BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

dokumen-dokumen yang mirip
METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

DESAIN DAN ANALISIS INSTALASI STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

Perancangan Pipa Bawah Laut

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

Tegangan Dalam Balok

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

2. KERJA PLAT Tujuan 3.1 Teori Kerja Plat Pemotongan Plat

Proses Lengkung (Bend Process)

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

DEFORMASI BALOK SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB II STUDI PUSTAKA

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

TEGANGAN DAN REGANGAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Perhitungan Struktur Bab IV

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

IV. DEFLEKSI BALOK ELASTIS: METODE INTEGRASI GANDA

PERANCANGAN JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

BAB 2 SAMBUNGAN (JOINT ) 2.1. Sambungan Keling (Rivet)

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

BAB III LANDASAN TEORI

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. gambar kerja sebagai acuan pembuatan produk berupa benda kerja. Gambar

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Kompetensi Semester 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PUNTIRAN. A. pengertian

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

BAB II STUDI LITERATUR

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

pemberian reaksi tekan tersebut, gelagar komposit akan menerima beban kerja

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai inovasi yang ditemukan oleh para ahli membawa proses pembangunan

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat

LENDUTAN (Deflection)

IV. PENDEKATAN DESAIN

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

III. TEGANGAN DALAM BALOK

Transkripsi:

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan biaya penggunaan peralatan instalasi, serta bentuk dan karakteristik struktur pipeline. Setiap metode instalasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan hanya cocok untuk kondisi-kondisi tertentu. Metode yang umum digunakan untuk instalasi pipeline bawah laut adalah metode S-Lay, metode Reel, dan metode Bottom-pull. 3.2 METODE INSTALASI 3.2.1 Metode S-Lay Metode S-Lay ini merupakan metode yang paling umum digunakan dalam proses instalasi pipeline bawah laut. Metode ini dilakukan dengan menggunakan lay-barge. Selama proses instalasi, crane yang ditempatkan di atas lay-barge digunakan untuk memindahkan segmen-segmen pipa, dengan panjang sekitar 12 meter, ke bagian weld station. Di bagian ini, segmensegmen pipa tersebut disambungkan satu sama lain dengan pengelasan untuk kemudian diluncurkan ke laut melalui stinger. Sebuah lay-barge dapat memiliki 5 sampai 12 weld station bergantung pada ukuran barge dan diameter pipa yang akan diinstal. Contoh lay-barge dan ilustrasi instalasi metode S-Lay dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. III-1

Gambar 3.1 Lay-barge yang Digunakan pada Instalasi Metode S-Lay Gambar 3.2 Ilustrasi Instalasi Metode S-Lay Langkah-langkah yang dilakukan pada saat proses instalasi pipeline lepas pantai dengan metode S-Lay adalah sebagai berikut. a. Lay-barge diposisikan sejajar dengan rute pipeline dan ditahan dengan jangkar sebanyak 8 hingga 12 buah. Apabila dibutuhkan, posisi lay-barge dapat dimiringkan terhadap rute pipeline dengan sudut kecil untuk III-2

mengakomodasi efek pembelokan arah barge yang disebabkan oleh arus laut pada saat barge berpindah tempat. b. Jangkar-jangkar tersebut akan terus dipindahkan oleh kapal anchorhandling selama proses instalasi berlangsung. Kapal anchor-handling ini memindahkan jangkar dengan cara menaikkan pelampung jangkar ke atas kapal sehingga jangkar akan terangkat dari dasar laut. Kapal tersebut kemudian bergerak, menempatkan jangkar di lokasi baru yang telah ditentukan, dan melepaskan kembali pelampung jangkar. Setiap pemindahan biasanya berjarak antara 500 meter sampai dengan 600 meter. Gambar 3.3 Sketsa Penempatan Jangkar Lay-barge c. Pipa yang diletakkan di bagian penyimpanan (storage) di atas barge diangkat dengan menggunakan crawler crane dan kemudian diletakkan di atas conveyor. Conveyor tersebut kemudian mengirimkan pipa tadi ke bagian weld station dengan posisi sejajar terhadap pipa yang telah dikirimkan sebelumnya. d. Clamp yang terdapat pada weld station menahan posisi pipa-pipa tersebut untuk proses penyambungan pipa dengan pengelasan. e. Pengelasan dilakukan di bagian weld station. Sambungan pipa yang dilas kemudian digerinda agar permukaan pipa tersebut menjadi mulus. III-3

