FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BEBERAPA KOMODITAS HASIL HUTAN BUKAN KAYU INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

III KERANGKA PEMIKIRAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL.

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP SUSU FORMULA LAKTOGEN (Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall, Kota Bogor)

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BUAH INDONESIA. Oleh: Taufan S Nusantara A

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

III KERANGKA PEMIKIRAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI. Oleh : ROHELA A

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : DIAN HERYANTO A

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING PENGUSAHAAN KOMODITI LADA PUTIH

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BEBERAPA KOMODITAS HASIL HUTAN BUKAN KAYU INDONESIA RUDY HADIANTO A 14105601 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 1

RINGKASAN RUDY HADIANTO. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS). Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat didalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan dari sumberdaya hutan dapat berupa manfaat ekologi dan ekonomi. Salah satu manfaat ekologi yang yang dimiliki hutan dan berpotensi untuk menambah devisa negara adalah sebagai penyerap emisi karbon. Kemampuan hutan ini bermanfaat didalam menanggulangi masalah perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini. Perdagangan karbon (carbon trade) merupakan mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global. Salah satu pengaruh langsung yang terjadi sebagai implikasi dari diratifikasinya mekanisme ini adalah penurunan total volume ekspor komoditas hasil hutan kayu. Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan lainya. Istilah Hasil Hutan Bukan Kayu atau yang semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Dengan semakin kritisnya kondisi hutan tropis Indonesia, disertai dengan desakan dari dunia internasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap kawasan hutan tropis yang ada dan reformasi paradigma sistem pengelolaan di bidang kehutanan, menuntut agar pengelolaan hutan yang dilakukan memperhatikan kaidah keberlanjutan atau kelestarian hasil atau yang biasa dikenal dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management). Sebagai implikasi dari perubahan paradigma tersebut, maka fokus pembangunan kehutanan tidak lagi tertuju pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, melainkan pada pemanfaatan hasil hutan lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat (multiplier effect) dari hutan tersebut, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Permintaan ekspor untuk sebagian jenis komoditas HHBK unggulan yang memiliki nilai jual tinggi meliputi beragam (variasi) bentuk. Akan tetapi, perkembangan kuantitas (volume) dari komoditas ini mengalami kecenderungan yang berfluktuasi. Dalam rangka mengantisipasi permintaan ekspor yang cenderung mengalami fluktuasi dan dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor komoditas HHBK secara optimal, maka perlu adanya kajian yang mengamati dan menganalisis mengenai aliran perdagangan komoditas HHBK dari negara Indonesia menuju berbagai negara tujuan yang memiliki keragaman karakteristik. Aliran perdagangan komoditas HHBK yang terjadi dari negara Indonesia sebagai negara produsen menuju negara tujuan ekspor pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, seperti : produk domestik bruto negara tujuan ekspor, harga komoditas HHBK di negara tujuan ekspor, jarak ekonomi 2

antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap mata uang Dollar Amerika. Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Lima komoditas HHBK yang menjadi obyek penelitian adalah komoditas yang memiliki volume permintaan ekspor terbesar pada tahun 2006 secara berturut-turut adalah Meubel Rotan, Anyaman Rotan, Rotan Setengah Jadi, Gambir dan Minyak Atsiri. Jumlah negara tujuan ekspor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan permintaan ekspor yang terjadi selama periode pengamatan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah mendeskripsikan kecenderungan ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas HHBK Indonesia. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dipergunakan dalam menjelaskan informasi yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia. Analisis kuantitaf digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan HHBK Indonesia dengan analisis regresi data panel model gravitasi menggunakan tools STATA. Pada kelima komoditas yang diamati, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang fluktuatif. Negara-negara dengan volume permintaan ekspor terbesar untuk masing-masing komoditas, adalah sebagai berikut: Negara Uni Eropa dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas meubel dan anyaman rotan; Negara Cina dan Singapura merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas rotan setengah jadi; Negara India, Pakistan dan Banglades merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas gambir; sedangkan Negara Singapura dan Thailand merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas minyak atsiri Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan untuk masingmasing komoditas hasil hutan bukan kayu yang diteliti, adalah sebagai berikut: Komoditas meubel rotan dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor, nilai tukar, produk domestik bruto dan jarak ekonomi; Komoditas anyaman rotan dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor, produk domestik bruto, jarak ekonomi dan populasi negara tujuan; Komoditas rotan setengah jadi dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor dan populasi negara tujuan; Komoditas gambir dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor; Komoditas minyak atsiri dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor dan produk domestik bruto. Kecenderungan volume aliran perdagangan komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki pola kecenderungan yang beragam untuk masing-masing negara. Keragaman ini perlu mendapatkan perhatian, terutama bagi pihak produsen agar dapat menentukan tujuan dan besarnnya volume yang optimal. 3

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BEBERAPA KOMODITAS HASIL HUTAN BUKAN KAYU INDONESIA Oleh : RUDY HADIANTO A 14105601 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 4

