BAB II KAJIAN PUSTAKA. ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

KEBUDAYAAN, KESEHATAN ORANG PAPUA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI KESEHATAN

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23

BAB II INFORMASI MITOS SAAT KEHAMILAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena masa nifas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Mandailing. Di. dengan cara mempelajarinya. (Koentjaraningrat, 1990:180)

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pengobat tradisional dukun atau tabib.masyarakat memiliki pandangan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah

PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL BIBI PADA MASYARAKAT DESA PAGERGUNUNG KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

KEPERCAYAAN WANITA JAWA TENTANG PERILAKU ATAU KEBIASAAN YANG DIANJURKAN DAN DILARANG SELAMA MASA KEHAMILAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah

PERILAKU BUDAYA KESEHATAN DAN PARADIGMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha menghindari diri dengan cara menyembuhkan suatu jenis penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. suka cita, tetapi untuk beberapa wanita melahirkan bisa membuat stress dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di

BAB I PENDAHULUAN. hingga saat ini adalah permasalahan kesehatan (Human Healt). Nampaknya

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB IV PENUTUP. penulis mengambil kesimpulan tentang Peraktek Pengobatan Magis Murningsih di

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB VII PENUTUP. etiologi tradisional ini melahirkan aspek-aspek kuratif dibandingkan preventif

Konsep Sehat-Sakit Dalam Sosial Budaya. 3/23/2011 Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA

#11 Amalan Mudah Ketika Berpantang Selepas Bersalin

BAB I PENDAHULUAN. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

DAFTAR PUSTAKA. Agoes, Azwar dan M.S Jacob Antropologi Kesehatan Indonesia. Penerbit

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

FORMULIR PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS STIKES HANG TUAH SURABAYA

BAB V PENUTUP. untuk menyebut dukun bayi, ma blien merupakan penduduk asli yang sudah sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H:

Aneka kebiasaan turun temurun perawatan bayi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan. yang diawali oleh penginderaan, yaitu proses diterimanya

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai estetika (keindahan). Karya sastra merupakan seni yang dihasilkan

Penduduk: Usia: Status Perkawinan: Anak Lahir Hidup:

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN. (Informed Concent)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup

Makalah Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata baik di pusat daerah,

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Indonesia penyakit malaria masih merupakan penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang masih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya yang hidup di negeri ini. Masing-masing kelompok masyarakat

BAB VI PENUTUP. diwariskan oleh leluhur masyarakat Seberang Pulau Busuk. Tradisi. Dalam pengobatan ini dukun meminta bantuan kepada makhluk gaib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

PENGKONDISIAN Yaitu mengkondisikan baik dari peserta/pasien sendiri maupun waktu dan tempat: Pengkondisian Pasien: Pasien harus siap diruqyah, konsent

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. upaya, baik dari individu itu sendiri, maupun dari masyarakat, agar selalu

Pola buang air besar pada anak

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan masyarakat di Prabumulih kembali pada polapengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Begitu sempurna Allah SWT menciptakan manusia (QS. At-tiin) yang. semaksimal mungkin. Dalam wawasan yang lebih luas, anak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Karo, Sumatera Utara, Indonesia.Etnis Karo memiliki bahasa sendiri yaitu cakap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun lebih dari setengah juta Angka Kematian Ibu (AKI) terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

Menjadi sehat adalah impian seluruh manusia. Baik

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

Perawatan kehamilan & PErsalinan. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. antropologi kesehatan. Antropologi kesehatan mengkaji manusia dan prilaku seputar

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi

Tinjauan Pustaka. A. Pengertian Tumbuhan Obat

Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PRAKTEK PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep sakit Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara etik dan emik. Secara konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara etik yang dikutib dari Djekky (2001: 15) sebagai berikut : Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit (Sarwono, 1993:31). Sedangkan secara emik sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimana dikemukakan oleh Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada masyarakat tradisional, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi atas dua kategori umum yaitu: 1. Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).

