Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau. Kardiyono

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

LIA RAMDEUNIA. Aktivitas Ekstrak Daun, Ranting dan Biji Suren (Toona sureni

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BEBERAPA ASPEK BlOLOGl. PADA TlGA VARIETAS KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

commit to users I. PENDAHULUAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

Anang Mulyantana. Abstrak

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

Oleh Yos Wahyu Harinta Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Jl.Letjen Sujono Humardani No.1,Sukoharjo

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

Transkripsi:

Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau Kardiyono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa Km 01 Ciruas Serang Banten Abstrak Kerusakan kacang hijau akibat hama gudang dapat mencapai 70 persen. Mengingat besarnya persentase kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga Callosobruchus chinensis maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukan untuk menjaga agar tingkat kerusakan tetap berada dibawah ambang ekonomi. Pengendalian hama gudang biasanya dilakukan dengan insektisida sintetik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam pada biji kacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobruchus maculatus dalam stadium Larva, pupa dan imago pada konsentrasi. Penelitian dilakukan di laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dimulai pada Desember 2007 Januari 2008. Penelitian dilakukan dengan membandingkan bahan pengendali berupa abu sekam dan minyak goreng dengan kosentrasi masing-masing abu sekam ( 0 %, 0.5%, 1 % dan 2,5 %), sedangkan minyak goreng (0 %, 0,1%, 0,25% dan 0.5%). Data yang diamati adalah menghitung jumlah larva, pupa dan imago. Data selanjutnya dianalisis secara statistik dengan minitab versi 14. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunan minyak goreng lebih effektif dibandingkan penggunaan abu sekam dalam mengendalikan perkembangan hama C. maculatus, hal ini terlihat dari menurunnya populasi hama dibandingkan dengan perlakuan abu sekam. Selanjutnya kosentrasi minyak goreng juga mempengaruhi populasi larva, pupa dan imago C. maculatus. Kata Kunci : Kacang hijau, hama gudang dan pengedalian 1

PENDAHULUAN Salah satu sumber bahan pangan yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia adalah kacang hijau. Kacang hijau (Phaeseolus radiatus L.) mempunyai nilai ekonomi nomor tiga dalam kelompok tanaman kacang-kacangan di Indonesia, setelah kedelai dan kacang tanah. Produksi kacang hijau di Indonesia masih sangat rendah yaitu ratarata 400 kg biji per hektar. Salah satu penyebab rendahnya hasil tersebut karena serangan hama dan penyakit tanaman. Kerusakan oleh hama dan penyakit tidak terbatas pada tanaman yang masih ada dilapangan, tetapi juga pada hasil yang telah dipanen dan disimpan (Suprapto dan Sutarman, 1982). Hama pasca panen yang sering menimbulkan kerusakan pada kacang hijau, baik yang akan digunakan untuk konsumai maupun untuk benih adalah serangga Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera:Bruchidae). Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga tersebut mencapai 70 persen. Mengingat besarnya persentase kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga Callosobruchus chinensis maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukan untuk menjaga agar tingkat kerusakan tetap berada dibawah ambang ekonomi. Pengendalian hama gudang biasanya dilakukan dengan insektisida sintetik, seperti piretroid sintetik, metil bromida dan fosfin (Champ dan Dyte 1977 dalam Kim dan Ahn 2001). Sampai saat ini pengendalian hama pasca panen pada biji kacang hijau umumnya melalui fumigasi dengan menggunakan insektisida sintetik. Namun penggunaan insektisida sintetik yang kurang bijaksana dapat menyebabkan efek samping seperti kematian organisme bukan sasaran, terjadinya resistensi dan resurjensi, serta adanya residu insektisida pada bahan yang disimpan. Oleh karena itu perlu upaya untuk mencari alternatif pengendalian lain yang dapat menekan Callosobruchu spp. ini tapi mampu mengurangi efek samping dari pengendalian yang dilakukan. (Saputro, 2005). Teknik alternatif untuk pengendalian hama komoditas terdiri dari berbagai cara yaitu (1) Pengelolaan hama terpadu (2) Perlakuan dingin (3) Perlakuan panas (4) Debu lembam /inert dust (5) Atmosfir terkendali dan termodifikasi (6) Pestisida kontak dan (7) Fosfin dan fumigan lain. Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menerapkan pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu komponen PHT adalah melakukan pengendalian hayati (biological control) yang merupakan salah satu alternatif 2

