RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA TAMBUNAN, NURIMANSYAH HASIBUAN, FAISAL KASRYNO dan BONAR M.SINAGA, masing-rnasing sebagai anggota). Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Indonesia sebagai akibat langsung dari proses industrialisasi, antara lain diukur dengan meningkatnya pangsa sektor industri dan menurunnya pangsa sektor pertanian dalarn PDB, kurang diirnbangi dengan perubahan struktur kesernpatan kerja. Keadaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan yang berlaku yaitu kebijaksanaan substitusi irnpor (1971-1985) dan orientasi ekspor (1985-1990). Peranan sektor pertanian cukup penting baik sebagai penghasil bahan rnakanan, bahan rnentah, dan devisa, maupun sebagai pasar bagi hasil industri dan kesempatan kerja. Untuk rnernaharni dan rnernperoleh garnbaran yang jelas tentang produksi sektor pertanian dalarn industrialisasi x
dilakukan dengan menganalisis sumber-sumber pertumbuhan dari sisi permintaan dan perubahan keterkaitan antar sektor baik dalarn periode kebijaksanaan substitusi impor maupun orientasi ekspor. Pembahasan meliputi pertumbuhan output, sumber-sumber perturnbuhan, keterkaitan antar sektor, perubahan struktur produksi sektor pertanian dalam periode 1971-1975, 1975-1980, 1980-1985, 1985-1990. Penelitian dilakukan dengan pendekatan struktural, dimana perubahan komponen permintaan rnerupakan penggerak bagi perturnbuhan dan perubahan struktur produksi. Kebijaksanaan pemerintah mempengaruhi pertumbuhan rnelalui perubahan struktur surnber-sumber pertumbuhan. Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor bukan pertanian rnerupakan keterkaitan input maupun output dan perubahan teknologi. Oleh karena itu perubahan keterkaitan akan mempengaruhi perubahan permintaan dan alokasi sumber daya dan akhirnya rnempengaruhi pertumbuhan dan perubahan struktur produksi. Tabel Input-Output Indonesia klasifikasi 66 sektor merupakan model dan sekaligus data yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan xi
1985. Untuk memperoleh perkiraan koefisien input tabel 1-0 tahun 1990 digunakan metode RAS. Metode dekomposisi sumber pertumbuhan digunakan untuk mengukur sumbangan sumber-sumber pertumbuhan yang terdiri atas permintaan dalam negeri, perdagangan internasional dan perubahan teknologi. Selanjutnya permintaan dalam negeri dirinci menjadi konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, sedangkan perdagangan internasional dirinci menjadi substitusi impor dan perkembangan ekspor. Untuk mengukur keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang digunakan matriks Leontief dan matriks kebalikan Leontief. Dalam periode kebijaksanaan substitusi impor pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami masa pertumbuhan tinggi (1971-1980) dan masa pertumbuhan rendah (1980-1985) disertai oleh pertumbuhan sektor pertanian yang relatif stabil. Dari tahun 1971 sampai dengan 1980, perubahan struktur produksi sektor pertanian diukur dengan pangsa subsektor pertanian dalam PDB relatif kecil. Mulai tahun 1985 terjadi perubahan pangsa subsektor pertanian yang ditunjukkan oleh meningkatnya pangsa subsektor peternakan dan perikanan. Dengan demikian telah terjadi perubahan struktur produksi rii
sektor pertanian yang mengarah ke subsektor yang permintaannya relatif lebih elastis. Sumber pertumbuhan sektor pertanian yang paling dominan adalah konsumsi swasta (KS) baik dalam periode 1971-1985 maupun dalam periode 1985-1990, akan tetapi dengan kecendrungan yang semakin menurun. Bagi sub sektor peternakan dan perikanan penurunan sumbangan KS dalam periode 1985-1990 diimbangi dengan peningkatan sumbangan perkembangan ekspor (EE) Pembentukan modal tetap (MT) relatif kecil sumbangannya dalam semua sub sektor dalam kedua periode tersebut, tetapi cenderung meningkat terutama pada sub sektor tamanan bahan makanan dan peternakan. Bagi sub sektor perkebunan dan kehutanan, disamping konsumsi swasta (KS), perkembangan ekspor (EE) memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam kedua periode tersebut. Pembentukan modal tetap (MT) pada sub sektor perkebunan relatip kecil sumbangannya terhadap pertumbuhan, sedangkan pada sub sektor kehutanan memberikan sumbangan yang cukup berarti. Sumbangan perdagangan internasional terhadap pertumbuhan sektor pertanian tercermin dalam komponen substitusi impor (SI) dan perkembangan ekspor (EE). Dalam periode 1971-1985 sumbangan substitusi impor (SI) xiii
terhadap pertumbuhan semua sub sektor cenderung meningkat, keadaan ini menggarnbarkan bahwa kebijaksanaan substitusi impor (SI) cukup memacu sektor pertanian mengarah kepada swasembada. Dakam periode 1985-1990 terjadi peningkatan impor disemua sub sektor. Sumbangan perkembangan ekspor (EE) bagi pertumbuhan sub sektor perkebunan dan kehutanan cukup berarti, terutama dalam periode 1971-1980. Dalam periode 1985-1990 terjadi penurunan sumbangan (EE) bagi kedua sub sektor ini. perkembangan ekspor Hal ini antara lain disebabkan kebijaksanaan pernerintah tentang pembatasan ekspor minyak kelapa sawit dan kayu gelondongan. Sumbangan perubahan teknologi (PT) terhadap pertumbuhan sektor pertanian relatif kecil, kecuali bagi sub sektor tanaman bahan makanan dalarn periode 1971-1985, dalam periode tersebut dicapai swasembada beras. Keterkaitan ke belakang maupun ke depan sektor pertanian cenderung rneningkat walaupun masih lemah. Dalarn masa kebijaksanaan orientasi ekspor keterkaitan ke belakang rnaupun ke depan relatif lebih kuat daripada rnasa substitusi impor. Masih lemahnya keterkaitan ke depan merupakan indikasi belum terisinya industri pengolahan hasil pertanian yang lebih hilir. Multiplier kesempatan kerja di sektor pertanian sernakin menurun, xiv
