BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Hotel Des Indes (kiri) yang Menjadi Komplek Duta Merlin (kanan) Sumber:google.co.id, 5 Maret 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelesaikan masalah kesenjangan sosial ekonomi dimasyarakat. Sektor

Industri Kreatif Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

BAB III TINJAUAN TEMA INSERTION

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

1.1 LATAR BELAKANG. Periklanan. Arsitektur BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Redesain Tengah 1.1 LATAR BELAKANG

PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I - 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari pada Kamis, 10 April 2014 pukul WIB. Universitas Kristen Maranatha 1

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kawasan Kota Tua Jakarta telah melalui hampir 500 tahun, bertumbuh

BAB VI HASIL PERANCANGAN. simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

HOTEL DAN CONVENTION CENTER BAB I PENDAHULUAN

PEKALONGAN BATIK CENTER

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

PUSAT INFORMASI, PEMASARAN DAN PROMOSI INDUSTRI KERAJINAN KUNINGAN JUWANA DI JUWANA

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan di Jakarta melaju demikian cepat hingga menyebabkan lahan kosong semakin sulit ditemukan di Jakarta. Semakin banyak bangunan baru yang dibangun, namun banyak juga bangunanlama yang tertinggal tidak terawat karena tidak difungsikan lagi, terutama bangunan peninggalan sejarah yang mulai rusak dan bahkan hilang tertelan modernisasi.perkembangan kotajakarta yang dirasa semakin tidak terkendali seharusnya dibatasi dengan perencanaan yang juga memperhatikan perkembangan sejarah kota dengan nilai sejarah dan budaya yang membentuk identitas kota. Kawasan bersejarah di Kota Tua Jakarta serta bangunan-bangunan peninggalannya harus dipertahankan misalnya dengan melakukan konservasi dan revitalisasi. Gambar 1. Hotel Des Indes (kiri) yang Menjadi Komplek Duta Merlin (kanan) Sumber:google.co.id, 5 Maret 2015 Gambar 2. Perbandingan Keadaan Gedung Ex-Chartered Bank Sumber : lwg dmo kota tua akses 5 Maret 2015, dokumentasi pribadi 1

2 Revitalisasi adalah rangkaian upaya atau proses memvitalkan atau menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Selain sebagai upaya perlindungan bangunan peninggalan sejarah, revitalisasi diharapkan dapat meningkatkan vitalitas kawasan lama melalui program perencanaan dan pelaksanaan yang mampu menciptakan kualitas ruang publik yang baik serta menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta melalui promosi identitas kota sebagai penggerak pariwisata domestik dan internasional. Sesuai dengan pedoman dari UNHABITAT tentang Permukiman Berkelanjutan dengan fokus konservasi dan rehabilitasi bangunan bernilai sejarah dan budaya. Bangunan dengan nilai sejarah dan budaya merupakan aset penting yang harus dipertahankan untuk mendukung kelangsungan ekonomi, sosial, dan budaya. Gambar 3. Prasasti peletakan batu pertama Sumber :dokumentasi pribadi Dalam upaya revitalisasi pemerintah sebagai pihak berwenang sebenarnya telah berusaha untuk melakukan perlindungan terhadap cagar budaya dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992. Secara tertulis, undang-undang ini serta undang-undang terbaru tentang cagar budaya (UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya) sudah cukup kuat keberadaannya untuk menjadi pelindung cagar budaya terhadap ancaman kerusakan, namun kenyataannya masih banyak bangunan cagar budaya yang mengalami kerusakan atau bahkan hilang. Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai salah satu warisan budaya yang berhubungan dengan sejarah perkembangan kota Jakarta sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah serta masyarakat sekitar. Dalam upaya revitalisasi tidak memungkinkan bila pemerintah bekerja sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi. Oleh karena itu masyarakat juga harus

