PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

PENDUGAAN NILAI PEJANTAN SAPI PERAH DI BBTU SAPI PERAH BATURRADEN ( THE PREDICTION OF STUD DIARY CATTLE AT BBTU DAIRY CATTLE BATURRADEN )

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

EVALUASI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN ANAK DARI JANTAN MUDA UJI PROGENI PADA KAMBING PE

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 71

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

EVALUASI POTENSI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN PEJANTAN KAMBING PE DAN SAANEN DI BALAI PENELITIAN TERNAK CIAWI-BOGOR SKRIPSI WIDIAN SETIYORINI

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

EFISIENSI SELEKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN LINGKAR DADA, BOBOT BADAN DAN UMUR. Dwi Wahyu Setyaningsih

MILK PRODUCTION CURVE MODEL ON FIRST AND SECOND LACTATION IN FRIESIAN HOLSTEIN COWS AT PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

PENDUGAAN HERITABILITAS, KORELASI GENETIK DAN KORELASI FENOTIPIK SIFAT BOBOT BADAN PADA SAPI MADURA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

EVALUASI KEUNGGULAN GENETIK SAPI PERAH BETINA UNTUK PROGRAM SELEKSI [Evaluation of Dairy Cow Genetic Superiority for Selection Program]

Dugaan Produksi Susu 305 Hari pada Sapi Perah FH.Herman

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA

ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT HERITABILITY ESTIMATION OF GROWTH TRAITS OF FAT TAILED SHEEP AT UNIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

RENCANA KINERJA TAHUNAN

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

PENAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk (Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP)

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Transkripsi:

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN (Ability of Imported FH Bulls in Transmitting Milk Yield Trait to Their Female Offspring at BBPTU Baturraden) Yustisi IR 1, Jakaria 1, Anggraeni A 2 1 Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan-Institut Pertanian Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor ABSTRACT To increase milk production of domestic Holstein Friesian (HF) cattle, Indonesia still imported HF superior bulls as sources of material for genetic improvement by the use of their frozen semen in artificial insemination (AI) mating. These imported HF bulls needed to be evaluated on their effectiveness in transmitting milk yield trait to their offspring to minimize genetic and environmental factors. Evaluation on the ability of imported HF bulls in transmitting milk yield trait to their offspring was done at National Dairy Cattle Breeding Station of BBPTU Baturraden, Purwokerto. Data used were identity of imported HF bulls and productivity of their female offspring, for reproduction, and milk production at 1 st lactation during the years of 2005-2011. Heritability of the 1 st lactation milk yield was estimated by a paternal half sib correlation for unequal number of offspring. Genetic superiority of bulls was evaluated by Contemporary Comparison (CC) method. Total number of imported HF bulls used in AI mating were 83 heads. These bulls produced 176 heads of daughters at 1st lactation. The averages of 1st lactation milk yield of HF heifers by years from 2005/06 to 2010/11, were successively: 4,595; 3,765; 3,760; 2,928; 3,266 and 2527 kg. Heritability was estimated for h2 = 0.30 ± 0.40. Evaluation of the values of CC (83 bulls) continued by Relative Breeding Value (RBV) (80 bulls) positioned them at positive values by 97.59%, while the rest were at negative values (2.4%). For the 20% best imported HF bulls had RBVs from 219.86 to 127.01. Key Words: HF Cattle, Progeny Test, Milk Yield ABSTRAK Untuk meningkatkan produksi susu sapi perah di dalam negeri, Indonesia masih perlu mengimpor pejantan Frisien Holstein unggul sebagai sumber materi perbaikan genetik, untuk dipakai semen bekunya pada perkawinan inseminasi buatan (IB). Pejantan FH unggul impor perlu dikaji efektivitasnya dalam mewariskan produksi susu, sehingga dapat diminimalkan kemungkinan pengaruh interaksi faktor genetik dan lingkungan. Evaluasi kemampuan sapi pejantan FH impor dalam mewariskan produksi susu kepada anakanak betinaya telah dilakukan di stasiun pembibitan sapi perah nasional di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Baturraden. Data yang digunakan adalah identitas pejantan FH impor dan produktivitas anak betinanya, meliputi kinerja reproduksi, dan produksi susu laktasi I selama tahun produksi 2005-2011. Heritabilitas produksi susu diestimasi menggunakan metode korelasi saudar tiri sebapak dengan jumlah anak per pejantan tidak sama. Keunggulan pejantan dalam mewariskan produksi susu dievaluasi dengan metode Contemporary Comparison (CC). Jumlah sapi FH jantan impor yang dipergunakan semen bekunya untuk perkawinan IB ada sebanyak 83 ekor, dengan jumlah anak betina pengamatan sebanyak 176 ekor. Rataan produksi susu laktasi I sapi FH di BBPTU dari tahun 2005/2006 hingga 2010/2011 adalah: 4.595; 3.765; 3.760; 2.928; 3.266 dan 2.527 kg. Nilai heritabilitas diperoleh sebesar h 2 = 0,30±0,40. Evaluasi dengan metode CC (83 pejantan) yang dilanjutkan dengan estimasi Nilai Pemuliaan Relatif (NPR) (80 pejantan) memperoleh NPR positif sebanyak 97,59%, sisanya bernilai negatif (2,4%). Untuk 20% pejantan terbaik memiliki NPR antara 219,86-127,01. Kata Kunci: Sapi FH, Uji Progeni, Produksi Susu PENDAHULUAN Produksi susu sangat menentukan perkembangan industri persusuan sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi sekitar 35% dari kebutuhan masyarakat. Susu segar tersebut diproduksi 75