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Nama : Rudy Hadianto NIM : A14105601 Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1001 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1002 Tanggal Lulus : 5

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Rudy Hadianto A14105601 6

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 1983. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hadiono Toeloes dan Ibu Sri Muriyah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 hingga tahun 1989 di TK Kemuning Bogor. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD_Negeri Curug III Bogor pada tahun 1995 dan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 11 Bogor pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum ke SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan penulis selanjutnya di jenjang perguruan tinggi dimulai pada tahun 2001 di program studi D3 Manajemen Hutan Produksi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Setelah menyelesaikan program Diploma III, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. ama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Keluarga Muslim Ekstensi IPB periode 2006-2008. 7

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Rabb pemilik dan pencipta alam semesta dan isinya, atas segala nikmat, hidayah, bimbingan dan petunjuk-nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada suri teladan terbaik umat manusia, Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang tetap istiqomah dijalan-nya. Topik yang dipilih dalam penelitian skripsi ini ialah mengenai Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun demikian semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang berguna mengenai aliran perdagangan beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan penelitian dan pengetahuan tentang pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagai salah satu hasil hutan tropis Indonesia yang potensial untuk dikembangkan. Bogor, Agustus 2010 Rudy Hadianto 8

UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah mengizinkan penulis menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dengan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, kesabaran dan do a yang diberikan kepada penulis. 2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, arahan, waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Rahmat Yanuar, S.P., M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium penulis dan Ir. Popong Nurhayati, MM serta Ir. Juniar Atmakusuma, M.Si selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Yogaswara Prawirakusuma selaku pembahas pada seminar hasil penelitan penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Rekan-rekan mahasiswa yang telah hadir pada kolokium dan seminar hasil penelitian penulis serta memberikan komentar, kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 6. Pengelola dan staf sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu penulis selama menjalani pendidikan. 7. Staf Biro Peredaran dan Pemasaran Hasil Hutan, Biro Statistik, Biro Evalap serta Perpustakaan Departemen Kehutanan, Staf Pusat Data Perdagangan Departemen Perdagangan, Staf Perpustakaan BPS dan PusRiset BI yang telah membantu mencari data dan informasi yang diperlukan oleh penulis. 8. Hamid, Husni Mubarak, Tb. Eka H., Yanuar A. M., Ryan Adi K., Risnandar, Fajar S. Putro, M. Erfan, M. Iksan, M. Solihin, Yudistira M., Wan A. Cahyadi, Abdul Rosyid, H. Sadewo, De Aulia Ramadhan, M. Hutabalian, Ayu Lestari, Halimatus Saadah, Fadwa, Fresti D. K., Siti Rohmah, R. Conie, Mey Ristanti. 9. Teman-teman sebimbingan yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 9

10. Teman-teman penulis di Sylva 38 dan Keluarga Muslim Ekstensi IPB. 11. Pihak lainnya yang belum disebutkan, namun telah membantu penulis mulai dari persiapan proposal, teknis hingga tersusunnya karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan sebaik-baik balasan. Bogor, Agustus 2010 Rudy Hadianto 10

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang... 1 I.2. Perumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Kegunaan Penelitian... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA... 8 2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu... 8 2.2. Tinjauan Studi Terdahulu... 9 2.3. Relevansi dengan penelitian sebelumnya... 12 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 13 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 13 3.1.1. Perdagangan Internasional... 13 3.1.2. Permintaan Ekspor... 15 3.1.3. Model Gravitasi... 16 3.1.4. Data Panel... 18 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 19 3.3. Hipotesis Penelitian... 22 IV. METODE PENELITIAN... 23 4.1. Jenis dan Sumber Data... 23 4.2. Metode Analisis Data... 24 4.3. Perumusan Model... 24 4.4. Pengujian Kesesuaian Model... 25 4.5. Pengujian Statistik... 26 4.5.1. Uji t... 26 4.5.1. Uji F... 27 4.5.3. Koefisien Determinasi (R 2 )... 28 4.6. Definisi Operasional... 28 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29 5.1. Kecenderungan Volume Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Menurut Negara Tujuan... 29 5.1.1. Meubel Rotan... 29 5.1.2. Anyaman Rotan... 30 5.1.3. Rotan Setengah Jadi... 31 5.1.4. Gambir... 32 5.1.5. Minyak Atsiri... 33 i

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia... 34 5.2.1. Meubel Rotan... 34 5.2.2. Anyaman Rotan... 37 5.2.3. Rotan Setengah Jadi... 40 5.2.4. Gambir... 43 5.2.5. Minyak Atsiri... 47 VI. KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN... 52 6.1. Kesimpulan... 52 6.2. Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA... 54 LAMPIRAN... 56 ii

