BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut

BAB IV ANALISIS. 4.1Analisis Peta Dasar yang Digunakan

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

PENENTUAN BATAS KEWENANGAN LAUT DAN LUAS KEWENANGAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS ALTERNATIF BATAS WILAYAH LAUT KOTA SEMARANG DAN KABUPATEN KENDAL

BAB III IMPLEMENTASI ASPEK GEOLOGI DALAM PENENTUAN BATAS LANDAS KONTINEN

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

BAB IV ANALISIS. IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M)

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 17 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGERI DI KOTA AMBON

BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA

Jurnal Geodesi Undip Juli 2017

Matematika Ekonomi KUADRAT DAN FUNGSI RASIONAL (FUNGSI PECAH) GRAFIK FUNGSI KUADRAT BERUPA PARABOLA GRAFIK FUNGSI RASIONAL BERUPA HIPERBOLA

Abstrak PENDAHULUAN.

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kartografi Kelautan

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

Home : tedyagungc.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

Bab III KAJIAN TEKNIS

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAB I PENDAHULUAN

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. SIMPULAN DAN SARAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

Definisi, notasi, glossary. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS. Kode Nama Mata Kuliah 1

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Informasi Geospasial

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH Dalam kegiatan penetapan dan penegasan batas (delimitasi) terdapat tiga mendasar, yaitu: pendefinisian, delineasi, dan demarkasi batas. Hubungan ketiganya dapat dilihat pada Gambar 2.1. DELIMITASI DEFINIS Legal-Politis DELINE Legal-Teknis DEMARK HUKUM SURVEY Gambar 2.1 Hubungan antara Pendefinisian, Delineasi, dan Demarkasi Batas Pendefinisian batas laut terkait dengan landasan hukum. Dalam hal penetapan batas laut suatu Negara Pantai mengacu pada UNCLOS 1982 dan panduan teknisnya berupa TALOS. Dalam penetapan batas laut Daerah Pantai di Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan panduan teknisnya berupa PerMendagri No. 1 Tahun 2006. Delineasi terkait dengan penentuan koordinat titik-titik batas yang didasarkan pada titik-titik awal dan garis-garis dasar untuk penarikan batas wilayah laut daerah Hasil dari delineasi dapat berupa Daftar Koordinat Titik-Titik Batas atau hasil penggambaran dalam bentuk Peta Batas Wilayah yang disajikan dengan skala yang memadai. Demarkasi batas adalah penegasan batas daerah di lapangan. Terdapat perbedaan yang mencolok antara penetapan batas laut di darat dengan di laut. Di darat 6

pemisah antara daerah yang berbatasan berupa pilar batas di lapangan dan daftar koordinat di peta, sedangkan batas daerah di laut adalah pemisah antara daerah yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut dengan dilampirkan daftar koordinat geografis titik batasnya di peta, disajikan dalam bentuk grafis dalam bentuk simbol tertentu pada Peta Laut sesuai dengan standar yang berlaku. 2.1 Konsep Penetapan Batas Laut Dalam penetapan batas laut ada dua komponen yang harus ditentukan terlebih dahulu, yaitu komponen vertikal dan komponen horisontal. Komponen vertikal terkait dengan datum vertikal yang digunakan untuk menentukan muka air rendah, sedangkan komponen horisontal digunakan untuk penentuan posisi garis air rendah di sepanjang pantai. Dari titik-titik awal yang ada di sepanjang garis air rendah itu akan ditarik garis sejauh 12 mil laut (untuk penetapan batas laut Provinsi) ke arah laut (lihat Gambar 2.2). Garis Pantai pada Peta Laut Garis Pantai pada UU no 32/2004 Garis Pantai pada Peta Topografi Muka Air Tinggi Muka Air Rata-rata Muka Air Rendah Titik Awal pada UU No 32/2004 Gambar 2.2 Konsep Penetapan Batas Laut 2.1.1 Garis Air Rendah Garis air rendah didefinisikan sebagai perpotongan bidang permukaan air laut rendah dengan pantai pada suatu daerah tertentu. 7

2.1.2 Titik Awal Titik awal merupakan titik koordinat geodetik yang berada pada bagian terluar dari garis air rendah yang akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan batas daerah di laut [Djunarsjah, 2000] 2.1.3 Garis Dasar Garis dasar adalah garis acuan yang digunakan dalam penarikan batas terluar. Terdapat dua jenis garis dasar yang tercantum dalam PerMendagri No.1 2006, Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. 2.1.3.1 Garis Dasar Normal Garis dasar normal dapat diartikan sebagai garis air rendah di sepanjang pantai sebagaimana yang terlihat sebagai garis kedalaman nol pada Peta Laut skala besar yang diakui secara resmi di negara tersebut. Pada pantai yang homogen, garis dasar normal akan merepresentasikan bentuk garis itu sendiri. 2.1.3.2 Garis Dasar Lurus Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik dasar yang terdekat dan berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut yang berada di sepanjang garis air rendah seperti pada Gambar 2.3. Garis Dasar Normal Titik Awal Garis Dasar Lurus Gambar 2.3 Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar (Garis Dasar Lurus dan Garis Dasar Normal) 8

2.2 Prinsip Penarikan Batas Laut Daerah 2.2.1 Penarikan Batas Laut Daerah Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling berdampingan. Untuk pantai yang bebas Penarikan laut daerah dilakukan secara grafis di atas peta sepanjang 12 mil laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal). Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. 12 mil Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar Titik Acuan Titik Awal Titik Batas Zone Pasang Surut Gambar 2.4 Contoh Cara Penarikan Batas Laut Daerah 2.2.2 Penarikan Batas Laut Antar Daerah yang Berdampingan Dalam PerMendagri No.1 2006 dijelaskan bahwa Batas antara dua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berdampingan, diukur mulai dari titik batas sekutu pada garis pantai antara kedua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota kearah laut yang ditetapkan berdasarkan prinsip sama jarak. Seperti pada gambar 2.5 di bawah ini. 9