hal ini menunjukkan produkstivitas tenaga kerja semakin meningkat. Penurunan multiplier kesempatan kerja paling tajam terjadi di sub sektor tanaman bahan makanan. Diduga di subsektor ini terdapat pengangguran tak kentara yang cukup besar pada masa yang lalu. Meningkatnya pertumbuhan sub sektor dalam lingkup sektor pertanian kurang merangsang sektor bukan pertanian untuk berkembang melalui transaksi domestik, oleh karena masih terdapat ketergantungan kepada komponen impor bagi sektor bukan pertanian. Hal ini terlihat dari impor bahan baku yang cukup besar. Keadaan ini menunjukkan bahwa periode kebijaksanaan substitusi impor kurang mencerminkan periode persiapan memperkuat perekonomian dalam negeri untuk mampu bersaing di pasar internasional. Tingkat pertumbuhan sektor industri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dalam kedua periode tersebut. Dihubungkan dengan sumber-sumber pertumbuhan di kedua sektor ini ternyata pertumbuhan sektor pertanian didominasi oleh konsumsi swasta (KS), sedangkan sektor industri didominasi oleh empat sumber perturnbuhan yang relatif sama kuat yaitu konsumsi swasta (KS), pembentukan modal tetap (MT), perkembangan ekspor (EE) dan perubahan teknologi (PT).
Walaupun kecenderungan divesrsifikasi ekspor komoditi pertanian kurang berarti, akan tetapi diversifikasi ekspor hasil industri non migas berkembang cepat mulai tahun 1980, terutama industri pengolahan hasil pertanian. Industri pengolahan hasil pertanian berpotensi untuk dikembangkan dalam menarik peranan pertanian dalam industrialisasi, karena beberapa aspek yang menguntungkan sektor pertanian yaitu tenaga kerja, pasar bagi komoditi pertanian, kemampuan ekspor, impor yang relatif kecil. Dikemukakan implikasi kebijaksanaan sebagai berikut: Perubahan struktur produksi sektor pertanian dalam proses industrialisasi kurang berarti. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor pertanian yang semula cepat kemudian melamban. Walaupun demikian terjadi suatu fenomena kesenjangan kesempatan kerja, nilai tambah, investasi dan perubahan teknologi. Oleh karena itu kebijaksanaan yang mendesak di masa yang akan datang adalah lebih menajamkan sasaran pembangunan kepada peningkatan investasi dan perubahan teknologi di sektor pertanian. Analisis terhadap aspek keterkaitan antara industri pengolahan hasil pertanian dengan sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja, potensi dalam pengembangan xvi
perdagangan internasional, industri pengolahan hasil pertanian dapat diandalkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Mengingat bahwa sumber pertumbuhan utama sektor pertanian maupun industri pengolahan hasil pertanian didominasi oleh konsumsi swasta (KS), maka nampak bahwa pertumbuhan ekonomi dihela oleh permintaan, sedangkan permintaan ditentukan oleh pendapatan. peningkatan pandapatan dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengembangkan industri di pedesaan dan pengolahan industri hasil pertanian. Untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja, perlu mendorong pertumbuhan industri pengolahan hasil pertanian. Kebijaksanaan substitusi impor disatu pihak mengakibatkan harga input sektor pertanian relatif mahal, dilain pihak harga output sektor pertanian menjadi relatif murah, sehingga nilai tukar petani cenderung turun. Keadaan ini secara lang sung dan tidak langsung memperlambat investasi yang berakibat memperlambat pertumbuhan sektor pertanian. Oleh karena itu kebijaksanaan pasca substitusi impor selayaknya adalah deregulasi di sektor pertanian yang serempak xvii
dengan sektor-sektor lain yang berkaitan dengan sektor pertanian. Kebijaksanaan untuk mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian yang lebih hilir seyogyanya berorientasi kepada pasar domestik maupun internasional. Diperlukan adanya kebijaksanaan yang mendorong usaha atau kegiatan di luar sektor pertanian yang lebih padat karya, yaitu industri pengolahan hasil pertanian di daerah pedesaan. Untuk menarik industri pengolahan hasil pertanian berada di pedesaan. Daerah pedesaan harus dilengkapi dengan prasarana yang memadai, meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pertanian yang cenderung menyempit berkaitan dengan perubahan teknologi. Perubahan teknologi dihadapkan kepada permintaan yang inelastis akan menekan harga. 01eh karena itu perubahan teknologi diarahkan kepada komoditi atau sub sektor dimana permintaannya lebih elastis, bila mungkin yang berorientasi ke pasar internasional. xvi.ii