2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya adalah penyakit (1986;63-70) Sebagai contoh konsep sakit dijelaskan dalam jurnal antropologi papua oleh A.E. Dumatubun (2002) yaitu pada masyarakat suku di Papua antara lain : 1. Orang Moi di sebelah utara kota Jayapura mengkonsepsikan sakit sebagai gangguan keseimbangan fisik apabila masuknya kekuatan alam melebihi kekuatan manusia. Gangguan itu disebabkan oleh roh manusia yang merusak tubuh manusia (Wambrauw, 1994). Hal ini berarti, bahwa bagi orang Moi yang sehat, ia harus selalu menghindari gangguan dari roh manusia tersebut dengan menghindari diri dari tempat-tempat dimana roh itu selalu berada (tempat keramat, kuburan, hutan larangan, dan sebagainya). Karena kekuatan-kekuatan alam itu berada pada lingkungan-lingkungan yang menurut adat mereka adalah tempat pantangan untuk dilewati sembarangan. Biasanya untuk mencari pengobatan, mereka langsung pergi ke dukun, atau mengobati sendiri dengan pengobatan tradisional atau melalui orang lain yang dapat mendiagnosa penyakitnya (dukun akan mengobati kalau hal itu terganggu langsung oleh roh manusia).

2. Orang Biak Numfor mengkonsepsikan penyakit sebagai suatu hal yang menyebabkan terdapat ketidak seimbangan dalam diri tubuh seseorang. Hal ini berarti adanya sesuatu kekuatan yang diberikan oleh seseorang melalui kekuatan gaib karena kedengkiannya terhadap orang tersebut (Wambrauw, 1994). 3. Orang Marind-anim yang berada di selatan Papua juga mempunyai konsepsi tentang sehat dan sakit, dimana apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut terkena guna-guna (black magic). Mereka juga mempunyai pandangan bahwa penyakit itu akan datang apabila sudah tidak ada lagi keimbangan antara lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapat mendukung kehidupan manusia, karena mulai banyak. Bila keseimbangan ini sudah terganggu maka akan ada banyak orang sakit, dan biasanya menurut adat mereka, akan datang seorang kuat (Tikanem) yang melakukan pembunuhan terhadap warga dari masing-masing kampong secara berurutan sebanyak lima orang, agar lingkungan dapat kembali normal dan bisa mendukung kehidupan warganya (Dumatubun, 2001). 4. Orang Amungme, dimana bila terjadi ketidak seimbangan antara lingkungan dengan manusia maka akan timbul berbagai penyakit. Yang dimaksudkan dengan lingkungan di sini adalah yang lebih berkaitan dengan tanah karena tanah adalah mama yang memelihara, mendidik, merawat, dan memberikan makan kepada mereka (Dumatubun, 1987). Untuk itu bila orang Amungme mau sehat, janganlah merusak alam (tanah), dan harus terus dipelihara secara baik. 5. Orang Moi di Kepala Burung Papua (Sorong) percaya bahwa sakit itu disebabkan oleh adanya kekuatan-kekuatan supernatural, seperti dewa-dewa, kekuatan bukan

manusia seperti roh halus dan kekuatan manusia dengan menggunakan black magic. Pada masyarakat ini, ibu hamil dan suaminya itu harus berpantang terhadap beberapa makanan, dan kegiatan, atau tidak boleh melewati tempattempat yang keramat karena bisa terkena roh jahat dan akan sakit (Dumatubun,1999). Ini berarti untuk sehat, maka orang Moi tidak boleh makan makanan tertentu pada saat ibu hamil dan suaminya tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti membunuh binatang besar, dan sebagainya. 6. Orang Hatam yang berada di daerah Manokwari percaya bahwa sakit itu disebabkan oleh gangguan kekuatan supranatural seperti dewa, roh jahat dan buatan manusia. Orang Hatam percaya bahwa bila ibu hamil sulit melahirkan, berarti ibu tersebut terkena buatan orang dengan obat racun (rumuep) yaitu suanggi, atau penyakit oleh orang lain yang disebut priet (Dumatubun, 1999). 7. Orang Walsa (Keerom), percaya bahwa sakit disebabkan oleh gangguan roh jahat, buatan orang, atau terkena gangguan dewa-dewa. Bila seorang ibu hamil meninggal tanpa sakit terlebih dahulu, berarti sakitnya dibuat orang dengan jampi-jampi (sinas), ada pula disebabkan oleh roh-roh jahat (beuvwa). Di samping itu sakit juga disebabkan oleh melanggar pantangan-pantangan secara adat baik berupa makanan yang dilarang, dan perkawinan (Dumatubun,1999). Sebagaimana dikemukakan bahwa secara etik dan emik, dapat dijelaskan bahwa konsep sehat dan sakit dapat berdasarkan pandangan para medis dan masyarakat dengan berlandaskan pada kebudayaan mereka masing-masing. Untuk itu dapat dikemukakan pola pengobatan secara tradisional orang Papua berdasarkan