oleh sekitar 495.089 ekor sapi perah bangsa Friesian Holstein (FH) dengan kegiatan budidaya sebagian besar berada di pulau Jawa. Populasi sapi FH terkonsentrasi terutama di Propinsi Jatim (46,8%), Jabar (25,2%), dan Jateng (24,9%) (Ditjen PKH, 2011). Masih besarnya kebutuhan susu segar yang perlu dipenuhi melalui importasi, menunjukkan perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi FH di dalam negeri. Perkawinan sapi perah di Indonesia hampir semuanya menerapkan teknik Inseminasi Buatan (IB). Pejantan aktif IB berkontribusi besar dalam perbaikan genetik produksi susu, disebabkan kemampuannya untuk menghasilkan anak dengan jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Pejantan yang dipakai sebagai sumber semen (beku) pada perkawinan IB perlu diseleksi secara ketat agar potensi genetiknya untuk sifat produksi susu terekomendasi kuat. Sapi jantan tidak dapat mengekspresikan secara langsung produksi susu. Untuk mengetahui potensi genetiknya, sangat umum diestimasi melalui uji progeni, dengan membandingkan rataan produksi susu anak-anak betinanya terhadap anak-anak betina pejantan lain. Ada banyak metode estimasi Nilai Pemuliaan (NP) atau Breeding Value (BV) maupun Predicted Transmitting Ability (PTA) sifat produksi susu dari kegiatan uji pejantan (Schmidt et al. 1998). Sejumlah metoda sering digunakan dalam mengevaluasi pejantan atas dasar penampilan produksi susu dari laktasi pertama anak betinanya. Metode tersebut antara lain: Daughter Comparison, Daughter dam Comparison, Daughter herdmate Comparison (DHC), Contemporary Comparison (CC), Commulative Difference (CD), Improved Contemporary Comparison (ICC) dan Breeding Index (Schmidt et al. 1998). Dalam pencapaian akurasi penilaian NP atau PTA pejantan, perlu mempertimbangkan ketersediaan data seperti silsilah, produksi susu, dan faktor pendukung lain. Contemporary Comparison (CC) merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam pengevaluasian pejantan dalam kondisi keterbatasan data anak betina dari pejantan. Evaluasi CC didasarkan atas perbandingan antara rataan produksi susu laktasi I anak betina pejantan yang diuji dengan produksi susu laktasi I anak betina pejantan lain yang berproduksi pada tempat, musim, dan tahun yang sama (contemporary) (Hardjosubroto 1994). Evaluasi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perbedaan lingkungan diantara peternakan dan mengurangi kesalahan karena standar umur ke setara dewasa. Metode CC mengevaluasi atas dasar produksi susu laktasi I dari anak-anak betina pejantan yang diuji, sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan akibat faktor lingkungan yang disebabkan oleh perbedaan umur. Kelebihan lain dari evaluasi ini adalah dapat mengurangi kemungkinan penyimpangan sebagai akibat dari perlakuan yang berbeda dari induk-induk terseleksi yang memperoleh perlakuan istimewa pada laktasi berikutnya (Dalton 1985). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan genetik sapi pejantan FH impor dan turunannya dalam mewariskan produksi susu pada keturunannya yang berproduksi pada tahun 2005-2011 pada kondisi manajemen intensif di balai bibit sapi perah nasional yaitu di BBPTU Sapi Perah Baturraden, Purwokerto, Jateng. MATERI DAN METODE Data yang dikumpulkan berupa informasi identitas pejantan bersumber dari katalog pejantan yang ada di BBPTU Baturraden. Selain itu, dikumpulkan pula data anak betina, yang meliputi tanggal lahir, kawin I, beranak I, produksi susu harian pada laktasi pertama, dan tanggal kering selama periode produksi tahun 2005-2011. Produksi laktasi lengkap diperoleh dengan menjumlahkan produksi susu pagi dan sore hari selama satu masa laktasi (kg). Data produksi susu distandarisasi kepada lama laktasi 305 hari dan umur setara dewasa menggunakan konstanta standarisasi yang dikembangkan oleh Warwick dan Legates (1979). Nilai heritabilitas produksi susu dihitung menerapkan metode korelasi saudar tiri sebapak (Paternal Half Sib Correlation) dengan jumlah anak per pejantan tidak sama (Becker 1975). Model statistik untuk menghitung heritabilitas adalah sebagai berikut: 76