3 dilibatkan bukan hanya sebagai pengguna tetapi juga sebagai pengupaya dengan tujuan dapat menimbulkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab dalam proses revitalisasi bangunan di Kawasan Kota Tua Jakarta. Pada 13 Maret 2014, revitalisasi bangunan-bangunan peninggalan sejarah di Jakarta mulai dijalankan secara nyata oleh Pemda DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta yang bekerja sama dengan konsorsium perusahaan swasta (PT. JOTRC), yayasan peduli bangunan tua dan sejarah serta BUMN ini direncanakan pada 85 bangunan dimana angka tersebut akan terus bertambah seiring banyaknya bangunan penting yang harus direvitalisasi. Tidak hanya secara fisik bangunan, revitalisasi menurut JEFORAH (PT.JOTRC) ditujukan untuk mengaktifkan kegiatan-kegiatan berbasis seni dan budaya hingga industri kreatif sehingga gedung yang sudah direvitalisasi dapat terus bertahan di masa yang terus berkembang ini. (jeforah.org) Gambar 4. Gedung Ex-Chartered Bank Sumber :LWG KotaTua akses 5Maret 2015, dokumentasi pribadi Bangunan gedung di Kawasan Kota Tua Jakarta yang saya angkat untuk direvitalisasi terletak di Jalan Kali Besar Barat No.1-2 yaitu Gedung Ex-Chartered Bank.Bangunan cagar budaya yang sekarang menjadi aset Bank Mandiri ini dibangun pada tahun 1920, yaitu era dimana perdagangan Hindia Belanda sedang jaya dan gencar melakukan pembangunan di kota Batavia bagian utara, dengan Edward Cuypers (1859-1927) sebagai arsiteknya. Pada mulanya gedung ini digunakan sebagai kantor cabang Chartered Bank of India, Australia, and China di Batavia. Kemudian pada 2 Maret 1965 diserahkan pengelolaan kepada Bank Umum Negara (BUNEG) yang kemudian menjadi Bank Bumi Daya (BBD) pada akhir tahun 1968. Dengan ciri khas kubah kecoklatanyang menghiasi sudut depan gedung ini memegahkan bangunan berkonstruksi beton bertulang dan dinding bata yang mencirikan arsitektur khas kolonial modern neo-klasik abad 20 yang berfasad warna putih, memiliki elemen lengkung pada bidang dinding, berjendela besar, memiliki atap kubah, dengan hiasan kolom dorik yang terlihat menjulang menopang bagian

4 atap bangunan.gedung ini memiliki hiasan kaca patri dengan gambar aktifitas manusiaseperti orang pergi ke pasar, orang membawa getah karet, orang menumbuk padi, orang membawa ikan, sebagai ciri khas dari Gedung Ex-Chartered Bank ini. Gedung ini memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai bukti fisik perkembangan kawasan Kota Tua Jakarta khususnya pada masa pemerintahan kolonial di era perdagangan Hindia Belanda yang sedang maju pesat. Bangunan berteknologi tinggi di eranya yaitu dengan sistem struktur beton bertulang dengan adaptasi terhadap lingkungan tropisyang dapat dipelajari sebagai nilai ilmu pengetahuan bangunan kolonial modern tersebut. Gedung ini juga menyimpan potensi besar untuk menunjang kawasan Oud Batavia atau Kota Tua Batavia sebagai lokasi tujuan wisata. Karena berada di kawasan yang strategis dengan nilai ekonomi tinggi, sangat dimungkinkan bangunan Gedung Ex-Chartered Bank untuk direvitalisasi tanpa mengabaikan aspek konservasi bangunan cagar budaya. Sehingga ragam arsitektur, unsur budaya, serta kegiatan ekonomi akan hidup dan tumbuh bersama. Hal revitalisasi bangunan Gedung Ex-Chartered Bank ini cukup mendukung program Pemda DKI Jakarta dan JEFORAH (JOTRC) dalam rencana merevitalisasi Kota Tua Jakarta yang ingin menghidupkan Kota Tua Jakarta yang bukan hanya terfokus hanya pada pelestarian cagar budaya tetapi juga membuat Kota Tua sebagai tempat untuk bekerja, hidup, dan bermain dengan mempromosikan Kota Tua Jakarta sebagai area pariwisata dan tujuan investasi.sehingga aset Jakarta ini dapat dilindungi untuk kepentingan masyarakat Jakarta. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayah Kota Jakarta Barat, merencanakan Gedung Ex-Chartered yang ada di Jalan Kali Besar Barat ini masuk dalam zona K1 yang merupakan kawasan perkantoran. Sebagai penunjang kawasan pariwisata Kota Tua, wilayah Kali Besar direncanakan menjadi kawasan dengan fungsi seni dan budaya atau industri kreatif (sumber:jeforah). Oleh karena itu, Gedung Ex-Chartered Bankakan difungsikan kembali menjadi kantor industri kreatif. Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sub-sektor bidang yang termasuk dalam indutri kreatif antara lain yaitu periklanan, arsitektur, pasar seni atau barang antik, kerajinan, desain grafis, desain interior, desain produk dan industri, fashion (mode), sinematografi,