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kecenderungan Nilai Ekspor Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia tahun 2001-2006... 3 2. Negara Tujuan Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia... 23 3. Sumber Data Penelitian... 24 4. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Meubel Rotan... 34 5. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Anyaman Rotan... 37 6. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Rotan Setengah Jadi... 41 7. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Gambir... 44 8. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Minyak Atsiri... 48 iii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu... 1 2. Laju Deforestasi di Indonesia Tahun 2000 2005... 5 3. Kecenderungan Aliran Perdagangan Lima Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Tahun 2001 2006... 6 4. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial... 14 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian... 21 6. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Meubel Rotan Berdasarkan Negara Tujuan... 29 7. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Anyaman Rotan Berdasarkan Negara Tujuan... 30 8. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Rotan Setengah Jadi Berdasarkan Negara Tujuan... 31 9. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Gambir Berdasarkan Negara Tujuan... 32 10. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Minyak Atsiri Berdasarkan Negara Tujuan... 33 iv

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Meubel Rotan... 57 2. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Anyaman Rotan... 60 3. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Rotan Setengah Jadi... 63 4. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Gambir... 65 5. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Minyak Atsiri... 67 6. Hasil Output Stata untuk Komoditas Meubel Rotan... 70 7. Hasil Output Stata untuk Komoditas Anyaman Rotan... 71 8. Hasil Output Stata untuk Komoditas Rotan Setengah Jadi... 72 9. Hasil Output Stata untuk Komoditas Gambir... 73 10. Hasil Output Stata untuk Komoditas Minyak Atsiri... 74 11. Ekspor Meubel Rotan Berdasarkan Negara Tujuan... 75 12. Ekspor Anyaman Rotan Berdasarkan Negara Tujuan... 76 13. Ekspor Rotan Setengah Jadi Berdasarkan Negara Tujuan... 77 14. Ekspor Gambir Berdasarkan Negara Tujuan... 78 15. Ekspor Minyak Atsiri Berdasarkan Negara Tujuan... 79 v

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan dari sumberdaya hutan dapat berupa manfaat ekologi dan manfaat ekonomi. Manfaat ekologi yang dimaksud mencakup tingkat lokal, regional maupun global, sedangkan manfaat ekonomi sumberdaya hutan dapat diperoleh dari produksi hasil hutan sebagai salah satu sumber devisa negara, pengembangan wilayah, penyerapan tenaga kerja serta sebagai sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan. Salah satu manfaat ekologi yang yang dimiliki hutan dan berpotensi untuk menambah devisa negara adalah sebagai penyerap emisi karbon. Kemampuan hutan ini bermanfaat dalam menanggulangi masalah perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini. Perdagangan karbon (carbon trade) merupakan mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global, dimana salah satu unsur penyebab terbesar pemanasan global adalah emisi gas karbon dioksida (CO 2 ). Mekanisme ini merupakan salah satu kesepakatan yang dihasilkan pada KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro melalui Protokol Kyoto untuk mengurangi emisi pencemaran udara (gas rumah kaca). Indonesia merupakan salah satu Negara yang telah meratifikasi kebijakan yang terkandung dalam protocol Kyoto. Salah satu pengaruh langsung yang terjadi yaitu pada penurunan total volume ekspor komoditas hasil hutan kayu. Ilustrasi mengenai kecenderungan total volume ekspor hasil hutan kayu dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu 1

Luasan daratan kawasan hutan dan perairan Indonesia berdasarkan keputusan menteri kehutanan tentang penunjukkan kawasan hutan dan perairan serta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dalam Statistik Kehutanan (2006) adalah seluas 137.090.468,18 ha, termasuk 3.395.783 ha kawasan perairan didalam kawasan suaka alam dan pelestarian alam. Kawasan hutan tersebut terdiri dari kawasan hutan lindung seluas 31,60 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 22,50 juta ha, hutan produksi tetap seluas 36,65 juta ha, hutan produksi yang dapat dikonservasi seluas 22,79 juta ha dan hutan dengan fungsi khusus seluas 0,23_juta ha. Dengan luasan tersebut, sumberdaya hutan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan negara. Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Pemanfaatan hutan alam di Indonesia yang telah dilakukan selama dua setengah dasarwarsa terakhir masih bertumpu pada hasil hutan berupa kayu. Dari komoditas kayu tersebut, pemerintah dan masyarakat telah memperoleh manfaat yang besar baik secara ekonomi maupun sosial. Sementara itu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang biasanya disebut non-timber forest products atau minor forest products, belum dapat diusahakan secara optimal. Hastoeti (2008) menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragam hayati yang luar biasa, terbesar ketiga setelah Brazilia dan Zaire. Di indonesia tumbuh sekitar 30.000 40.000 jenis tumbuhan yang menyebar di seluruh hutanhutan kepulauan Indonesia. Diantara ribuan jenis tumbuhan yang tumbuh di Indonesia, sebagian diantaranya merupakan penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai jual yang cukup potensial, dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan masyarakat lokal dan sebagai sumber devisa negara. Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati (nabati dan hewani) beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Yusliansyah dan Kholik (2006) menyatakan bahwa, keunggulan pengusahaan HHBK dibandingkan dengan kayu antara lain pemanenannya tidak merusak hutan atau ekosistem, dapat diusahakan dengan teknologi yang sederhana, tidak memerlukan modal yang besar, ketersediaannya 2