Y ik = µ + α i + ε ik, Keterangan: I = Pejantan ke 1,2,3...n K = Anak betina ke 1,2,3...m dari pejantan ke-i Y ik = Produksi susu individu anak kek dari pejantan ke-i µ = Rataan populasi α i = Pengaruh pejantan ke-i ε ik = Deviasi karena pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol individu anak ke-k dari pejantan ke-i Tabel 1. Daftar analisis sidik ragam heritabilitas Sumber keragaman Antar pejantan Db JK KT Komponen KT S-1 JKs KTs σ2 w + k σ2 s Anak dalam pejantan N-s JKw KTw σ2 w s ni k : Banyaknya pejantan : Jumlah anak dari pejantan ke-i : Koefisien komponen ragam = 1 [ N - ni 2 ] s - 1 N N : Jumlah anak seluruhnya σ 2 S : Komponen ragam antar pejantan σ 2 = KTs - KTw k : komponen ragam anak dalam pejantan = KTw Estmasi heritabilitas: h 2 = 4 σ 2 s σ 2 s + σ 2 w Kajian efektivitas pejantan dalam mewariskan produksi susu dilakukan menggunakan metode Contemporary Comparison (CC). Metode ini pada dasarnya menghitung perbedaan produksi susu antara anak pejantan yang diuji terhadap anak dari pejantan contemporary (pembanding) dari herdmates atau kejadian beranak pada tahun, musim, dan peternakan yang sama. Faktor pembobot disebabkan perbedaan jumlah ternak di dalam kelompok (herds) diperhitungkan dengan inverse dari ragam perbedaan individu, sebagai berikut (Hardjosubroto 1994): w = (nd. nm)/(nd + nm) Faktor pembobot anak betina dari pejantan ke-i di dalam herds ke-j: wi = wij sehingga, CC dari pejantan ke-i adalah: CCi = i wij dij/ i wij Prediksi nilai pemuliaan (EBV) adalah: EBV = 2bCCi, Keterangan: b = wi/(wi + k), dan k = (4 h 2 )/h 2 nd = Jumlah anak betina pejantan yang diuji nm = Jumlah herdmates (M) didalam kelompok (herds) wij = Faktor pembobot anak betina dari pejantan ke-i didalam herd ke-j dij = Perbedaan produksi dari pejantan yang diuji terhadap contemporary. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu laktasi I Rataan produksi susu pada laktasi pertama sapi FH dara keturunan jantan yang disertakan dalam evaluasi uji progeni di BBPTU Baturraden berdasarkan pengamatan produksi tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011, diturunkan dengan jumlah catatan masingmasing 89, 7, 6, 12, 55, dan 7 catatan, adalah berurutan sebanyak 4.595±1.241 kg, 3.765±973 kg, 3.760±1.714 kg, 2.928±756 kg, 3.266±874 kg, dan 2.527±449 kg. Secara keseluruhan diperoleh rataan produksi susu laktasi I sapi FH dara sebanyak 3.922± 1.297 kg. Produksi susu tertinggi dicapai pada tahun 2006 dan berangsur menurun sampai paling rendah terjadi pada tahun 2011. Dengan demikian ratan tahunan produksi susu dengan berjalannya tahun produksi, mengalami penurunan. Rataan produksi susu laktasi I sapi FH dara di lokasi yang sama selama periode produksi lebih awal, antara tahun 1992-1998, diperoleh lebih tinggi, yaitu 4.602 kg (Kamayanti 2006). Bila dibandingkan dengan produksi susu laktasi I dari studi ini, maka terjadi penurunan sekitar 0,18%. Hal ini bisa dikarenakan perbedaan potensi genetik sapi dalam menghasilkan susu dan faktor lingkungan. Pejantan FH yang dipakai dalam perkawinan IB di BBPT Baturraden pada studi 77

