BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR

TESIS ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

BAB I PENDAHULUAN. bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit. infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS

Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas untuk dapat

Berdasarkan Data Survei Kesehatan Indera

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. (BBLR) atau Low Birth Weight (LBW) sebagai bayi dengan berat badan lahir yang kurang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. lahir mengalami asfiksia setiap tahunnya (Alisjahbana, 2003).

MEDIA MEDIKA INDONESIANA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

Pengembangan Sentra Diagnostik dan Gangguan Pendengaran dan Komunikasi di RSUP Fatmawati Jakarta

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 25 per-1000 kelahiran hidup dengan Bayi Berat Lahir. Rendah (BBLR) penyebab utamanya. 2 Kematian bayi baru lahir di

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia bayi baru lahir memiliki angka

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Hipoglikemia atau kadar gula darah di bawah nilai. normal, bila terjadi berlarut-larut dan berulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

Karakteristik Gangguan Dengar Sensorineural Kongenital pada Anak yang Dideteksi dengan Brainstem Evoked Response Audiometry

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan neonatus merupakan bagian dari perawatan bayi yang berumur

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB 6 PEMBAHASAN. Dari 48 subyek pada penelitian ini, didapatkan subyek laki-laki lebih besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. pertama sebagai penyebab kematian maternal. 2. Pendarahan obstetri secara umum dibagi menjadi perdarahan antepartum

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC komprehensif yang

ASFIKSIA PERINATAL SEBAGAI FAKTOR RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Bayi berat lahir nornal mempunyai potensi tumbuh kembang yang. lebih baik dibandingkan dengan berat lahir rendah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan.

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

Pendengaran. Artikel Asli

Periode kritis perkembangan pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

PENGARUH ASFIKSIA NEONATAL TERHADAP TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan preterm menurut The American College of. Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pendengaran dapat terjadi pada neonatus. Prevalensi gangguan pendengaran bilateral kongenital sedang sampai sangat berat pada neonatus berkisar antara 1 dari 900 kelahiran hidup sampai 1 dari 2500 kelahiran hidup. 1 US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran neonatus di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) 10-20 kali lebih besar dari populasi neonatus. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data, karena belum dilakukan program skrining pendengaran. Data menurut Survei Kesehatan Indera Pendengaran di 7 propinsi tahun 1994-1996 didapatkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia adalah 16,8% dan 0,4%. 2,3 Menurut data WHO tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%, sehingga berdasarkan data tahun 2002 bila jumlah penduduk Indonesia sebesar 221.900.000 maka 9.319.800 penduduk Indonesia diperkirakan menderita gangguan pendengaran. 4 Di Inggris, berdasarkan penelitian terhadap neonatus yang lahir pada tahun 1980 sampai tahun 1995 prevalensi gangguan pendengaran permanen pada anak meningkat sampai usia 9 tahun. Insiden berkisar 1 dari 1000 kelahiran hidup dan sebanyak 50-90% didiagnosis mengalami gangguan pendengaran permanen pada usia 9 tahun. 5 Di RSUP Dr Kariadi Semarang selama tahun 2008, angka kelahiran 19

neonatus mencapai 2707 jiwa setahun dengan angka kejadian asfiksia berjumlah 364 (13,4%) kelahiran. 6 Terdapat tiga klasifikasi gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran. Sebagian besar kejadian gangguan pendengaran merupakan tuli sensorineural yaitu sebanyak 90%. Gangguan pendengaran dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor didapat, antara lain masalah perinatal seperti prematuritas, hipoksia berat, dan hiperbilirubinemia. 7 Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committe on Infant Hearing tahun 2007 merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. 2,8-10 Asfiksia merupakan keadaan atau kondisi dari neonatus yang gagal bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mengakibatkan kurangnya oksigenasi atau perfusi jaringan yang ditandai dengan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. 11,12 Akibatnya terjadi perubahan aliran darah pada otak yang menyebabkan kerusakan sel otak. Pada tingkat seluler dan biokomia, terjadi kerusakan struktur sel dan dapat berlanjut menjadi kematian sel, melalui kombinasi dari dua mekanisme yaitu selective neuronal necrosis dan apoptosis pada sel otak dan batang otak dalam waktu 10 menit setelah terjadinya hipoksia. Tingkat kerusakan ini sangat dipengaruhi oleh lama dan derajat asfiksia. Oksigenasi dan perfusi yang tidak adekuat akibat asfiksia diduga juga 20