dapat dijaga dan untuk beberapa jenis HHBK nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kayu. Sebagian jenis komoditas HHBK yang memiliki nilai jual tinggi, telah dipasarkan ke luar negeri dalam beragam bentuk. Pemilihan jenis variasi produk yang akan diekspor ke berbagai negara tujuan ditentukan dengan beberapa pertimbangan, seperti peningkatan nilai tambah dengan pengolahan lebih lanjut, keterbatasan keterampilan dari pihak produsen dan permintaan konsumen luar negeri. Kecenderungan nilai ekspor selama enam tahun terakhir berdasarkan komoditas HHBK pilihan tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Kecenderungan Nilai Ekspor Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Tahun 2001-2006 Nilai Ekspor (US$) No Uraian 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Meubel rotan 256.948.021 270.933.516 292.040.098 335.021.351 354.584.802 344.808.970 2 Sirlak,Damar 1.866.317 1.508.696 2.057.142 2.524.467 4.667.529 7.692.080 3 Gambir 18.040.735 15.731.464 9.689.247 20.492.980 22.669.944 22.234.897 4 Terpentin 1.625.571 2.555.658 2.277.210 4.024.094 3.141.975 7.376.042 5 6 7 Anyaman rotan Rotan setengah jadi Arang kayu tempurung kelapa 64.254.088 57.418.857 48.765.214 37.455.605 29.357.688 25.657.782 13.844.480 13.692.736 20.588.536 23.050.888 16.513.932 21.105.707 6.224.699 4.641.210 5.504.771 2.748.127 607.097 120.636 8 Minyak atsiri 72.562.385 71.003.920 66.407.001 78.591.712 103.689.542 109.393.578 9 Bambu 1.231.506 1.067.645 1.885.934 2.183.483 1.844.370 3.008.922 10 Gabus 1.320.276 610.628 305.839 170.117 182.949 7.711 Sumber : Departemen Kehutanan (2008), diolah Berdasarkan data yang terdapat dalam Tabel 1, dapat dilihat lima komoditas HHBK yang memiliki nilai ekspor terbesar secara berturut-turut adalah meubel rotan, rotan setengah jadi, gambir, anyaman rotan dan minyak atsiri. Kecenderungan ekspor memperlihatkan nilai ekspor yang berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun sebagian diantaranya memiliki kecenderungan nilai dan volume ekspor yang meningkat. Beberapa komoditas HHBK yang telah dipasarkan ke berbagai negara tujuan ekspor ini ada yang telah dikenal dengan baik oleh konsumen luar negeri, seperti komoditas rotan, gambir dan berbagai macam komoditas minyak atsiri. 3

National Chemical Laboratory India (2001) menyatakan, terdapat 3000 jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Indonesia sendiri memiliki 40 jenis minyak atsiri (sekitar 11 jenis telah dikembangkan), sedangkan di dunia sekarang ini beredar sekitar 70 jenis minyak atsiri. Manfaat strategis dalam pengembangan minyak atsiri diantaranya adalah minyak atsiri merupakan usaha yang bersifat padat karya sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan peluang usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat, meningkatkan devisa negara dari ekspor produk minyak atsiri dan pengembangan potensi unggulan daerah mengingat potensi minyak atsiri ini tersebar di berbagai daerah dengan jenis minyak atsiri tertentu bahkan bersifat spesifik. Potensi lain yang tidak kalah penting adalah rotan. Indonesia memiliki 332 jenis rotan dengan jumlah spesies terpenting sebanyak 290 spesies dari 1500_spesies rotan. Rotan di Indonesia tumbuh hampir di semua pulau yang masih berhutan dan di areal perkebunan rakyat. Daerah yang terpenting adalah Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. Beragamnya komoditas HHBK yang berpeluang untuk menghasilkan manfaat (baik secara ekonomi maupun sosial), memerlukan adanya perhatian lebih dalam hal aspek perdagangan agar dapat lebih meningkatkan beragam manfaat dan nilai tambah yang dapat diperoleh. I.2. Perumusan Masalah Peranan sektor kehutanan sebagai salah satu penyumbang devisa negara, ternyata tidak diimbangi dengan keberlanjutan manfaat yang dihasilkannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Menurut data statistik Departemen Kehutanan (2006), jumlah deforestasi yang terjadi selama kurun waktu lima tahun terakhir adalah sebesar 5.447.800 ha, dengan laju rata-rata sebesar 1,089 juta ha pertahunnya. Ilustrasi mengenai kecenderungan laju deforestasi di Indonesia pada tahun pengamatan 2000 2005 dapat dilihat pada gambar berikut 4