pengendalian hama yang dapat memelihara lingkungan secara alami. Tulang punggung pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami yang dapat meningkatkan mortalitas dan menurunkan kepadatan populasi hama (Horn, 1988). Oleh karena itu dalam pengendalian hayati terdapat introduksi predator dan parasitoid. Menurut Mills (2000), introduksi parasitoid lebih penting dan lebih berhasil membatasi populasi serangga ham sampai 75 %. Teknik penggunaan debu lembam pada awalnya menggunakan abu gosok, pasir dan tanah lempung untuk melindungi biji-bijian ditempat penyimpanan. Dalam perkembangannya berbagai jenis debu lain digunakan dan hasilnya lebih efektif seperti tanah diatom (diatomaceous earth), bubuk silika atau campuran keduanya. Debu lembam dapat membunuh serangga karena sifatnya yang abrasif yang dapat merusak struktur kulit (kutikula) serangga sehingga terjadi penguapan air dari tubuh serangga dan akhirnya dehidrasi dan mati (Hidayat, 2006) Kelebihan teknik ini adalah tidak memerlukan alat khusus, tidak beracun, mudah dilakukan dan tidak mempengaruhi kualitas biji-bijian yang disimpan. Kekurangannya adalah hanya dapat diaplikasikan pada jenis biji-bijian tertentu saja, perlu waktu relatif lama, apabila komoditas akan dikonsumsi maka debu harus dibersihkan dahulu, serta dapat menyebabkan abrasi pada alat (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam pada biji kacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobruchus maculatus dalam stadium Larva, pupa dan imago pada konsentrasi. METODOLOGI Penelitian dilakukan di laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dimulai pada tanggal 13 Desember 2007 17 Januari 2008. Bahan yang digunakan adalah Serangga Callosobruchus maculatus Motsch sebanyak 20 ekor/perlakuan, kacang hijau 160 gr/perlakuan, abu sekam, minyak goreng. Sedangkan alat yang digunakan yaitu imbangan analis, pipet volume 1 ml, gelas plastik + tutup, ayakan tepung, dan nampan (baki plastik). Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua jenis bahan pengendali hama berupa abu sekam, minyak goreng dan kontrol (tanpa perlakuan), selanjutnya masing-masing perlakuan tersebut disusun sebagai berikut: 3

Bahan pengendali minyak goreng Konsentrasi 0.1 % = 0,16 ml + 160 gr kacang hijau Konsentrasi 0.25 % = 0,4 ml + 160 gr kacang hijau Konsentrasi 0,5 % = 0,8 ml + 160 gr kacang hijau Bahan pengendali abu sekam : Kontrol ( 0 % ) = Tanpa abu sekam + 160 gr kacang hijau Konsentrasi 0.5 % = 0,8 gr + 160 gr kacang hijau Konsentrasi 1 % = 1,6 gr + 160 gr kacang hijau Konsentrasi 2.5 % = 4 gr + 160 gr kacang hijau Pengamatan dan perhitungan dilakukan setelah 4 minggu pasca perlakuan, dengan cara melakukan pembelahan pada masing-masing kacang hijau dengan pisau kecil. Variabel yang diamati adalah larva, pupa, dan imago. Data selanjutnya dilakukan analsisis secara diskriptif meliputi pertumbuhan (populasi), kematian dan efektivitas pengendalian. HASIL DAN PEMBAHASAN Efek penggunaan abu sekam dan minyak goreng terhadap Populasi Serangga Dari data pengamatan didapatkan bahwa penggunaan minyak goreng pada konsentrasi tertinggi 0.5 % sangat efektif dalam mengendalikan populasi hama C. Maculatus. Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah imago yaitu 18.5 ekor, sedangkan pada stadium larva dan pupa tidak ditemukan. Pengaruh pemberian konsentrasi minyak goreng pada kacang hijau terlihat sangat signifikan, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak maka semakin kecil rata-rata populasi hama C. maculatus yang ditemukan Tabel 1. Pengaruh pemberian minyak goreng terhadap hama C. maculates Minyak goreng (%) Unit 0 0.1 0.25 0.5 pengamatan larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa imago larva pupa Imago 1 0 6 109 5 0 19 0 0 18 0 0 20 2 193 0 20 0 0 20 0 0 20 0 0 20 3 0 0 115 0 0 43 0 0 20 0 0 16 4 55 26 158 0 0 27 0 0 21 0 0 20 5 0 0 145 0 0 21 0 0 17 0 0 16 6 0 0 109 0 0 20 0 0 23 0 0 16 7 50 22 140 0 0 30 0 5 18 0 0 20 8 0 0 122 0 0 24 0 0 20 0 0 20 Rata-rata 37.25 6.75 114.8 0.63 0 25.5 0 0.63 19.63 0 0 18.5 4

