidikan Kedokteran Kurikulum pendidikan kedokteran adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan kedokteran. Sampai dengan tahun 1960 sistem pembelajaran pendidikan dokter masih menggunakan sistem bebas (studi bebas). Kemudian pada tahun 1960 mulai dikembangkan studi terpimpin yang dilanjuti dengan sistem kredit semester di tahun Selanjutnya terjadi beberapa kali perubahan sistem pembelajaran dan juga kurikulum, yaitu 1982 (KIPDI I), 1992 (KIPDI II), dan 2004 (KIPDI III). Pada Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) III ini kemudian diperkenalkan sistem pembelajaran dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penerapan kurikulum berbasis komptensi (KBK) di pendidikan kedokteran juga ditekankan pada Standar Pendidikan Profesi Dokter (KKI, 2006) yang menyatakan bahwa pendidikan dokter dilakukan dengan model KBK dengan pendekatan terintegrasi baik vertikal maupun horizontal. Adapun persiapan penerapan KBK di pendidikan kedokteran pertama kali difasilitasi oleh proyek HWS dari DIKTI. Pada tahun 2005, beberapa institusi pendidikan kedokteran mulai menerapkan KBK dan terus bertambah hingga pada tahun 2008, seluruh IPD yang ada pada saat itu (52 IPD) seluruhnya telah menggunakan KBK dalam proses pendidikannya. Adapun kompetensi inti di setiap institusi disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (KKI, 2006) dengan kompetensi penunjang dan tambahan diserahkan pada masing-masing institusi sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Pada tahun 2011 ini, secara umum KBK telah diterapkan dalam pendidikan kedokteran selama lebih dari lima tahun. Untuk itu, diperlukan evaluasi penerapan KBK di institusi pendidikan dokter. DIKTI melalui Proyek HPEQ (Health Professional Education Quality) memfasilitasi evaluasi penerapan KBK di pendidikan kedokteran ini dalam bentuk survei. Survei dilaksanakan pada Bulan Oktober 2010 dalam rangka survei implementasi Standar Pendidikan Profesi Dokter dengan tujuan mendapatkan gambaran penerapan KBK di masing-masing institusi. Hasil survei menunjukkan bahwa kesemua institusi yang disurvey (total 16 IPD) telah mengimplementasikan KBK dengan sebagian besar menggunakan bentuk modul/ blok (integrasi vertikal), sedangkan sisanya menggunakan metode hybrid. Berikut adalah daftar institusi yang telah disurvei, model kurikulum yang digunakan, serta tahun mulai pelaksanaan KBK. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 50

52 Tabel 15. Institusi Pendidikan dan Tahun Dimulainya KBK No Universitas Unpatti 2. Unissula 3. Unsoed 4. Unhas 5. UI 6. UKI 7. Un. Malahayati 8. Un. Maranatha 9. Unair 10. USU 11. UNAlkhairat 12. UKDW 13. UMY 14. Unpad 15. Unsyiah 16. Undana Tabel 16. Model Kurikulum yang Digunakan No Universitas Modul (Blok) Hibrid 1. Unpatti 2. Unissula 3. Unsoed 4. Unhas 5. UI 6. UKI 7. Un. Malahayati 8. Un. Maranatha 9. Unair 10. USU Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 51

53 11. UNAlkhairat 12. UKDW 13. UMY 14. Unpad 15. Unsyiah 16. Undana Selain memfasilitasi survei, proyek HPEQ juga telah memfasilitasi revisi Standar Pendidikan Profesi Dokter dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, serta pembuatan Naskah Akademik Pendidikan Kedokteran. Ketiga dokumen ini menjadi penting karena didalamnya diatur bagaimana KBK itu diterapkan dalam pendidikan kedokteran serta kompetensi-kompetensi inti apa saja yang harus dipelajari oleh peserta didik selama masa pendidikannya. Dalam revisi terakhir Standar Pendidikan Dokter Indonesia dinyatakan bahwa model kurikulum yang digunakan dalam pendidikan dokter adalah kurikulum berbasis kompetensi yang terintegrasi baik horizontal maupun vertikal, serta berorientasi pada masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat dalam konteks pelayanan kesehatan primer. Revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia juga tentunya mempengaruhi pelaksanaan KBK di institusi dimana perubahan dalam standar kompetensi akan mempengaruhi profil lulusan dokter dan juga isi kurikulum yang diberikan pada mahasiswa. Pada akhirnya, semua kajian dan revisi-revisi yang dilakukan oleh proyek HPEQ ini tentunya diharapkan dapat semakin memperbaiki kualitas pendidikan dokter di Indonesia secara langsung, dan juga dapat meningkatkan kualitas dokter di Indonesia secara tidak langsung. Kurikulum Pendidikan Kedokteran Gigi Penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi sebelum diberlakukannya UU tentang Praktik Kedokteran mengacu pada Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi Indonesia II (KIPDGI II) dan peraturan serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan tinggi yang bersifat umum. Adapun penerapan KIPDGI II pada masing-masing institusi masih sangat beragam. Hal ini kemungkinan disebabkan persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing institusi pendidikan dokter gigi (IPDG). Kondisi tersebut di atas menyebabkan lulusan dokter gigi mempunyai kualitas dan kompetensi yang belum seragam. Pada tahun 2005 dengan telah diberlakukannya Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, maka tercetus ide untuk menyusun standar pendidikan dan standar kompetensi bagi dokter dan dokter gigi. Standar-standar ini kemudian disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tahun Sejak mulai disahkan hingga saat ini, standar pendidikan dan standar kompetensi merupakan acuan yang wajib dilaksanakan oleh seluruh Institusi Pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi di Indonesia. Menurut Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi, kurikulum pendidikan kedokteran gigi menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. KBK pada pendidikan kedokteran gigi tercermin Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 52

54 pada beberapa hal dalam standar pendidikannya yaitu: (1) kompetensi lulusan sebagai bagian dari komponen kurikulum; (2) materi pembelajaran disiapkan sesuai dengan kompetensi lulusan dan strategi pengajaran, dimana materi ini sebaiknya dalam bentuk mata ajaran atau modul yang terintegrasi; (3) disain kurikulum disusun sedemikian rupa agar pencapaian kompetensi mahasiswa setiap semester/ tahun diukur; (4) menerapkan metode pembelajaran berfokus pada mahasiswa (student centered learning), serta; (5) evaluasi pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi yang telah ditetapkan. Penerapan KBK sendiri di institusi pendidikan kedokteran gigi sebenarnya telah dilakukan mulai tahun 2003 pada beberapa institusi yang kemudian seiring dengan ditetapkannya Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi pada tahun 2006, semakin banyak institusi pendidikan dokter gigi yang menggunakannya. Hampir sama dengan dokter, setelah diterapkan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun, penerapan KBK di tingkat institusi pendidikan dokter gigi juga perlu di evaluasi. Untuk itu, proyek HPEQ telah memfasilitasi evaluasi ini dalam bentuk survei untuk mendapatkan gambaran penerapan KBK pada masing-masing institusi. Survei evaluasi penerapan KBK di IPDG yang telah proyek HPEQ fasilitasi dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pertama pada tahun 2010, dan yang kedua pada tahun Survei pertama dilaksanakan pada Oktober 2010 dalam rangka survei pemetaan IPDG, RSGM, RS Jejaring dan Puskesmas. Di dalamnya juga terdapat evaluasi kesiapan institusi pendidikan kedokteran gigi Indonesia dalam aplikasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Hasil dari survei pertama adalah 14 IPDG yang disurvei semuanya telah mengimplementasikan KBK pada tahap akademik, sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Pada Bulan Juli-Agustus 2011, proyek HPEQ kembali memfasilitasi kegiatan survei lanjutan penerapan KBK di pendidikan kedokteran gigi dan hasilnya menunjukan bahwa seluruh institusi pendidikan dokter gigi (total 26 IPDG) di Indonesia telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi. Dari hasil kedua survei ini, meskipun semua IPDG telah menerapkan KBK, ternyata dalam pelaksanaannya, institusi pendidikan (FKG dan Prodi KG) masih mengalami beberapa kendala dalam mengimplementasikan standar kompetensi ke dalam kurikulum. Untuk itu, proyek HPEQ juga telah memfasilitasi revisi Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Standar Kompetensi, serta pembuatan Naskah Akademik Standar Pendidikan dan Naskah Akademik Standar Kompetensi Dokter Gigi. Melalui pembuatan Naskah Akademik Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Dokter Gigi ini diharapkan dapat membantu institusi pendidikan profesi dokter gigi dalam menjabarkan dan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi di institusi masing-masing. Kurikulum Pendidikan Keperawatan Pendidikan keperawatan yang ada pada jenjang pendidikan tinggi adalah pendidikan Diploma III Keperawatan yang bersifat vokasi dan pendidikan Sarjana Keperawatan (S.Kp) yang merupakan pendidikan profesi. Dalam penyelenggaraan pendidikannya, institusi pendidikan keperawatan harus menyusun sebuah kurikulum pendidikan keperawatan yang merupakan seperangkat Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 53

55 rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan keperawatan. Di Indonesia,kurikulum pendidikan keperawatan ini telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun 1985 kurikulum pendidikan profesi keperawatan merupakan kurikulum yang terintegrasi antara pendidikan akademik dan profesi. Namun, karena belum tegasnya sifat pendidikan keperawatan akademik profesional yang terintegrasi saat itu, maka pada tahun 1996 kelompok kerja keperawatan pada Konsorsium Ilmu Kesehatan telah menyesuaikan kurikulum terintegrasi tersebut menjadi kurikulum baru yang memisahkan antara program akademik dan program profesi secara tegas dan diberlakukan sejak tahun Sejak pemberlakuan ketentuan pemerintah tahun 2000 tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk semua jenjang pendidikan, AIPNI bersama PPNI mulai tahun 2006 mulai menyusun KBK pendidikan Sarjana Keperawatan dan memberlakukannya pada tahun 2008 terutama untuk seluruh anggotanya setelah mendapatkan verifikasi kompetensi dari PPNI. Kemudian, bulan Juli tahun 2010 ditetapkan pula kurikulum pendidikan profesi Ners yang mengembalikan pola pendidikan tahapan menjadi terintegrasi kembali dengan struktur dan pola yang telah disempurnakan dari sebelumnya (kurikulum 1985 dan 1998). AIPNI dan PPNI melakukan fungsi ini dalam rangka memperoleh standarisasi kurikulum dan implementasinya yang pada kenyataan selama ini sangat bervariasi mengingat kemampuan setiap institusi juga sangat bervariasi. Kurikulum yang dikembangkan hanya berupa kurikulum inti berbobot 60% dari kurikulum institusi. Tujuannya adalah diperolehnya kompetensi inti yang sama dikalangan institusi pendidikan ners yang ada di Indonesia. Hal ini untuk memudahkan terjadinya pengakuan yang diberikan baik di dalam maupun di luar negeri. Kurikulum Program Pendidikan Sarjana Keperawatan ditetapkan dengan mengacu kepada 60% kurikulum inti, yaitu 87 SKS ( dari 144 SKS ) terdiri dari 70 % pengetahuan teori dan 30 % penerapan praktik (laboratorium, tatanan klinik dan komunitas ), dengan masa studi 4 tahun ( 8 semester ). Pengembangan kurikulum institusi disesuaikan dengan visi dan misi institusi yang mencirikan kekhasan dari institusi tersebut dengan memasukkan 20 % isu-isu global ( Misal: Perawatan HIV/AIDS, Flu Burung, SARS, Disaster, Perawatan Trauma, IT, Entrepreuner, Bahasa Asing ) serta muatan lokal 20 % sesuai dengan keunggulan institusi. Dalam pelaksanaannya hingga saat tahun 2011, belum semua institusi pendidikan keperawatan telah menggunakan KBK sebagai kurikulum utama dalam sistem pendidikannya. Hingga tahun 2011, pelaksanaan KBK tetap berjalan dan proses monitoring dan evaluasi masih tetap dilakukan agar setiap kendala yang muncul pada proses KBK dapat diminimalisir dan diatasi. Selain dalam monitoring dan evaluasi, proyek HPEQ melalui fasilitasi pembuatan Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Ners. Dalam draf final standar pendidikan ners, kembali ditekankan bahwa kurikulum pendidikan ners adalah KBK yang mencakup kurikulum pendidikan akademik pada jenjang sarjana dan kurikulum pendidikan profesi yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya standar pendidikan ners diharapkan institusi pendidikan keperawatan dapat terbantu dalam menerjemahkan KBK dalam pendidikannya. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 54

56 Kurikulum Pendidikan Kebidanan Kurikulum pendidikan kebidanan adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan kebidanan. Sejak awal berdirinya institusi pendidikan kebidanan, kurikulum yang digunakan dalam pendidikannya masih belum jelas. Namun seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan akan tenaga bidan, kurikulum pendidikannya juga diperbaiki dan disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan di masyarakat. Pendidikan kebidanan tumbuh dalam dinamika perkembangan yang tidak tersistem sampai saat Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan tahun 2003 dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai sistem dan standar pendidikan profesi. Kurikulum pendidikan bidan yang berjalan selama ini meskipun belum menerapkan KBK secara khusus, namun telah mengacu pada standar kompetensi bidan yang terangkum dalam Kepmenkes RI No. 900 Tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan saat ini telah direvisi menjadi Kepmenkes RI No. 1464/MENKES/PER/10/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Seiring tersusunnya naskah akademik pendidikan bidan yang terselenggara atas peluang yang difasilitasi oleh proyek HPEQ serta berdasarkan global standards dari WHO, maka kurikulum pendidikan bidan saat ini diarahkan menjadi kurikulum berbasis kompetensi. Hal ini sejalan dengan perubahan konsep kurikulum nasional yang semula berdasarkan kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud 056/U/1994) berubah menjadi kurikulum berbasis kompetensi (Kepmendiknas no. 232/U/2000 dan 045/U/2002). Selain diarahkan untuk menerapkan KBK, kurikulum kebidanan juga diarahkan untuk mengacu pada model spiral kurikulum. Model sipral kurikulum ini sesuai dengan harapan pencapaian kompetensi bidan yang memerlukan pengulangan topik pembelajaran serta kompetensi baru selalu dihubungkan dengan kompetensi terdahulu sehingga kompetensi peserta didik akan semakin meningkat. Penyusunan kurikulum pendidikan kebidanan juga harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan kebidanan yaitu menghasilkan lulusan bidan yang mampu memberikan pelayanan dalam praktik kebidanan. Kemampuan bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan harus memiliki kompetensi profesional yang telah disepakati oleh profesi bidan (IBI dan AIPKIND) yaitu lulusan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 55

