BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Zulharman (2007), saat ini telah terjadi perubahan paradigma

dokumen-dokumen yang mirip
TITRASI PENGENDAPAN. Djadjat Tisnadjaja

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2

Titrasi Pengendapan. Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut

BAB I PENDAHULUAN. laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu. menjadi tahu, yang sebelumnya tidak paham menjadi paham, yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang dirancang untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada

TITRASI PENGENDAPAN. Oleh: Sunarto,M.Si. Kompetensi Dasar: Dapat menghitung konsentrasi analit menggunakan cara titrasi Pengendapan

PENENTUAN KADAR KLORIDA

Pengendapan. Sophi Damayanti

TITRASI ARGENTOMETRI dengan CARA MOHR. Abstak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TITRASI IODOMETRI DENGAN NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI TITRAN Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini

Menentukan Kadar Ion Br- dan KSCN dengan Metode Argentometri-Volhard (METODE VOLHARD) Menentukan molaritas KSCN dengan metode titrasi balik

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ARGENTOMETRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II. METODE VOLHARD Selasa, 10 April 2014

Hakikat Tes, Pengukuran. Aris Fajar Pambudi FIK UNY

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENENTUKAN ION KLORIDA DARI SAMPEL AIR DENGAN METODE ARGENTOMETRIK Selasa, 01 April 2014

PENENTUAN KADAR ION KLORIDA DENGAN METODE. ARGENTOMETRI (metode mohr)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PERCOBAAN IV ARGENTOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK TITRASI PENGENDAPAN CARA VOLHARD. Disusun oleh : Haris Dianto

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

TITRASI POTENSIOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh

MAKALAH REVIEW KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR

(TITRASI PENGENDAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

ALTERNATIVE ASSESSMENT PAU-PPI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan kurikulum 2013 menuntut sejumlah perubahan mendasar pada proses

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi

kimia TITRASI ASAM BASA

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat minim dalam hal inovasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI

BAB III METODE PERCOBAAN. dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Deli Tua yang berada di Jalan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembelajaran. Penilaian Pembelajaran. Proses Pembelajaran. Gambar 1.1 Komponen Pembelajaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. O X O Pretes Perlakuan Postes

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) SISWA SMA PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

KIMIA ANALITIK ADAM WIRYAWAN RURINI RETNOWATI AKHMAD SABARUDIN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

Gambar IV. 1 Kurva titrasi redoks garam Mohr dengan oksidator K 2 Cr 2 O 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peer Assessment Menurut Zulharman (2007), saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered. Kondisi tersebut tidak hanya membawa dampak pada perubahan metode pembelajaran tapi juga mempengaruhi penggunaan metode penilaian pembelajaran. Metode penilaian pembelajaran harus diupayakan lebih melibatkan peran siswa. Dalam hal ini Peer assessment merupakan metode penilaian yang lebih berpusat pada siswa. Menurut Race (1995) tes tradisional memiliki banyak kelemahan dalam menilai siswa. Tes tidak membuat siswa belajar secara mendalam melainkan hanya permukaannya saja. Tes juga hanya berorientasi pada hasil atau hanya menitikberatkan pada bagaimana siswa menjawab pertanyaan bukan bagaimana siswa belajar. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan inovasi dalam penilaian atau adanya alternatif penilaian yang dikembangkan untuk mengatasi kelemahan tes. Mowl (1996) menyatakan bahwa peer assessment merupakan salah satu bentuk inovasi dalam bidang penilaian yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Peer assessment adalah sebuah proses dimana seorang pelajar menilai hasil belajar teman atau pelajar lainnya yang berada setingkat (Bostock, 2000; Zulharman, 2007). Maksud dari setingkat adalah jika dua orang atau lebih berada dalam level kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama (Zulharman, 2007). 10