Hektar 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005 Tahun Gambar 2. Laju Deforestasi di Indonesia Tahun 2000 2005 Sumber : Statistika Departemen Kehutanan (2006), diolah. Dengan semakin kritisnya kondisi hutan tropis Indonesia, disertai dengan desakan dari dunia internasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap kawasan hutan tropis yang ada serta adanya reformasi paradigma sistem pengelolaan di bidang kehutanan, menuntut agar pengelolaan hutan yang dilakukan memperhatikan kaidah keberlanjutan atau kelestarian hasil atau yang biasa dikenal dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management). Reformasi sistem pengelolaan hutan yang terjadi, merubah sistem pengelolaan hutan yang semula bertumpu atau memfokuskan pada hasil hutan berupa kayu (Timber Based Management) dan negara (State Based Forest Management) menjadi pengelolaan hutan yang berazaskan pada sumberdaya hutan yang berkelanjutan (Resources Based Management) dan berbasis masyarakat (Community Based Management). Implikasi dari perubahan paradigma tersebut menyebabkan fokus pembangunan kehutanan tidak lagi tertuju pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, melainkan pada pemanfaatan hasil hutan lainnya yang dapat meningkatkan nilai guna dan manfaat (multiplier effect) dari hutan tersebut, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pengembangan pengusahaan HHBK selain diharapkan dapat mencegah kerusakan hutan (deforestasi) dan pencurian kayu (illegal logging) juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berdomisili di sekitar hutan. Sebagian jenis komoditas HHBK unggulan yang memiliki nilai jual tinggi telah dipasarkan ke luar negeri dalam beragam bentuk, akan tetapi aliran 5

perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas ini memiliki kecenderungan yang berfluktuasi. Ilustrasi kecenderungan aliran perdagangan beberapa komoditas utama hasil hutan bukan kayu Indonesia, disajikan pada gambar berikut. Gambar 3. Kecenderungan Aliran Perdagangan Lima Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Tahun 2001-2006 Hastoeti (2008) menyatakan bahwa harga HHBK komoditi ekspor biasanya ditentukan oleh para buyer di luar negeri, karenanya para eksportir sebaiknya dapat mengetahui dan mampu memasarkan produk ke negara yang menerima nilai tinggi. Agar dapat mengantisipasi permintaan ekspor yang cenderung mengalami fluktuasi dan dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor komoditas HHBK secara optimal, maka perlu adanya kajian yang mengamati dan menganalisis mengenai aliran perdagangan komoditas HHBK dari negara Indonesia menuju berbagai negara tujuan yang memiliki keragaman karakteristik. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah penelitian ini dapat disederhanakan, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kecenderungan volume ekspor HHBK Indonesia? 2. Faktor-Faktor apa sajakah yang mempengaruhi volume ekspor komoditas HHBK Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah : 1. Mendeskripsikan kecenderungan volume ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas HHBK Indonesia. 6

1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memiliki minat dalam pengelolaan dan pengembangan potensi sumberdaya hutan tropis Indonesia, khususnya komoditas hasil hutan bukan kayu. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Melihat beragamnya jenis komoditas HHBK yang termasuk kategori ekspor, keterbatasan data dan waktu penelitian, maka fokus penelitian ini diarahkan untuk mengamati kecenderungan aliran perdagangan yang terjadi pada periode tahun 2001-2006 dengan beberapa jenis komoditas HHBK yang memiliki volume dan nilai ekspor terbesar pada tahun 2006, yaitu : meubel rotan, rotan setengah jadi, anyaman rotan, gambir dan minyak atsiri. Variabel penelitian yang diamati meliputi harga ekspor, produk domestik bruto, nilai tukar, populasi dan jarak ekonomi. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu Istilah Hasil Hutan Bukan Kayu atau yang semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon (misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain) atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu agathis atau kayu shorea dan lain-lain yang disebut damar. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan yang padatkarya karena sejak dipungut dari hutan, pengangkutan, pengolahan tahap pertama memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan dapat berbentuk industri kerajinan rakyat. Sebelum dimanfaatkan, hasil hutan bukan kayu pada umumnya harus diolah terlebih dahulu. Sebagai contoh, sebelum dimanfaatkan, rotan harus dibersihkan dahulu kemudian diasap dengan asap belerang sehingga kelihatannya menjadi putih. Selain contoh pengolahan pada rotan, ada hasil hutan bukan kayu yang diolah dengan cara destilasi, ada pula yang diolah secara khusus, misalnya produksi benang sutera alam yang merupakan produksi kepomgpong dari ulat sutera yang diberi makan daun murbei (Morus sp.). Madu yang dipungut dari sarang lebah madu yang terdapat di dalam hutan yang sekarang sudah dapat diproduksi dengan jalan memelihara lebah madu, pemeliharaan kutu yang memproduksi shirlak dan lain-lain. 8