57 bidan mampu berkomunikasi efektif; bertindak sesuai dengan etika legal dan mengutamakan keselamatan pasien; mempunyai pengetahuan dan keterampilan klinik; memahami kewirausahaan dan kepemimpinan; mampu meningkatkan Kesehatan; pengembangan diri dan profesionalisme; dan peneliti. Untuk mencapai kompetensi bidan ini, maka diperlukan susunan kurikulum Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi Kebidanan berbasis kompetensi dan berorientasi pada WHO yang mengamanatkan pendidikan kebidanan berada pada university level (WHO, Geneva 2009). Dengan demikian pendidikan kebidanan di Indonesia sudah saatnya mengembangkan diri dari pendidikan vokasional menjadi pendidikan tinggi kebidanan. Perkembangan pendidikan tinggi ini disepakati sebagai pendidikan akademik-profesi sehingga penguasaan teori, keterampilan, dan sikap dilaksanakan secara bersamaan. Intinya adalah tidak melakukan pemilahan antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 56

58 REFERENSI 1. Kepmendiknas 232/ Buku Panduan KBK Dikti Policy Brief PKTK-DPT 4. Hasil survey 4 profesi 5. Standar pendidikan 4 profesi 6. Standar kompetensi 4 profesi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 57

59 SARANA DAN PRASARANA Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 58

60 BAB I PENDAHULUAN Sistem penjaminan mutu tidak hanya terkait hal-hal yang terkait dengan kegiatan akademik, yaitu di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan masyarakat, tetapi juga mencakup kegiatan/standar pada bidang lain seperti bagian sumber daya manusia, sarana dan prasarana, aliansi strategis dan pembiayaan. Dengan kegiatan yang menyeluruh tersebut, proses penjaminan mutu akan bersifat utuh dan terperinci. Gambar 5. Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal Sumber: Pedoman Pejaminan Mutu (Quality Assurance) Perguruan Tinggi. DIKTI Buku Praktek Baik dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Buku 5 - Sarana dan Prasarana (2005) menyatakan sarana dan prasarana adalah input, dimana input merupakan salah satu subsistem dari Sistem Penjaminan Mutu Berjelanjutan (SPMB). Oleh karena kebutuhan dan misi perguruan tinggi berbeda-beda maka standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan misi tersebut. Berbagai faktor eksternal juga mempengaruhi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan tinggi diantaranya perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Penentuan penetapan standar tidak hanya berdasarkan kesepakatan internal institusi pendidikan saja tetapi juga melibatkan kesepakatan dengan pihak eksternal seperti stakeholders. Pada hampir semua institusi pendidikan yang berkaitan dengan praktik profesi, sarana dan prasarana juga berkaitan dengan sarana praktik dan latihan sebelum melakukan praktik langsung misalnya pendidikan profesi kesehatan dan teknik. Perkembangan teknologi yang pesat juga menjadi faktor penentu dalam penetapan standar karena sarana dan prasarana juga berkaitan erat dengan perlengkapan berbasis teknologi yang mendukung proses belajar mengajar dan keberlangsungan institusi pendidikan. Berdasarkan jenisnya sarana dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu: Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 59

61 1. Sarana pembelajaran, mencakup: sarana untuk melaksanakan proses pembelajaran sebagai kelengkapan di ruang kelas, misal Papan tulis, OHP, LCD, mikrophone, alat peraga, bahan habis pakai dan lain-lain. peralatan laboratorium, sesuai jenis laboratorium masing-masing program studi. 2. Sarana sumber belajar terdiri dari buku teks, jurnal, majalah, lembar informasi, internet, intranet, CD-ROM dan citra satelit. Sumber belajar ini harus diseleksi, dipilah, dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Ruang lingkup prasarana akademik mencakup: 1. Prasarana bangunan. Mencakup lahan dan bangunan gedung baik untuk keperluan ruang kuliah, ruang kantor, ruang dosen, ruang seminar, ruang rapat, ruang laboratorium, ruang studio, ruang perpustakaan, ruang komputer, kebun percobaan, bengkel, fasilitas umum dan kesejahteraan, seperti rumah sakit, pusat pelayanan mahasiswa, prasarana olahraga dan seni serta asrama mahasiswa. 2. Prasarana umum berupa air, sanitasi, drainase, listrik, jaringan telekomunikasi, transportasi, parkir, taman, hutan kampus dan danau. Standar sarana dan prasarana pendidikan terdapat dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Indonesia. Pada PP No. 19 Tahun 2005 pasal disebutkan secara umum mengenai standar sarana dan prasana umum yang harus dimiliki oleh setiap satuan pendidikan yang merujuk pada standar Badan Standar Nasional Pendidikan. Namun, olah karena Kementerian Pendidikan Nasional secara khusus belum memiliki peraturan yang spesifik perihal standar sarana dan prasarana pada pendidikan tinggi sehingga penetapan standar masih merujuk hanya pada PP No. 19 Tahun 2005 dan standar yang dibuat oleh masing-masing institusi. Gambar 6. Kaitan unsur dalam memilih metode pembelajaran Sumber: Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi-Direktorat Akademik Dikti 2008 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 60

62 Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa salah satu unsur utama dalam pencapaian kompetensi lulusan adalah sarana. Sarana dan prasarana pada pendidikan kesehatan merupakan suatu hal pilar yang mendukung keberhasilan proses pendidikan karena adanya kompetensi yang harus dicapai oleh lulusan masing-masing profesi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada saat sekarang, pendidikan kesehatan telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang berfokus pada pencapaian kompetensi lulusan yang sesuai dengan standar kompetensi yang disusun masing-masing profesi. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memberikan efek pada sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh institusi dalam mencapai tujuan akhir pencapaian kompetensi lulusan sesuai standar. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum pembelajaran yang menekankan pada metode student centered learning dimana mahasiswa dituntut untuk melakukan proses eksplorasi ilmu secara mandiri dan tidak hanya berfokus kepada pembelajaran teacher centered learning. Konsekuensinya adalah, sejak tahap akademik proses belajar mengajar mahasiswa harus ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan student centered learning dalam mencapai kompetensi tersebut. Sistem penjaminan mutu sarana dan prasarana pendidikan berhubungan erat dengan proses akreditasi insititusi. Dalam upaya mempersiapkan institusi pendidikan kesehatan untuk menghadapi proses akreditasi oleh lembaga akreditasi mandiri yang menjadi tujuan komponen 1 Health Professional Education Quality (HPEQ) Project, HPEQ telah memfasilitasi empat profesi kesehatan yaitu kedokteran, kedokteran gigi, perawat dan bidan untuk memformulasikan dan menyempurnakan standar pendidikan dan standar kompetensi masing-masing profesi. Saat ini, standar sarana dan prasarana yang terdapat pada standar pendidikan masing-masing profesi merupakan landasan yang digunakan sebagai rujukan penentuan standar pada pendidikan tinggi karena belum adanya standar sarana dan prasarana yang dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 61

63 BAB II SISTEM PENJAMINAN MUTU SARANA DAN PRASARANA INSTITUSI PENDIDIKAN KESEHATAN Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi- Direktorat Akademik Dikti 2008 menyebutkan luaran dari kurikulum berbasis adalah kompetensi seseorang untuk dapat melakukan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Dalam kaitannya dengan profesi kesehatan, kualitas lulusan yang dimaksud adalah lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi masing-masing profesi serta sesuai jenjang pendidikan yang dimaksud. Adanya beragam metode pada sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk pada pendidikan kesehatan yaitu Small Group Discussion, Role-Play & Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self-Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual instruction, Project Based Learning, dan Problem Based Learning menuntun kepada tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang mampu mendukung setiap metode yang dilakukan agar hasil akhir proses pembelajaran berupa tercapainya kompetensi dapat diraih. Sarana dan prasarana yang disediakan tidak hanya fasilitas yang harus dimiliki oleh pendidikan tinggi secara umum tetapi juga terkait dengan lahan praktik yang dapat mendukung setiap metode dalam kurikulum berbasis kompetensi yang digunakan oleh institusi. Adanya standar yang mengatur sarana dan prasarana pendidikan khususnya pendidikan tinggi kesehatan merupakan poin yang esensial mengingat budaya penjaminan mutu internal belum sepenuhnya dimiliki oleh institusi pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan. Sehingga dibutuhkan pedoman yang menjadi rujukan dan aturan dalam pengadaan sarana dan prasarana tersebut. Sebelum adanya implementasi yang dilakukan oleh HPEQ Proyek terkait penyempurnaan standar pendidikan profesi kesehatan, kedokteran telah memiliki peraturan mengenai standar sarana dan prasarana yaitu yang terdapat pada standar pendidikan dokter yang disahkan KKI pada tahun Pada standar pendidikan tersebut terdapat pembahasan mengenai standar sumber daya pendidikan klinik dimana disebutkan bahwa institusi pendidikan kedokteran harus menjamun tersedianya fasilitas pendidikan klinik bagi mahasiswa yang terdiri atas rumah sakit pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang diperlukan. Sehingga secara eksplisit disebutkan bahwa rumah sakit pendidikan merupakan sarana utama bagi pendidikan kedokteran dalam mencapai kompetensi yang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 62

64 diharapkan. Kepmenkes Nomor 1069/Menkes/PER/XI/2008 tentang Pedoman, Klasifikasi dan Standar RS Pendidikan kemudian secara lebih detail membahas mengenai standar rumah sakit pendidikan yang dibutuhkan dalam pencapaian kompetensi mahasiswa. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1625/Menkes/SK/XII/2005, Tertanggal 2 Desember 2005 Tentang Pemberian Izin Tetap Penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Sebagai Tempat Pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi merupakan peraturan yang mendasari rumah sakit gigi dan mulut sebagai tempat praktik pada pendidikan kedokteran gigi. Hal tersebut lebih diperkuat dengan adanya standar pendidikan kedokteran gigi yang disahkan KKI pada Pada standar tersebut disebutkan bahwa institusi pendidikan kedokteran gigi menjamin kelengkapan fasilitas kepaniteraan klinik, yaitu rumah sakit gigi dan mulut pendidikan dan jejaringnya. Standar rumah sakit gigi dan mulut pendidikan secara lebih rinci juga disebutkan dalam standar pendidikan dokter gigi tersebut. Sedangkan bagi profesi perawat dan bidan, peraturan mengenai sarana dan prasarana sebelum adanya implementasi proyek HPEQ masih merujuk pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada kenyatannya, perawat dan bidan adalah profesi dimana standar sarana dan prasarana sangat krusial dibutuhkan oleh karena banyaknya jumlah institusi yang berkembang dalam satu decade terakhir. Perkembangan jumlah institusi yang tidak diikuti oleh adanya standar acuan dan peraturan mengenai sarana prasarana dapat menghasilkan lulusan yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai standar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna. SARANA DAN PRASANA PADA PENDIDIKAN KEDOKTERAN Peraturan mengenai sumber daya pendidikan profesi dokter telah terdapat pada Standar Pendidikan Profesi Dokter tahun Pada standar pendidkan tersebut dijelaskan dalam poin sumber daya. Standar sarana dan prasana yang dijebarkan pada standar kompetensi tersebut adalah fasilitas fisik, sumber daya pendidikan klinik, teknologi informasi. Dalam pencapaian kompetensi dokter, rumah sakit pendidikan merupakan lahan praktik utama yang diperlukan dalam tahap pendidikan seperti yang tertulis dalam Standar Pendidikan Profesi Dokter tahun 2006 tersebut. Pada Kepmenkes No. 1069/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman klasifikasi dan standar rumah sakit pendidikan, penjelasan mengenai standar rumah sakit pendidikan secara mendetail dan menyeluruh. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 63

65 Gambar 7. Skema Tata Cara Penetapan Rumah Sakit Pendidikan Oleh karena Rumah Sakit Pendidikan (RSP) merupakan lahan praktik yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan maka dalam upaya mencapai tujuan akhir yaitu lulusan memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna maka perlu dibuat standar RSP yang mengatur dari aspek Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 64

66 pendidikan. Kementerian Pendidikan Nasional melalui HPEQ Project sejak tahun 2009 memfasilitasi profesi kedokteran untuk membuat standar-standar terkait RRSP SP dan naskah akademik sebagai landasan dalam melakukan pendidikan praktik. Tim Pokja penyusunan standar dan naskah akademik melibatkan perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, ARSPI dan AIPKI. Adanya perwakilan dari stakeholders pendidikan kedokteran dalam tim pokja tersebut diharapkan dapat menghasilkan standar yang dapat mengakomodasi kebutuhan setiap stakeholders sehingga standar yang tersusun bersifat komprehensif dan mendetail. Pembuatan standar-standar tersebut berdasarkan isu-isu strategis terkait Rumah Sakit Pendidikan yang terjadi saat ini. Tabel 17. Isu-isu strategis terkait Rumah Sakit Pendidikan Isu strategis Kondisi Saat Ini Kondisi Yang DIharapkan 1. Peran, fungsi dan status RS Pendidikan 2.Standardisasi dan akreditasi RS RS Pendidikan saat ini dimiliki oleh Kemenkes, Kemendiknas, Kemenhan, POLRI, Pemda Provinsi, Kabupaten dan Swasta. Peran RS Pendidikan meliputi pendidikan dokter dan tenaga kesehatan lain, pelayanan kesehatan dan riset kesehatan. Klasifikasi RS Pendidikan meliputi RS Pendidikan Utama, Afiliasi, Satelit. Terjadi perbedaan peran RS Pendidikan berdasarkan kepemilikannya (Depkes vs Diknas vs Dep Lain vs Pemda vs swasta). Fungsi riset pada RS belum optimal Masih berbedanya persepsi tentang terminology RS yang digunakan: RS Pendidikan, RS akademik, RS Universitas, Pusat Kesehatan Akademik. Dari 97 RS yang berfungsi sebagai RS pendidikan, baru 37 yang telah ditetapkan sebagai RS pendidikan berdasarkan SK Menkes. Saat ini penetapan RS pendidikan masih didasarkan pada Keputusan Menkes No 1069/Menkes/SK/XII/2008 Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya diperlukan penambahan jumlah tempat tidur dan RS pendidikan. Pedoman standar RS pendidikan saat ini ditetapkan oleh Kepmenkes. a) RS Pendidikan dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan skill, pembentukan etik dan norma, dan pengembangan riset bagi profesi dokter dan tenaga kesehatan lain b) Penetapan peran, fungsi dan status RS pendidikan ditetapkan setelah memenuhi persyaratan standar RS pendidikan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan berkoordinasi dengan Mendiknas c) Sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang RS, pengaturan RS pendidikan didasarkan pada peraturan pemerintah(saat ini draft PP tentang RS pendidikan telah disusun oleh Kemenkes). d) Setiap institusi pendidikan kedokteran harus mempunyai minimal 1 RS Pendidikan Utama dan mempunyai beberapa RS Pendidikan Satelit sebagai jejaring. Seluruh RS pendidikan harus diakreditasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 65