11 Peer assessment dapat digunakan baik dalam penilaian formatif untuk mendapatkan feedback maupun dalam penilaian sumatif untuk kenaikan kelas (Bostock, 2000; Zulharman, 2007). Akan tetapi, peer assessment lebih sering dianjurkan untuk digunakan dalam penilaian formatif daripada sumatif (Zulharman, 2007). Tujuan peer assessment adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa sehingga dapat membuat penilaian mandiri (Wheater et al.,2005). Menurut Toohey (Wilson, 2002) tujuan peer assessment adalah untuk melibatkan siswa dalam memberikan penilaian (mengkritisi, menaksir, atau mengevaluasi pekerjaan siswa lain) dan menerima penilaian (dikritisi pekerjaannya, ditaksir atau dievaluasi siswa lain). Menurut Wheater et al. (2005) Peer assessment dapat diterapkan atau digunakan untuk menilai presentasi, laporan, esai, hitungan, bibliografi, kerja praktek, pameran poster, portofolio, pameran-pameran, dan lain-lain. Menurut Bostock (2004) ada beberapa keuntungan dalam penggunaan peer assessment, yaitu diantaranya : 1) membantu siswa untuk bertanggung jawab dengan dilibatkan dalam penilaian; 2) mendorong siswa untuk kritis meneliti pekerjaan yang dilakukan rekannya; 3) memberikan umpan balik bagi siswa; 4) sebagai latihan bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, dimana penilaian dilakukan oleh kelompok; 5) mengurangi beban guru; dan 6) meningkatkan motivasi siswa. Selain itu, menurut Race et.al (Bostock, 2004) peer assessment memiliki keuntungan diantaranya : 1) meningkatkan motivasi siswa, karena siswa merasa memiliki proses penilaian; 2) mendidik siswa menjadi pembelajar yang mandiri,

12 karena peer assessment mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap kehidupan belajarnya masing-masing; 3) peer assessment, memperlakukan assessment itu sebagai bagian dari proses belajar, maka setiap kesalahan dipandang sebagai kesempatan untuk dapat diperbaiki, daripada dipandang sebagai suatu bentuk kegagalan; 4) peer assessment dapat melatihkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk lifelong learning terutama keterampilan mengevaluasi; 5) dengan peer assessment didapatkan suatu model untuk menilai kualitas diri sendiri secara internal, melalui evaluasi eksternal; 6) mendorong siswa agar belajar lebih mendalam tidak sekedar belajar permukaannya saja. Peer assessment juga memiliki kelemahan dalam penerapannya. Menurut Bostock (2004) adapula kerugian dari penggunaan peer assessment, yaitu diantaranya : 1) siswa kurang mampu menilai rekannya; 2) hubungan persahabatan, perasaan tidak suka dan lain-lain mungkin akan mempengaruhi penilaian; 3) siswa mungkin tidak suka dinilai oleh rekannya, karena kemungkinan ada diskriminasi, kesalah pahaman, dan lain-lain; dan 4) tanpa ada keterangan dari guru, kemungkinan siswa akan memberi keterangan yang salah terhadap rekannya. Sedangkan menurut Wheater et al (2005) salah satu kesulitan dalam pelaksanaan peer assessment adalah : 1) pengajar harus mengatur kelompok penilaian yang memakan waktu; 2) ada perbedaan pemahaman; 3) ada perbedaan respon gender; 4) ada perbedaan latar belakang siswa. Kesulitan lain dengan dilaksanakannya peer assessment adalah siswa masih memandang bahwa