Hasil hutan bukan kayu merupakan barang yang telah dipungut secara rutin sejak hutan dikenal manusia, manfaatnya untuk berbagai tujuan. Oleh karena itu, hasil hutan bukan kayu telah berperan penting dalam membuka kesempatan kerja bagi anggota masyarakat disekitar hutan, merupakan komoditi perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenisjenis hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari sembilan kelompok hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. 2.2. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian terdahulu yang terkait dengan aliran perdagangan telah banyak dilakukan dengan beragam jenis data dan jenis komoditas yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan untuk jenis data cross section, telah dilakukan oleh Sunenti, Pulungan, Handayani dan Yolanda. Sunenti (2005) melakukan penelitian mengenai analisis aliran perdagangan dan faktor faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Berdasarkan unsur-unsur gravity yang dianalisis, maka pendapatan per kapita berpengaruh positif dan nyata pada taraf lima persen. Variabel lainnya yang memiliki pengaruh bersifat negatif dan nyata pada taraf lima persen adalah biaya transportasi dan jumlah penduduk di negara tujuan ekspor, sedangkan jarak Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen. Penelitian berikutnya adalah penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan arang tempurung kelapa (Coconut Shell Charcoal) yang dilakukan oleh Pulungan (2005). Berdasarkan hasil uji statistik-t dari enam varibel bebas yang ada, hanya variabel jarak, harga arang tempurung kelapa itu sendiri dan harga arang aktif yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen atau signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor arang tempurung kelapa Indonesia. Variabel lain yang berpengaruh potitif adalah PDB negara tujuan, jumlah penduduk negara 9

tujuan dan nilai tukar. Faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model adalah tarif, selera dan pesaing. Handayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan dan strategi pengembangan ekspor kertas Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah PDB per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga kertas Indonesia di negara tujuan. Varibel dummy yaitu tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap aliran perdagangan kertas Indonesia. Alternatif strategi yang menjadi pertimbangan bagi pengembangan ekspor kertas Indonesia adalah peningkatan ekspor kertas Indonesia khususnya ke negara tujuan ekspor, peningkatan produksi bahan baku kertas, membuka peluang masuknya investor asing dalam industri kertas Indonesia, peningkatan keamanan dan hukum oleh pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan para pengusaha untuk membentuk peraturan hukum yang lebih pasti serta pemerintah dan asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) membuat program promosi industri kertas Indonesia. Penelitian selanjutnya adalah mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia oleh Yolanda (2008). Variabel-variabel bebas yang berpengaruh positif adalah nilai tukar mata uang negara tujuan dengan rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel bebas yang berpengaruh negatif adalah PDB total negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, populasi negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. Variabel yang menunjukkan nilai elastisitas yang bersifat elastis adalah variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Peningkatan sebesar satu persen pada variabel ini akan mengakibatkan perubahan volume ekspor bij pala lebih dari satu persen. Berdasarkan hasil analisis peramalan menggunakan metode Box-jenkins diperoleh model peramalan yang memenuhi syarat untuk memprediksi volume ekspor pala adalah ARIMA (0,1,1). 10

Deskripsi selanjutnya mengenai studi terdahulu yang terkait dengan topik aliran perdagangan pada uraian berikut ini menggunakan gabungan jenis data antara data cross section dengan data time series atau yang biasa disebut dengan data panel. Beberapa penelitian tersebut dilakukan oleh Winniasri, Napitupulu dan Kartikasari. Winniasri (2007) melakukan penelitian mengenai analisis distribusi spasial dan aliran perdagangan beras dari dan ke DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan hasil Chow test model pertama, maka analisis regresi gravity model menggunakan metode Fixed Effects dengan estimasi GLS. Nilai R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah 99 persen. Faktorfaktor yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap aliran perdagangan beras ke DKI Jakarta yaitu PDRB dan populasi DKI Jakarta serta tingkat produksi di daerah sentra beras. Pada model kedua, berdasarkan hasil Chow test, metode yang sesuai adalah pooled OLS dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada taraf nyata lima persen terhadap volume pengeluaran beras dari DKI Jakarta yaitu biaya transportasi, harga beras di daerah tujuan, PDRB dan populasi daerah tujuan. Nilai R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah sebesar 98 persen. Penelitian dengan obyek komoditas yang sama dilakukan oleh Napitupulu (2007) dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beras Intra-ASEAN. Berdasarkan hasil Chow test, analisis gravity model menggunakan Fixed Effects dengan estimasi GLS. Nilai R-square yang diperoleh adalah sebesar 49,57 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen yaitu PDB negara asal impor, populasi negara tujuan impor, konsumsi beras negara asal impor, konsumsi beras negara tujuan impor dan nilai tukar terhadap USD negara tujuan impor. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kartikasari (2008) mengenai analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional. Hasil analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukkan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai pesaing utama di pasar tanaman hias dunia 11

