PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA / KELURAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA / KELURAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG

10. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 19 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2005 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA ( POKJA ) PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN BADUNG

A. Gambaran Umum Daerah

Pendahuluan. Bab. A. Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2014

ABSTRAK. Kata Kunci: Kejelasan Sasaran Anggaran, Sistem Pelaporan, Audit Kinerja, dan Akuntabilitas.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. governance) merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan dalam rangka mencapai

BAB I. Bogor. Kota. Laporan. Pemerintah. daerah mengerahkann. Karena. tata kelola. banyak kelebihbaikan. pemerintahan. masyarakat. yang.

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SORONG PENDAHULUAN BAB I. A. Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Prov. Sulawesi Selatan BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 I - 1

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG LOKASI PENGELOLAAN PEMBANGUNAN WILAYAH TERPADU ( PPWT ) KABUPATEN BADUNG

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LKjIP KABUPATEN BADUNG T A H U N

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

I. DAFTAR NOMOR POLISI KENDARAAN PERORANGAN DINAS DAN KENDARAAN DINAS OPERASIONAL/ JABATAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Review PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN ANGGARAN2013

PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KETENTUAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG,

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REVIU RENCANA KINERJA TAHUNAN KABUPATEN BADUNG T A H U N KATA PENGANTAR

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

Lubuklinggau, Mei 2011 BUPATI MUSI RAWAS RIDWAN MUKTI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

Untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien dan efektif, penilaian dan pelaporan kinerja

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KATA PENGANTAR. Semoga Dokumen ini bermanfaat serta dapat dijadikan bahan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Badung.

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG BAB IV PENUTUP

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

PERUBAHAN INDIKATOR KINERJA UTAMA

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB III Visi dan Misi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip good governance

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BUPATI BULELENG PROPINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI BULELENG NOMOR 042/384/HK/2017

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

Rencana Strategis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II. A. Struktur Organisasi. Pemerintah Kota Bandung

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAPPEDA Planning for a better Babel

BUPATI BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola Pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel (good governance) merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan legitimate sehingga penyelenggaraaan pemerintahan dan an pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme. Penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and services dan dalam praktek terbaiknya biasa disebut dengan Good Governance. Agar ini bisa terselenggara dengan baik maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah, private sector dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya koordinasi yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan tantangan tersendiri. Melihat perkembangan yang terjadi sampai dengan saat ini, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Termasuk pula keharusan pemerintah untuk terus melakukan regulasi dan restrukturisasi berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan iklim usaha yang lebih kondusif dan kehidupan masyarakat yang lebih nyaman dan sejahtera. Dalam upaya menggerakkan segenap potensi pembangunan yang ada di daerah, diperlukan perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat dan berkelanjutan,sistematik, terarah, terpadu, menyeluruh serta senantiasa tanggap terhadap perubahan dan tantangan yang semakin berat. Dalam hal perencanaan pembangunan daerah, capaian tujuan dan sasaran pembangunan yang dilakukan tidak hanya mempertimbangkan visi dan misi 1

daerah, melainkan kondisitasnya dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada lingkup pemerintahan tingkat provinsi dan Nasional. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan berorientasi pada hasil merupakan harapan semua pihak. Berkenaan dengan harapan tersebut diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka di terbitkan Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam undang-undang tersebut diatas disebutkan bahwa azas-azas umum penyelenggaraan negara meliputi kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas dan profesionalitas serta akuntabilitas. Azas akuntabilitas adalah setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sesuai dengan Instruksi Presiden republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, setiap Pemerintah Daerah (Pejabat Eselon II ) diminta untuk menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah kepada Presiden, sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi Pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik setiap akhir tahun anggaran. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang 2