Gambar 3.4 Layout Peralatan Utama pada Lay-barge III-4

Gambar 3.5 Bagian Storage di Atas Lay-barge Gambar 3.6 Penggerindaan Sambungan Pipa yang Telah Dilas f. Pipa yang telah tersambung kemudian dilewatkan pada tensioner. Tensioner ini menjepit pipa dengan lapisan karet yang terbuat dari bahan III-5

polyurethane. Tekanan pada tensioner diatur sedemikian rupa dengan menggunakan pompa hidrolik sehingga menghasilkan tahanan gesek yang diperlukan agar pipa tidak merosot ke laut dan coating pada pipa tidak hancur. g. Pipa kemudian bergerak maju ke bagian x-ray station. Sambungan pipa dicek dengan menggunakan sinar x-ray. Apabila ditemukan cacat pada sambungan pipa, bagian pipa tersebut harus dipotong kembali dan dilakukan pengelasan ulang. Untuk keperluan pemotongan ini, barge digerakkan mundur sehingga bagian pipa yang akan disambungkan bergerak kembali melewati tensioner dan menuju weld station. Gambar 3.7 Tensioner Pipa pada Lay-barge h. Pipa lalu digerakkan maju ke bagian pemasangan coating anti korosi. Coating yang digunakan biasanya berupa gelang yang terbuat dari zincalumunium atau anoda lainnya. Gelang anti korosi ini kemudian dilindungi dengan lapisan beton. Lapisan beton yang masih baru tersebut dibungkus lagi dengan menggunakan lembaran logam. i. Bagian pipa yang telah disambungkan sempurna ini kemudian digerakkan maju melewati ramp dan menuju buritan pada bagian belakang barge. Pada tahap ini, pipa tersebut melengkung ke arah bawah akibat pengaruh dari beban beratnya sendiri. Bagian pipa yang melengkung ke arah bawah ini disebut overbend. III-6

Gambar 3.8 Pemasangan Coating Anti korosi pada Sambungan Pipa Gambar 3.9 Pemasangan Lapisan Aspal pada Sambungan Pipa III-7

j. Bagian pipa tersebut terus meluncur hingga bagian touchdown point (lokasi pertemuan pipa dengan dasar laut) dengan menumpu pada stinger yang dihubungkan pada barge. Stinger ini memiliki pelampung yang memungkinkan stinger bergerak mengikuti naik turunnya permukaan air laut. Kurvatur dan proses ballasting stinger ditentukan melalui analisis sehingga didapatkan konfigurasi stinger dengan kemampuan penyanggaan pipa yang optimum. k. Di kedalaman tertentu, bagian pipa akan melengkung ke arah sebaliknya sebelumnya akhirnya menyentuh dasar laut. Bagian pipa yang melengkung ke atas ini disebut sagbend. Pada lengkungan ini, pipa mengalami tekanan maksimum yang diakibatkan oleh kombinasi dari tegangan aksial, lengkungan vertikal, dan tekanan hidrostatis. l. Setelah berada di dasar laut, integritas pipa dicek oleh penyelam maupun video atau ROV. 3.2.2 Metode Reel Metode Reel ini merupakan salah satu metode instalasi pipeline yang awalnya ditujukan untuk menginstal pipeline dengan diameter pipa yang kecil. Namun saat ini, metode ini telah dikembangkan untuk menginstal pipeline dengan diameter mencapai 300 mm (12 inci) dan 400 mm (16 in). Konsep metode ini adalah menggulung pipa yang sangat panjang pada reel (gulungan) yang berukuran besar dan kemudian menginstal pipa tersebut ke dasar laut seperti memasang kabel bawah laut. Barge yang digunakan untuk menginstal pipeline dengan metode ini memiliki reel yang dipasang secara horizontal pada bagian buritan barge. Pada buritan bagian belakang dipasang juga chute yaitu struktur yang digunakan sebagai landasan pipa pada saat diturunkan ke laut. Chute ini berfungsi untuk menjaga pipa agar tidak tertekuk. III-8