67 Pendidikan 3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan nstrumen akreditasi IPD di dalamya erdapat penilaian RS pendidikan. Saat ini akreditasi RS pendidikan dilakukan oleh tim akreditasi RS pendidikan yang dibentuk oleh Menkes, yang komponennya erdiri dari Kemenkes, KKI, ARSPI, AIPKI, MKKI. Masih terbatasnya jumlah RS yang berfungsi ebagai RS pendidikan yang terakreditasi (37 dari 97 RS). Mekanisme koordinasi dalam penetapan akreditasi RS pendidikan antara Kemenkes dengan Kemendiknas belum optimal. Standar baku Rasio tenaga pendidik dengan peserta didik belum diterapkan oleh seluruh RS pendidikan Jumlah dosen pada institusi pendidikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, baik yang berasal dari Dikti maupun berasal dari Kemenkes masih kurang. Tenaga pendidik di RS masih tergantung pada dokter RS dan belum diatur pengembangan kariernya Terdapat perbedaan batas usia pensiun antara pendidik di RS pendidikan yang berasal dari Kemenkes (60 tahun) dan Pendidik yang berasal dari Kemendiknas Akreditasi harus dapat memberikan insentif bagi RS pendidikan (fungsi pendidikan, pelayanan dan penelitian dapat dijalankan) dan memberikan pelayanan yang lebih baik bagi konsumen Klasifikasi dan Standardisasi RS pendidikan harus diterapkan bagi seluruh RS Pendidikan (tidak dibedakan menurut kepemilikannya). Akreditasi ditetapkan oleh Menkes melalui koordinasi dengan Mendiknas, yang didasarkan pada hasil penilaian tim akreditasi RS. Adanya mekanisme Koordinasi efektif antara Kemenkes dan Kemendiknas serta stakeholder lainnya (KKI, ARSPI, AIPKI, MKKI, BAN-PT) dalam penetapan dan pembinaan RS Pendidikan Diterbitkannya PP tentang RS Pendidikan (sesuai UU 44 tahun 2009) Adanya badan otonom yang diberi kewenangan untuk melakukan akreditasi RS pendidikan. Adanya payung hukum yang mengatur tentang mobilisasi tenaga pendidik dalam bidang akademik dan riset sesuai kebutuhan di RS pendidikan. Penetapan dan implementasi standar rasio dosen dengan mahasiswa di seluruh RS pendidikan. Disepakatinya pola rekruitmen tenaga pendidik dan kependidikan di RS pendidikan Ruang lingkup tugas dan kewenangan tenaga pendidik dan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 66

68 4. Pembiayaan Operasional RS Pendidikan 5. Peta Kapasitas Produksi institusi pendidikan dan kebutuhan dokter (65 tahun). Pengembangan karier dosen klinik di Kemenkes didasarkan pada Permenpan nomor PER/17/M.PAN/9/2008, sedangkan karir dosen di Kemendiknas didasrkan pada UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Komponen pembiayaan dan satuan biaya (unit cost) kegiatan pendidikan di RS pendidikan belum terstruktur dan terstandardisasi. Sumber biaya untuk kegiatan pendidikan pada RS pendidikan bervariasi tergantung kepemilikan RS (milik Kemenkes, kementerian lain, pemda dan swasta) Perbedaan komponen biaya, satuan biaya, sumber biaya dapat berpengaruh pada proses pendidikan, pelayanan, dan penelitian di RS pendidikan Belum tersedianya peta tentang kebutuhan tenaga dokter, dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya secara nasional. Meningkatnya permintaan izin pembukaan institusi/program pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya. Meningkatnya minat peserta didik baik dalam negeri maupun negara tetangga untuk mengikuti pendidikan kedokteran di Indonesia Perencanaan pengembangan RS pendidikan belum didasarkan atas kebutuhan nyata Rasio peserta didik dengan jumlah tempat tidur di RS pendidikan belum terstandardisasi kependidikan harus tercantum dalam ikatan kerjasama antara RS pendidikan dengan institusi pendidikan. Disusunnya pola pengembangan karier bagi tenaga pendidik dan kependidikan pada RS pendidikan. Adanya standar biaya minimal yang menghasilkan kualitas lulusan sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Perhitungan satuan biaya pendidikan untuk setiap komponen disusun oleh sekretariat bersama antara RS pendidikan dan institusi pendidikan. Disepakatinya RAB kegiatan pendidikan di RS pendidikan oleh Direktur RS Pendidikan dan Pimpinan Institusi Pendidikan. Disepakatinya kebijakan bersama tentang pendanaan pendidikan kedoktera dan tenaga kesehatan lainnya oleh Direktur RS Pendidikan dan Pimpinan Institusi Pendidikan. Adanya peta kapasitas produksi lulusan institusi pendidikan kedokteran secara nasional Adanya peta kebutuhan tenaga dokter dan dokter spesialis secara nasional Tersedianya perencanaan yang lebih baik tentang kebutuhan RS Pendidikan dan jumlah tempat tidur RS Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 67

69 6. Etika Medikolegal peserta didik dan pendidik*) Penerapan etika medikolegal di RS pendidikan yang melindungi peserta didik, tenaga pendidik, konsumen dan manajemen RS belum optimal. Adanya payung hukum untuk penerapan Etika Medikolegal, bagi peserta didik, dokter pendidik, konsumen dan manajemen RS. Untuk mendukung penerapan etika medikolegal di RS pendidikan dengan baik diperlukan instrumen yang meliputi: (i) standar kompetensi, dan (ii) standar perilaku, dan (iii) standar pelayanan Pelaksanaan proses pembuatan standar rumah sakit pendidikan yang difasilitasi oleh HPEQ Project berlangsung sejak tahun Meeting strategis telah dilakukan secara bertahap untuk melakukan pembahasan rumah sakit pendidikan. Tabel 18. Rangkuman kegiatan tim pokja No Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan 1. Rapat Pembahasan Pengembangan Akademik dan Karis Dosen Klinik 2. Rapat lintas Kementerian untuk membahas isu strategis RS Pendidikan 3. Evaluasi Program Pengembangan RS Pendidikan Ditjen Dikti 4. Rapat Sinkronisasi Standar Akreditasi RS Pendidikan dan Institusi Pendidikan Dokter Desember 2009 Februari Maret 2010 Maret Mei 2010 Mei Juli Rapat Pembahasan Bakordik dan RS Jejaring Juli Rapat Persiapan Survey RS Pendidikan Agustus September Rapat Strategis antara Dirjen Yanmed dengan Agustus 2010 Wamendiknas 8. Rapat Koordinasi Tim RSP Januari Rapat Penyusunan Instrumen Visitasi Pendampingan Penyusunan BP RSP Maret Rapat Koordinasi Bidang Strategis RSP April Rapat Pembahasan Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinik/Dosen Klinik 12. Rapat Penyusunan Draft Naskah Akademik, Status, Fungsi dan Tugas RSP April 2011 April & Mei 2011 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 68

70 13. Rapat Penyusunan Draft Revisi Standar RSP dan rapat tindak lanjut penyusunan draft revisi standar RSP (Bidang 2) 14. Pembahasan Kajian Peraturan Perundangan terkait Dokter Pendidik Klinis (Bidang 3) Mei & Juni 2011 Mei Input Naskah Akademik Dosen Klinik (Bidang 3) Mei Identifikasi Aktivitas Pendidikan untuk Penghitungan Biaya Pendidikan dan rapat pembahasan definisi biaya RSP (Bidang 4) 17. Draft Kerangka Acuan TOT Etikomedikolegal (Bidang 6) Mei 2011 Mei Rapat Koordinasi Tim Pokja RSP Juni 2011 Juni Sosialisasi & Review Instrumen KDMPF Intern Tim Pokja RSP (Bidang 6) 20. Rapat Pembahasan Jabatan Fungsional dan Jenjang Karir Akademis Dosen Klinik (Bidang 3) 21. Rapat Persiapan Lokakarya Pemetaan Proses dan Aktivitas Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi untuk Perhitungan Biaya Pendidikan (Bidang 4) 22. Penetapan Pendekatan Perhitungan Biaya Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi (Bidang 4) 23. Hasil Isu Strategis Pokja Tim Etiko Medikolegal dan rapat diskusi tim (Bidang 6) Juli 2011 Juli 2011 Juli 2011 Juli 2011 Juli 2011 Pembahasan terkait isu strategis RSP masih berlangsung sampai saat ini melalui rapat tim pokja yang difasilitasi HPEQ Project. Pada tahun 2011, masing-masing bidang memiliki rencana tindak lanjut yang telah teridentifikasi berdasarkan progress report yang disampaikan oleh tim pokja pada laporan semester 1 tahun 2011 ini. Selain itu, proses penyusunan naskah akademik Rumah Sakit Pendidikan juga tetap masih dilaksanakan sejalan dengan pelaksanaan rencana tindak lanjut per bidang isu strategis hingga kesepakatan tentang standar tercapai. SARANA DAN PRASANA PADA PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI Seperti halnya profesi kedokteran, kedokteran gigi juga telah memiliki standar Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1625/Menkes/SK/XII/2005, Tertanggal 2 Desember 2005 Tentang Pemberian Izin Tetap Penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Sebagai Tempat Pendidikan di Fakultas Kedokteran. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 69

71 Lebih lanjut, dalam Standar Pendidikan Dokter Gigi juga telah dibahas mengenai aturan bahwa institusi pendidikan kedokteran gigi menjamin kelengkapan fasilitas kepaniteraan klinik, yaitu rumah sakit gigi dan mulut pendidikan dan jejaringnya. Pada implementasinya, HPEQ Project juga memfasilitasi penyusunan standar-standar Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sebagai suatu upaya untuk menjamin kualitas pendidikan pada profesi kedokteran gigi. Berbeda dengan Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan telah memiliki naskah akademik yang menjadi rujukan dalam penentuan pencapaian standar pada rumah sakit gigi dan mulut pendidikan yang sudah berlangsung selama ini. Pihak yang terlibat dalam pembuatan naskah akademik RSGMP ini adalah stakeholders pada pendidikan dokter gigi yaitu KKI, AFDOKGI, PDGI, ARSGMPI, perwakilan dari institusi pendidkan dan Perwakilan dari RSGMP. Pada Naskah Akademik Rumah Sakit Gigi dan Mulut menyatakan kompetensi sebagai dokter gigi memerlukan pembelajaran fine motoric skill di klinik. Pembelajaran ini tidak dapat dicapai dengan sarana dan prasarana yang dipunyai sebuah Poliklinik atau sebuah Balai Pengobatan dengan mengutamakan patient safety. Kemudian disebutkan bahwa Keunikan pendidikan profesi kedokteran gigi adalah bahwa para peserta didik melakukan tindakan terhadap pasien secara langsung ( hands-on ) di klinik yang berbeda dengan pendidikan profesi kedokteran yang melakukan tindakan terhadap pasien secara tidak langsung ( hands-off ). Sebagai kelanjutan dari praktikum kedokteran gigi di tingkat akademik yang dilakukan pada phantom, maka di tingkat profesi peserta didik akan melakukan jenis perawatan langsung pada pasien di RSGMP. Persyaratan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan menurut Naskah Akademik RSGMP adalaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Kebutuhan akan proses pendidikan; a. Kurikulum pendidikan berbasis kompetensi sesuai Standar Pendidikan Dokter Gigi dan Standar Kompetensi Dokter Gigi serta Standar Kompetensi Dokter Gigi Spesialis b. Fasilitas dan peralatan fisik untuk pendidikan; c. Aspek manajemen umum dan mutu pelayanan rumah sakit; a. Aspek keuangan dan sumber dana; b. Memiliki kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi c. Rumah Sakit dan Mulut Pendidikan minimal mempunyai klasifikasi B, agar dapat memberikan proses pendidikan d. Ketentuan klasifikasi RSGMP ditentukan oleh Kementerian Kesehatan RI 2. RSGMP harus memenuhi persyaratan bangunan, sarana dan prasarana serta peralatan yang sesuai. Ketentuan persyaratan minimal sarana dan prasarana RSGMP meliputi : a. Ruang Rawat Jalan b. Ruang Gawat Darurat dan atau kedaruratan gigi dan mulut c. Ruang pemulihan/recovery room d. Ruang Bedah Minor e. Farmasi dan Bahan Kedokteran Gigi f. Laboratorium Klinik Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 70