berpengaruh terhadap sistim pendengaran. Sel-sel ganglion spiral merupakan sistim pendengaran yang pertama kali terkena. Pada keadaan hipoksia juga dapat menyebabkan kerusakan pada koklea yaitu hilangnya outer hair cell dan edema stria vaskularis sehingga terjadi kerusakan pada serabut saraf pendengaran yang melekat pada outer hair cell tersebut. Asfiksia dapat pula menyebabkan terjadinya perdarahan pada telinga dalam. Akibat dari keadaan-keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 13-15 Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang pengaruh asfiksia neonatal terhadap gangguan pendengaran pada neonatus menunjukkan adanya kerusakan pada fungsi pendengaran yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran. Penelitian Jiang ZD dkk pada neonatus aterm dengan menggunakan BERA mendapatkan 18,5-25,6% mengalami ganggauan pendengaran. Meyer dkk yang meneliti tentang skrining gangguan pendengaran dengan menggunakan OAE dan BERA pada neonatus dengan risiko tinggi mendapatkan hasil 7,3% neonatus dengan asfiksia terjadi gangguan pendengaran. Kegagalan dalam mendeteksi anak-anak dengan gangguan pendengaran kongenital maupun didapat dapat menyebabkan gangguan bicara dan bahasa, prestasi akademik yang kurang, gangguan hubungan personal sosial dan gangguan emosional. Identifikasi dini gangguan pendengaran dan intervensi yang optimal pada usia 6 bulan pertama dapat mencegah gangguan-gangguan tersebut. 18 American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa semua neonatus harus menjalani skrining terutama bagi neonatus dengan risiko tinggi, dimana 16, 17 21

metode skrining yang digunakan harus dapat mengidentifikasi semua bayi dengan gangguan bilateral, dan harus mempunyai false positif < 3%, false negatif 0%. 2 Tes Otoacoustic Emissions (OAE) merupakan salah satu cara untuk deteksi dini adanya gangguan pendengaran yang dapat dipergunakan mulai saat lahir hingga usia 9 bulan, waktu pengerjaannya cepat, dan efektif untuk mengukur aktifitas proses biomekanik dari koklea, terutama outer hair cell, yang merupakan organ yang pertama kali terkena akibat asfiksia. Sensitivitas OAE sebesar 98-100% dan spesifitas 94%. 19 Tes Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) juga dapat digunakan sebagai deteksi dini gangguan pendengaran karena dapat dipergunakan pada segala usia, efektif untuk mengukur abnormalitas telinga click stimulus menggambarkan respon elektrik dari batang otak dengan pengukuran melalui elektrode permukaan. Sensitivitas BERA dilaporkan sebesar 100% dan spesifitas 97-98%. 3 Untuk menilai adanya gangguan pendengaran sensorineural pada asfiksia neonatal perlu untuk dilakukan pemeriksaan OAE dan BERA. Pemeriksaan BERA bertujuan untuk untuk menilai derajat gangguan pendengaran. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. Peneliti memilih OAE dan BERA karena keunggulan karakteristik operasionalnya yang sederhana, cepat, tidak menyakitkan, efektif serta dapat diterapkan dengan mudah karena tidak tergantung pada kondisi tidur atau bangun. 22