Penggunaan minyak goreng sebagai alternatif pengendalian serangan hama C. maculatus sangat efektif. Hal ini diduga karena minyak goreng mengandung senyawa-senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap hama C. maculatus. Senyawasenyawa Trigliserida banyak terkandung dalam minyak goreng meracuni hama dalam stadium larva dan imago dimana pada stadium ini hama aktif memakan kacang hijau yang telah diberi minyak goreng. Minyak goreng bersifat melicinkan permukaaan biji kacang hijau sehingga menyulitkan imago untuk meletakkan telur dipermukaan biji dan mengakibatkan rendahnya populai dari hama tersebut. Serangga C. maculatus menyukai permukaan biji-bijian yang halus untuk meletakkan telurnya. Kandungan kimia yang terdapat pada minyak goreng memiliki daya toksisitas yang tinggi sehingga imago tidak dapat bertahan hidup/siklus hidup lebih singkat dan menyebabkan kematian imago sebelum sempat bertelur. Kelemahan penggunaan minyak goreng diantaranya adalah minyak yang digunakan dapat menimbulkan bau yang tidak enak (tengik) karena minyak mengandung asam lemak yang jika dibiarkan terlalu lama pada udara kamar dapat teroksidasi dan menimbulkan bau. Penggunaan minyak dilakukan untuk penyimpanan yang tidak lama dan dengan konsentrasi serendah mungkin. Dari Tabel 2. didapatkan bahwa penggunaan abu sekam pada konsentrasi 1% lebih efektif dalam mengendalikan hama C. maculatus dibandingkan konsentrasi tertingginya 2.5%, hal ini diduga adanya ketidak seragaman antara hama yang digunakan baik umur, sex ratio (perbandingan jantan /betina) dan adanya hidden infestation (Infestasi tersembunyi) yang terbawa pada biji kacang hijau karena tidak dilakukan pemberian insektisida diawal perlakuan. Tabel 2. Pengaruh pemberian abu sekam terhadap hama C. maculates Abu sekam (%) Unit 0 0.5 1 2.5 pengamatan larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa Imago larva pupa Imago 1 0 0 88 0 0 128 0 0 74 0 0 187 2 141 0 20 215 0 20 180 0 20 165 0 20 3 0 0 297 0 0 235 0 0 93 0 0 70 4 42 30 112 32 18 94 17 12 82 20 17 58 5 0 0 106 0 0 92 0 0 62 0 0 138 6 0 0 164 145 87 161 0 0 23 25 5 85 7 30 21 98 35 10 90 16 14 70 15 10 70 8 0 0 68 0 0 98 0 0 28 0 0 126 Rata-rata 26.6 6.38 119 53.4 14.4 115 26.6 3.25 56.5 28.1 4 94.3 5