pemahaman kebudayaan mereka yang dikemukakan oleh Djekky R. Djoht (2001: 14-15 dalam Sudarma 2008 :138), yaitu: 1. Pola Pengobatan Jimat. Pola pengobatan jimat dikenal oleh masyarakat di daerah kepala burung terutama masyarakat Meibrat dan Aifat. Prinsip pengobatan jimat, menurut Elmberg, adalah orang menggunakan benda-benda kuat atau jimat untuk memberi perlindungan terhadap penyakit. Jimat adalah segala sesuatu yang telah diberi kekuatan gaib, sering berupa tumbuh-tumbuhan yang berbau kuat dan berwarna tua. 2. Pola Pengobatan Kesurupan. Pola kesurupan dikenal oleh suku bangsa di daerah sayap burung, yaitu daerah teluk Arguni. Prinsip pengobatan kesurupan menurut van Longhem adalah seorang pengobat sering kemasukan roh/mahluk halus pada waktu berusaha mengobati orang sakit. Dominasi kekuatan gaib dalam pengobatan ini sangat kentara seperti pada pengobatan jimat. 3. Pola Pengobatan Penghisapan Darah. Pola penghisapan darah dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi, Marind-anim, Kimaam, Asmat. Prinsip dari pola pengobatan ini menurut Oosterwal, adalah bahwa penyakit itu terjadi karena darah kotor, maka dengan menghisap darah kotor itu, penyakit dapat disembuhkan. Cara pengobatan penghisapan darah ini dengan membuat insisi dengan pisau, pecahan beling, taring babi pada bagian tubuh yang sakit. Cara lain dengan meletakkan daun oroh dan kapur pada bagian tubuh yang sakit. Dengan lidah dan bibir daun tersebut digosok-gosok sampai timbul cairan merah yang dianggap perdarahan. Pengobatan dengan cara ini

khusus pada wanita saja. Prinsip ini sama persis pada masyarakat Jawa seperti kerok. 4. Pola Pengobatan Injak. Pola injak dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi. Prinsip dari pengobatan ini menurut Oosterwal adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan menginjak-injak tubuh si sakit dimulai pada kedua tungkai, dilanjutkan ketubuh sampai akhirnya ke kepala, maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh jahat dari dalam tubuh. 5. Pola Pengobatan Pengurutan. Pola pengurutan dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di daerah selatan Merauke yaitu suku bangsa Asmat, dan selatan kabupaten Jayapura yaitu suku bangsa Towe. Prinsip dari pola pengobatan ini menurut van Amelsvoort adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan mengurut seluruh tubuh si sakit, maka akan keluar roh jahat dari dalam tubuhnya. Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untuk pengurutan. Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktor empirik dan magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih, umumnya baunya menyengat, dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh si sakit. 6. Pola Pengobatan Ukup. Pola ukup dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di selatan kabupaten Jayapura berbatasan dengan kabupaten Jayawijaya yaitu suku bangsa Towe, Ubrup. Prinsip dari pengobatan ini adalah bahwa penyakit terjadi karena tubuh kemasukan roh, hilang keseimbangan tubuh dan jiwa, maka dengan