sebelumnya, diketahui mempengaruhi produksi susu dari tahun ke tahun (Anggraeni 2006). Pengaruh pejantan FH impor (22 ekor) terhadap produksi susu laktasi I dari anakanaknya pada masa produksi tahun 1992-2002, menunjukkan bahwa pejantan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) yang memberikan tren produksi susu berpola kubik, produksi susu keturunannya sedikit meningkatkan kembali pada periode akhir pengamatan. Produksi susu sebagai salah satu sifat kuantitatif akan ditentukan oleh gen-gen yang ada, namun lingkungan yang baik menjadi faktor pendukung mengekspresikan fenotipe secara maksimal (Warwick et al. 1995). Penurunan produksi susu dengan berjalannya waktu dari studi ini bersesuaian dengan laporan Banos and Smith (1991). Dinyatakan produksi susu anak-anak betina sapi pejantan unggul dari iklim sedang (dingin) biasanya akan mengalami penurunan ketika dipelihara di daerah tropis dan penurunan tersebut semakin besar pada pejantan dengan superioritas yang baik. Heritabilitas produksi susu Nilai heritabilitas produksi susu laktasi I sapi FH yang diestimasi dengan metode paternal halfsib correlation untuk jumlah anak per jantan yang tidak sama adalah termasuk dengan nilai sedang, yaitu dengan h 2 = 0,30±0,40. Nilai heritabilitas tersebut ini lebih tinggi bila dibandingkan terhadap produksi susu sapi FH yang dipelihara di PT Taurus Dairy Farm (Jabar) dalam tahun produksi 1989-2005, dengan h 2 = 0,23±0,07 (Indrijani 2008). Heritabilitas yang tinggi bermakna korelasi antara genotipe dan fenotipe adalah tinggi. Besar kecilnya nilai heritabilitas dalam suatu populasi yang dianalisis akan bergantung pada populasi yang dievaluasi, jumlah pejantan yang diamati, cara perhitungan sampel, dan metode yang digunakan (Warwick et al. 1995). Nilai heritabilitas produksi susu laktasi I dari studi ini (h 2 = 0,30 ± 0,40) diperoleh dari pejantan dengan rataan pemilikan anak betina pada rataan 2,2 anak per pejantan atau sekitar 2 ekor anak per pejantan. Nilai heritabilitas akan didapatkan cukup akurat jika pejantan yang diuji berjumlah minimal 5 ekor rataan jumlah anak 10 ekor per pejantan (Dalton 1985). Keterbatasan jumlah anak dapat menyebabkan perhitungan nilai heritabilitas produksi susu sapi FH dara dalam studi ini menjadi kurang akurat. Nilai heritabilitas bias dipengaruhi oleh kesalahan dalam pengambilan contoh dan banyaknya data (Warwick et al. 1995). Kemampuan genetik pejantan Untuk mengetahui kemampuan pejantan dalam mewariskan produksi susu kepada keturunannya diperlukan estimasi Nilai pemuliaan (Breeding Value)-nya, dengan antara lain menggunakan metode Contemporary Comparison (CC). Metode CC mendasarkan perhitungan dengan cara membandingkan rataan produksi susu laktasi I anak betina pejantan yang diuji terhadap produksi susu laktasi I anak betina pejantan lain yang berproduksi pada tempat, musim, dan tahun yang sama (contemporary). Penggunaan pejantan FH melalui penggunaan semen bekunya pada perkawinan IB yang didistribusikan berdasarkan tahun perkawinan di BBPTU Baturraden sebanyak 83 pejantan tertera pada Tabel 2. Pejantan yang digunakan tersebut berasal dari impor dan keturunannya. Pejantan (straw) yang digunakan untuk kawin IB tidak lebih dari dua tahun. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi efek biak dalam (inbreeding). Biak dalam akan menyebabkan meningkatnya derajat homozigositas dan menurunkan derajat heterozigositas. Perkawinan perlu memperhatikan agar hubungan kekerabatannya tidak melebihi dari 12,5%, yang bias terjadi misalnya perkawinan antara saudara tiri sebapak., sehingga akan menurunkan produksi sebesar 3,75% (Hardjosubroto 1994). Untuk mengetahui keunggulan pejantan FH (49 ekor) yang diimpor dari berbagai negara telah diamati produksi susu anak-anak betinanya yang dipelihara di BPTU Baturraden (431 ekor) dan peternak binaan (85 ekor) menggunakan data dalam periode produksi tahun 1996-2002 di Kabupaten Banyumas (Kamayanti et al. 2006). Hasil evaluasi NP pejantan menggunakan Cumulative Difference (Dalton 1985) menunjukkan terdapat jantan dengan NP positif 29 ekor dan negatif 20 ekor. 78

