BAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. non-infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di Negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi akut, demam, otalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

Tingginya Paparan Asap Rokok di Dalam Rumah pada Balita Oleh : Septian Emma Dwi Jatmika, M.Kes Muchsin Maulana, S.KM., M.PH

A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal antaralain lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

commit to user BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian tentang hubungan serangan asma dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mengenai profil otitis media di Kota Surakarta, yang diharapkan dapat dilakukan di skala yang lebih besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. Penelitian ini melibatkan berbagai struktur terkait, administrasi pemerintahan, pusat kesehatan masyarakat dan juga para kader sebagai mitra masyarakat serta tokoh masyarakat. Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk penanggulangan masalah kesehatan dibutuhkan peran serta dari berbagai pihak, tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural. Dalam penelitian ini OMSK pada penduduk Kota Surakarta ditemukan sebesar 2,5%, lebih rendah dibandingkan dengan penelitian serupa di Jakarta yang menemukan OMSK sebesar 3,4% (Pasra, 2012). Angka ini menurut WHO digolongkan sebagai negara dengan prevalensi OMSK tinggi bila berkisar antara 2-4% ( Acuin, 2004). Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan tidak membatasi sampel pada usia anak-anak saja dimana prevalensi OMSK ditemukan lebih tinggi. Menurut Parry dan Roland (2011) mengemukakan prevalensi terhadap berbagai kelompok umur belum diketahui secara pasti. Pada kenyataannya OMSK bisa terjadi pada usia anak maupun dewasa sehingga penelitian ini tidak membatasi kelompok usia agar 50

mendapatkan angka kejadian OMSK yang mewakili segala usia. Sampel yang didapat dengan usia berkisar antara 0-80 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empirik mengenai faktor-faktor risiko kejadian OMSK berdasarkan teori dan beberapa studi atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kong dan Coates (2009) mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi risiko perkembangan otitis media dapat berasal dari faktor pejamu atau faktor lingkungan. Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Zhang et al. (2014) menunjukkan bahwa alergi, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), riwayat otitis media akut (OMA), paparan asap rokok dan rendahnya status sosial adalah faktor-faktor risiko yang penting untuk OMSK. Subjek penelitian adalah penduduk di Kota Surakarta yang secara genetik mewakili ras Melayu dan secara kultur mewakili suku Jawa. Ada 9 faktor risiko yang diteliti yaitu alergi, riwayat ISPA, riwayat OMA, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, status gizi, jarak rumah dengan fasilitas kesehatan, paparan asap rokok dan kepadatan tempat tinggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 faktor tersebut, ada 3 faktor yang terbukti secara signifikan menjadi faktor risiko kejadian OMSK pada subyek yang diteliti yaitu alergi, riwayat OMA dan tingkat pendidikan. Penelitian ini membuktikan bahwa alergi berhubungan signifikan dengan kejadian OMSK. Seseorang yang memiliki alergi berisiko mengalami OMSK kira-kira 4 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki alergi. Alergi atau atopi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk OMSK. Alergen dalam 51

ruangan dan alergi pada saluran pernapasan seperti rinitis alergi berkontribusi pada timbulnya OMSK. Kondisi atopik, termasuk rinitis alergi pada pasien OMSK berkisar dari 24% sampai dengan 89%. Penelitian Zhang et al. (2014) menjelaskan alergi sebagai penyebab obstruksi tuba eustachius. Orang dengan kondisi alergi atau atopik lebih beresiko untuk menderita OMSK. Faktor kedua yang terbukti berhubungan signifikan dengan kejadian OMSK dalam penelitian ini adalah riwayat OMA. Seseorang yang memiliki riwayat OMA berisiko mengalami OMSK kira-kira 9 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki riwayat OMA. Kong dan Coates (2009) menjelaskan bahwa kejadian OMA rekuren berhubungan dengan imunodefisiensi. Riwayat OMA sebagai faktor risiko OMSK juga telah dibuktikan sebelumnya dalam penelitian yang dilakukan Zhang et al. (2014). Dalam penelitian ini terdapat sebuah faktor demografi yang terbukti berhubungan dengan kejadian OMSK yaitu tingkat pendidikan. Seseorang yang memiliki pendidikan rendah berisiko mengalami OMSK hampir 5 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki pendidikan tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Implikasinya tingkat pendidikan yang rendah lebih terkait dengan perilaku hidup sehat yang kurang sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya masalah kesehatan. Hubungan antara pendidikan dengan OMSK telah dibuktikan sebelumnya oleh Koch dan Laege (2009) dalam penelitian yang dilakukan di Greenland yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang semakin tinggi akan menurunkan risiko terjadinya OMSK. Dalam studi lain, Yousef (2014) 52