mandi uap dari hasil ramuan daun-daun yang dipanaskan dapat mengeluarkan roh jahat dan penyebab empirik penyakit. 2.2.Pengobatan Suku Sakai Dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa sebagian hidup mereka sudah beranjak ke kehidupan modern, Suku Sakai masih mengandalkan dukun untuk pengobatan. Ini merupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun oleh leluhur mereka. Dukun bagi suku Sakai bertindak sebagai seorang dokter yang mendiagnosa penyakit pasien dengan bantuan arwah dan kemudian mentransfer pengetahuannya ke pasien. Menurut Nathan ( Utami, 2012) menjelaskan tradisi pengobatan Sakai, dukun atau disebut semanggeh mengalihkan kesadarannya ke dimensi arwah dan memanggil arwah yang dilihat mata batinnya. Dukun kemudian berkelana dengan ruh tersebut untuk mencari obat atau ubet. Setelah menemukan jawaban, dukun akan menafsirkannya ke dalam pertunjukan fisik bagi sang pasien berupa tari-tarian, musik serta pantun. Bagi Nathan, aksi fisik tersebut merupakan cermin atas apa yang dilakukan oleh jiwa pasien di dimensi arwah. Selama melakukan proses penyembuhan, pihak keluarga si sakit juga mesti melakukan beberapa ritual, di antaranya membuat miniatur rumah dilengkapi dengan obyek bunga, lebah dan burung tiruan serta menyalakan obor. Miniatur tersebut tidak mesti rumah, bisa berupa benda atau obyek lain tergantung dari permintaan sang antu atau arwah yang nantinya akan menetap di miniatur tersebut. Umumnya setelah pengobatan selesai, dan antu dari tubuh pasien berpindah ke rumah miniatur, maka miniatur tersebut akan dibuang sang dukun. Lalu sang dukun mengenakan

atribut upacara seperti ikat kepala berwarna merah, selempang berwarna merah dan bertelanjang dada. Kemudian dukun tersebut akan membacakan mantra dan berdiri mengambil campuran beras putih dan kuning untuk disebar ke seluruh sudut ruangan selama tiga kali. Ritual itu dilakukan hingga dukun menemukan jawaban atas sakit sang pasien. 2.3. Pengobatan Tradisional Primbon Jawa Bani Sudardi (2002) menjelaskan sistem sistem medis tradisional dalam kenyataannya masih hidup, meskipun praktik-praktik biomedik kedokteran makin berkembang pesat di negara kita dengan munculnya pusat-pusat layanan kesehatan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta. Dalam tradisi jawa, sistem pengobatan tradisionalnya mempunyai beberapa karakter yang khas. Dalam menentukan penyakit, primbon menggunakan perhitungan yang berdasarkan perhitungan waktu dan perhitungannya yang menggunakan dasar perhitungan hari dan pasaran dan berdasarkan hari mulainya sakit, maka dapat ditentukan anggota badan yang memulai sakit atau sebab sakitnya. Misalnya, kalau sakit dimulai hari minggu asal penyakitnya dari tungkai. Penyebabnya karena berjalan, tersandung, kelelahan, dan sebagainya. Secara teknis, pengobatan dalam tradisi jawa yang terdapat dalam primbon mengenal beberapa teknis pengobatan, teknis pengobatan itu disebut berdasarkan tempat yang diberi ramuan dan cara memberikannya. Teknis pengobatan tersebut, antara lain adalah jamu dan cekok (diminum), bobok, parem, boreh, pilis, pupuk, sembur, tapel (obat luar), isyarat, tebusan,telulak, mantra, suwuk kidung, dan rajah (ritual). Aspek ritual magis mewarnai teknis pengobatan tradisional