Gambar 3.10 Reel Barge yang Digunakan pada Metode Reel Gambar 3.11 Struktur Chute Pipeline yang didesain untuk metode reel tidak boleh memiliki coating beton tetapi harus memiliki ketebalan pipa yang cukup untuk menenggelamkan pipa walaupun dalam keadaan kosong. Hal ini relatif ekonomis untuk pipeline dengan diameter pipa yang kecil. Baja yang digunakan harus mampu menahan tekukan yang terjadi pada saat pipa digulung dan diluruskan kembali. Selain itu, coating pipa harus dapat ditekuk tanpa mengalami retak dan tidak kehilangan sifat adhesinya. Saat ini, sudah dikembangkan coating jenis epoxy yang dapat ditekuk tanpa mengalami kerusakan. III-9

Pipa yang akan diinstal dibuat terlebih dahulu di darat dengan panjang sesuai desain. Pipa tersebut kemudian ditarik ke atas reel barge dan digulung pada reel. Pada saat penggulungan, kurvatur pipa diatur sedemikian rupa agar pipa tidak mengalami buckling dan ovalisasi yang signifikan. Selain itu, tekukan yang terjadi pada pipa harus lebih kecil dari batas yield pipa tersebut. Setelah penggulungan selesai, reel barge kemudian bergerak menuju lokasi. Pada umumnya, instalasi pipa dimulai di lokasi platform. Di lokasi ini, pipa ditarik dari reel melewati chute untuk dihubungkan dengan riser pada bagian dasar platform. Reel barge kemudian bergerak maju menyusuri rute pipeline yang telah ditentukan. Setelah semua pipa terpasang, ujung pipa kemudian diberi pelampung untuk disambungkan dengan gulungan pipa pada reel barge berikutnya. Akan tetapi, pada umumnya reel barge memiliki kapasitas yang cukup untuk menginstal keseluruhan pipeline dalam satu kali penggulungan. 3.2.3 Metode Bottom Pull Metode bottom-pull telah dikembangkan dan dipergunakan secara luas untuk proses instalasi pipeline yang melewati daerah pantai yang tersambung dengan terminal loading di daerah perairan dalam. Saat ini, metode tersebut dikembangkan lebih lanjut dan dijadikan sebagai metode utama dalam proses instalasi pipeline yang relatif panjang di daerah perairan dalam. Secara umum, tahapan instalasi pipeline dengan metode bottom-pull adalah sebagai berikut. a. Pipeline yang akan diinstal dirakit di darat dan diletakkan secara paralel dalam bentuk segmen-segmen dengan panjang sekitar 200 meter sampai dengan 300 meter. b. Sebuah launching ramp dengan roller pendukung dibangun dari daerah pantai menuju surf zone. III-10

Gambar 3.12 Segmen Pipa yang Diletakkan di Atas Launching Ramp c. Di area surf zone, jalur untuk pipeline (trench) dapat dilindungi dengan struktur sheet pile sehingga jalur tersebut tetap terbuka. d. Segmen pertama pipa diletakkan di atas launching ramp. Bagian ujung pipa yang berada di darat ditahan oleh winch penahan untuk menghindari pergerakan longitudinal. Sedangkan bagian ujung pipa yang berada di laut dipasangi nose sebagai tempat penyimpanan pig, tangki pelampung, dan swivel untuk mencegah terjadinya twisting pada kabel dan pipeline. Sebuah katrol dipasang di depan swivel dan dilengkapi dengan tangki pelampung agar tidak terbalik pada saat penarikan pipa. Gambar 3.13 Pemasangan Penahan pada Bagian Ujung Pipa III-11