13 penilaian merupakan tugas guru, kepercayaan diri siswa masih kurang dalam melakukan peer assessment dan ketidak mengertian siswa terhadap kriteria penilaian (Zulharman, 2007). Kekurangan peer assessment tersebut dapat diminimalisir. Menurut Wheater et al. (2005) kekurangan dalam penggunaan peer assessment tersebut dapat diatasi dengan cara: 1) membuat kriteria penilaian untuk menyeragamkan persepsi siswa; 2) kriteria penilaian dibuat secara sederhana dan memiliki daya objektivitas yang tinggi; 3) menegosiasikan dan menjelaskan kriteria penilaian terlebih dahulu; 4) menggunakan sebuah prosedur keluhan dan review sehingga siswa (penilai sesama) memberikan nilai yang dapat didiskusikan; 5) memberikan banyak waktu pada sesi penilaian sebaya; 6) memberikan umpan balik kepada siswa untuk menginformasikan nilai mereka apakah valid dan sama dengan nilai pengajar atau tidak. Lebih lanjut Wheater et al. (2005) mengemukakan bahwa tujuan dari pengembangan dan negosiasi adalah supaya siswa dapat memahami benar atau menyeragamkan tentang kriteria-kriteria yang akan dinilai. Walaupun tidak terdapat hubungan antara kontribusi siswa dalam mengembangkan kriteria dengan nilai kinerja siswa yang bersangkutan (Wheater et al., 2005). Parson (2003), mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan peer assessment, diantaranya: 1) menceritakan atau menerangkan terlebih dahulu kepada siswa mengenai format dan aturan penilaian sebelum pelaksanaan pembelajaran; 2) memberikan praktik atau latihan karena pada umumnya siswa tidak mempunyai pengalaman dalam menilai pekerjaan

14 rekannya; dan 3) memberikan pengarahan bahwa penilaian ini sebagai bentuk umpan balik untuk meningkatkan keterampilan. Lebih lanjut Zulharman (2007), mengemukakan bahwa penerapan peer assessment dapat efektif apabila dilakukan langkah-langkah berupa : 1) penyampaian maksud dan tujuan peer assessment secara jelas kepada siswa, maupun yang akan menjadi penilai; 2) menerapkan peer assessment secara bertahap; 3) penjelasan kriteria penilaian yang jelas; 4) pelatihan yang intensif; dan 5) memonitor proses dan hasil penilaian peer assessmant tersebut. Menurut M.Yusuf Tuloli (2006) kualitas lulusan SMK yang diinginkan dunia kerja diantaranya lulusan SMK harus mempunyai keterampilan adaptabilitas yaitu memecahkan masalah dan berfikir kreatif, lulusan SMK juga harus memiliki keterampilan manajemen personal, yaitu mempunyai harga diri yang positif, motivasi, yang tinggi dan kemampuan mengembangkan karir dan kepribadian selain itu lulusan SMK harus memiliki keterampilan untuk bekerja secara kelompok. Jika kita tinjau dari kriteria lulusan SMK yang diharapkan dunia kerja dan dihubungkan dengan tujuan, manfaat dari peer assessment keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Penerapan peer assessment untuk menilai kinerja siswa SMK patut dicoba sebagai alternatif penilaian atau menjadi sebuah inovasi ditengah keluhan dari dunia industri bahwa lulusan SMK sebagai tenaga kerja baru memiliki kelemahan diantaranya yang paling menonjol adalah kesiapan mental kerja yang masih rendah (Tuloli,M.Y., 2006)

15 2.2. Kegiatan Praktikum Praktikum dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan pada keadaan nyata apa yang diperoleh sebelumnya dalam teori. Menurut Van den Berg, dengan adanya praktikum diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konseptual pembelajaran yang sebelumnya masih belum berhasil (Siregar, 1998). Hasil pembelajaran berupa kemampuan yang dapat dicapai menurut Gagne (Dahar, 1989) dikategorikan ke dalam : 1) keterampilan motorik; 2) sikap; 3) informasi verbal; 4) strategi kognitif; dan 5) keterampilan intelektual. Keterampilan motorik terkait dengan keterampilan penggunaan anggota badan. Sikap terkait dengan penghargaan terhadap suatu objek. Informasi verbal berkaitan dengan pengetahuan tentang fakta dan kemampuan mengingat kembali informasi ilmu pengetahuan. Strategi kognitif terkait dengan kemampuan mempelajari cara belajar pada berbagai situasi dan kondisi. Adapun kemampuan intelektual terkait dengan kemampuan menggunakan daya nalar dan proses berpikir. Dengan kegiatan praktikum besar kemungkinan dapat mencakup kelima kemampuan tersebut di atas. Sejalan dengan tujuan praktikum, kimia sebagai bagian dari IPA yang memiliki karakteristik konsep sebagian besar abstrak mempunyai tujuan menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat

16 sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam sekitar (PUSKUR, 2006). Menurut Dahar (Suhartini, 2007), kegiatan praktikum merupakan suatu cara penyampaian materi kepada siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan yang dikenal dengan keterampilan proses IPA yang meliputi mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengkomunikasikan, berhipotesis, menerapkan konsep atau pirinsip, merencanakan percobaan, dan mengajukan pertanyaan. Keuntungan menggunakan kegiatan praktikum di dalam proses pembelajaran IPA diantaranya dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa pada siswa, siswa dapat mengamati proses yang terjadi, siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri, dan siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah (Mulyati Arifin, dkk, 2003) Woolnough & Allsop (Rustaman, 2003) mengemukakan beberapa alasan mengenai pentingnya kegiatan praktikum, pertama, praktikum mengembangkan motivasi belajar IPA. Kedua praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran. Pengertian dan keuntungan dari kegiatan praktikum tentu saja sejalan dengan Tujuan SMK Analis Kimia yang termuat dalam kurikulum SMK, bahwa SMK dapat mendidik peserta didik dengan keahlian dan keterampilan dalam Program Keahlian Kimia Analis. Lulusan dapat bekerja baik secara mandiri atau mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai

17 tenaga kerja tingkat menengah (kurikulum SMK 2004). Dengan tujuan tersebut maka pada proses pembelajarannya SMK lebih banyak menitikberatkan pada kegiatan praktikum dibandingkan teori di kelas dengan perbandingan 70 : 30, hal ini dimaksudkan agar SMK dapat melahirkan lulusan yang siap bekerja, motivasi yang tinggi, mental yang kuat, dan dapat bekerja sama dengan orang lain (Tuloli,M.Y., 2006). 2.3. Penilaian Kinerja Siswa Kinerja dalam kamus besar bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1982) berarti sesuatu yang dicapai siswa, prestasi yang diperlukan siswa atau merupakan kemampuan kerja. Penilaian kinerja sendiri memiliki pengertian suatu bentuk penilaian yang melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang menuntut unjuk kemampuan baik dalam keterampilan maupun dalam berkreasi sebagai perwujudan dari penguasaan pengetahuan (Stiggins, 1994). Senada dengan pernyataan Trespeces (Hari Setiadi, 2008) penilaian kinerja atau Performance Assessment adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahamannya dan mengaplikasikan pengetahuan, serta keterampilannya dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Kimia sebagai salah satu ilmu IPA yang hakikatnya sebagai suatu proses, produk, dan sikap hendaknya mampu menerapkan penilaian yang dapat mengungkap hasil belajar siswa secara menyeluruh mencakup ketiga aspek tersebut. Penilaian yang dilakukan dengan cara tes hanya cenderung mengungkap

18 aspek produk saja (Iskandar, 2000). Untuk dapat melengkapi hasil belajar siswa tersebut, selain digunakan tes berupa tes objektif dan subjektif, perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja siswa. Maka penilaian kinerja diharapkan berupa respons autentik yaitu aktifitas yang dapat diamati. Menurut Zainul (2001) pengertian dasar dari penilaian kinerja adalah penilaian yang mengharuskan peserta didik untuk mempertunjukan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia. Seperti yang sudah dibahas di atas menurut Wulan penilaian kinerja atau dengan istilah Performance assessment merupakan penilaian yang paling direkomendasikan untuk pembelajaran sains (Agustinus, 2008). Performance assessment merupakan penilaian terhadap perolehan, penerapan pengetahuan dan keterampilan yang menunjukan kemampuan siswa dalam proses maupun produk (Zainul, 2001). Zainul (2001) menyatakan bahwa performance assessment dapat mencakup penilaian multiple intellegence yaitu kemampuan visual-spatial, kinesthetic, musical, interpersonal, intrapersonal, logical mathematical, verballingustic dan naturalis. Menurut Marzano (Agustinus, 2008) menyatakan performance assessment dapat menilai seluruh dimensi belajar berikut ini: 1) sikap dan persepsi belajar yang positif (attitude and perceptions); 2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan (acquiring and integrating knowledge); 3) perluasan dan penghalusan pengetahuan (extending and refining knoeledge); 4) penggunaan pengetahuan secara bermakna (using knowledge meaningfully; 5) kebisaaan berfikir yang produktif (habits of mind). Performance assessment memungkinkan