tersebut. Sebagai ilustrasi ialah pengobatan dengan boreh (obat gosok luar) ditentukan berdasarkan dimulainya penyakit. Misalnya bagian yang sakit adala kepala, maka borehnya adalah janur kelapa, jika bagian kaki yang sakit, maka menggunakan daun sikilan dan lain-lain. 2.4. Pengobatan Tradisional Terhadap Kehamilan dan Persalinan Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap ibu hamil dijelaskan dalam jurnal antropologi papua A.E. Dumatubun (2003) menerangkan bahwa orang papua mempunyai konsepsi dasar berdasarkan pandangan pada kasus tentang kehamilan, persalinan, dan nifas berdasarkan persepsi kebudayaan mereka. Akibat adanya pandangan tersebut di atas, maka orang Papua mempunyai beberapa bentuk pengobatan serta siapa yang manangani, dan dengan cara apa dilakukan pengobatan terhadap konsep sakit yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, perdarahan pembengkakan kaki selama hamil Pengetahuan terhadap kehamilan dan persalinan di Papua terbagi atas : 1. Orang Hatam, Sough, dan Lereh Menginterpretasikan tentang Ibu hamil, melahirkan, nifas, didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan kebudayaan mereka secara turun temurun. Hal ini jelas didasarkan atas perilaku leluhur dan orang tua mereka sejak dahulu kala sampai sekarang. Bagi orang Hatam dan Sough, kehamilan adalah suatu gejala alamiah dan bukan suatu penyakit. Untuk itu harus taat pada pantangan-pantangan secara adat, dan bila dilanggar akan menderita sakit. Bila ada gangguan pada kehamilan seorang ibu, biasanya dukun perempuan (Ndaken) akan melakukan penyembuhan dengan membacakan

mantera di air putih yang akan diminum oleh ibu tersebut. Tindakan lain yang biasanya dilakukan oleh Ndaken tersebut juga berupa, mengurut perut ibu hamil yang sakit. Sedangkan bila ibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki, berarti ibu tersebut telah melewati tempat-tempat keramat secara sengaja atau pula telah melanggar pantangan-pantangan yang diberlakukan selama ibu tersebut hamil. Biasanya akan diberikan pengobatan dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum ibu tersebut. Juga dapat diberikan pengobatan dengan menggunakan ramuan daun abrisa yang dipanaskan di api, lalu ditempelkan pada kaki yang bengkak sambil diuruturut. Ada juga yang menggunakan serutan kulit kayu bai yang direbus lalu airnya diminum. 2. Orang Walsa dan Moi Kalabra mempunyai kepercayaan tentang kehamilan, persalinan dan nifas yang didasarkan pada pemahaman kebudayaan mereka secara turun temurun. Bagi orang Walsa, ibu hamil mengalami sakit bisa terjadi karena adanya gangguan dari luar seperti terkena roh jahat atau buatan orang lain yang tidak senang dengan keluarga tersebut. Untuk mengatasi gangguan tersebut biasanya dukun (Putua/ Mundklok) akan membantu dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum, atau dengan memberikan ramuan daun-daun yang direbus lalu diminum ibu hamil tersebut. Bagi orang Walsa persalinan adalah suatu masa krisis, untuk itu tidak boleh melanggar pantangan adat. Dahulu melahirkan di pondok kecil (demutpul) yang dibangun di hutan, karena darah bagi kaum laki-laki sangat berbahaya. Bila terkena darah dari ibu hamil, berarti kaum laki-laki akan mengalami banyak kegagalan dalam usaha serta berburu. Dalam proses persalinan biasanya dibantu oleh dukun

Putua/Mundklok, tetapi disamping itu ada bantuan juga dari dewa Fipao supaya berjalan dengan baik. Proses persalinan dalam kondisi jongkok, biar bayi dengan mudah dapat keluar, dan tali pusar dipotong setelah ari-ari keluar. Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap dukun dapat dijelaskan dalam Astriana (2012) mengenai proses persalinan ibu hamil di desa galang kecamatan sungai piyuh kabupaten pontianak. Alasan para informan masih menggunakan pengobatan secara tradisional adalah karena faktor masih tingginya tingkat kepercayaan masyarakat dalam berobat ke dukun, penggunaan pelayanan tradisional lebih dapat di anggap sebagai cerminan kepercayaan masyarakat terhadap perawatan yang dianggap sesuai oleh masyarakat daripada kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan yang disediakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjiptoherjanto (1994 : 119-120 dalam Astriana 2012) bahwa masyarakat mungkin menggunakan atau membeli pelayanan kesehatan non pemerintah (misalnya pelayanan tradisional) sebagian karena disebabkan mereka tidak mendapatkan alternatif untuk memperoleh pelayanan yang murah dari fasilitas lain yang disediakan pemerintah, masyarakat berpendapatan rendah cenderung menunda penggunaan pelayanan kesehatan sampai penyakitnya parah benar, sebagian dengan asumsi bahwa mereka berusaha menghindarkan pembayaran yang tidak terjangkau. Penjelasan dalam pengobatan tradisional setelah persalinan dapat dijelaskan dalam Rahayu dkk (2006) di desa Wawolaa diketahui ibu yang baru melahirkan dianjurkan untuk meminum air rendaman abu panas hasil pembakaran di dapur. Menurut mereka air abu ini lebih berkhasiat daripada air rebusan ramuan/racikan jamu. Selama mengkonsumsi air abu ini, ibu tersebut harus berpantang untuk minum