Gambar 3.14 Susunan Nose pada Bagian Ujung Pipa e. Sebuah barge untuk menarik pipa dijangkar di daerah lepas pantai dengan jarak 1000 meter atau lebih. Barge ini diposisikan tepat di jalur pipeline yang telah direncanakan. f. Sebuah winch berukuran sangat besar dengan satu atau dua buah drum berkapasitas tarik sangat besar pula dipasang di atas barge. Winch ini dihubungkan dengan katrol pengatur oleh tali yang melingkar pada katrol tersebut. Gambar 3.15 Winch yang Dipasang di atas Barge III-12

Gambar 3.16 Winch yang Dihubungkan dengan Katrol Pengatur g. Kabel winch kemudian dihubungkan dengan nose di bagian ujung pipa. Kabel dilingkarkan ke bagian katrol yang terpasang pada nose tersebut. Pada bagian ujung barge, dipasangkan landasan kabel untuk mencegah terjadinya gesekan dan pengausan. h. Setelah semua persiapan selesai dan cuaca memungkinkan, segmen pertama pipa tadi ditarik ke arah surf zone. Saat ujung pipa yang di bagian darat mendekati garis pantai, penarikan dihentikan. Segmen pipa berikutnya diletakkan di belakang segmen pipa pertama. Bagian sambungan pipa kemudian dilas dan diberi coating. Setelah selesai, dilakukan penarikan berikutnya. III-13

Gambar 3.17 Penarikan Segmen Pipa Pertama i. Barge kemudian bergerak maju dan posisi jangkar-jangkar diatur ulang. Segmen pipa berikutnya diletakkan di atas launching ramp, dilas, diberi coating, dan ditarik lagi. 3.3 ANALISIS INSTALASI METODE S-LAY Pada umumnya, pipeline diinstal dalam keadaaan kosong sehingga pipeline tersebut harus didesain untuk dapat menahan tekanan hidrostatis yang tinggi serta kemungkinan terjadinya bending di sepanjang pipeline. Selain itu, pada saat diluncurkan dari barge, pipa mengalami tegangan aksial. Oleh karena itu, kejadian tekuk akibat kombinasi beban pada pipa menjadi pertimbangan utama pada saat proses desain pipeline. III-14

Gambar 3.18 Gaya-gaya yang Terjadi pada Pipeline Saat Instalasi Pada metode instalasi S-Lay, terdapat dua daerah yang muncul pada pipa saat pipa tersebut diturunkan dari lay-barge yaitu daerah overbend dan daerah sagbend. Overbend adalah daerah pipa yang berada pada tensioner hingga bagian ujung dari stinger. Sedangkan sagbend adalah daerah pipa mulai dari titik balik lengkungan pipa (inflection point) sampai dengan titik sentuh pipa dengan dasar laut (touchdown point). Gambar 3.19 Daerah Overbend dan Sagbend III-15

Kurvatur pipa pada daerah overbend dikontrol dengan pengaturan posisi ramp penyangga dan pengontrolan kurvatur stinger. Secara umum, radius kurvatur overbend harus didesain agar kombinasi tegangan maksimum yang terjadi pada pipa tidak melebihi 85% dari specified minimum yield stress (SMYS). Persamaan untuk menghitung radius kurvatur minimum pada daerah overbend dapat diperoleh dari analisis deformasi segmen balok. Perhatikan segmen balok yang mengalami deformasi pada Gambar 3.20. Gambar 3.20 Deformasi pada Segmen Balok Titik O adalah titik berat kelengkungan dan ) adalah jari-jari kelengkungan. Tegangan (stress) pada lokasi sejauh y dari garis netral dapat dihitung dengan menarik garis l yang sejajar garis m sehingga didapat segitiga BCD yang sebangun dengan segitiga ABC. y : = CD : AB (3.1) CD y = (3.2) AB CD = AB y = (3.3) (3.4) III-16

