BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP PENGHAMBATAN MIKROBA PERUSAK PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Astawan (2008), jambu biji merupakan buah yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

TELUR ASIN PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. biasa (suhu kamar) daya tahannya rata-rata 1 2 hari saja. Setelah lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam susu dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Di dalam kehidupan sehari-hari,

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UJI ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN VITAMIN C PADA PEMBUATAN SELAI BELIMBING WULUH DENGAN PENAMBAHAN BUAH KERSEN DAN BUNGA ROSELA

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

PEMANFAATAN EKSTRAK WORTEL (Daucus carota) DAN BUAH WALUH (Cucurbita moschata) SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI BAKSO DAGING

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Budaya mengkonsumsi daging sudah menyebar di sebagian besar. masyarakat dunia. Kalau tidak ada daging mungkin dirasa kurang lengkap

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar air. Dalam proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan mikroorganisme. Hal ini dapat terjadi karena susunan (komposisi) ikan seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi lingkungan tersebut meliputi suhu, ph, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi kebersihan sarana dan prasarana. Komposisi ikan segar per seratus gram antara lain terdiri dari komponen kandungan air (76,00 %), protein (17,00), lemak (4,50) dan mineral dan vitamin (2,52-4,50). Dapat dipastikan bahwa kadar air yang terkandung di dalam ikan sebagai faktor utama penyebab kerusakan bahan pangan. Untuk memperpanjang daya simpan atau membuat pangan lebih awet, kadar air harus diturunkan. Pengurangan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberian bahan pengawet yang dapat mengikat air, serta membatasi dan membunuh aktivitas mikroba perusak bahan pangan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin besar kemungkinan kerusakannya, baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolism) maupun masuknya mikroba perusak (Setyo, 2010).

Ikan bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu memiliki rasa cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat (Purnomowati, 2007). Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, ikan bandeng termasuk komoditas utama dalam produksi perikanan budidaya memiliki pertumbuhan produksi yang sangat tinggi dalam periode 2005 sampai 2009, dimana pada tahun 2005 (254.067 ton), 2006 (212.883 ton), 2007 (263.139 ton), 2008 (277.471 ton) dan 2009 (291.300 ton) dengan mengalami kenaikan rata-rata 4,46% pada periode 2005-2009 dan 4,98% pada periode 2008-2009. Produksi bandeng sebagian besar berada di Provinsi Aceh di enam daerah yaitu Pidie, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Produksi ikan bandeng di Aceh sangat besar dan mengalami peningkatan setiap tahunnya serta diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini dikarenakan harga ikan laut yang sering berfluktuasi akibat musim dibandingkan ikan bandeng yang harganya cukup stabil dan budaya masyarakat aceh yang gemar makan ikan bandeng (Anonim, 2011). Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun nillai gizi ikan bandeng per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20 gram protein, 4,8 gram lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1 dan 74 gram air (Saparinto, 2006). Sebagaimana kita ketahui bersama

bahwa ikan bandeng juga memiliki sifat yang sama dengan komoditas perikanan lainnya, yaitu mudah busuk. Karenanya, untuk memperpanjang daya simpan atau membuat ikan bandeng lebih awet selain kadar air yang harus diturunkan maka perlu adanya suatu bahan pengawet pada ikan bandeng. Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan baik yang disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, dan menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan. Pengawet memang diperlukan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme dengan mempertimbangkan keamanan dari bahan pengawet tersebut Undang-undang No.7 tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud disini mencakup bebas dari pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia dan logam berat, akan tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi dalam penggunaan bahan pengawet tidak mengindahkan kesehatan konsumen seperti penggunaan formalin pada ikan. Di Indonesia pemanfaatan tanaman (bahan-bahan alami) sebagai pengawetan banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan alami tersebut memiliki potensi untuk menghambat aktivitas mikroba yang disebabkan oleh komponen tertentu yang ada di dalamnya. Penelitian mengenai potensi pengawet alami yang dikembangkan dari tanaman rempah (seperti belimbing wuluh, jahe, kayu manis, daun nimba, dan sebagainya) telah banyak dilakukan (Prahasta, 2009). Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dalam Elidahanum (2007), menyatakan di Indonesia terutama pada masyarakat yang berada di daerah pedesaan dalam pengawetan ikan sering menggunakan tumbuhan sebagai pengawet. Rempah-rempah yang mempunyai efek sebagai antimikroba salah satunya adalah belimbing wuluh. Banyak peneliti di bidang pertanian mencoba mengkaji lebih jauh pemanfaatan air belimbing wuluh sebagai alternatif untuk mengawetkan ikan dan daging (Anonim, 2010). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan batang belimbing wuluh mengandung sifat kimiawi saponin, tannin, glukoside, calsium oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase serta kalium sitrat yang terdapat pada daunnya (Amnur, 2008). Selain itu pada buah belimbing wuluh juga terkandung flavonoid dan terpenoid (Kamilah, 2009). Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah sepanjang tahun dan dapat hidup dengan mudah di pekarangan rumah yang terkena sinar matahari (Safitri, 2010). Belimbing wuluh dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi belimbing kering asin atau biasa disebut asam sunti sehingga dapat disimpan dalam waktu lebih dari tiga bulan. Kandungan asam dan garam yang cukup tinggi pada asam sunti diduga dapat menghambat proses pembusukan oleh mikroorganisme. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lathifah (2008), tentang uji efektifitas ekstrak kasar pada buah belimbing wuluh dilakukan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi ekstrak 100, 150, 200,

250, 300, 350, 400 dan 450 mg/ml membuktikan bahwa Ekstrak kasar buah belimbing wuluh dianggap berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap konsentrasi larutan yang digunakan untuk pengamatan terhadap sampel selama masa perendaman didapatkan bahwa pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% dapat digunakan untuk perendaman sampel. Menurut Nasran dalam Pratiwanggini (1986) mengemukakan bahwa ikan bandeng utuh mempunyai daya awet 16 ½ jam pada suhu kamar 4 C 28,5 C dan pada suhu 28,5 C 32,2 C mempunyai daya awet 9 ½ jam. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian terhadap uji coba asam sunti sebagai bahan pengawet pada ikan bandeng (Chanos-chanos) dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30% Selama 10 jam. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah seberapa besar pengaruh asam sunti dalam mengawetkan ikan bandeng (Chanos-chanos). 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh asam sunti terhadap jumlah bakteri sebagai bahan pengawet ikan bandeng (Chanos-chanos). 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui total kandungan bakteri pada ikan bandeng (Chanoschanos) yang direndam dengan larutan asam sunti pada konsentrasi 0%, 10%, 20%, dan 30%.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat asam sunti dalam pengawetan ikan bandeng (Chanos-chanos). 2. Mengoptimalkan pemanfaatan asam sunti sebagai pengawet pangan, khususnya ikan bandeng (Chanos-chanos). 3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat dalam upaya memperpanjang masa simpan ikan, khususnya ikan bandeng (Chanos-chanos).