mengemukakan bahwa program pendidikan mempunyai peran yang efektif untuk pengelolaan OMSK. Semakin tinggi tingkat kepatuhan ibu terhadap program pendidikan, semakin tinggi pula tingkat respon yang diberikan. Follow up dan penjelasan tentang pentingnya program ini merupakan peran penting untuk berkomitmen. Dari ketiga faktor risiko yang signifikan berpengaruh terhadap timbulnya OMSK ini, riwayat OMA merupakan faktor risiko terkuat. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk membuat langkah preventif dan kuratif yang lebih nyata untuk mengendalikan kejadian OMA agar menekan kejadian OMSK. Riwayat ISPA, pendapatan keluarga, status gizi, jarak rumah dengan fasilitas kesehatan, paparan asap rokok dan kepadatan tempat tinggal dalam penelitian ini tidak terbukti berhubungan dengan kejadian OMSK. Secara metodologis hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keenam faktor tersebut terhadap OMSK tertutupi oleh tiga faktor yang lain (yang dinyatakan berhubungan signifikan dengan OMSK) atau tidak ditemukan bukti pengaruh faktor tersebut sebagai penyebab terjadinya OMSK karena keberadaan faktor tersebut juga disertai keberadaan faktor yang lain. Secara empiris hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memang pada penduduk di Kota Surakarta kejadian OMSK secara jelas dapat diketahui karena adanya tiga faktor risiko saja yaitu alergi, riwayat OMA dan pendidikan yang rendah. Beberapa faktor tidak terbukti berhubungan dengan OMSK sangat mungkin disebabkan karena kejadiannya yang relatif kecil yaitu riwayat ISPA, gizi kurang, dan jarah rumah dengan fasilitas kesehatan yang jauh. 53

Penjelasannya sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya adalah bahwa meskipun memang riwayat ISPA, gizi kurang, dan jarak rumah yang jauh dengan fasilitas kesehatan lebih banyak ditemukan pada penderita OMSK namun keberadaan faktor-faktor risiko tersebut hampir selalu bersama dengan adanya faktor-faktor yang lain sehingga tidak dapat dipastikan statusnya sebagai penyebab kejadian OMSK. Faktor tempat tinggal yang padat dan pendapatan keluarga yang rendah tidak terbukti berhubungan dengan kejadian OMSK sekalipun kejadiannya cukup besar. Kedua faktor ini secara teoritis berkaitan dengan kejadian OMSK namun sangat tergantung dari variabel lain yang menjelaskan atau memperkuat hubungan tersebut. Tempat tinggal yang padat meningkatkan risiko kejadian ISPA yang meningkatkan risiko terjadinya OMSK. Namun hal ini hanya akan terjadi apabila ada orang lain yang tinggal di rumah tersebut yang menderita ISPA. Pendapatan keluarga terkait dengan kejadian OMSK atau penyakit-penyakit lainnya namun tidak secara mutlak. Lebih tepatnya kejadian suatu penyakit dalam keluarga terkait dengan seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk masalah kesehatan baik yang bersifat pencegahan atau pengobatan. Pendapatan keluarga yang rendah dihipotesiskan berhubungan dengan kejadian OMSK karena dengan pendapatan yang rendah maka besar kemungkinan suatu keluarga kurang memiliki kemampuan untuk membiayai tindakan pencegahan bagi anggota keluarganya. Kejadian paparan asap rokok cukup tinggi dalam penelitian ini namun tidak terbukti berhubungan dengan kejadian OMSK. Pengaruh paparan asap rokok secara teoritis maupun berdasarkan studi sebelumnya juga dapat dikatakan 54

langsung terhadap kejadian OMSK. Seseorang yang mendapat paparan asap rokok dalam penelitian ini meskipun memiliki risiko mengalami OMSK namun tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan yang tidak mendapat paparan asap rokok. Kejadian paparan asap rokok pada non penderita OMSK pun cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun mendapat paparan asap rokok belum tentu akan mengalami OMSK. Mengingat kebiasaan merokok dengan frekuensi keseringan yang relatif tinggi pada penduduk Surakarta (dalam berbagai kalangan, kategori umur, dan tempat) sangat mungkin bahkan pada para perokok pasif telah terjadi adaptasi secara fisik untuk menekan efek dari asap rokok. Model regresi logistik memiliki nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,228. Implikasinya adalah bahwa 9 parameter atau faktor risiko memiliki kontribusi pengaruh sebesar 22,8% terhadap kejadian OMSK. Adapun sisanya yaitu sebesar 77,2% merupakan pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Dugaan faktor risiko lain yang berpengaruh antara lain adalah faktor virulensi kuman, pemakaian antibiotik yang tidak adekuat, pembesaran adenoid dan kondisi yang mengganggu patensi tuba eustachius. Peneliti menyadari adanya keterbatasan yang sedikit banyak mempengaruhi hasil penelitian mengingat kecilnya aktual kejadian OMSK dan banyaknya faktor risiko yang diteliti. Hal ini terbukti menyebabkan banyaknya hipotesis yang tidak terbukti karena kemunculan faktor risiko yang sebagian besar bersamaan pada penderita OMSK yang jumlahnya hanya sedikit. 55

. 56