dipercayakan kepada setiap Instansi Pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. Disamping itu LAKIP juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai kinerja dan alat pendorong terwujudnya good governance. Dalam perspektif yang lebih luas, maka Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) berfungsi sebagai media pertanggungjawaban kepada publik. Bertitik tolak dari RPJMD Kabupaten Badung Tahun 2010 2015, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Badung dan mengacu Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, maka LAKIP Tahun 2013 berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran tersebut disajikan berupa informasi mengenai pencapaian sasaran RPJMD, realisasi pencapaian indikator sasaran disertai dengan penjelasan yang memadai atas kinerja dan pembandingan capaian indikator kinerja. Dengan demikian, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Badung yang menjadi laporan kemajuan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Badung kepada Presiden ini telah disusun dan dikembangkan sesuai peraturan yang berlaku. Realisasi yang dilaporkan dalam laporan akuntabilitas kinerja ini merupakan hasil kegiatan Tahun 2013. Dalam lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tanggal 15 juni 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah disebutkan bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari setiap Kabupaten/Kota disampaikan kepada Presiden/Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Gubernur/Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kepala Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 3

Pelaksanaan penyusunan LAKIP Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2013 dengan memperhatikan kepada peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan LAKIP, yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan NegaraYang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ; 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Negara Yang bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme ; 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah ; 7. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ; 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Badung Tahun 2010-2015 ; 4

11. Peraturan Bupati Badung Nomor 1 Tahun 2012 tentang Indikator Kinerja Utama ( IKU ) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Badung Nomor 54 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Badung Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Indikator Kinerja Utama ( IKU ) di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung ; 12. Penetapan Kinerja Pemerintah Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2013. 1.2. Gambaran Umum Daerah 1.2.1 Kondisi Geografis Daerah Secara geografis, wilayah Kabupaten Badung terletak antara 8 0 14 20-8 0 50 48 Lintang Selatan dan 115 0 05 00-115 0 26 16 Bujur Timur. Kabupaten Badung merupakan salah satu dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kota yang terdapat di Provinsi Bali, dengan luas wilayah adalah 418.52 Km 2 (7,43% dari luas Pulau Bali). Secara geografis, wilayah Kabupaten Badung berada pada posisi paling selatan dibandingkan kabupaten/kota lainnya, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Batas Utara : Kabupaten Buleleng - Batas Timur : Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar - Batas Selatan : Samudera Indonesia - Batas Barat : Kabupaten Tabanan Bagian utara daerah ini merupakan daerah pegunungan dengan udara yang sejuk, berbatasan dengan Kabupaten Buleleng, sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah dengan pantai berpasir putih dan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Bagian tengah merupakan daerah persawahan yang berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar di sebelah Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Tabanan di sebelah Barat. Wilayah Kabupaten Badung sebelum Tahun 1992 mencakup keseluruhan wilayah Kota Denpasar yang meliputi Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar 5

Timur, Denpasar Barat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, tanggal 15 Januari 1992 Kota Administratif Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi KOTAMADYA yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992. Sehingga sejak 27 Februari 1992 Kota Madya Denpasar sudah berdiri sendiri, dan sejak itu pula Kabupaten Badung hanya mencakup Kecamatan Kuta ( yang sekarang dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kecamatan yakni Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan ), Mengwi, Abiansemal, Petang. Begitu halnya dengan luas wilayah juga mengalami pengurangan dari semula 520,73 Km2 menjadi 418,52 Km2 (Sumber : Data perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah Kabupaten Badung). Namun demikian, Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung masih berada di Wilayah Kota Madya Denpasar sampai dengan dibakarnya Kantor Pemerintahan Niti Praja Lumintang bulan Oktober tahun 1999. Setelah itu Kantor Pemerintahan Kabupaten Badung tidak terpusat pada satu tempat lagi, namun terpencar sesuai dengan lokasi sewa yang didapat waktu itu. Sejak kepemimpinan Anak Agung Gde Agung menjadi Bupati Badung dengan Drs. I Ketut Sudikerta sebagai wakil Bupati Badung hasil pemilihan umum kepala daerah tahun 2005, akhirnya bulan april 2008 pemerintah Kabupaten Badung telah memiliki Pusat Pemerintahan yang diberi nama "Mangupraja Mandala" dan Ibu Kota Kabupaten Badung "Mangupura" melalui Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2009 tanggal 16 Nopember 2009 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Bapak H. Gamawan Fausi pada tanggal 12 Pebruari 2010. Dari 6 kecamatan di wilayah Kabupaten Badung saat ini, Kecamatan Petang memiliki wilayah paling luas, yaitu 115 Km 2 (27,48%), sedangkan Kecamatan Kuta merupakan kecamatan dengan wilayah terkecil dengan luas 17,52 Km 2 (4,19%). Luas wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Badung selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. 6