Tabel 2. Sebaran penggunaan pejantan FH berdasarkan tahun berproduksi susu dari anak-anak betinanya di BBPTU Baturraden No pejantan Jumlah anak/pejantan/tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 29941 0 1 0 0 0 0 30047 0 1 0 0 0 0 30634 0 0 0 1 0 0 30662 0 0 0 0 4 1 30663 1 0 0 0 0 0 30686 0 0 0 0 2 0 39633 0 0 0 3 1 0 39634 0 0 0 2 10 0 39782 3 0 0 0 33 0 39941 0 1 0 0 0 0 672195 0 0 0 6 3 0 2290038601 1 0 0 0 0 0 000171110393/NLD 1 0 0 0 0 0 000817118754/NDL 1 0 0 0 0 0 000A0000209/AUS 2 0 0 0 0 0 000A00009209/AUS 1 0 0 0 0 0 121621690/USA 1 0 0 0 0 0 124654077/USA 2 0 0 0 0 0 129355919/USA 0 0 0 0 0 0 130031495/USA 1 0 0 0 0 0 132151515/USA 1 0 0 0 0 0 1400037558/DEU 3 0 0 0 0 0 17031118/USA 1 0 0 0 0 0 17177542/USA 1 0 0 0 0 0 17252413/USA 1 0 0 0 0 0 17253930/USA 1 0 0 0 0 0 18010864/USA 2 0 0 0 0 0 18037275/USA 1 0 0 0 0 0 191187470/NLD 2 0 0 0 0 0 2020049/USA 0 0 1 0 0 0 2150948/USA 0 0 1 0 0 0 2154310/USA 0 0 1 0 0 0 2212186/USA 3 0 0 0 0 0 2290038601/FRA 0 0 1 0 0 0 2290977/USA 0 0 0 0 1 0 2297473/USA 1 0 0 0 0 0 5319769/CAN 2 0 0 0 0 0 5574544/CAN 1 0 0 0 0 0 5596060047/FRA 2 0 0 0 0 0 60727422/USA 1 0 0 0 0 0 6812634/CAN 1 0 0 0 0 0 775328514/NLD 1 0 0 0 0 1 864861153/NLD 0 0 0 0 0 0 79