72 g. Laboratorium Teknik Gigi h. Sarana Sterilisasi i. Radiologi Kedokteran Gigi j. Ruang Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) k. Ruang Diskusi l. Ruang Tunggu m. Ruang pendaftaran pasien, Rekam Medis dan Administrasi; n. Ruang Toilet o. Prasarana yang meliputi tenaga listrik, penyediaan air bersih, alat komunikasi, alat pemadam kebakaran dan tempat parkir. p. Pengaturan sanitasi dan limbah di RSGMP harus memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan ketentuan UKL, UPL 3. Ketentuan persyaratan minimal peralatan RSGMP meliputi : a. Jumlah Dental Unit 50 buah dan atau sesuai dengan rasio obyektif jumlah mahasiswa kepaniteraan klinik b. Jumlah Dental Chair 50 unit dan atau sesuai dengan rasio obyektif jumlah mahasiswa kepaniteraan klinik c. Jumlah Tempat Tidur 3 (tiga) buah Tempat tidur yang dimaksud digunakan untuk tempat pemulihan, pelayanan oneday care dan atau rawat inap; d. Peralatan Medik meliputi : 1) Intra Oral Camera; 2) Dental X ray; 3) Panoramic X-ray 4) Chephalometric X-ray; 5) Sterilisator. 4. RSGMP menyelenggarakan pelayanan 24 (dua puluh empat) jam khusus penanggulangan kegawat-daruratan medik dan atau kedaruratan gigi dan mulut berupa: a. RSGMP melakukan pelayanan gawat darurat medik dan/atau kedaruratan gigi dan mulut b. Gawat darurat medik dan/atau kedaruratan gigi dan mulut yang dimaksud adalah penanggulangan keadaan kedaruratan yang menimpa fungsi stomatognatik c. Dalam pelaksanaan kegawat daruratan medik, RSGMP wajib memilki tenaga kesehatan yang terlatih dan ambulan 5. Pelayanan penunjang meliputi : a. pelayanan kefarmasian; b. pelayanan laboratorium yang meliputi laboratorium klinik dan laboratorium teknik gigi; c. pelayanan radiologi kedokteran gigi d. pelayanan anestesi; Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 71

73 Survei terkait RSGMP juga telah dilakukan dengan fasilitasi dari HPEQ Project. Survei ini bertujuan untuk melakukan pendataan berdasarkan evidence based pada institusi pendidikan dokter gigi, RSGMP dan Puskesmas atau RS jejaring pada pendidikan kedokteran gigi. Pelaksanaan dilakukan ke 12 institusi pendidikan dokter gigi dan Puskesmas /Rumah sakit. SARANA DAN PRASANA PADA PENDIDIKAN KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN Pada pendidikan keperawatan dan kebidanan, standar sarana dan prasarana pendidikan kesehatan terdapat pada standar pendidikan masing-masing profesi. Pada standar penddikan ners, terdapat standar sarana dan prasarana yang perlu disediakan untuk menjamin kelancaran proses pembelajaran. Begitu juga dengan standar sarana dan prasarana pada standar pendidikan bidan. Namun, berbeda dengan standar pendidikan dokter dan dokter gigi, standar pendidikan ners dan bidan belum menyebutkan secara eksplisit mengenai lahan praktik yang harus dipersiapkan oleh institusi sebagai media bagi mahasiswa untuk menjalankan tahapan praktik. Standar lahan praktik pada pendidikan keperawatan dan kebidanan pada proses pendidikan merupakan suatu kebutuhan bila melihat fenomena yang terjadi pada meningkatnya jumlah institusi secara drastis pada satu dekade terakhir. Banyaknya jumlah institusi pendidikan berdampak pada proses monitoring kualitas pendidikan yang tidak menyeluruh. Oleh karena itu, adanya standar sarana prasarana pendidikan yang merupakan suatu unsur penting dalam pencapaian kompetensi lulusan sesuai standar sangat diperlukan. Integrasi standar sarana dan prasarana pendidikan keperawatan dan kebidanan kepada standar Rumah Sakit Pendidikan juga merupakan rencana yang. Pengintegrasian standar tersebut sangat penting tidak hanya terkait dengan pencapaian kompetensi namun juga berhubungan dengan pencapaian tujuan untuk melaksanakan interprofessional education pada pendidikan profesi kesehatan di Indonesia. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 72

74 BAB III LESSON LEARNED BENCHMARKING SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN KESEHATAN Dalam Basic Medical Education-WFME Global Standars for Quality Improvement 2003, penjaminan mutu memiliki metode yang beragam diantaranya adalah institutional selfevaluation, peer review, combination of institutional self-evaluation and external peer review, dan recognition and accreditation. Terdapat dua macam standar menurut WFME yaitu: a. Basic standards Yaitu standar yang harus dipenuhi oleh setiap institusi pendidikan kesehatan dan termasuk dalam item yang akan dinilai dalam tahap akreditasi b. Standard for qulity development. Standar merujuk pada kesepakatan internasional mengenai praktik baik untuk pendidikan kesehatan. Pemenuhan standar ini bervariasi sesuai dengan tahap perkembangan institusi, sarana dan prasana yang dimiliki, dan peraturan perundangan mengenai pendidikan kesehatan. Standar pada WFME didefinisikan sebagai komponen pada struktur, proses, dan outcome pada pendidikan kesehatan yang meliputi tujuh ranah yaitu: 1. Mission and Objectives 2. Educational Programme 3. Assesment of Students 4. Students 5. Academic Staff/Faculty 6. Educational Resources 7. Programme Evaluation 8. Governance and Administration 9. Continuous Renewal Pembahasan terkait sarana dan prasarana pendidikan pada institusi kesehatan pada WFME terbagi menjadi: 1. Physical Facilities - Basic Standards Institusi pendidikan kesehatan wajib memiliki fasilitas fisik yang dapat memenuhi kebutuhan semua staf dan mahasiswa untuk menjamin kurikulum pembelajaran dapat disalurkan dengan baik - Quality Development Kualitas lingkungan belajar mahasiswa harus ditingkatkan melalui pembaharuan atau peningkatan jumlah fasilitas untuk menyesuaikan perkembangan pada institusi pendidikan kesehatan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 73

75 Anotasi: fasilitas fisik meliputi ruang kelas, ruang tutorial, laboratorium, perpustakaan, fasilitas penunjang teknologi informasi dan sarana rekreasional, dll 2. Clinical Training Resources - Basic Standards Institusi pendidikan kesehatan wajib menjamin adanya fasilitas klinik yang mencukupi dan memenuhi kebutuhan mahasiswa, meliputi pasien dan fasilitas klinik. - Quality Development Fasilitas praktik klinik harus dikembangkan untuk menjamin praktik klinik sehingga sesuai dengan kebutuhan pasien pada wilayah yang dimaksud Anotasi: - Fasilitas praktik klinik dapat neliputi rumah sakit (gabungan dari RS primer, sekunder dan tersier), pelayanan ambulans, klinik, lahan praktik pelayanan primer, pusat kesehatan masyarakat dan lahan praktik lain termasuk skills laboratorium - Fasilitas praktik klinik harus dievaluasi secara rutin agar kualitas dan kelayakan terjamin untuk praktik klinik mahasiswa 3. Information Technology - Basic Standards Insitusi pendidikan kesehatan wajib memiliki kebijakan yang mengatur pada proses evaluasi dan penggunaan teknologi informasi pada institusi - Quality Development Dosen dan mahasiswa harus dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjalankan proses pembelajaran mandiri, pencarian informasi, manajemen pasien dan sistem pelayanan kesehatan yang berbasis teknologi Anotasi: - Peraturan mengenai penggunaan computer, internet dan intranet serta perangkat informasi dan teknologi lainnya meliputi mekanisme koordinasi dengan sistem informasi perpustakaan - Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi metode dalam pembelajaran evidence-based dan dalam mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi perkembangan dalam dunia kesehatan selanjutnya 4. Research - Basic Standards Institusi kesehatan wajib memiliki peraturan yang menstimulus keterkaitan antara riset dan pendidikan dan wajib memiliki fasilitas terkait pelaksanaan riset - Quality Development Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 74

76 Keterkaitan antara aktivitas riset dan pendidikan harus dijelaskan dalam kurikulum dan mempengaruhi metode pembelajaran yang sedang berlangsung serta harus mendorong dan mempersiapkan mahasiswa untuk terlibat dalam riset terkait kesehatan dan perkembangannya 5. Educational Expertise, dan - Basic Standards Institusi wajib memiliki peraturan mengenai tenaga ahli dalam mempersiapkan dan mengembangkan metode pembelajaran - Quality Development Harus terdapat akses terhadap tenaga ahli dan adanya bukti bahwa tenaga ahli tersebut dilibatkan pada proses pengembangan staf dan proses riset Anotasi: - Tenaga ahli memiliki detail pekerjaan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang mungkin timbul, berkaitan dengan proses pendidikan dan tahap praktik klinik, dengan personil yang terdiri dari doctor dalam bidang profesi dengan pengalaman riset dalam pendidikan yang dimaksud, psikolog dan sosiolog pendidikan, dll. Tenaga ahli dapat berasal dari unit pendidikan yang sama atau berasal dari universitas lain atau international assistance. - Riset pada bidang pendidikan kesehatan menelaah keefektivitasan metode pembelajaran dan juga konteks lain yang lebih luas 6. Educational Exchanges - Basic Standards Institusi pendidikan kesehatan wajib memiliki peraturan terkait kolaborasi dengan insititusi pendidikan lain dan terkait transfer credit mahasiswa - Quality Development Pertukaran pelajar dan staf dalam lingkup local dan internasional harus difasilitasi oleh adanya fasilitas yang memadai Anotasi: - Transfer kredit (educational credits) dapat difasilitasi melalui koordinasi program antar institusi pendidikan kesehatan - Institusi pendidikan lainnya meliputi institusi pendidikan kesehatan atau institusi kesehatan masyarakat, fakultas lain, institusi dari bidang ilmu lain, atau institusi yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan Best Practices selanjutnya adalah dari Australian Medical Council. Pada bagian implementasi kurikulum dari Assesment and Accreditation of Medical Schools: Standards and Procedures yang dibuat oleh Australian Medical Council disebutkan mengenai sarana pembelajaran pada pendidikan kedokteran yang terdiri dari: Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 75

77 a. Physical Fasilities b. Information Technology c. Clinical Teaching Resources Pembahasan mengenai ketiga fasilitas pembelajaran tersebut memiliki inti yang sama dengan pembahasan sarana dan prasarana pendidian oleh WFME. Perbedaan pada detai pembahasan terdapat pada bagian physical facilities dan Clinical Teaching Resources. Pada bagian standar fasilitas fisik disebutkan pada rumah sakit pendidikan, perlu disediakan tepat bagi mahasiswa untuk belajar dan beristirahat. Selain itu bila rumah sakit terpisah dari institusi, fasilitas perpustakaan dan computer-based literature juga harus dipersiapkan untuk mempermudah mahasiswa dalam mendapatkan informasi. Ruang belajar juga perlu dipersiapkan bila mahasiswa praktik di komunitas. Sarana dan prasarana praktik klinik (clinical teaching resources) pembahasan juga dilakukan lebih terperinci. Disebutkan bahwa institusi harus menjamin kecukupan sarana pembelajaran meliputi jumlah pasien, membekali mahasiswa dengan pengalaman melakukan intervensi medis pada situasi yang bervariasi, menjamin hasil pembelajaran klinik sesuai dengan kurikulum. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 76

78 BAB IV PENUTUP Kesenjangan kompetensi yang dimiliki lulusan dapat terjadi bila belum ada standar sarana dan prasana pendidikan kesehatan. Untuk itu proses perumusan standar dan naskah akademik RSP merupakan sebuah urgensi mengingat kualitas rumah sakit pendidikan akan mempengaruhi kualitas pendidikan dokter serta perawat dan bidan yang direncanakan untuk terintegrasi dengan peraturan standar RSP terkait lahan praktiknya yang kemudian akan mempengaruhi kualitas lulusan. Begitu pula dengan kedokteran gigi. Draft naskah akademik harus segera direvisi dan disahkan agar bisa segera berlaku sebagai standar nasional. Kerja sama institusi dan pemangku kepentingan merupakan motor utama dalam perumusan standar nasional sarana dan prasarana kesehatan ini. Pada akhirnya, bila standar sarana dan prasarana pendidikan kesehatan sudah resmi diberlakukan, kerja sama semua unsur dalam pendidikan profesi kesehatan harus lebih ditingkatkan agar kompetensi lulusan pendidikan profesi kesehatan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mampu berdaya saing dengan tenaga professional kesehatan secara internasional. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 77

79 REFERENSI 1. Assesment and Accreditation of Medical Schhols: Standards and Procedures. Australian Medical Council Basic Medical Education-WFME Global Standars for Quality Improvement, Denmark Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Direktorat Akademik Dikti Buku Praktik Baik dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Buku 5 Sarana dan Prasarana. DIKTI Draft Naskah Akademik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan. Tim Pokja RSGMP HPEQ Project Draft Standar Pendidikan Bidan. Tim Pokja Bidan HPEQ Project: Jakarta Draft Standar Pendidikan Dokter. Tim Pokja Dokter HPEQ Project: Jakarta Draft Standar Pendidikan Dokter Gigi. Tim Pokja Dokter Gigi HPEQ Project: Jakarta, Draft Standar Pendidikan Ners. Tim Pokja Ners HPEQ Project: Jakarta, Laporan Pencapaian Tim Pokja RSP per Mei Tim Pokja RSP HPEQ Dikti Laporan Hasil Survey Pemetaan Institusi Pendidikan Dokter Gigi (IPDG), RSGMP, RS Jejaring dan Puskesmas. Tim Pokja Survey HPEQ Dikti Pedoman Penjaminan Mutu Akademik Universitas Indonesia: Prasarana dan Sarana Akademik. Badan Penjaminan Mutu Akademik Universitas Indonesia Perijinan Penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan 14. Policy Brief PKTK - DPT(HPEQ PRO) Progress Report RSP tahun Tim Pokja RSP HPEQ Dikti Standar Pendidikan Dokter Indonesia. KKI Standar Pendidikan Dokter Gigi Indonesia. KKI Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 78