untuk kawasan Asia Tenggara. Pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara untuk pasar Jepang, Amerika Serikat dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Penggunaan metode Fixed Effects berdasarkan hasil estimasi model gravity diketahui sebagai metode yang paling sesuai digunakan. Aliran perdagangan ekspor anggrek Indonesia ke negara tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni waktu tempuh, pendapatan per kapita, populasi, harga anggrek Indonesia dan nilai tukar. Sementara faktor harga anggrek di negara tujuan tidak berpengaruh terhadap model aliran perdagangan. 2.3. Relevansi dengan penelitian sebelumnya Penelitian-penelitian terdahulu telah membantu penulis untuk membangun model persamaan pada penelitian ini. Pemilihan variabel yang digunakan pada penelitian ini diturunkan berdasarkan teori dan studi terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terdapat pada salah satu komoditas yang diteliti (meubel rotan) serta alat analisis yang digunakan. Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari penggunaan jenis data panel, jenis dan jumlah komoditas yang akan diteliti serta periode penggunaan data dengan menggunakan periode waktu tertentu (mulai tahun 2001 hingga 2006). 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi (fisikal) antar negara. Tidak terliput dalam batasan ini, masalah-masalah moneter dan finansial internasional yang timbul dan atau menyertai proses pertukaran. Dalam pengertian ini, perdagangan internasional merupakan anak gugus dari masalahmasalah ekonomi internasional yang meliputi ketiga gugus permasalahan diatas. Teori-teori perdagangan internasional dapat dianggap sebagai suatu perluasan dari teori ekonomi umum ke masalah-masalah spesifik yang dihadapi dalam perdagangan antar negara. Sungguh pun secara tradisional tekanannya pada perdagangan antar negara, teori perdagangan internasional dapat juga diterapkan pada masalah-masalah perdagangan antar individu dan perdagangan antar daerah (Gonarsyah, 1983). Merkantilisme memandang perdagangan sebagai suatu zero-sum game, dimana surplus perdagangan suatu negara diimbangi dengan defisit perdagangan suatu negara lain. Sebaliknya, Adam Smith memandang perdagangan sebagai positive-sum game dimana semua mitra yang berdagang dapat memperoleh manfaat jika negara-negara melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dimana mereka memiliki keunggulan absolut. Ricardo memperluas teori keunggulan absolut menjadi teori keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam barang apa pun, negara ini dan negara lain masih akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional. Meskipun demikian, Ricardo tidak menjelaskan secara memuaskan mengapa keunggulan komparatif berbeda diantara negara-negara. Heckscher dan Ohlin menjelaskan bahwa keunggulan komparatif muncul dari perbedaan-perbedaan dalam faktor endowments. Teori ini nampaknya berhasil menjawab kelemahan teori-teori sebelumnya. Meskipun demikian, Leontif menemukan suatu hasil yang paradoks. Beberapa ekonom telah 13

mengembangkan sejumlah teori alternatif karena model Heckscher-Ohlin tidak berjalan dengan baik di dunia nyata (Cho DS dan Moon HC, 2003). Proses terciptanya harga komoditi parsial pada kegiatan perdagangan internasional dapat terlihat pada Gambar 3. Kurva Dx dan kurva Sy dalam panel A dan C pada Gambar 3 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di Negara 1 dan Negara 2. Sumbu vertikal pada panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py) atau jumlah komoditi Y dan X), sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas komoditi X. Panel A pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif Py. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di antara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3, seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya). Lantas andaikata harga yang berlaku di atas Py maka Negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor (lihat Panel A) ke negara 2, di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pym maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi ketimbang produksi X lebih itu dari Negara 1 (lihat panel C). P X /P Y P X /P Y P X /P Y S X A* P 3 P 3 Ekspor S E* P 2 P 1 B E S X B* D Impor D X A D X A* 0 X 0 X 0 X Gambar 4. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial Sumber : Salvatore (1997) B A E 14

Karena Px/Py lebih besar dari Py, maka negara mengalami kelebihan penawaran X (panel A) sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh Panel B mengalami peningkatan, di lain pihak karena Px/Py lebih rendah dari P3 maka Negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (lihat Panel C) dan ini juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh Negara 2 akan relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan di antara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2, sebaliknya jika Px/Py sehingga lambat laun akan sama dengan P. 3.1.2. Permintaan Ekspor Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore, 1997). Menurut Lipsey (1995), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu terhadap suatu komoditi. Permintaan ekspor ialah permintaan pasar internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara ialah harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan perkapita negara tujuan ekspor dan selera masyarakat negara tujuan ekspor. Permintaan ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar negeri yaitu harga di pasar internasional atau harga ekspor, nilai tukar riil dan kebijakan menyangkut impor suatu komoditi sebagai dummy. 15