19 siswa menunjukan apa yang dapat mereka lakukan. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat perbedaan antara mengetahui bagaimana melakukan sesuatu dengan mampu secara nyata melakukan hal tersebut (Agustinus, 2008). Menurut Wulan Penilaian dengan performance assessment harus mengacu pada standar. Standar diperlukan untuk mengidentifikasi secara jelas apa yang seharusnya siswa ketahui dan apa yang seharusnya siswa dapat lakukan (Agustinus, 2008). Standar tersebut dikenal dengan istilah performance criteria atau rubric (Zainul, 2001). Selain rubric, komponen lain dari performance assessment yaitu task, task merupakan perangkat tugas yang menuntut siswa untuk menunjukan suatu performance tertentu. Sementara itu rubric dapat dinyatakan sebagai panduan pemberian skor yang menunjukan sejumlah kriteria performance pada proses atau hasil yang diharapkan (Zainul, 2001). Langkah-langkah utama yang perlu ditempuh ketika menyusun performance assessment yaitu: 1) menentukan performance outcomes; 2) memilih fokus asesmen (menilai proses/prosedur, produk atau keduanya); 3) memilih tingkatan realisme yang sesuai (menentukan sebarapa besar tingkat keterkaitannya dengan kehidupan nyata); 4) memilih situasi performance; 5). memilih metode observasi, pencatatan dan penskoran (Wulan, 2007). Wiggins (Iskandar, 2000) menyatakan bahwa penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai tugas dan situasi untuk memperlihatkan kemampuan dan pemahamannya dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Adapun alasan guru menggunakan penilaian

20 kinerja menurut Stiggins (Iskandar, 2000), yaitu : 1) ada beberapa kemampuaan siswa yang tidak dapat terdeteksi melalui tes tertulis yaitu keterampilan dan kreativitas. Kemampuan ini dapat muncul apabila dilakukan peragaan keterampilan yang dikuasainya melalui suatu karya dengan mengekpresikan kreativitas; 2) penilaian kinerja memberi peluang lebih luas bagi guru untuk mengambil keputusan secara tepat, sebab dalam kenyataannya tidak semua siswa dianggap kurang dalam tes tertulis, kurang pula dalam keterampilan dan kreativitas; 3) penilaian kinerja siswa bermanfaat dalam melihat sejauh mana siswa menguasai keterampilan selama pembelajaran tanpa harus menunggu pembelajaran berakhir. Peformance assessment memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan penilaian tradisional yaitu: 1) siswa dapat mendemonstrasikan suatu proses; 2) proses yang didemonstrasikan dapat diobservasi langsung; 3) menyediakan evaluasi lebih lengkap dan alamiah untuk beberapa macam penalaran, kemampuan lisan dan keterampilan-keterampilan fisik; 4) adanya kesepakatan antara guru dan siswa tentang kriteria penilaian dan tugas-tugas yang akan dikerjakan; 5) menilai outcomes pembelajaran dan keterampilanketerampilan kompleks; 6) memberi motivasi yang besar bagi siswa; 7) mendorong aplikasi pembelajaran pada situasi kehidupan nyata (Zainul, 2001). Selain memiliki keunggulan, performance assessment juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1) Sangat menuntut waktu dan usaha; 2) Pertimbangan (Judgement) dan scoring performance sifatnya subjektif; 3) Membebani; dan 4). Mempunyai reliabilitas rendah (Zainul, 2001).