80 DOSEN Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 79

81 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dosen sebagai salah satu bagian dari perguran tinggi adalah merupakan sebuah komponen esensial yang menjamin kesuksesan suatu sistem pendidikan. Peran, tugas, tanggung jawab, dan profesionalisme dosen menjadi sangat penting dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia secara keseluruhan. Seperti tertulis dalam UU no 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa dosen adalah sebagai pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Keberadaan dosen di lingkungan perguruan tinggi merupakan salah satu posisi strategis yang dapat mentukan keberhasilan suatu sistem pendidikan. Sehingga dituntut profesionalisme dosen untuk selalu meningkatkan kualitasnya dalam menempati kedudukan yang strategis tersebut. Kita tentu sadar tanpa peran aktif dosen maka suatu sistem pendidikan akan berjalan di tempat. Oleh karena itu sudah seharusnya semua pihak menyadari akan pentingnya peningkatan kompetensi dosen untuk menjamin profesionalitasnya sebagai motor penggerak roda perguruan tinggi. Kompetensi tenaga pendidik, khususnya dosen, diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, sehingga dosen yang kompeten untuk melaksanakan tugasnya secara profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dikti melalui proyek HPEQ sejak tahun 2010 memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan rumpun ilmu kesehatan di Indonesia yang dalam hal ini adalah Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, dan Kebidanan, serta rumpun ilmu kesehatan lainnya yaitu Gizi, Farmasi, dan Kesehatan Masyarakat. Tentunya dengan tujuan mendapatkan lulusan tenaga kesehatan yang berkualitas dan mampu untuk disejajarkan dengan tenaga kesehatan di negara lain. Salah satu aspek pembenahan yang sangat penting adalah mengenai kualitas mutu pendidik di institusi pendidikan kesehatan selain aspek lain seperti kurikulum, pembiayaan, serta sarana dan prasarana. Hal ini menjadi sangat penting karena dari hasil pendataan yang telah dilakukan diketahui bahwa kualifikasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 80

82 dosen di institusi pendidikan kesehatan secara umum masih jauh dari kualifikasi yang diperlukan, masih adanya kualifikasi pendidik yang setara dengan jenjang yang diajarkannya adalah salah satu contoh dari permasalahan kompetensi pendidik yang sangat mendasar. Peningkatan kompetensi dosen untuk menjamin wewenang dan profesionalitasnya sebagai seorang tenaga pendidik sangatlah penting dan mengharuskan adanya sebuah kebijakan penjaminan mutu dosen yang juga professional sehingga kualitas seorang dosen akan dapat secara kontinu terjaga kompetensinya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional demi mencapai makna pendidikan yang berkeadilan. B. Landasan Hukum Beberapa perundangan yang menjadi landasan dan acuan dalam kajian pelaksanaan kebijakan Penjaminan Mutu Dosen adalah: 1. Rancangan Undang-undang Pendidikan Kedokteran 2. Undang-Undang Praktek Kedokteran 3. Permenpan No. 17 tahun 2008 tentang dosen pendidik klinik 4. Standar Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi, Konsil Kedokteran Indonesia 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi 8. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) 9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 10. Peraturan Mendiknas RI Nomor 42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen C. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah untuk mempelajari Kebijakan Penjaminan Mutu dosen di Indonesia dengan juga memaparkan apa yang telah diterapkan di negara-negara lain. Karena kepentingan adanya sistem penjaminan mutu dosen sebenarnya bertujuan untuk menjaga sustainabilitas dari profesionalisme dosen sebagai bagian dari kewenangannya sebagai tenaga pengajar di sebuah institusi pendidikan tinggi, sehingga dapat selaras dengan upaya peningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi di institusi pendidikan Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, dan Kebidanan. D. Tinjauan Pustaka Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 81

83 1. Pendidikan bagi Pengajar menurut Cecil H. Allen, In-Service Training of Teachers in Review of Educational Research. 1940; 10: Pendidikan bagi pengajar sebenarnya mengacu pada kebijakan atau prosedur yang dirancang untuk membekali calon pengajar dengan ilmu pengetahuan, perilaku mengajar dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas mereka secara efektif baik di institusi pendidikan maupun di masyarakat. Pendidikan bagi pengajar umum dibagi ke dalam 3 tahap: a. Pendidikan awal (pengajaran pra-pelayanan sebelum memasuki kelas sebagai pengajar yang bertanggung jawab sepenuhnya); b. Induksi (proses memberikan pelatihan dan dukungan selama beberapa tahun pertama mengajar atau tahun pertama di institusi tertentu); c. Program pengembangan pengajar/pendidik atau biasa dikenal sebagai pengembangan profesional yang berkelanjutan (CPD). 2. Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (CPD) seperti dibahas oleh General Teaching Council for England, 'Teachers' Professional Learning', London, Dunia pendidikan dimana pendidik mempersiapkan para siswanya untuk nantinya terjun di masyarakat sangatlah cepat berubah, sehingga informasi keilmuan dan keterampilan mengajar yang dibutuhkan juga harus berkembang agar dapat mensiasati perubahan yang terjadi. Ini berarti tidak akan ada sebuah program pengembangan yang hanya cukup dilakukan 1 kali dan relevan untuk digunakan selamanya, oleh karena itu program pengembangan harus dilakukan secara berkala atau berkelanjutan (CPD) sehingga pengajar dapat menjaga kompetensi mereka dan melakukan pengembangan lebih lanjut. 3. Quality Assurance, dalam bahasannya oleh Chris Anderson dalam tulisannya What is Quality in Education?, Bizmanualz, July 15, Kualitas sebuah pendidikan sangatlah berkaitan dengan kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh pengajar atau pendidiknya, karena hal ini akan memiliki efek signifikan pada siswa yang diajarnya dan selanjutnya pada masyarakat di sekitarnya. Sehingga dari sudut pandang tertentu dalam hal ini mereka yang membayar gaji para pengajar, baik melalui pajak atau melalui biaya pendidikan, sangatlah ingin diyakinkan bahwa mereka menerima hasil yang setimpal dengan apa yang mereka bayarkan. Oleh karena itu pula sebuah cara yang tepat untuk mengukur kualitas dari para pengajar sangatlah penting. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 82

84 4. Kebijakan Pendidikan bagi pengajar atau pendidik, menurut Cecil H. Allen, In-Service Training of Teachers in Review of Educational Research Proses dimana seorang pengajar dididik dan mendapatkan pengajaran tidak sedikit menjadi subyek diskusi politik di banyak negara. Hal ini tentunya mencerminkan nilainilai budaya yang melekat pada masyarakat dalam memandang kesiapan para penerus bangsanya dalam hal ini kaum muda yang sedang menempuh pendidikan. Selain itu fakta bahwa sistem pendidikan mengkonsumsi sumber daya keuangan yang signifikan (dimana gaji pendidik dan pengajar seringkali menjadi elemen yang tidak sedikit secara keseluruhan). Namun demikian, tingkat dan jenis kontrol politik atas Monitoring kualitas Pendidikan Pendidik atau Pengajar ini ternyata cukup bervariasi. Ada kondisi dimana Pendidikan bagi Pendidik sepenuhnya berada di bawah kontrol Universitas atau institusi pendidikan, pada kondisi ini negara mungkin tidak memiliki kontrol langsung atas apapun atau bagaimana seorang pendidik mendapatkan atau memperoleh kualifikasinya sebagai pengajar. Tentu kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan anomali dalam sebuah sistem pendidikan. 5. Basic Principles of Medical Education, Principle I; World Medical Association, Declaration on Medical Education (1991) Medical Education includes the education leading to the first professional degree, the clinical education that is preparatory to the practice of general medicine or a specialty and the continuing education that must undergird the lifelong work of the physician. The profession, the faculties and other educational institutions, and the government share the responsibility for guaranteeing the high standards and quality of medical education. 6. Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Merupakan upaya awal dari sistem penjaminan mutu yang dilakukan oleh Dikti, dalam hal ini dengan upaya pemenuhan informasi (data dasar) dari institusi pendidikan tinggi. Meskipun pada pelaksanaannya sistem ini memiliki banyak kelemahan yaitu selain secara teknis masih belum sempurna sehingga proses pengisian data masih menemui banyak kesulitan juga dari segi evaluasi dimana dalam sistem pelaporan EPSBED data Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 83

85 yang terkumpul masih diragukan kredibilitasnya karena dilakukan secara sepihak oleh institusi pendidikan. Meskipun demikian sistem ini sebenarnya sangat berguna karena bila dapat diterapkan dengan baik maka data yang ada dapat digunakan untuk memonitor kinerja dari perguruan tinggi secara berkala. Sistem EPSBED masih terus dievaluasi dan revisinya akan berupa sistem baru dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT). 7. Sertifikasi Dosen; Naskah Akademik 2009, Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sertifikasi dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada dosen. Program ini merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, dan memperbaiki kesejahteraan hidup dosen, dengan mendorong dosen untuk secara berkelanjutan meningkatkan profesionalismenya. Sertifikat pendidik yang diberikan kepada dosen melalui proses sertifikasi adalah bukti formal pengakuan terhadap dosen sebagai tenaga profesional jenjang pendidikan tinggi. Proses sertifikasi dilakukan oleh sertifikator, atau asesor, yang diusulkan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen setelah mengikuti pembekalan sertifikasi, dan mendapatkan pengesahan dari Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi. Penjaminan mutu di perguruan tinggi dalam kaitannya dengan sertifikasi dosen dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu (1) penjaminan mutu proses sertifikasi untuk memenuhi UU No 14/2005 (aspek legal) dan (2) penjaminan mutu dalam menghadapi tantangan perkembangan IPTEKs (aspek real). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 84

86 Gambar 8. Skema Penjaminan Mutu Dosen di Perguruan Tinggi Sumber: Naskah akademik dikti 2009 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 85

87 BAB II PEMBAHASAN Semenjak diberlakukannya kesepakatan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) maka sudah menjadi kewajiban semua pihak yang berkepentingan terutama para pemangku kebijakan untuk bisa menempatkan strategi-strategi tepat guna agar dapat diterapkan dalam memenuhi tuntutan regional antar negara-negara ASEAN dan China. Pengertian free trade tidak bisa secara sederhana diterjemahkan dalam urusan ekonomi semata karena pada hakikatnya semua unsur yang mendukung nilai ekonomi akan termasuk di dalamnya, seperti misalnya tenaga kerja. Salah satu bagian dari industri yang sangat rentan dengan pengaruh globalisasi adalah industri kesehatan yang dalam hal ini pemberi jasa kesehatan, kemampuan negara untuk melindungi tenaga kesehatannya akan sangat diuji mengingat tuntutan globalisasi mewajibkan kualitas tenaga kesehatan yang paling tidak sejajar dengan kualitas di regionalnya karena jika tidak bukan tidak mungkin tenaga kesehatan asing akan dapat dengan mudah mengintervensi pelayanan kesehatan di Indonesia. Karena bila pemerintah tidak dapat menjamin jumlah tenaga kesehatannya untuk mencukupi kebutuhan layanan kesehatan serta menjamin kualitas tenaga kesehatannya maka negara ini tidak akan memiliki alasan yang baik untuk mencegah masuknya intervensi tenaga kesehatan asing. Oleh karenanya kualitas pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk segera ditingkatkan. Pemerintah dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional telah mengeluarkan aturan yang tercakup dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa kebijakan Standar Nasional Pendidikan adalah bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Sehingga setiap institusi pendidikan tinggi diharapkan untuk bisa memenuhi kriteria dari Standar Nasional Pendidikan Tinggi guna menjamin mutu pendidikan yang diselenggarakannya. Selain itu Dewan Perwakilan Rakyat dalam usulan perundangannya yaitu RUU Pendidikan Kedokteran juga menganggap betapa pentingnya upaya peningkatan kualitas tenaga kesehatan dalam hal ini Dokter dan Dokter gigi, secara spesifik mengenai pendidik dalam upayanya meningkatkan kualitas lulusan tenaga kesehatan menyebutkan pada pasal 16 bahwa (1) Pendidik harus mengembangkan kemampuan akademik dan profesi untuk meningkatkan kompetensinya (2) Pengembangan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menjadi tanggung jawab bersama antara penyelenggara pendidikan kedokteran, kolegium kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 86

88 Health Professional Education Quality Project (HPEQ) adalah salah satu upaya pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan didukung oleh World Bank yang bertujuan untuk menerapkan kebijakan Standar Nasional Pendidikan pada institusi pendidikan tinggi ilmu kesehatan dalam hal ini kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan dan kebidanan melalui penguatan sistem dari institusi, akreditasi program studi dan sertifikasi lulusan. Secara spesifik salah satu upaya yang dilakukan sebagai bagian dari penguatan sistem dari institusi pendidikan tinggi adalah melalui kebijakan penjaminan mutu para pendidiknya. Kita tentu sadar tanpa peran aktif dosen sebagai tenaga pendidik maka suatu sistem pendidikan tinggi akan berjalan di tempat, tetapi juga akan sangat berbahaya bila ternyata tidak ada sebuah sistem penjaminan mutu yang terjaga sustainabilitasnya bagi tenaga pendidik itu sendiri. Oleh karenanya kebijakan penjaminan mutu dosen di insitusi pendidikan tinggi yang dalam hal ini menghasilkan tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, perawat, dan bidan menjadi sangat penting karena selain dari kepentingan kualitas pendidikan juga memiliki luaran mulia yang menjamin meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan. Meskipun program pengembangan mutu dosen sudah diterapkan sejak lama tetapi dari data yang ada ternyata belum menampakkan hasil yang menggembirakan. Menurut pendataan silang dari data Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) dan pendataan terkini seperti survei masih didapatkan kondisi yang bertentangan dengan UU no. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dimana disyaratkan dalam UU tersebut bahwa kualifikasi pendidik jenjang pendidikan dasar dan menengah persyaratannya adalah minimal bergelar S1 dan untuk dosen atau tenaga pendidik perguruan tinggi minimal adalah S2, atau Spesialis dalam program profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi, serta bagi program pascasarjana kualifikasi dari pendidiknya minimal adalah S3 atau doktor. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 87