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan yaitu : (1) jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desire), ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli atas dasar harga komoditi tersebut, harga produk lain, penghasilan, selera dan sebagainya, (2) apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, dan (3) kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu (Lipsey, 1995). Menurut Miller dan Meiners (2000), Faktor lain yang mempengaruhi permintaan yaitu : 1. Pendapatan. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan kenaikan permintaan sehingga akan menyebabkan kurva permintaan naik ke kanan atas. 2. Selera dan preferensi. Selera adalah determinan non harga, oleh karena itu biasanya diasumsikan bahwa selera konstan dan mencari sifat-sifat lain yang mempengaruhi perilaku. 3. Harga barang-barang yang berkaitan : substitusi dan komplemen. Jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditi akan meningkat, jika harga komoditi komplementer naik maka permintaan komoditi akan turun. 4. Perubahan dugaan tentang harga relatif di masa depan. jika semua harga naik sepuluh persen per tahun, dan bahwa situasi ini diduga akan terus berlangsung, laju inflasi yang telah diantisipasi sepenuhnya tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi kurva permintaan akan suatu komoditas. 5. Penduduk. Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan pendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan. 3.1.3. Model Gravitasi Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Model gravitasi mulai menjadi perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan ekonomi setelah adanya hasil penelitian Carey dan Ravenstein pada abad ke-19 (dikutip dari Llyod, dkk., 1977 dalam Tarigan, 2005). Carey dan Ravenstein melakukan penelitian tentang asal tempat tinggal migran yang datang ke berbagai kota besar di Amerika. 16

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran dan jarak antara kota asal dengan kota yang dituju. Hal ini berarti banyaknya migran yang memasuki sesuatu kota tidaklah acak, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti yang dikemukakan diatas. Keterkaitan ini mengikuti hukum gravitasi Newton (Sir Isaac Newton) yang berbunyi: Dua massa yang berdekatan akan saling tarik-menarik dan daya tarik masing-masing massa adalah sebanding dengan bobotnya. Pada abad ke-20 John Q. Stewart dan kelompoknya pada School of Social Physics mulai menerapkan secara sistematik model gravitasi untuk menganalisis interaksi sosial dan ekonomi antarlokasi (Tarigan, 2005). 3.1.3.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto dapat menggambarkan pendapatan masyarakat suatu wilayah atau dengan kata lain daya beli masyarakat terhadap suatu barang konsumsi. Menurut Daniel (2004), perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi. Secara teoritis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Seringkali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan maka barang yang dikonsumsi tidak hanya bertambah kuantitasnya tetapi kualitasnya juga meningkat. 3.1.3.2. Populasi Jumlah penduduk adalah faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi yang perlu disediakan. Di lain segi, jumlah penduduk dapat dilihat sebagai faktor produksi yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan sehingga dapat dicapai suatu nilai tambah (kemakmuran) yang maksimal bagi wilayah tersebut (Tarigan, 2005). 3.1.3.3. Harga Komoditas Menurut Sukartawi (1993), makin besar selisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang diekspor menjadi bertambah banyak. Naik-turunnya harga tersebut disebabkan oleh: 17

a. Keadaan perekonomian negara pengekspor, dimana dengan tingginya inflasi di pasaran domestik akan menyebabkan harga di pasaran domestik menjadi naik, sehingga secara riil harga komoditi tersebut jika ditinjau dari pasaran internasional akan terlihat semakin menurun. b. Harga di pasaran internasional semakin meningkat, dimana harga internasional merupakan keseimbangan antara penawaran ekspor dan permintaan impor dunia suatu komoditas di pasaran dunia meningkat sehingga jika harga komoditas di pasaran domestik tersebut stabil, maka selisih harga internasional dan harga domestik semakin besar. Akibat dari kedua hal diatas akan mendorong ekspor komoditi tersebut. 3.1.3.5. Nilai Tukar Efek dari kebijaksanaan nilai tukar adalah berkaitan dengan kebijaksanaan devaluasi (yaitu penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri) terhadap ekspor-impor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah elastisitas harga untuk ekspor, elastisitas harga untuk impor dan daya saing komoditas tersebut di pasar internasional. Apabila elastisitas harga untuk ekspor lebih tinggi daripada elastisitas harga untuk impor, maka devaluasi cenderung menguntungkan dan sebaliknya jika elastisitas harga untuk impor lebih tinggi daripada harga untuk ekspor maka kebijakan devaluasi tidak menguntungkan (Sukartawi, 1993). 3.1.4. Data Panel Data yang dikumpulkan secara cross section dan diikuti pada periode waktu tertentu dikenal dengan nama data panel. Karena data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, jumlah pengamatan menjadi sangat banyak. Hal ini bisa merupakan keuntungan (data banyak) tetapi model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena itu diperlukan teknik tersendiri dalam mengatasi model yang menggunakan data panel (Nachrowi dan Usman, 2006). Menurut Nachrowi dan Usman (2006), beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, adalah : 18