21 Performance assessment terhadap kinerja siswa tersebut belum menggunakan prosedur dan instrumen yang tepat. Bahkan penilaian terhadap kinerja tidak dilakukan karena guru merasa enggan untuk menilai kinerja siswa secara individual dengan alasan jumlah siswa yang terlalu banyak sehingga repot untuk memberikan penilaian yang detil terhadap siswa satu-persatu. Selain itu, guru memiliki pertimbangan bahwa waktu akan banyak terbuang jika melakukan tes kinerja individu untuk semua siswa padahal materi pelajaran banyak. Dengan demikian, harus ada metode penilaian yang mampu mengatasi segala keluhan tersebut. Menurut Wulan (Agustinus,2008) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk performance assessment adalah peer assessment. Selain itu juga peer assessment dapat meringankan tugas guru dalam menilai proses kelompok secara langsung. 2.4. Deskripsi materi Titrasi Argentometri Dalam kurikulum SMK program keahlian kimia analis, salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa yaitu dapat menganalisis bahan secara kuantitatif. Salah satu sub kompetensi yaitu siswa dapat menganalisis bahan secara titrimetri diantaranya dengan teknik analisis titrasi argentometri. Beberapa reaksi pengendapan dapat diterapkan di dalam titrasi. Dengan metode titrasi, analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip reaksi pengendapan dapat dilakukan dengan cepat, lebih mudah, dan dengan ketelitian yang cukup memadai. Setiap reaksi pengendapan yang berlangsung cepat dan tersedianya indikator merupakan dasar titrasi pengendapan. Akan tetapi hanya

22 sedikit reaksi pengendapan yang berlangsung cukup cepat, juga sedikit indikator yang memenuhi syarat untuk titrasi pengendapan. Menurut S.M. Khopkar (1990) alasan utama kurang digunakannya metode tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir pengendapan, juga komposisi endapan tidak selalu diketahui. Pereaksi pengendapan yang banyak digunakan dalam titrasi pengendapan adalah perak nitrat. Titrasi pengendapan yang melibatkan pereaksi pengendap perak nitrat disebut titrasi Argentometri (Darsati, S., 1999). Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan endapan dengan ion Ag +. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3 ). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag + dapat tepat diendapkan, serta kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood,1992) 2.4.1. Kurva Titrasi Kurva titrasi untuk reaksi pengendapan dapat dibuat dan seluruhnya analog dengan kurva untuk asam basa dan pembentukan kompleks. Contoh berikut ini melukiskan perhitungan yang digunakan dalam titrasi ion klorida dengan ion perak. (Underwood,1992)

23 Contoh : 50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO 3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion klorida selama titrasi dan buat kurva pcl vs ml AgNO 3. Ksp AgCl = 10 x 10-10. Awal sebelum titrasi : [Cl - ] = 0,10 M, maka pcl = 1,00 Setelah penambahan 10 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 1,00 mmol 5,00 mmol perubahan 1,00 mmol 1,00 mmol _ kesetimbangan 4,0 mmol [Cl - ] = = 0,067 M, jadi pcl = 1,17 Setelah penambahan 49,9 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 4,99 mmol 5,00 mmol perubahan 4,99 mmol 4,99 mmol _ kesetimbangan 0,01 mmol [Cl - ] = = 1,0 x 10-4 M, jadi pcl = 4 Pada titik ekivalen Ag + + Cl - AgCl (p) awal 5,00 mmol 5,00 mmol perubahan 5,00 mmol 5,00 mmol _ kesetimbangan - - [Ag + ] = [Cl - ] >>> [Cl - ] 2 = Ksp >>>> [Cl - ] 2 = 1,0 x 10-10 M [Cl - ] = 1,0 x 10-5 M, jadi pcl = 5

24 Setelah penambahan 60,0 ml AgNO 3 : Ag + + Cl - AgCl (p) awal 6,00 mmol 5,00 mmol perubahan 5,00 mmol 5,00 mmol _ kesetimbangan 1,0 mmol [Ag + ] = = 9,1 x 10-3 M, pag = 2,04 Maka pcl = 10,0 2,04 = 7,96 Secara umum untuk halida : Ag + + X - AgX (s) Tetapan kesetimbangan : K = = Makin kecil Ksp makin besar K suatu Titrasi Gambar 2.1 Kurva titrasi NaCl, NaBr, dan NaI. Garam 0,1 M sebanyak 50mL dititrasi dengan AgNO 3 0,1 M