Dengan CD adalah perpanjangan dari AB akibat balok melengkung dan * x adalah tegangan (strain). Menurut hukum Hooke, pada suatu batang lurus yang dibebani gaya normal sentris P dengan luas penampang A, perubahan panjang AL yang tergantung pada sifat kenyal batang atau modulus elastisitas E dapat dinyatakan dengan rumus berikut. L = = P A P L A E L = L E (3.5) (3.6) (3.7) = (3.8) E Substitusi persamaan (3.4) ke persamaan (3.8) menghasilkan persamaan untuk menghitung tegangan (stress), sebagai berikut. y = E (3.9) Sehingga apabila tinjauan dalam sebuah silinder, nilai y sama dengan besar r yaitu jari-jari dari silinder tersebut, maka persamaan di atas berubah menjadi r = E (3.10) D = E (3.11) 2 R Substitusi persamaan 3.8 ke persamaan 3.11 menghasilkan persamaan untuk menghitung radius kurvatur minimum R sebagai berikut. ED R = 2 0 DF Dimana : E = Modulus elastisitas, 3 x 10 7 psi D = Diameter luar pipa, inci 0 = Specified minimum yield stress (SMYS), psi DF = Faktor desain, 85% (3.12) III-17

Pada daerah sagbend, analisis tegangan (stress analysis) dilakukan untuk menentukan tegangan (tension) dan panjang stinger yang dibutuhkan untuk mengerjakan instalasi pipeline dengan aman. Pada umumnya, semakin besar tegangan yang dibutuhkan maka semakin pendek stinger yang digunakan. Pada daereh sagbend, tegangan maksimum yang diijinkan adalah lebih kecil dari 72% SMYS. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan analisis tegangan pada daerah sagbend yaitu metode linier beam, catenary, stiffened catenary, nonlinear beam, dan metode finite element. Tiap metode dapat memberikan hasil perhitungan yang akurat pada kondisi tertentu. Tabel 3.1 menunjukkan perbandingan dari tiap metode analisis di atas. Tabel 3.1 Perbandingan Metode Analisis Stress pada Daerah Sagbend Metode Pengaplikasian Syarat batas Validitas Linear-beam Perairan dangkal Mencukupi Defleksi kecil Non linear-beam Semua perairan Mencukupi Umum Catenary Peraiaran dalam Tidak mencukupi Jauh dari ujung, kekakuan kecil Stiffened catenary Perairan dalam Mencukupi Kekakuan kecil Finite element Semua perairan Mencukupi Umum Pada metode linear beam, bentang pipa pada daerah sagbend dimodelkan sebagai segmen balok seperti terlihat pada Gambar 3.21. Defleksi yang terjadi diasumsikan sangat kecil. dy << 1 dx Persamaan pengatur untuk metode ini adalah 4 d y q = EI T 4 dx 0 2 d y 2 dx Dimana : q = Berat pipa dalam air per satuan panjang, lb/ft EI = Pipe bending stiffness, lb-ft 2 T 0 = Tegangan efektif pipa bagian bawah, lb (3.13) III-18

Gambar 3.21 Pemodelan Daerah Sagbend Syarat batas yang digunakan pada metode ini adalah y( 0 ) = 0 dy dx 2 d y 2 dx ( 0) = ( 0) = 0 (3.14) (kemiringan dasar laut) (3.15) (3.16) y ( L) = H (3.17) 2 d y EI ( L) = M (M=0 pada inflection point) 2 dx (3.18) T = T 0 + qh (3.19) Metode linear beam ini dapat digunakan sebagai metode analisis tegangan pada daerah sagbend apabila defleksi yang terjadi sangat kecil. III-19