Pemakaian abu sekam sebagai salah satu perlakuan untuk pengendalian hama C. maculatus seharusnya cukup efektif karena abu sekam mengandung silika yang cukup tinggi 35 % yang dapat menyebabkan gesekan (abrasif) pada tubuh serangga sehingga serangga terluka dan mengakibatkan dehidrasi yang akhirnya menyebabkan kematian. Nilai yang berfluktuasi pada pemakaian abu sekam menunjukan bahwa konsentrasi yang digunakan kurang efektif dan ditambah oleh adanya faktor-faktor ketidak seragaman pada serangga uji. Kemungkinan dengan konsentrasi yang lebih tinggi didapatkan mortalitas yang tinggi pada populasi hama C. maculatus. Dari kedua perlakuan pengendalian terhadap serangga hama C. maculatus pada komoditas kacang hijau, penggunaan minyak goreng lebih efektif menghambat perkembangan populasi hama dibandingkan dengan penggunaan abu sekam. Kerusakan biji akibat serangan C. maculatus Penilaian kerusakan selama penyimpanan 34 hari merupakan kerusakan yang ditimbulkan dalam satu siklus hidup serangga. Perkembangan atau pertumbuhan serangga diharapkan dapat berjalan secara optimal mengingat jumlah pakan tersedia dengan cukup dan lingkungan berupa kelembaban dan temperatur sesuai dengan yang diinginkan serangga. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat hama gudang C. malculatus memberikan pengaruh kerusakan yang sangat nyata terhadap biji kacang hijau yang disimpan. Kerusakan dapat terlihat dari jumlah biji yang telah berlubang sehingga kandungan gizi dari kacang hijau berupa protein, karbohidrat, lemak dan vitamain telah berkurang bahkan habis. C. maculatus merupakan hama primer dimana hama ini sangat menyukai atau akan menyerang pada bahan pangan yang masih utuh (Harahap, I, 2006). Telur diletakan pada permukaan biji dan selanjutnya telur akan mengalami perubahan menjadi larva, pupa dan imago. Stadium Larva merupakan stadium yang akan merusak atau memakan endosperm dalam biji hingga secara visual biji akan berlubang (Tauthong dan Wanleelag, 1978). Tingkat kerusakan bahan pangan yang disimpan mempunyai korelasi positif terhadap populasi serangga yang dijumpai dalam tempat penyimpanan. Semakin tinggi kerusakan bahan pangan maka semakin tinggi pula jumlah serangga yang ditemukan (Purwanto et al, 1999). Biji kacang hijau yang belum berlubang umumnya terdapat warna bintik-bintik kuning yang merupakan telur dari C. malculatus. Secara organoleptik melalui visual 6