No pejantan Jumlah anak/pejantan/tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 9H02005 ET 0 0 0 0 1 0 A00009783/USA 2 0 0 0 0 0 BGB-97-8 1 0 0 0 0 0 BLPY-97-159 1 0 0 0 0 0 BQKH-01-49 0 0 0 0 0 1 BQMR-01-14 1 0 0 0 0 0 BQMR-01-50 1 0 0 0 0 0 BQMR-02-27 1 0 0 0 0 0 BQPB-00-64 1 0 0 0 0 0 BQPB-01-118 2 0 0 0 0 0 BQPB-04-01 1 0 0 0 0 0 BQPB-94-63 1 0 0 0 0 0 BQPB-97-17 2 0 0 0 0 0 BQPB-98-40 1 0 0 0 0 0 BTRT-00-33 3 1 0 0 0 0 CHGH-97-100 1 0 0 0 0 0 CPXW-97-72 1 0 0 0 0 0 DGJL-97-30 1 0 0 0 0 0 DPHG-00-43 1 0 0 0 0 0 DPMM-01-154 0 0 0 0 0 1 DQNK-01-33 2 0 0 0 0 0 DQNK-04-18 1 0 0 0 0 0 DQNK-98-39 1 0 0 0 0 0 DYGT-92-20 1 0 0 0 0 0 F/521148/M 1 0 0 0 0 0 FMTG-94-104 1 0 0 0 0 0 FNGH-97-75 2 0 0 0 0 0 GBVC-97-47 2 0 0 0 0 0 HGFK-98-14 0 0 0 0 0 1 HGFK-98-29 1 0 0 0 0 0 HJJ-92-95 1 0 0 0 0 0 JJLH-00-11 4 0 0 0 0 0 P.5696 0 0 1 0 0 0 P.5697 0 0 1 0 0 0 P5698 0 1 0 0 0 0 PLC-00-372 5 0 0 0 0 0 PLC-00-442 5 0 0 0 0 0 PQPB-01-118 1 0 0 0 0 0 VHK-98-21 0 0 0 0 0 1 Jumlah 89 7 6 12 55 7 80

Tabel 3. Peringkat pejantan FH berdasarkan nilai Contemporary Comparison (CC) dan Relative Breeding Value (RBV) Pejantan yang diuji N CC RBV 2020049/USA 1 3289,11 219,86 BQPB-04-01 1 2507,36 191,37 2290038601 1 2405,06 187,65 000817118754/NDL 1 2017,66 173,53 FMTG-94-104 2 1762,73 164,24 P.5697 2 1424,77 151,92 BQPB-00-64 2 1371,62 149,99 PLC-00-372 5 1197,64 143,65 BQPB-98-40 4 1088,85 139,68 VHK-98-21 1 1084,38 139,52 30047 1 1033,34 137,66 CHGH-97-100 1 925,00 133,71 DPMM-01-154 2 886,64 132,31 1400037558/DEU 3 834,58 130,41 60727422/USA 1 811,41 129,57 F/521148/M 1 741,24 127,01 DQNK-04-18 1 725,23 126,43 2290977/USA 1 534,34 119,47 121621690/USA 1 522,17 119,03 30662 1 522,10 119,03 17177542/USA 1 493,14 117,97 BQPB-01-118 1 466,14 116,99 000A00009209/AUS 1 414,91 115,12 BQPB-97-17 2 395,04 114,40 124654077/USA 2 377,78 113,77 864861153/NLD 1 364,46 113,28 P.5696 1 329,72 112,02 2297473/USA 1 294,40 110,73 BQMR-01-50 1 227,23 108,28 18037275/USA 1 224,11 108,17 672195 1 220,67 108,04 129355919/USA 1 212,25 107,74 PQPB-01-118 1 186,76 106,81 A00009783/USA 2 171,91 106,26 BQMR-02-27 4 141,44 105,15 39633 1 119,58 104,36 39782 35 112,34 104,09 BQPB-94-63 5 66,16 102,41 JJLH-00-11 9 41,00 101,49 CPXW-97-72 12 9,03 100,33 81