5 videografi, fotografi, permainan interaktif, musik, pertunjukan, penerbitan, percetakan, layanan computer dan piranti lunak, radio dan televisi, riset dan pengembangan. Dari sekian banyak sub-sektor dari industri kreatif seperti arsitektur, periklanan, desain grafis, fotografi, sinematografi, dan lain sebagainya, dipilih sektor fashion atau mode dimana sandang merupakan hal pokok yang harus dipenuhi dan industri mode Indonesia mulai marak diperhatikan di ruang lingkup baik nasional maupun internasional selain itu sektor desain mode merupakan salah satu industri yang selalu terbarui dan target pasar cukup baik dimana masyarakat senang mengikuti tren baik di dalam maupun luar negeri, terutama perempuan. Gedung Ex- Chartered Bank yang akan difungsikan kembali menjadi gedung kantor dari perancang busana (fashion designer) atau fashion design center menjadi wadah bagi perancang busana pemula untuk mengembangkan potensi mereka serta sebagai sarana yang memfasilitasi akses antara perancang dengan klien yang ingin memesan busana yang dipamerkan melalui pameran baik dalam bentuk runway ataupun retail. Gambar 5. Keadaan Gedung Ex-Chartered Bank Sumber : dokumentasi pribadi 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana merevitalisasi Gedung Ex- Chartered Bank di Kawasan Kota Tua Jakartayang dulu difungsikan sebagai bank agar tetap dapat bertahan di masa sekarang ini?

6 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi desain yang baik untuk diaplikasikan pada GedungEx- Chartered Bank yang dulu difungsikan sebagai Bank menjadi fungsi yang dapat membuat bangunan cagar budaya tetap bertahan di masa sekarang inidengan memperhatikan faktor konservasi. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah elemen ruang dalam dari GedungEx-Chartered Bank di kawasan Kota Tua Jakarta dengan pendekatan desain yang berkelanjutan yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi dan memberikan solusi desainuntuk GedungEx-Chartered Bank di kawasan Kota Tua Jakarta dari segi desain interior. 1.5 State of The Art Jony Wongso (2006) menyatakan bahwa revitalisasi bangunan ataupun kawasan sejarah sebaiknya adalah perencanaan yang berkelanjutan yang dapat menimbulkan efek positif terhadap masyarakat sekitar misalnya peningkatan ekonomi yang dapat memperpanjang nyawa dari suatu bangunan atau kawasan peninggalan sejarah agar dapat tetap bertahan di masa modernisasi. Misalnya dengan memfungsikan kembali bangunan peninggalan sejarah menjadi penggerak ekonomi seperti hotel, restoran, ataupun membuka lapangan kerja lainnya yang bergerak di bidang pariwisata (Fabian S. Kigadye, 2011) Proses revitalisasi kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota dengan pembangunan yang berkelanjutan dengan menggunakan kembali bangunan sesuai dengan fungsi sekarang (Yu Yifan, Li Kongsan, Shu Shenglan, 2012). Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik, perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (Jony Wongso, 2006). Revitalisasi fisik sendiri berlingkup pada kajian bangunan, melindungi bangunan melalui kegiatan pemeliharaan, konservasi dan pemugaran, dan penambahan fasilitas pendukung (Ibnu Mardhani, Candra Gunawan, 2011).

7 Aspek ekonomi yang dimiliki oleh bangunan peninggalan yang baiknya diaplikasikan dalam proses konservasi bangunan peninggalan, yang pertama, promosi tentang bangunan peninggalan sejarah merupakan perkembangan ekonomi. Kedua, konservasi dan restorasi bangunan peninggalan sejarah adalah lokasi promosi kota. Ketiga, bangunan peninggalan sejarah merupakan stimulan untuk industri pariwisata. Keempat, bangunan peninggalan sejarah merupakan investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan. Kelima, preservasi bangunan peninggalan sejarah berkontribusi dalam perkembangan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan (Jörg Haspel, 2011). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses revitalisasi dapat dimulai dari aspek fisik dan kemudian dilanjutkan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dengan memasukkan fungsi baru misalnya di bidang pariwisata atau membuka lapangan kerja lainnya sehingga bangunan bersejarah atau bangunan cagar budaya dapat berkontribusi dalam perkembangan ekonomi dan lingkungannya.