1.2 Rumusan Masalah Apakah asfiksia neonatal merupakan faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui angka kejadian gangguan pendengaran sensorineural yang terjadi pada neonatus dengan asfiksia dibandingkan tanpa asfiksia. 2. Mengetahui derajat asfiksia pada neonatus dengan gangguan pendengaran sensorineural. 3. Membuktikan prematuritas pada asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 4. Membuktikan penggunaan obat-obat ototoksik pada asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 5. Membuktikan penggunaan ventilator mekanik pada asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 23

6. Menganalisis secara bersama-sama asfiksia neonatal, prematuritas, penggunaan obat-obat ototoksik dan ventilator mekanik sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. 1.4 Manfaat Penelitian Apabila dari penelitian ini diketahui asfiksia merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran sensorineural pada neonatus maka dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi : 1.4.1. Pendidikan a. Menambah pengetahuan tentang aspek klinis asfiksia pada neonatus. b. Meningkatkan pengetahuan tentang asfiksia pada neonatus dan gangguan yang ditimbulkan khususnya terhadap fungsi pendengaran. 1.4.2. Penelitian Masukan untuk penelitian selanjutnya khususnya untuk deteksi dini dan pengelolaan gangguan pendengaran sensorineural pada neonatus dengan asfiksia. 1.4.3. Pelayanan Masukan bagi para klinisi khususnya dokter spesialis anak dalam pengelolaan neonatus dengan asfiksia, khususnya tentang pentingnya resusitasi yang merupakan penanganan pertama asfiksia neonatal dan terapi yang diberikan selama perawatan serta perlunya dilakukan deteksi sedini mungkin adanya gangguan pendengaran sensorineural baik pada 24

neonatus aterm maupun preterm, sehingga penanganan gangguan pendengaran dapat dilakukan lebih dini pula. 1.5 Originalitas Penelitian Beberapa penelitian tentang asfiksia neonatal dan gangguan pendengaran yang sudah dilakukan : No Peneliti Judul Subyek Sampel 1 Jiang ZD, Yin R, Shao XM. Wilkinson AR (2004) 16 2 Kilic I, Karahan H, Kurt T, Ergin H, Sahiner T (2007) 20 3 Zang Z, Wilkinson AR, Jiang ZD (2006) 21 Brain-stem auditory impairment during the neonatal period in term infants after asphyxia: dynamic changes in brain-stem auditory evoked response to clicks of different rates. Brainstem Evoked Response Audiometry and Risk Factors in Premature Infants Distortion product otoacoustic emissions at 6 months in term infants after perinatal hypoxia -ischaemia or with a low Apgar score. Bayi aterm dengan asfiksia berat Bayi premat ur dengan asfiksia berat Bayi aterm dengan asfiksia sedang dan berat Desain penelitian 68 Kohort prospektif 29 Crosssectional 70 Kohort prospektif Hasil Selama periode neonatal pada bayi aterm dengan asfiksia berat terjadi abnormalitas komponen BERA sebesar 18,5-25,6% yang menunjukkan kerusakan fungsi auditory sentral (p<0,05). Asfiksia berat mempengaruhi parameter BERA secara statistik bermakna pada bayi prematur yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan interpeak latencies (p<0,05). Bayi dengan hipoksia-iskemia perinatal atau Apgar skor rendah, masing-masing menunjukkan hasil OAE pass yang rendah secara signifikan (p<0,01). 25

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena subyek penelitian yang digunakan adalah neonatus preterm dan aterm. Berdasarkan derajat asfiksia, subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah neonatus dengan asfiksia sedang dan berat. Metode pemeriksaan gangguan pendengaran yang digunakan adalah OAE dan BERA dengan desain penelitian kohort prospektif. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Subyek penelitian Jiang dkk adalah neonatus aterm dengan asfiksia berat. Penelitian Kilic dkk subyek penelitian adalah neonatus preterm dengan asfiksia berat dan desain penelitian adalah cross-sectional. Kedua penelitian ini metode pemeriksaan yang digunakan adalah BERA. Subyek penelitian Zang dkk adalah neonatus aterm dengan asfiksia sedang dan berat, serta alat pemeriksaan yang digunakan adalah OAE. 26