Pejantan yang diuji N CC RBV 30634 1 0,92 100,03 18010864/USA 2-30,10 98,90 191187470/NLD 4-52,60 98,08 DQNK-01-33 2-58,07 97,88 BQMR-01-14 1-69,65 97,46 DPHG-00-43 1-85,62 96,88 5319769/CAN 1-141,24 94,85 000171110393/NLD 2-153,32 94,41 GBVC-97-47 1-194,95 92,90 17253930/USA 1-207,66 92,43 000A0000209/AUS 1-209,73 92,36 DGJL-97-30 2-272,97 90,05 HJJ-92-95 1-334,14 87,82 9H1045 1-416,05 84,84 PLC-00-442 1-441,03 83,93 5574544/CAN 5-449,05 83,64 775328514/NLD 1-475,93 82,66 30686 1-510,02 81,41 DYGT-92-20 2-525,35 80,85 2212186/USA 1-525,68 80,84 6812634/CAN 3-617,81 77,49 P5696 1-619,28 77,43 130031495/USA 1-689,48 74,87 FNGH-97-75 1-720,50 73,74 BQKH-01-49 2-776,25 71,71 HGFK-98-14 1-875,36 68,10 5596060047/FRA 1-940,56 65,72 39634 2-976,97 64,40 HGFK-98-29 1-1060,08 61,37 132151515/USA 1-1098,49 59,97 2290038601/FRA 1-1137,79 58,54 17252413/USA 1-1154,40 57,93 DQNK-98-39 1-1268,83 53,76 2150948/USA 1-1530,12 44,24 29941 1-1571,80 42,72 39941 1-1803,54 34,27 30663 1-2022,92 26,28 2154310/USA 1-2375,69 13,42 9H02005 ET 2-2494,76 9,08 BLPY-97-159 1-2739,75 0,16 17031118/USA 1-3482,09-26,90 BGB-97-8 1-4155,66-51,44 82