89 BAB III PENUTUP Sangat pentingnya peran dosen sehingga sebaiknya tidak ada lagi pendirian sebuah perguruan tinggi sebelum siap atau disiapkan komponen tenaga pengajar yang berkualitas untuk mengisi posisi dosen di suatu institusi, karena tentunya masyarakat berhak atas equity atau keadilan dalam pendidikan, yang maksudnya adalah dimanapun kesempatan belajar itu ada baik di jenis institusi swasta ataupun negeri, dari ujung barat ataupun sampai ke timur tetapi tetap mendapatkan kualitas pendidikan yang sama, yang tentunya hanya bisa di dapat dari kesiapan tenaga pendidik yang berkualitas. Karena bagaimana mungkin mengharapkan kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas secara merata untuk membantu meningkatkan derajat bangsa ini bila sebagian masyarakatnya dididik oleh tenaga kependidikan yang tidak berkualitas. Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah bila masyarakat tidak menyadari akan hal ini dan proses pembodohan yang berkedok pendidikan akan terus berjalan, dan hal ini tentu jauh dari makna Pendidikan yang Berkeadilan apalagi untuk mengejar cita-cita pembangunan pendidikan nasional untuk bisa menempatkan perguruan tinggi di Indonesia menjadi setaraf world class university. Kebijakan Penjaminan Mutu adalah salah satu bagian dari komitmen HPEQ project untuk membangun dan meningkatkan kapasitas institusi pendidikan untuk menerapkan standar pendidikan yang berkualitas di segala aspek proses pendidikan tenaga kesehatan. Proyek HPEQ secara khusus memposisikan diri sebagai pengawal peningkatan mutu di institusi pendidikan penyedia tenaga kesehatan, dari segi luaran sumber daya manusia tenaga kesehatan adalah sesuatu yang esensial untuk menopang pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga sistem penjaminan mutu bagi para pendidik calon-calon tenaga kesehatan adalah salah satu aspek yang tidak kalah penting dari peningkatan kompetensi luaran tenaga kesehatan itu sendiri, karena bagaimana mungkin mengharapkan luaran tenaga kesehatan yang berkualitas dan kompeten bila selama pendidikannya mereka dididik dan diajarkan oleh tenaga pendidik yang tidak memenuhi kualifikasi pendidik yang seharusnya. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 88

90 REFERENSI 1. Permenpan No.17 tahun 2008 Tentang Dosen Klinik. 2. Draft Naskah Akademik Dosen Klinik. 22 Juli Permendiknas No.42 tahun 2007 tentang sertifikasi dosen. 4. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi 2008, Depdiknas Ditjen Dikti Quality Assurance in Higher Education, an introduction. National Assessment and Accreditation Council. Bangalore India. 6. Quality Assurance in Teacher Education in Europe. Directorate General for Education and Culture. European Comission. 7. PAD HPEQ, August Higher Education in South East Asia. UNESCO. APEID 9. Buku I Naskah Akademik Ditjen Dikti Depdiknas 2009 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 89

91 PENGUATAN MASYARAKAT PROFESI DENGAN STAKEHOLDER Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 90

92 BAB I PENDAHULUAN Setiap profesi kesehatan memiliki badan atau lembaga dimana anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang pendidikan. Dalam pembahasan ini, kelompok ini akan disebut sebagai masyarakat profesi. Secara umum, masyarakat profesi adalah setiap lembaga atau badan yang anggotanya memiliki kesamaan profesi, misalnya profesi kesehatan seperti dokter, dokter gigi, perawat dan bidan. Masyarakat profesi termasuk didalamnya adalah organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan dan kolegium keilmuan. Peran masyarakat profesi kesehatan tidak dapat disangkal lagi dalam membangun profesi tersebut. Misalnya saja organisasi profesi. Tanpa adanya organisasi profesi, profesi kesehatan tidak mungkin dapat berkembang dan menjalin kerjasama dengan sesama profesinya atau bahkan teman sejawatnya di dunia praktik. Organisasi profesi kesehatan di Indonesia telah berkembang sejak mereka didirikan. Misalnya saja organisasi profesi keperawatan yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang berdiri sejak tahun Pada awal pembentukannya, PPNI bertujuan untuk mengembangkan pelayanan dan profesi keperawatan serta diharapkan perawat Indonesia dapat mengabdikan diri pada masyarakat, bangsa dan negara secara optimal. Hingga saat ini tujuan organisasi profesi tersebut telah meluas dalam hal mempersiapkan anggotanya untuk lebih berperan nyata pada masyarakat dengan memperkecil kesenjangan dalam pelayanan kesehatan, mempermudah masyarakat dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan, serta mendapatkan kesamaan pelayanan yang berkualitas. Hal tersebut pada dasarnya menjadi tujuan seluruh organisasi profesi kesehatan di Indonesia. Oleh karenanya, kerjasama antar organisasi profesi dan capacity building atau penguatan organisasi profesi dengan stakeholder lain adalah hal yang mutlak dan perlu dalam mencapai tujuan bersama ini. Penguatan organisasi atau dalam istilah lain disebut capacity building adalah istilah yang digunakan untuk menyebut proses penguatan kemampuan suatu institusi atau organisasi untuk secara efektif mengatur program-program yang mereka miliki dan mencapai tujuan dengan bantuan dari luar seminimal mungkin (chain.net.cn). Menurut Rosensweig (2011) Penguatan organisasi adalah proses sistematik yang menggunakan variasi intervensi untuk meningkatkan kemampuan organisasi. Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa penguatan organisasi profesi kesehatan dengan stakeholder adalah suatu usaha untuk Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 91

93 meningkatkan kemampuan organisasi profesi dan stakeholder dalam mencapai tujuan peningkatan tenaga kesehatan yang berkualitas dengan bantuan eksternal seminimal mungkin. Persiapan tenaga kesehatan yang berkualitas sejalan dengan salah satu tujuan proyek Health Professional Education Quality (HPEQ) yang didanai oleh bank dunia yaitu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan meningkatkan kualitas tenaga kesehatannya termasuk, dokter, dokter gigi, perawat dan bidan. Salah satu kegiatan utama dari proyek HPEQ adalah dengan memperkuat sistem penjaminan mutu yang didalamnya termasuk sistem akreditasi dan sertifikasi institusi pendidikan. Sistem penjaminan mutu ini yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan. Key Performance Indicators (KPI) dari proyek ini adalah pembentukan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dan National Agency for Competition Examination of Health Professional (NACE Health Pro), yang berdasarkan keputusan lintas kementerian sekarang disebut sebagai Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi (LPUK). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, adanya standar kompetensi dan standar pendidikan serta adanya naskah akademik sistem pendidikan pada setiap profesi adalah hal yang penting dan diutamakan mengingat poinpoin dalam borang akreditasi institusi pendidikan nantinya akan mengacu pada standar pendidikan yang ada. Begitu pula dengan standar kompetensi yang dikembangkan oleh organisasi profesi yang menjadi acuan dalam penyusunan standar pendidikan dan kurikulum di institusi pendidikan. Mengingat adanya keterkaitan antara beberapa organisasi profesi dengan stakeholder lain dalam hal peningkatan kualitas lulusan tenaga kesehatan, maka penguatan organisasi profesi dengan stakeholder yang terlibat adalah salah satu hal yang diutamakan dan menjadi salah satu agenda yang mendukung pencapaian KPI proyek HPEQ. Hasil Benchmark 1. Strengthening Midwifery Association Penguatan organisasi profesi dapat dilakukan oleh berbagai pihak, tidak terbatas pada pemerintah setempat atau institusi lain yang lebih besar. Seperti yang dilakukan International Confederation of Midwives (ICM) yang menyadari bahwa anggotanya berada pada level perkembangan yang berbeda-beda. Ada anggota Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 92

94 organisasi yang baru memulai dan belum memiliki struktur organisasi yang pasti dan ada pula yang sudah berkembang dengan struktur yang jelas. Oleh karena itu, ICM memiliki program untuk memfasilitasi organisasi-organisasi anggotanya agar mampu berkembang dan memperkuat setiap anggotanya agar mampu mencapai tujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dalam program penguatan organisasi ini ICM memiliki berbagai strategi dan kegiatan diantaranya: a. Twinning: yaitu pertukaran yang saling menguntungkan antara 2 individu anggota organisasi. Pertukaran ini adalah kolaborasi yang bersifat formal dan substantif antara dua organisasi. b. Capacity assessment: yaitu proses yang mengukur efisiensi dan efektifitas beberapa komponen dalam organisasi untuk mengukur tingkat perkembangan organisasi. c. Positioning and Profiling Midwifery: yaitu kegiatan 3 hari dimana para bidan dibimbing melalui proses membangun identitas dan status quo, membangun tujuan (visi), apa yang harus mereka lakukan (misi), bagaimana mereka mencapai tujuan (strategi), dan apa saja sumber daya yang diperlukan. Beberapa stakeholder akan dilibatkan dan pembuat keputusan akan diundang pada hari terakhir kegiatan. d. Leadership development materials. ICM memiliki beberapa material yang sudah diujicobakan untuk perkembangan kepemimpinan. Untuk organisasi dan asosiasi yang membutuhkan penguatan kepemimpinan, materi-materi sudah tersedia dan dapat diadaptasi sesuai konteks organisasi tersebut. 2. Four approaches to capacity building in health: consequences for measurement and accountability by Beth R. Crisp, Hal Swerissen and Stephen J. Duckett Dari hasil studi literature, proses capacity building dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan yang dilakukan, yaitu: a. Bottom up organizational approach. Memiliki beberapa ahli dalam suatu organisasi sering kali dilihat sebagai sesuatu yang esensial, sehingga mereka dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan dan program-program kesehatan yang tepat. Pendekatan ini memiliki pandangan bahwa memiliki kumpulan ahli akan mengurangi ketergantungan terhadap konsultan dari luar dan meningkatkan kemampuan lokal untuk mempertahankan sustainabilitas, terutama ketika dukungan dana juga berkurang. Selain itu, pendekatan ini berfokus untuk melatih anggota-anggotanya dengan keahlian dan keterampilan yang tidak hanya bermanfaat terhadap individu Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 93

95 itu sendiri, tetapi juga kepada organisasi dan masyarakat luas. Pelatihan yang dilakukan pun diutamakan tidak sampai mengirim trainee ke luar organisasi, tetapi mengundang trainer dari luar. Kemudian individu yang sudah dilatih menjadi reflective practitioners baik secara individual maupun kolektif dengan harapan program-program kesehatan yang dikembangkan menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. b. Top-down organizational approach. Membangun dan mempertahankan kemampuan dalam organisasi membutuhkan kemampuan organisasi itu sendiri dan juga kemampuan individunya. Programprogram pelatihan harus difasilitasi melalui proses pengambilan keputusan dalam organisasi yang memfasilitasi keterlibatan anggotanya. Infrastruktur organisasi juga melibatkan sumber daya non-personel dimana ada tidaknya mereka berpengaruh terhadap kemampuan organisasi. Bagaimanapun juga koordinasi dan perencanaan sering diperlukan untuk memastikan sumber daya mampu berfungsi dengan baik saat dibutuhkan. Usaha-usaha dalam capacity building berfokus pada perubahan pemimpin organisasi. Beberapa bentuk restrukturisasi yang mengakibatkan organisasi lebih responsif terhadap isu-isu kesehatan dapat berdampak pada peningkatan kapasitas. c. Partnerships. Membangun kerjasama antara organisasi maupun antara beberapa kelompok orang yang sebelumnya sedikit atau belum pernah melakukan kerjasama dalam bentuk apapun adalah cara lain dalam proses capacity building. Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa akan ada pertukaran ilmu pengetahuan yang akan mengarah kepada kerjasama dimana kedua pihak dapat saling memanfaatkan sumber daya satu sama lain. d. Community organizing approach. Pendekatan ini melihat bahwa proses capacity building dari organisasi kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat, kesadaran dan keterampilan dan dengan menggunakan sumber daya dari masyarakat itu sendiri dalam memecahkan masalah. Pendekatan ini merubah individu dari penerima yang bersifat pasif menjadi partisipan yang aktif dalam proses perubahan. Karena biasanya program-program yang sukses adalah program yang diawali dan dilaksanakan oleh komunitas lokal. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 94

96 Akan tetapi, pendekatan ini pun memiliki keterbatasan dan akan lebih efektif jika dilakukan pada komunitas yang sudah memiliki fasilitas kesehatan. Selain itu, pendekatan ini membutuhkan individu dari masyarakat yang aktif, sehingga pada saat support dari luar berkurang, program-program kesehatan yang sudah berjalan dapat terus dilaksanakan. Tabel 19. Berbagai pendekatan capacity building dan area yang diukur Pendekatan Area yang diukur Top-down organizational - Perkembangan kebijakan - Alokasi sumber daya - Pelaksanaan organisasi - Sanksi/ penghargaan sebagai imbalan Bottom-up organizational - Program pengembangan tenaga kerja/ profesional - Keahlian, pengetahuan, partisipasi dan komitmen staf - Ide-ide yang muncul dan dilaksanakan Partnerships - Aktivasi masyarakat - Kolaborasi dan berbagi informasi antar organisasi - Kepadatan jaringan kerja - Reorientasi pelayanan dan program oleh organisasi individual Community organizing - Keterlibatan tokoh masyarakat - Keterlibatan orang-orang dari grup yg kurang beruntung - Kepemilikan public Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 95

97 BAB II PEMBAHASAN Usaha pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal pada profesi kesehatan sudah dilakukan oleh masing masing organisasi profesi. Hanya saja, kerjasama antara organisasi profesi dengan pemangku kepentingan yang lain masih belum terkoordinir selama masa sebelum proyek HPEQ dilaksanakan. Misalnya saja standar kompetensi profesi kesehatan. Standar kompetensi dan pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dibuat oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan standar kompetensi perawat dibuat oleh PPNI. Lain halnya dengan profesi bidan yang standar kompetensinya sudah diatur dalam Kepmenkes 369 tahun Sampai saat ini, sudah ada beberapa pertemuan antara organisasi profesi dengan asosiasi pendidikan dan pemangku kepentingan lain yang yang dilaksanakan dalam rangka memperkuat sistem penjaminan mutu profesi. Misalnya saja rapat kerja AIPNI, PPNI dan Forum D3 Keperawatan DKI Jakarta yang membahas mengenai pengembangan kompetensi lulusan program studi ilmu keperawatan di perguruan tinggi serta penyusunan leveling kompetensi pada awal Dengan adanya proyek HPEQ, berbagai workshop dan kegiatan penguatan capacity building semacam ini semakin difasilitasi sehingga mempercepat pencapaian target-target yang pada dasarnya menjadi agenda masing profesi. Kerjasama lintas organisasi seperti yang sudah dilaksanakan selama ini sebenarnya sudah tercantum dalam program kerja atau kebijakan-kebijakan dari organisasi profesi dan asosiasi pendidikan pada beberapa profesi. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) mencantumkan bentuk kerjasama ini dalam misi organisasinya yang berbunyi Membina dan menjadi simpul kerjasama dengan lembaga lain (stakeholders) yang terkait dengan pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan. Hal ini selaras dengan salah satu tujuan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yaitu Meningkatkan kemitraan dengan organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah untuk menerapkan praktik kedokteran yang melindungi masyarakat. Begitu pula dengan profesi bidan, dimana Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan (AIPKIND) membahas hal-hal yang berkaitan dengan penguatan organisasi ini pada 6 dari 9 poin misinya. Setelah proyek HPEQ berlangsung, sistem penjaminan mutu yang sudah ada sebelumnya disempurnakan melalui proyek ini melalui program capacity building profesi dengan memfasilitasi pertemuan dan kerjasama antara organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI dan IBI), Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 96