DAERAH DAERAH B Gambar 2.5 Penarikan Garis Batas untuk Daerah yang Berdampingan, Menggunakan Prinsip Sama Jarak 2.2.3 Penarikan Batas Laut Antar Daerah Yang Saling Berhadapan Berjarak Kurang dari 24 Mil Laut Untuk daerah yang saling berhadapan bisa menggunakan metode garis tengah (median line) dengan prinsip sama jarak, dimana titik-titik garis tengah tersebut mempunyai jarak yang sama terhadap titik-titik terdekat pada garis pangkal kedua daerah (lihat Gambar 2.6). DAERAH A DAERAH Gambar 2.6 Penarikan Garis Batas untuk Daerah yang Berhadapan dengan Jarak Kurang Dari 24 mil laut 10

2.2.4 Penarikan Batas Laut Daerah Terhadap Pulaunya Yang Berjarak Lebih dari 24 Mil Laut Untuk menentukan batas laut pulau kecil yang berjarak lebih dari 24 mil laut untuk yang berada dalam suatu Provinsi (menghadap laut lepas atau menghadap perairan kepulauan), diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk laut Provinsi. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.7. 12 Pulau Kecil 4 mil > 24 mil 12 4 mil Gambar 2.7 Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil yang Berjarak Lebih dari 2 Kali 12 mil namun Berada Dalam Satu Provinsi. 2.2.5 Penarikan Batas Laut Antar Daerah Yang Berjarak Kurang dari 24 Mil Laut Untuk mengukur batas laut pulau-pulau kecil yang jarak antar pulau kurang dari 24 mil laut yang berada dalam satu daerah Provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk Provinsi. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.8 berikut ini. 11

12 Pulau Kecil 4 mil < 24 mil 12 4 Gambar 2.8 Penarikan Garis Batas Laut Daerah Berjarak Kurang dari 24 mil laut 2.2.6 Penarikan Batas Laut Daerah Provinsi Kepulauan Dalam pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan cakupan wilayah dalam ketentuan ini, khusus untuk daerah yang berupa kepulauan atau gugusan pulau-pulau dalam penentuan luas wilayah di dasarkan atas prinsip negara kepulauan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah. Dari Undang-Undang tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa penggunaan garis dasar kepulauan dapat diterapkan juga terhadap daerah (provinsi) yang juga merupakan daerah kepulauan. Sehingga juga harus memenuhi aturan-aturan seperti yang dituangkan dalam pasal 47 ayat 1 dan 2 UNCLOS 1982, yaitu bahwa garis dasar kepulauan ditarik dari titik-titik terluar pulau-pulau atau karang-karang kering terluar dimana perbandingan antara daerah perairan dan daratan antara 1 : 1 hingga 9 : 1. Dan panjang garis dasar tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali sejumlah 3% dari jumlah keseluruhan garis dasar dapat mencapai kepanjangan maksimum 125 mil laut. Garis dasar kepulauan merupakan garis dasar lurus yang ditarik menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau dan karang-karang terluar yang digunakan untuk menutup seluruh atau sebagian dari daerah kepulauan. Penarikan garis dasar lurus kepulauan dilakukan dengan memperhatikan tatanan letak kepulauan atau 12

kelompok pulau-pulau yang letaknya berurutan dan bersambungan secara beraturan. Oleh karena itu penarikan garis dasar lurus kepulauan tidak dapat dilakukan menyimpang dari arah konfigurasi umum kepulauan. Secara visual dapat dilihat pada Gambar 2.9. Pengertian konfigurasi umum kepulauan merupakan pengertian yang tujuannya identik dengan pengertian arah umum pantai dan dimaksudkan untuk mencegah perluasan laut teritorial suatu daerah dengan cara yang tidak sewajarnya. Untuk penarikan batas lautnya, dibuat garis sejajar sejauh 12 mil laut dari garis dasarnya. Garis Dasar Kepulauan 125 mil laut (3%) Perairan Pedalaman 12 mil Gambar 2.9 Penarikan Batas Laut Daerah Provinsi Kepulauan 2.3 Hitungan Luas Daerah dengan Metode Numeris Penghitungan luas wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat dilakukan setelah koordinat titik-titik batas didapatkan, baik itu koordinat titik-titik batas di darat dan laut. Perhitungan luas daerah Nusa Tenggara Barat dilakukan dengan menggunakan metode numeris., sebagai berikut: Luas Wilayah = [ (. ) (. ) ] 13

Dimana (Xn, Yn) merupakan koordinat titik-titik batas darat maupun laut yang akan dihitung luasnya. Contoh hitungan luas metode numeris, diperlihatkan pada kasus dibawah ini. Suatu segiempat mempunyai koordinat titik-titik batas seperti terlihat pada gambar 2.10. di bawah ini: Y D (Xd, C(Xc, Yc) Arah Perhitunga A(Xa, B(Xb, Yb) X Gambar 2.10 Contoh Hitungan Luas Segiempat Suatu segiempat di atas mempunyai koordinat sebagai berikut: A(0,0); B(5,0); C(5,2); D(0,2) Maka luas segiempat diatas adalah = [(0.0+5.2+5.2+0.0) (0.5+ 0.5+2.0+2.0)] = 10 satuan luas. 14