jelas biji tersebut tidak menarik untuk dikonsumsi. Setelah dilakukan pembelahan biji yang telah diselimuti oleh telur umumnya ditemukan larva serangga. Telur yang baru diletakan berwarna keputih-putihan (Kalshoven, 1981). Selanjutnya warna putih berubah menjadi kekuning-kuningan dan ada bintik hitam di salah satu ujungnya. Titik hitam tersebut akhirnya terlihat jelas merupakan kepala larva apabila telur hampir menetas. Telur diletakan secara tunggal pada permukaan biji, berbentuk lonjong dengan ukuran lebih kurang 0,57 mm. Stadium telur berkisar antara 4 6 hari pada suhu 3O o C dan kelembaban (RH) 95 100 %. Dengan demikian jika biji kotiledon atau endosperm telah mengalami kerusakan maka biji tersebut digunakan untuk benih maka akan mengalami penurunan daya kecambah. Berdasarkan aroma biji yang telah mengalami serangan serangga juga ditemukannya bau yang tidak sedap atau khas yang merupakan hasil sekresi dari serangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat serangan dalam bentuk fisik yaitu kehilangan atau penurunan bobot (berat). Kerugian dari segi mutu, yaitu hancurnya bahan simpan, pencemaran bagian tubuh serangga dan hasil ekskresi serangga. Dari segi kimia, kerugian yang timbul antara lain adanya kandungan mikotoksin, penurunan kandungan gizi karena degradasi komponen nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Pengaruh perlakuan biji terhadap populasi C. maculatus Pengendalian hama gudang terkait dengan penciptaan lingkungan yang tidak diharapkan untuk pertumbuhan atau perkembangan serangga (Soekarto et al, 1996). Beberapa perlakuan yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan tersebut adalah dengan penambahan bahan-bahan menggangu siklus hidup, peletakan telur, mengandung racun dan bahan yang dapat melukai serangga. Perlakuan biji dengan menggunakan abu sekam dan minyak serta kontrol memberikan respon yang berbeda terhadap tingkat kerusakan biji serta jumlah populasi serangga yang ditemukan. Kerusakan yang paling tinggi terjadi pada biji dengan perlakuan 0,5 % dan kontrol. Dimana pada perlakuan tersebut ditemukan imago dengan jumlah 114 ekor atau dengan kata lain terjadi peningkatan 5,7 kali lipat dibandingkan dengan serangga yang diinfestasikan. Hal ini sesuai dengan Munro (1966) dalam Slamet, (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat serangan hama gudang Callosobruchus spp. dapat mencapai 70 %. 7

Pada perlakuan penambahan minyak memberikan efek penghambatan pertumbuhan yang cukup baik, hal ini dilihat dari jumlah serangga (larva, pupa dan imago) dalam jumlah yang terbatas atau bahkan serangga yang diinfestasikan tidak dapat berkembang. Pengendalian serangga menggunakan minyak dapat efektif diduga minyak memiliki sifat fisik licin dan secara kimia mengandung trigliserida sehingga mengganggu siklus hidup serangga. Peluang terganggunya siklus serangga terutama pada saat peletakan telur imago. Biji yang licin karena pengaruh minyak menyebabkan telur dari serangga tidak dapat menempel dalam biji. Jika pada kondisi normal jumlah telur yang diletakkan oleh seekor imago betina bisa mencapai 150 butir menurut Kolshoen (1981). Dengan terganggunya kondisi tersebut jumlah telur yang diletakan dalam jumlah terbatas. Berdasarkan pengamatan pada kosentrasi 1 % tidak ditemukan telur dalam biji, sedangkan pada kosentrasi 0,5 dan 0,25 % jumlah telur semakin meningkat. Terganggunya fase peletakan telur berkorelasi terhadap populasi serangga. Berdasarkan hasil pengamatan semakin sedikit jumlah telur yang diletakan pada biji maka semakin sedikit pula populasi serangga yang ditemui. Pada perlakuan minyak 1 % Imago C. maculatus yang ditemukan berjumlah kurang dari 20 ekor. Dengan demikian infestasi serangga yang dimasukan kedalam tempat penyimpanan tidak dapat berkembang selama siklus hidupnya. Pada perlakuan abu sekam tidak terlihat jelas efek penghambatan terhadap serangga C. maculatus selama penyimpanan. Kandungan abu sekam berupa silika diharapkan mampu merusak struktur morfologi yaitu kerusakan kulit atau bagian permukaan dari serangga sehingga akan mengganggu proses metabolisme dan akan mengalami kematian (Harahap, 2006). Namun demikian berdasarkan pengamatan penambahan kosentrasi semakin tinggi (2,5%) ternyata populasi serangga justru semakin tinggi (larva, pupa dan imago) dan kerusakan biji semakin parah. Tidak efektifnya abu sekam dalam mengendalikan serangga diduga karena kandungan silika dalam abu sekam tidak dapat melukai serangga tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya kualitas dan kuantitas silika dalam abu sekam. Namun demikian dugaan tersebut dapat tidak tepat mengingat dalam percobaan ini tidak dilakukan analisis kandungan silika abu sekam. Silklus hidup Imago Callosobruchus spp. dari telur sampai imago melalui empat tingkat perkembangan yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur yang baru diletakkan berwarna keputih-putihan. Telur diletakkan secara tunggal pada permukaan biji, 8