98 asosiasi institusi pendidikan (AIPKI, AFDOKGI, AIPNI dan AIPKIND) dan pemangku kepentingan lainnya. Beberapa pertemuan yang difasilitasi oleh HPEQ dalam rangka penguatan koordinasi ini adalah pertemuan untuk menyusun atau merevisi naskah akademik serta pertemuan untuk menyempurnakan standar kompetensi dan standar pendidikan yang dilakukan di komponen 1 proyek HPEQ, serta pengembangan uji kompetensi untuk tenaga kesehatan yang dilakukan di komponen 2 proyek HPEQ ini. Dalam setiap pertemuannya, HPEQ selalu melibatkan berbagai pihak dari profesi terkait, terutama organisasi profesi dan asosiasi pendidikan. Diharapkan setelah proyek HPEQ selesai pada tahun 2014 nanti, program capacity building dapat terus dilakukan oleh organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan di institusi masing-masing sehingga kerjasama lintas organisasi dapat dipertahankan demi terjalinnya kerjasama dan tercapainya tujuan bersama, yaitu meningkatkan kualitas lulusan tenaga kesehatan. AHPRA Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang direncanakan berdasarkan RUU Tenaga Kesehatan nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagaimana Australian Health Practitioner Regulation Agency (AHPRA). AHPRA adalah organisasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan registrasi dan akreditasi di Australia. Pendirian AHPRA dipelopori oleh Health Practitioner Regulation National Law Act 2009 yang efektif sejak tanggal 1 Juli Ini berarti untuk pertama kalinya 10 badan profesi kesehatan di Australia diatur dalam sistem legislasi nasional. dimana organisasi-organisasi kesehatan untuk semua profesi kesehatan bernaung dalam satu badan hukum (National Boards). Didalam undang undang ini disebutkan bahwa salah satu fungsi AHPRA adalah memberikan masukan kepada Dewan Kementerian (Ministerial Council) terkait administrasi registrasi nasional dan skema akreditasi. Selain itu, juga memberikan bantuan atau informasi terkait registrasi nasional dan skema akreditasi. Beberapa fungsi lainnya dapat ditentukan kemudian berdasarkan hukum ini. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Kesehatan: Sebuah Kajian Awal Page 97

Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan. Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan

Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan. Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan Policy Brief Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan Sistem Penjaminan Mutu Sistem Uji Kompetensi dan Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Riset dan Publikasi Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN IKATAN BIDAN INDONESIA dan ASSOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN INDONESIA 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan

Lebih terperinci

Andi Ansharullah. Workshop Pengembangan Kompetensi dan Sistem Pendidikan Kebidanan, JW Marriott Surabaya, 5-6 Juli 2010.

Andi Ansharullah. Workshop Pengembangan Kompetensi dan Sistem Pendidikan Kebidanan, JW Marriott Surabaya, 5-6 Juli 2010. Andi Ansharullah Medical Education Unit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Workshop Pengembangan Kompetensi dan Sistem Pendidikan Kebidanan, JW Marriott Surabaya, 5-6 Juli 2010 Output Workshop 1.

Lebih terperinci

POKJA STANDAR KOMPETENSI DAN STANDAR PENDIDIKAN

POKJA STANDAR KOMPETENSI DAN STANDAR PENDIDIKAN POKJA STANDAR KOMPETENSI DAN STANDAR PENDIDIKAN POKJA Standar Ketua : Rahmatina B. Herman (Unand) Sekretaris : Wiwik Kusumawati (UMY) Anggota: 1. Nancy Margarita (Unair) 2. Dhanasari V. Trisna (UI) 3.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN... Mengembangkan sistem akreditasi mandiri berstandar internasional. Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Dokter Gigi

PENDAHULUAN... Mengembangkan sistem akreditasi mandiri berstandar internasional. Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Dokter Gigi PENDAHULUAN... Kerangka acuan kerja workshop penyusunan revisi standar kompetensi dokter dan dokter gigi yang diberikan oleh HPEQ: 1. Mengembangkan sistem akreditasi mandiri berstandar internasional dengan

Lebih terperinci

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes 1 Kompetensi tenaga kesehatan yang belum sesuai dengan kebutuhan individual pasien maupun populasi; Kerja sama antar profesi yang masih rendah; Paradigma yang lebih berorientasi

Lebih terperinci

Target, Capaian dan Proyeksi Capaian KPI 2011

Target, Capaian dan Proyeksi Capaian KPI 2011 Target, Capaian dan Proyeksi Capaian KPI 2011 Target, Capaian dan Proyeksi Capaian KPI 2011 Komponen 1 CAPAIAN SAAT INI (SEMESTER 1) TARGET KPI PROYEKSI CAPAIAN AKHIR TAHUN -Naskah akademik LAM sudah final

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007 DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi

Lebih terperinci

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional LAPORAN WORKSHOP NASIONAL PANEL EXPERT NERS TAHAP 2 Komponen 2- Health Professional Education Quality (HPEQ Project) Hotel Novotel Bandung, 9-10 November 2011 Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Lebih terperinci

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS A. PENDAHULUAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS 2014 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara terus menerus melakukan berbagai upaya internasional untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara terus menerus melakukan berbagai upaya internasional untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah penting karena masalah tersebut merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa. Permasalahan kesehatan ibu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ORGANISASI PROFESI DALAM MENGKAWAL KOMPETENSI PERAWAT MELALUI SDKI

KEBIJAKAN ORGANISASI PROFESI DALAM MENGKAWAL KOMPETENSI PERAWAT MELALUI SDKI KEBIJAKAN ORGANISASI PROFESI DALAM MENGKAWAL KOMPETENSI PERAWAT MELALUI SDKI DEFINISI ORGANISASI PROFESI ORGANISASI YANG MELAKUKAN PENILAIAN THD KEMAMPUAN ORANG PER ORANG SECARA PROFESIONAL DAN MEMPUNYAI

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas

Lebih terperinci

MEMBANGUN & MEMELIHARA KOMPETENSI BIDAN DI ERA MEA. Yogyakarta, 20 Agustus 2016 DEFINISI BIDAN

MEMBANGUN & MEMELIHARA KOMPETENSI BIDAN DI ERA MEA. Yogyakarta, 20 Agustus 2016 DEFINISI BIDAN MEMBANGUN & MEMELIHARA KOMPETENSI BIDAN DI ERA MEA Yogyakarta, 20 Agustus 2016 DEFINISI BIDAN Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) melalui konggres ICM ke 27, pada bulan

Lebih terperinci

TELAAH KOMPETENSI DIII KEPERAWATAN

TELAAH KOMPETENSI DIII KEPERAWATAN TELAAH DIII KEPERAWATAN PARAMETER DESKRIPTOR a Mampu melakukan. dengan metode. menunjukka n hasil. dalam kondisi Unsurunsur Deskripsi Kemampuan kerja pada bidang terkait (profil) Cara kerja Tingkatan kualitas

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI

PANDUAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI PANDUAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI PROYEK PENGEMBANGAN EMPAT UNIVERSITAS SEBAGAI PUSAT UNGGULAN UNTUK MEMPERKUAT DAYA SAING BANGSA Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKREDITASI DAN UJI KOMPETENSI BIDANG GIZI

KEBIJAKAN AKREDITASI DAN UJI KOMPETENSI BIDANG GIZI KEBIJAKAN AKREDITASI DAN UJI KOMPETENSI BIDANG GIZI Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan RAKERNAS AIPGI, 9 Februari 2015 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 1

Lebih terperinci

Gambar 1 : Continuous Quality Improvement pada Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan

Gambar 1 : Continuous Quality Improvement pada Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan Tata Nilai LAM PTKes terdiri atas : a. Nilai Dasar : Amanah dan Mandiri b. Nilai Operasional Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misinya berlandaskan pada Nilai Dasarnya, LAM- PTKes menganut 5 Prinsip Operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar. Hal ini mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan yang direalisasikan dengan pendirian

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN CLINICAL PREVILEGE KEPERAWATAN RS. TMC TASIKMALAYA I. PENDAHULUAN

KERANGKA ACUAN CLINICAL PREVILEGE KEPERAWATAN RS. TMC TASIKMALAYA I. PENDAHULUAN KERANGKA ACUAN CLINICAL PREVILEGE KEPERAWATAN RS. TMC TASIKMALAYA I. PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009, tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,

Lebih terperinci

Isu Strategis Komponen 1

Isu Strategis Komponen 1 Pointers Forum Dekan Institusi Pendidikan Dokter Gigi : Isu Strategis Pendidikan Dokter Gigi Jakarta, 10 Agustus 2011 Isu Strategis Komponen 1 Pengembangan LAM Penyempurnaan standar pendidikan dan standar

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Pendidikan Profesi berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan untuk Menghasilkan Lulusan sesuai KKNI

Penyelenggaraan Pendidikan Profesi berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan untuk Menghasilkan Lulusan sesuai KKNI Penyelenggaraan Pendidikan Profesi berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan untuk Menghasilkan Lulusan sesuai KKNI Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Workshop Tindak Lanjut Penerbitan SK Izin Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Perubahan Paradigma Sistem Penjaminan Mutu dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Kesehatan : Revitalisasi Peran Masyarakat Profesi Kesehatan

Perubahan Paradigma Sistem Penjaminan Mutu dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Kesehatan : Revitalisasi Peran Masyarakat Profesi Kesehatan Perubahan Paradigma Sistem Penjaminan Mutu dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Kesehatan : Revitalisasi Peran Masyarakat Profesi Kesehatan Djoko Santoso 3 PARADIGMA PERUBAHAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

INDONESIA NATIONAL NURSES ASSOCIATIONS COMPETENCIES FRAMEWORK

INDONESIA NATIONAL NURSES ASSOCIATIONS COMPETENCIES FRAMEWORK AIPNI HPEQ-DIKTI Makasar 13-14 Maret 2010 8/20/2012 INDONESIA 1 INDONESIA NATIONAL NURSES ASSOCIATIONS COMPETENCIES FRAMEWORK PRAKTIK PROFESSIONAL, ETIS, LEGAL, PEKA BUDAYA KERANGKA KERJA KOMPETENSI PERAWAT

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Penelaahan RUU Pendidikan Kedokteran

Penelaahan RUU Pendidikan Kedokteran Pointers Pertemuan Penelaahan RUU Pendidikan Kedokteran Jakarta, 5 6 Mei 2011 Illah Sailah (Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan) Latar Belakang Pertemuan (5 6 Mei 2011) Pelaksanaan lokakarya RUU Pendidikan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI Pembangunan kesehatan Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal Upaya pelayanan/asuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

CATATAN MONEV WORKSHOP SINKORNISASI BLUE PRINT UJI KOMPETENSI PERAWAT LULUSAN JENJANG DIPLOMA III DAN NERS

CATATAN MONEV WORKSHOP SINKORNISASI BLUE PRINT UJI KOMPETENSI PERAWAT LULUSAN JENJANG DIPLOMA III DAN NERS CATATAN MONEV WORKSHOP SINKORNISASI BLUE PRINT UJI KOMPETENSI PERAWAT LULUSAN JENJANG DIPLOMA III DAN NERS Jakarta, 4-5 Mei 2012 Catatan Umum Kegiatan : Acara yang dijadwalkan untuk dimulai pada pukul

Lebih terperinci

PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL: Dewi Irawaty, MA, PhD

PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL: Dewi Irawaty, MA, PhD PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL: KENDALA DAN TANTANGANNYA Dewi Irawaty, MA, PhD PERSI, 10 November 2012 1 PERAWAT INDONESIA ADALAH PROFESI Disepakati dan dideklarasikan dalam Lokakarya Nasional

Lebih terperinci

Strategic Meeting HPEQ Project - Pertemuan Taskforce dengan Stakeholders Profesi LAM-PTKes

Strategic Meeting HPEQ Project - Pertemuan Taskforce dengan Stakeholders Profesi LAM-PTKes Strategic Meeting HPEQ Project - Pertemuan Taskforce dengan Stakeholders Profesi LAM-PTKes Strategic Meeting HPEQ Project - Pertemuan Taskforce dengan Stakeholders Profesi LAM-PTKes Waktu : 14 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang sering terjadi diantaranya seperti kesiapan dari dosen yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang sering terjadi diantaranya seperti kesiapan dari dosen yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Implementasi kurikulum baru tidaklah mudah, banyak permasalahan yang dapat muncul sebagai tantangan yang harus dihadapi oleh institusi pendidikan. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,

Lebih terperinci

KOMPETENSI NERS BERBASIS. KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Indonesian Qualification Framework

KOMPETENSI NERS BERBASIS. KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Indonesian Qualification Framework KOMPETENSI NERS BERBASIS KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Indonesian Qualification Framework PARAMETER DESKRIPTOR Unsur-unsur Deskripsi DESKRIPTOR JENJANG KUALIFIKASI Ners (LEVEL 7) a Mampu melakukan.