Studi dengan jumlah anak yang terbatas tersebut, juga mengindikasikan adanya interaksi genetik dan lingkungan dari kemampuan mewariskan produksi susu dari sapi pejantan impor. Peringkat keunggulan pejantan FH berdasarkan perhitungan nilai CC di BBPTU Baturraden tertera pada Tabel 3. Pejantan dengan tiga peringkat nilai CC tertinggi berurutan untuk pejantan No. 2020049/USA dengan nilai CC = 3.289,11, berikutnya pejantan No. BQPB-04-01 dengan nilai CC = 2.507,36, selanjutnya pejantan No. 2290038601 dengan nilai CC = 2.405,06. Beberapa pejantan memiliki nilai CC negatif antara lain pejantan No. BTRT-00-33, 18010864/USA, 3.9633, 91187470/NLD, 19118740/NL, dan DQNK-01-33. Pejantan BGB-97-8 berada pada peringkat terendah dengan nilai CC = -4.155,66. Metode Contemporary Comparison yang digunakan dalam evaluasi ini memiliki kelebihan antara lain dapat mengkoreksi perbedaan perlakuan dari induk-induk terseleksi pada laktasi berikutnya. Hal ini karena hanya laktasi I saja yang dipakai dalam evaluasi. Namun, metode ini memiliki kekurangan yakni hanya akurat bila tidak kurang dari 20 anak betina efektif yang digunakan (Hardjosubroto,1994). Anak betina yang digunakan pada studi ini sangat banyak (176 ekor), namun jumlah anak per pejantan yang ditemukan di lapangan sangat sedikit, sekitar 2 ekor per pejantan. Hal ini yang membuat nilai estimasi nilai heritabilitas dan Nilai Pemuliaan kurang akurat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kecermatan dalam penentuan pejantan terbaiknya. Nilai yang diperoleh dari evaluasi CC kemudian dilanjutkan dengan mengestimasi nilai Relative Breeding Value (RBV). Nilai pemuliaan merupakan potensi genetik yang dimilik individu ternak dan ditentukan oleh gen gen yang diwariskan pada keturunannya (Dalton, 1985). Berdasarkan Tabel 2 diketahui pejantan FH yang dievaluasi memiliki RBV = - 51,40-219,86. Ada 81 ekor pejantan yang memiliki nilai RBV positif (97,59%), sedangkan dua ekor pejantan memiliki RBV negatif (2,41%) dari total pejantan yang dievaluasi. Pejantan nomor 2020049/USA memiliki nilai RBV tertinggi (RBV = 219,86), sebaliknya pejantan nomor BQPB-04-01 pada peringkat terendah (RBV = 191,37). Ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi sebaiknya digunakan untuk induk pada generasi berikutnya. Untuk pejantan pada peringkat 5% terbaik memiliki RBV = 164,24-219,86. Pejantan dengan peringkat 5% terbaik ini disarankan untuk digunakan pada perkawinan IB (Schmidt dan Van Vleck, 1974). Lebih lanjut, pejantan pada peringkat 10-40% dapat dipakai untuk kawinan alam dan IB. KESIMPULAN Evaluasi kemampuan pewarsian produksi susu dari sapi FH jantan unggul impor dan keturunannya (83 ekor) selama periode produksi susu laktasi I dari anak-anak betinanya antara tahun 2005-2011 menunjukkan sebagian besar memiliki Nilai Pemuliaan Relatif (NPR) positif (97,59%), sehingga hanya sebagian kecil dengan NPR negatif (2,41%). Pejantan FH yang teridentifikasi berada pada peringkat 5% teratas, dengan NPR antara 164,24-219,86, dapat dipertimbangkan sebagai pejantan pada perkawinan IB untuk mempercepat perbaikan genetic produksi susu populasi sapi FH betina. Evaluasi pejantan perlu dilengkapi dengan penggunaan anak per pejantan lebih banyak serta kelengkapan data secara memadai, sehingga akan memberikan tingkat akurasi dari hasil evaluasi secara baik. Hal ini akan memberikan tingkat kepercayaan bagi pihak balai bersangkutan dalam pemilihan pejantan (semen) yang akan digunakan. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni A. 2006. Pengaruh pejantan pada produksi susu keturunannya: studi kasus pada sapi Friesian-Holstein di BPTU Baturraden. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Perah. Thema: Inovasi Teknologi Sapi Perah Unggul Indonesia yang Adaptif pada Kondisi Agroekosistem Berbeda untuk Meningkatkan Daya Saing. 23 November 2006. Puslitbang Peternakan. Ciawi, Bogor. hlm: 113-119. Banos G, Smith C. 1991. Selecting bulls across countries to maximize genetic improvement in dairy cattle. J Anim Breed Genetic. 108:174-181. 83

Becker WA. 1975. Manual Quantitative Genetics. 4th edition. Washington: Academic Enterprises Pullman,. Dalton DC. 1985. An Introduction to Practical Animal Breeding. 2nd edition. The English language book society and granada. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Buku Statistik Peternakan 2011. Departemen Pertanian, Jakarta. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta (Indonesia): PT Gramedia Widiasarana. Indrijani H. 2008. Penggunaan catatan produksi susu 305 hari dan catatan produksi susu Test Day (hari uji) untuk menduga nilai pemuliaan produksi susu sapi perah. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Kamayanti Y, Palawarukka D, Anggraeni A. 2006. Pemeriksaan interaksi genetik dan lingkungan dari daya pewarisan produksi susu pejantan Friesian-Holstein impor yang dipakai sebagai sumber bibit pada perkawinan IB. Prosiding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Pelindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia. 20 Desember 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Schmidt GH, Van Vleck LD, Hujens MF. 1998. Princ Dairy Sci. 2nd ed. Prentice Hall, N.J. 07632. Schmidt GH, Van Vleck LD. 1974. Principles of Dairy Science. W.H. Freeman and Co, San Fransisco. Warwick EJ and Legates JE. 1979(di teks 1995). Breeding and Improvement of Farm Animal. 7th Edition. New York (USA): McGraw-Hill Book Co. 84