berbentuk lonjong dengan ukuran kira-kira 0.57 mm. Stadium telur berkisar antara 4-6 hari pada suhu 30 o C dan RH 95-100%. Banyaknya telur yang diletakkan berkisar antara 9-63 butir. jumlah telur yang dapat diletakkan oleh seekor imago betina bisa mencapai 150 butir. Telur yang hampir menetas, pada salah satu ujungnya akan terlihat bintik coklat yang merupakan bakal kepala larva (Yotania, 1994). Jenis kelamin C. chinensis dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri antenanya. Antena imago betina berbentuk serrate sedangkan imago jantan berbentuk pectinate. Gambar 1. Proses peletakan telur, larva, pupa dan imago pada biji kacang hijau Larva yang baru keluar dari telur berwarna keputih-putihan dengan kepala berwarna coklat. Larva ini langsung menggerek ke dalam kotiledon biji. Larva tetap tinggal didalam biji sampai menjadi imago. Stadium larva berkisar antara 9-11 hari pada suhu 30 o C dan RH 95-100%. Larva mengalami tiga kali ganti kulit sebelum menjadi pupa. Callosobruchus terdiri dari empat instar larva. Pertumbuhan larva yang sudah mencapai instar empat merupakan stadia yang telah memakan sebagian isi biji dan larva berada dibawah kulit biji. Larva akhirnya berpupa dibagian tersebut sampai menjadi imago. Stadium pupa berkisar antara 2 4 hari pada suhu 30 o C dan RH 95-100%. Pupa berwarna putih kekuningan. Bentuknya menyerupai serangga dewasa, tetapi semua bagian tubuhnya belum dapat digerakkan. Pupa bertipe eksarata (Yotania, 1994). 9

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penggunaan minyak goreng mempunyai kemampuan lebih efektif pada pengendalian hama C. Maculatus pada penyimpanan kacang hijau dibandingkan dengan penggunaan abu sekam padi. 2. Dosis 0.5 % minyak goreng mampu mengendalikan hama C. Maculatus dengan indiktaor tidak ditemukan stadium larva dan pupa serta ditemukan imago 18.5 ekor. Saran Penelitian ini belum mempertimbangkan kelayakan ekonomis karena dilakukan dalam skala laboratorium. Agar teknologi ini memberikan manfaat pada pengguna maka diperlukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan skala skala ekonomis. DAFTAR PUSTAKA Dobie P, Haines CP, Hodges RJ, Prevet PF, Rees DP. 1991. Insect and Arachnids of Tropical Stored Product, Their Biology and Identification (A. Training Manual) United Kingdom, Natural Resources Institute. Harahap I. S., 1993. Penuntun Praktikum Ilmu Hama Gudang (Kunci Identifikasi Hama Gudang). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harahap I. S. 2005. Hama Primer dan Sekunder (Kuliah 2). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayat, P. 2006 Munuju Penghapusan Penggunaan Metil Bromida Di Pergudangan Di Indonesia. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PA van der Laan, penerjemah. Jakarta, Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kim DH and Ahn YJ, 2001. Contact and Fumigant Activities of Foeniculum vulgarefruit against Three Coleoptera Stored-Product Insect. Pest Manag. Sci 57:301-306. Saputro B., 2005 Mortalitas dan Penghambatan Aktivitas Peneluran Callosobruchus spp. (COLEOPTERA:BRUCHIDAE) Yang Diperlakukan Tepung Dan Minyak Enam Spesies Tumbuhan. 10

Suprapto HS. Dan Sutarman T., 1982. Bertanam Kacang Hijau, Jakarta : Penebar Swadaya. Yotania K,. 1984 Beberapa Aspek Biologi Callosobruchus maculatus FABRICATUS (Coleoptera: Bruchidae) Pada tiga Varietas Kedelai (skripsi), Bogor, Jurusan HPT, Faperta, IPB. 11