25 Telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu yang berkaitan dengan titrasi pengendapan adalah mencari indikator yang sesuai. Dalam titrasi Argentometri, terdapat tiga indikator yang lazim digunakan dan berhasil selama bertahun-tahun. Berdasarkan perbedaan indikator tersebut dikenal metode mohr, volhard, dan fajans dalam titrasi argentometri 2.4.2. Metode Mohr Dalam metode ini ion Kromat (CrO 4 2- ) bertindak sebagai indikator. Kromat (CrO 4 2- ) digunakan sebagai indikator titik akhir karena membentuk endapan Ag 2 CrO 4 berwarna merah saat bereaksi dengan ion perak. Kelarutan perak kromat beberapa kali lebih besar daripada kelarutan perak klorida (Ag 2 CrO 4 (8,4 x 10-5 M) > Kelarutan AgCl (1,35 x 10-5 M)). Akibatnya endapan perak klorida terbentuk lebih dulu daripada endapan perak kromat (Siti Darsati, 1999). Jika larutan Ag + ditambahkan ke dalam larutan Cl - yang mengandung sedikit CrO 2-4, maka AgCl akan mengendap lebih dulu, sementara itu Ag 2 CrO 4 belum terbentuk, dan [Ag + ] naik hingga hasil kali kelarutan melampaui Ksp Ag 2 CrO 4 (2,0 x 10-12 ) sehingga terbentuk endapan merah. Ag + + Cl - AgCl (s) 2Ag + + CrO 4 2- Ag 2 CrO 4 (s) (merah) Pada Titik Ekivalen : pag = pcl= 5,00

26 konsentrasi ion kromat untuk memulai pengendapan perak kromat pada kondisi ini dapat dihitung dari harga Ksp perak kromat : [Ag + ] 2 [CrO 2-4 ] = 2,00 x 10-12 [ CrO 2-4 ] = 2,00x10-12 / (1,0x10-5 ) 2 = 0,02 M Konsentrasi tersebut terlalu tinggi karena warna kuning CrO 4 2- akan mengganggu pengamatan terbentuknya endapan Ag 2 CrO 4 (merah). Dalam praktek biasanya digunakan 0,005 s/d 0,01 M supaya kesalahan titrasi diperkecil, dan masih bisa dikoreksi dengan titrasi blanko indikator, atau dengan membakukan AgNO 3 terhadap suatu garam klorida yang murni (titrasi dilakukan dalam kondisi yang sama dengan titrasi sampel) (Tutus G., 2009). Titrasi metode Mohr dilakukan pada ph 6-9 (netral hingga basa lemah). Jika ph terlalu kecil (asam) kesetimbangan kromat-dikromat akan menurunkan kepekaan [CrO 2-4 ] sehingga menghambat pembentukan endapan Ag 2 CrO 4. 2 CrO 4 2- + 2 H + Cr 2 O 7 2- + H 2 O Jika ph terlalu besar (larutan basa) akan terbentuk endapan Ag 2 O. Ag + + OH - 2AgOH Ag 2 O + H 2 O Metode Mohr dapat digunakan untuk titrasi Br - dan CN - dalam larutan basa lemah, sedangkan untuk I - dan CNS - tidak dapat dilakukan karena akan terjadi adsorpsi oleh endapan. Untuk penentuan kadar Cl -, Ag + tidak dapat dititrasi langsung oleh Cl - menggunakan indikator CrO 2-4, karena Ag 2 CrO 4 akan terbentuk

27 lebih awal dan melarut lambat menjelang TE. Untuk hal tsb dapat digunakan teknik titrasi balik : Ag + ditambah Cl - baku (berlebih), kemudian Cl - sisa dititrasi dengan larutan Ag + baku menggunakan indikator CrO 4 2-.