Lebih terperinci

Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH

Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH PEMBANGUNAN KEPERAWATAN DI INDONESIA Periode 2015-2020 Apa Yg Hendak Dituju 2 Tujuan Utama Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di negara-negara Asean,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI

PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI Konsil Kedokteran Indonesia PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI dr. Daryo Soemitro Sp.BS Ketua Divisi

Lebih terperinci

Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes) Sebagai Lembaga Akreditasi Baru

Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes) Sebagai Lembaga Akreditasi Baru Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes) Sebagai Lembaga Akreditasi Baru Sosialisasi Kapasitasi Institusi Pendidikan Kesehatan Masyarakat 2014 AIPTKMI 12 Mei 2014 Akreditasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.000 jiwa (Wilmoth et al., 2010). Angka kematian ibu di setiap negara

Lebih terperinci

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN Lampiran SK Direktur Utama RSI Garam Kalianget No.... tentang Panduan Evaluasi Praktek Dokter PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (PENDIDIKAN) Konsil Kedokteran Gigi Konsil Kedokteran Indonesia Bogor, September 2010

NASKAH AKADEMIK PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (PENDIDIKAN) Konsil Kedokteran Gigi Konsil Kedokteran Indonesia Bogor, September 2010 NASKAH AKADEMIK PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (PENDIDIKAN) Konsil Kedokteran Gigi Konsil Kedokteran Indonesia Bogor, September 2010 ISSUES TEMU RSGMP SE INDONESIA 25 Agustus 2010 1. Pedoman

Lebih terperinci

KOMPETENSI BIDAN INDONESIA

KOMPETENSI BIDAN INDONESIA KOMPETENSI BIDAN INDONESIA PP-IBI PENDAHULUAN Bidan membuat kontribusi besar bagi kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir di negara mereka. Pelayanan kebidanan merupan aspek penting dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perguruan tinggi swasta mengalami peningkatan di Indonesia. Orientasi perguruan tinggi swasta yang lebih mementingkan politik ekonomi merupakan fenomena umum

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298) I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI KOMUNITAS

PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI KOMUNITAS PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI KOMUNITAS Oleh: R. Dettie Yuliati Direktur Pelayanan Kefarmasian Disampaikan pada: Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) - Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), 2107 TATA SAJI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN, PEMBINAAN, DAN PENUTUPAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Urgensi Validasi Data Dasar FK. Izin Prodi Akademik-Profesi FK. Status Akreditasi Akademik-Profesi & Prodi Spesialis

Pokok Bahasan. Urgensi Validasi Data Dasar FK. Izin Prodi Akademik-Profesi FK. Status Akreditasi Akademik-Profesi & Prodi Spesialis Illah Sailah Pokok Bahasan 1 2 3 4 5 Urgensi Validasi Data Dasar FK Izin Prodi Akademik-Profesi FK Status Akreditasi Akademik-Profesi & Prodi Spesialis Komitmen UKDI sebagai Exit Exam Komitmen FK untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented (Hepler dan Strand, 1990). Perubahan paradigma tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

DRAFT KKNI PROFESI KEPERAWATAN

DRAFT KKNI PROFESI KEPERAWATAN Kualifikasi Lulusan Program Magister Keperawatan UNDIP (KKNI, LEVEL 8) : 1. Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannyaatau praktek profesionalnya melalui riset

Lebih terperinci

PRINSIP PENGEMBANGAN KARIR BIDAN

PRINSIP PENGEMBANGAN KARIR BIDAN PRINSIP PENGEMBANGAN KARIR BIDAN A. Pendidikan Berkelanjutan 1. Pengertian Pendidikan Berkelanjutan Pendidikan berkelanjutan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia

Lebih terperinci

KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. 1. Penerapan Standar Pendidikan drg 2. Penerapan Standar Pendidikan drg Sp 3. Uji Kompetensi 4. RSGMP 5.

KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. 1. Penerapan Standar Pendidikan drg 2. Penerapan Standar Pendidikan drg Sp 3. Uji Kompetensi 4. RSGMP 5. KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA 1. Penerapan Standar Pendidikan drg 2. Penerapan Standar Pendidikan drg Sp 3. Uji Kompetensi 4. RSGMP 5. KKNI 1. PENERAPAN STANDAR PENDIDIKAN DOKTER GIGI Pemahaman dan kemampuan

Lebih terperinci

VâÜ ÜvâÄâÅ i àtx 15/10/2015. Peran Kolegium dalam Pengembangan Program Spesialis Keperawatan Intensif. Oleh:

VâÜ ÜvâÄâÅ i àtx 15/10/2015. Peran Kolegium dalam Pengembangan Program Spesialis Keperawatan Intensif. Oleh: Peran Kolegium dalam Pengembangan Program Spesialis Keperawatan Intensif Oleh: Tiengartinah, MN Kolegium Keperawatan Kritis VâÜ ÜvâÄâÅ i àtx Nama : Tien Gartinah, M.N Tanggal Lahir : 25 Mei 1949 Pendidikan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGUMPULAN DATA INSTITUSI PENDIDIKAN D.III KEPERAWATAN

PANDUAN PENGUMPULAN DATA INSTITUSI PENDIDIKAN D.III KEPERAWATAN 1. Panduan Umum PANDUAN PENGUMPULAN DATA INSTITUSI PENDIDIKAN D.III KEPERAWATAN a. Latar Belakang Menghadapi tekanan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK secara global dalam memberikan pelayanan

Lebih terperinci

Tabel 1. Penjabaran Langkah menjadi Kegiatan LAM-PTKes

Tabel 1. Penjabaran Langkah menjadi Kegiatan LAM-PTKes 1 Tabel 1. Penjabaran Langkah menjadi Kegiatan LAM-PTKes LANGKAH-LANGKAH 1. Memilih Majelis Pemangku Kepentingan LAM-PTKes dari 7 Asosiasi Institusi Pendidikan Kesehatan 7 Organisasi Profesi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan bahwa terdapat negara dengan beban Human Immunodeficiency Virus (HIV) tertinggi dan kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan ibu, namun sampai saat ini Angka Kematian maternal (AKI) di beberapa

Lebih terperinci

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan LAPORAN PELATIHAN NASIONAL ITEM DEVELOPMENT DAN ITEM REVIEW UJI KOMPETENSI PERAWAT DIPLOMA III Gelombang 1 Proyek HPEQ Bandung, 1-2 Juni 2012 Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL PRODI NERS STIKES MATARAM

RENCANA OPERASIONAL PRODI NERS STIKES MATARAM RENCANA OPERASIONAL PRODI NERS STIKES MATARAM 2012 2013 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM Jalan Swakarsa III No 10 14 Grisak Kekalik Mataram 1 Kata Pengantar Puji Syukur kepada Allah SWT,

Lebih terperinci

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik Sugiarsih.,S.Kep.,Ns.,MPH Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada PERKONAS Poltekkes Kemenkes, Jakarta 22-24 Maret 2017

Lebih terperinci

ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN NERS INDONESIA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA HPEQ-DIKTI BATAM, JULI 2010

ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN NERS INDONESIA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA HPEQ-DIKTI BATAM, JULI 2010 INDONESIA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA HPEQ-DIKTI BATAM, 16-17 JULI 2010 Pendahuluan Tenaga keperawatan sebelum 1962: Jenis pendidikan bervariasi Lama pendidikan bervariasi Hospital based education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN

BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN TIM POKJA BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN JENJANG PENDIDIKAN BAB VII STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. RANGKUMAN PEMIKIRAN Rapat Koordinasi Nasional Sinergitas Konsil Kedokteran indonesia dengan Pemangku Kepentingan dalam Pengawalan Profesionalisme Dokter dan dokter Gigi Menghadapi Tantangan Global Makasar,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap I untuk Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat (29 30 Mei 2015)

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap I untuk Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat (29 30 Mei 2015) 1 1. LATAR BELAKANG KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap I untuk Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat (29 30 Mei 2015) Dalam upaya penjaminan mutu pendidikan tinggi sebagaimana diamanahkan

Lebih terperinci

Komposisi Standar Kompetensi DRG INA

Komposisi Standar Kompetensi DRG INA Komposisi Standar Kompetensi DRG INA D Profesi onalis me PIP Ked & KG Pem Fis & Sis Stoma Pemlh F Sis Stoma Kesgim ul mas Manej Prak KG Jml KU 4 4 3 2 2 1 16 KP 24 18 39 37 17 9 144 KD FKG FKG FKG FKG

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL UJI KOMPETENSI PERAWAT PPNI

KOMITE NASIONAL UJI KOMPETENSI PERAWAT PPNI K N U K P KOMITE NASIONAL UJI KOMPETENSI PERAWAT PPNI Uji Kompetensi Bagian dari credentialing Penapisan seseorang disebut profesional oleh komunitas profesi berdasarkan standar profesi Credentialing professional

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

IBI-AIPKIND Jogyakarta, 25 Juli 2010

IBI-AIPKIND Jogyakarta, 25 Juli 2010 IBI-AIPKIND Jogyakarta, 25 Juli 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB II PENYELENGGARAAN PENDD.KEB. BAB III JALUR DAN JENJANG PENDIDIKAN BAB IV SNPK BAB V KETENTUAN PERALIHAN BAB VI PENUTUP Salah satu kunci utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesi Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu menegakkan diri dan diterima oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki ketrampilan

Lebih terperinci

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN 2014-2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah lembaga yang memberikan pelayanan klinik dengan badan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit ditekankan pada peningkatan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan rumah sakit melalui peningkatan dan pengembangan manajemen rumah sakit terutama dari

Lebih terperinci

Muslich Mahmud Eky S. Soeria Soemantri AFDOKGI

Muslich Mahmud Eky S. Soeria Soemantri AFDOKGI Muslich Mahmud Eky S. Soeria Soemantri AFDOKGI Merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran di pendidikan kedokteran terdiri dari : a. Outcome-based curriculum Pembelajaran metode outcome-based curriculum

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN

LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN Sheraton Mustika Yogyakarta, 22 23 Agustus 2011 Direktorat Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional WORKSHOP KOMPONEN

Lebih terperinci

Djoko Santoso Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Djoko Santoso Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Implementasi UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan Konferensi Utama : 7-8 November Konferensi

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

KERANGKA KERJA SATUAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016 SATUAN PENJAMINAN MUTU SATUAN PENJAMINAN MUTU UNPAD.

KERANGKA KERJA SATUAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016 SATUAN PENJAMINAN MUTU SATUAN PENJAMINAN MUTU UNPAD. KERANGKA KERJA SATUAN PENJAMINAN MUTU 2016-2020 SATUAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016 Page1 Kerangka Kerja SPM 2016-2020 Page 1 Kerangka Kerja Satuan Penjaminan Mutu (SPM) Unpad 2016-2020

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi BAB I PENDAHULUAN Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Lebih terperinci

RAPAT TINDAK LANJUT PENYUSUNAN STRATEGI PEMBINAAN INSTITUSI PENDIDIKAN PERAWAT VOKASI

RAPAT TINDAK LANJUT PENYUSUNAN STRATEGI PEMBINAAN INSTITUSI PENDIDIKAN PERAWAT VOKASI Pointers RAPAT TINDAK LANJUT PENYUSUNAN STRATEGI PEMBINAAN INSTITUSI PENDIDIKAN PERAWAT VOKASI Dikti Jakarta, 14 Juli 2011 Latar Belakang : Kesepakatan Pertemuan 21 Maret 2011 Permasalahan situasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) dan Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Nama Inovasi Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta Produk Inovasi Meningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Family Gathering Terpadu Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan Pembangunan Kesehatan dapat dilihat dari berbagai indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai evaluasi keberhasilan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang tidak hanya menjadi prioritas daerah atau nasional saja, tetapi menjadi salah satu

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

STANDAR PELAYANAN MINIMAL MATERI INTI 2 POKOK BAHASAN 5: STANDAR PELAYANAN MINIMAL Prinsip standar pelayanan minimal (SPM) merupakan salah satu hal penting dalam alokasi anggaran. Selama tahun 2000-2007 belum berperan sama sekali

Lebih terperinci

Illah Sailah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan

Illah Sailah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan Illah Sailah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan Konferensi Utama : 7-8 November Konferensi Profesi : 3 Sept 30 Okt PEMANGKU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Apoteker Indonesia 1. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi Standar Kompetensi Sarjana Farmasi merupakan standar nasional yang harus dicapai lulusan pendidikan S1 Farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SHERMAN SALIM CALON DEKAN

SHERMAN SALIM CALON DEKAN SHERMAN SALIM CALON DEKAN Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2010-2015 INTEGRASI, SINERGI, INOVASI DAN IMPLEMENTASI UNTUK MEWUJUDKAN FKG UNAIR KIBLAT BIDANG KEDOKTERAN GIGI DI INDONESIA STRATEGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010) BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap II untuk Bidang Ilmu Keperawatan dan Tahap I untuk Bidang Ilmu Gizi (22 23 Mei 2015)

KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap II untuk Bidang Ilmu Keperawatan dan Tahap I untuk Bidang Ilmu Gizi (22 23 Mei 2015) 1 1. LATAR BELAKANG KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap II untuk Bidang Ilmu Keperawatan dan Tahap I untuk Bidang Ilmu Gizi (22 23 Mei 2015) Dalam upaya penjaminan mutu pendidikan tinggi sebagaimana

Lebih terperinci

bermuara pada budaya peningkatan mutu berkelanjutan (culture of continuous quality improvement).

bermuara pada budaya peningkatan mutu berkelanjutan (culture of continuous quality improvement). 1 KERANGKA ACUAN KERJA Sosialisasi LAM-PTKes Tahap I untuk Bidang Ilmu Kedokteran Gigi dan Farmasi, Serta Tahap III untuk Bidang Ilmu Kebidanan (5 6 Juni 2015) 1. LATAR BELAKANG Dalam upaya penjaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesi perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat adalah tenaga profesional yang memiliki body of

Lebih terperinci

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Di beberapa negara terutama negara berkembang, kesehatan ibu dan anak masih merupakan permasalahan besar. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN SAM MEDIKO LEGAL Disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program (RAKORPOP) 30 November 2015 PERATURAN PER UU DASAR PERTIMBANGAN ROADMAP

Lebih terperinci

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes Peraturan yg menjadi acuan : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit. Definisi Komite Medik Perangkat

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes Dosen FK UNSRI BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT KEDOKTERAN KOMUNITAS (IKM/IKK) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA, PALEMBANG 2006 Daftar

Lebih terperinci