dan makan hidangan yang panas. Untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan, di desa Lampeapi mengurung ibu tersebut dalam tikar yang dilingkarkan. Dalam kurungan tersebut diletakkan pula abu panas yang dapat juga ditambahkan akar loiya le (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) dan buah lasi daru (Amomum compactum Soland. ex Maton). Penggunaan daun kapupu (Crinum asiaticum L.) dalam perawatan paska persalinan bertujuan untuk merapatkan atau mengecilkan kembali vagina. Cara penggunaannya yaitu daun yang telah dicuci bersih, dipanaskan di bara api (dilayukan), kemudian ditapelkan ke bagian vagina. 2.5. Teori Tindakan Sosial Terhadap Pengobatan Tradisional Weber (Ritzer : 1992) menjelaskan tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan sosial itu dianggap baik, maka manusia akan melakukan tindakan yang sama. Jika tindakan sosial itu baik dan bermanfaat bagi orang lain, makin lama tindakan sosial tersebut dapat dianggap sebagai suatu kebisaaan yang harus dilakukan oleh seluruh anggota kelompok sosial. Weber melihat bahwa suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial jika tindakan tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan atau melibatkan makna subjektif dalam tindakan tersebut, dengan memperhitungkan perilaku-perilaku orang lain dan mengorientasikan perilaku-perilaku tersebut ke dalam tindakan-tindakan sosialnya sendiri. Max Weber dalam Ritzer (1992 : 45) menerangkan ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yang berkaitan dengan tindakan sosial sebagai berikut:

1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang subjektif yang meliputi berbagai tindakan nyata. 2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subjektif. 3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. 4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu. 5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang itu. Max Weber dalam Dwi Narwoko (2004 : 19) menggolongkan tindakan sosial ini menjadi sebagai berikut : 1. Tindakan rasional instrumental Tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang dilakukan seseorang yang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan yang dasar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang di pergunakan untuk mencapainya. Tindakan diarahkan secara rasional ke suatu sistem dari tujuan-tujuan individu yang memiliki sifat-sifatnya sendiri apabila tujuan itu, alat dan akibat-akibat sekundernya diperhitungkan dan dipertimbangkan semuanya secara rasional. Tindakan rasional yang berorientasi nilai Contohnya, masyarakat desa memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang kehamilan, misalnya dalam adat Jawa pengetahuan terhadap ibu hamil yang diharuskan membawa jimat yang berupa benda-benda tajam seperti gunting kecil, pisau, benda tajam lainnya di kantung baju si ibu agar janin terhindar

dari marabahaya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam proses kehamilan, yaitu sebagai perlindungan dari gangguan makhluk halus dan hal-hal yang bersifat gaib lainnya. 2. Tindakan rasional yang berorientasi nilai Tindakan rasional yang berorientasi nilai adalah alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolute. Artinya nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersiafat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternative, Contohnya seorang ibu yang hendak melahirkan melakukan tindakan dengan cara membawa dirinya ke pengobatan tradisional untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat seperti dukun bayi. Tindakan yang dilakukannya sudah dipertimbangkan dengan baik, karena dirinya memiliki tujuan untuk mendapat pertolongan dengan cepat. Ini berarti masyarakat lebih percaya pertolongan yang dilakukan dukun berdasarkan bukti yaitu pertolongan persalinan yang dilakukan dari satu generasi ke generasi yang dilakukan oleh dukun bayi, sehingga melekatnya pengalaman terhadap pertolongan persalinan. Setyowati (2010) menjelaskan pengobatan tradisional merupakan upaya penyembuhan terhadap penyakit yang dilakukan berdasarkan kepercayaan turuntemurun, baik dengan menggunakan bahan alami yang tersedia dan diyakini mempunyai khasiat dapat menyembuhkan maupun melalui perantara seseorang (dukun) yang diakui mempunyai kekuatan tertentu di dalam dirinya untuk menghilangkan penyakit walaupun pengobatan modern telah dikenal yaitu adanya

puskesmas, namun hingga sekarang pengobatan tradisional masih tetap dipertahankan. Hal inilah yang menjelaskan bahwa pemanfaatan pengobatan tradisional masih sering dilakukan di wilayah pedesaaan. 3. Tindakan tradisional Dalam tindakan ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Contoh, pengobatan yang menggunakan jasa dukun yang dijelaskan dalam Prasetyo (2013) masyarakat menggunakan jasa dukun karena anak sang pasien yang berumur 2 tahun selalu menangis setiap malam, menurutnya karena masalah gangguan dari makhluk halus. Menurut subjek, ritual yang dijalani Mbah Manan (dukun) ketika menyembuhkan anak pasien tersebut yaitu memberi satu gelas air yang sudah diberi amalan untuk dioleskan ke seluruh tubuhnya. Ritual seperti ini selalu dilakukan apabila sang anak mengalami kejadian itu lagi. Untuk sejauh ini subjek mengaku bahwa pertolongan yang diberikan Mbah Manan mandi (cukup berhasil). Hal tersebut merupakan alasan sampai sekarang subjek masih menggunakan jasa dukun untuk mengatasi masalah yang dialaminya. Masalah seperti ini menurut subjek benar, karena sebagian usahanya untuk rasionalitas pengguna jasa dukun. Dalam Prasetyo (2013) menjelaskan bahwa pengguna jasa dukun di Desa Sonorejo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri yaitu keberhasilan suatu dukun dalam mengobati penggunanya merupakan salah satu contoh lain yang

mengakibatkan masyarakat desa tersebut menggunakan jasa dukun dalam mewujudkan suatu keinginannya. Rasionalitas pengguna jasa dukun di desa sonorejo kabupaten kediri. Berobat kepada dokter dan hasilnya tidak bisa menyembuhkan penyakit orang merupakan salah satu sebab dukun menjadi alternatif bagi para pengguna jasanya. Perbedaan dana yang harus dikeluarkan oleh para pengguna jasa dukun adalah suatu tindakan sosial yang ditujukan untuk mencapai tujuan semaksimal mungkin dengan menggunakan dana serta daya seminimal mungkin Tradisi adalah objek kultural, sistem makna atau ide yang diteruskan dari masa lalu ke generasi berikutnya. Tradisi sebgai makna, dipertahankan oleh setiap orang anggota masyarakat dan dikomunikasikan dari satu generasi kepada yang lain dalam rantai makna yang meliputi kenangan kolektif, refresentasi kolektif, dan kebiasaan-kebiasaan untuk melakukan sesuatu. Isi dari tradisi dapat berubah setiap saat tanpa disadari, namun dialami oleh setiap anggota masyarakat secara individu melalui proses sosialisasi, sebagai sesuatu yang tetap bertahan, tidak pernah berubah dalam periode waktu tertentu. Kebiasaan semacam itu dibangun sebagai lembaga social yang mempengaruhi perilaku yang kemudian menjadi kebiasaan untuk bertinjak yang diikuti (seakan) tanpa dipikirkan terlebih dahulu secara rasional. Pelembagaan kebiasaan yang didasarkan pada tradisi tersebut menjadi rujukan bagi cara bertindak anggota masyarakat secara umum (Jhon Scoot, 2011)