Tabel 1.1 Luas Wilayah Kabupaten Badung Per Kecamatan Tahun 2013 NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (Km 2 ) PERSENTASE LUAS WILAYAH 1 KUTA SELATAN 101,13 24,16 % 2 KUTA 17,52 4,19 % 3 KUTA UTARA 33,86 8,09 % 4 MENGWI 82,00 19,59 % 5 ABIANSEMAL 69,01 16,49 % 6 PETANG 115,00 27,48 % KABUPATEN BADUNG 418,52 100,00 % Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, Tahun 2013 Keberadaan penduduk dalam suatu daerah merupakan aset pembangunan jika dapat diberdayakan dengan baik dan optimal. Namun di satu sisi penduduk juga dapat menjadi beban bagi daerah terutama bila dikaitkan dengan masalah sosial seperti penyediaan lapangan pekerjaan, pengangguran, kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Berdasarkan data statistik yang ada di Kabupaten Badung, jumlah penduduk Kabupaten Badung dari tahun 2008 2013 terjadi peningkatan seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Badung Tahun 2013 KETERANGAN JUMLAH JUMLAH PENDUDUK 458.406 Jiwa LAKI LAKI 232.820 Jiwa 50,79 % PEREMPUAN 225.586 Jiwa 49,21 % JUMLAH RUMAH TANGGA 122.038 KK LAJU PERTUMBUHAN 4,27 % Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Badung (data registrasi) 7

Berdasarkan data regristrasi, bahwa jumlah penduduk Kabupaten Badung pada Tahun 2013 sebanyak 458.406 jiwa, dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 232.820 jiwa (51,01%) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 225.586 jiwa (48,99%). Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tahun 2013 sebanyak 122.038 Kepala Keluarga, sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung Tahun 2013 mencapai 4,27%. Dalam pengambilan kebijakan pembangunan, kepadatan penduduk dalam suatu wilayah sangat penting diketahui sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam merencanakan pembangunan wilayah tersebut. Semakin padat suatu wilayah maka semakin besar perhatian yang diperlukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan. Jika dikaitkan dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup, maka semakin padat suatu wilayah semakin besar kemungkinan terjadinya kerawanan sosial dan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya. Kepadatan penduduk di Kabupaten Badung dari Tahun 2008-2013 disajikan pada tabel 1.4 berikut. Tabel 1.3. Jumlah Kepala Keluarga, rata-rata jiwa per kepala Keluarga dan Kepadatan per km2 di Kabupaten Badung Tahun 2013 Kecamatan Jumlah Kepala Keluarga Rata-rata Jiwa Per KK Kepadatan Per KM 2 Kuta Selatan 33.927 3,8 1.277,5 Kuta 31.653 2,9 5.313,93 Kuta Utara 29.821 3,8 3.334,32 Mengwi 29.865 4,3 1.548,78 Abiansemal 19.924 4,5 1.311,40 Petang 6.697 4 230,43 Jumlah 151.887 3,8 1.383,92 Kabupaten Badung merupakan daerah heterogen multi etnis yang dipengaruhi oleh migrasi penduduk dari berbagai daerah di nusantara serta para wisatawan asing dari berbagai negara yang mampu membaur dalam satu kesatuan kehidupan sosial budaya (sosio culture) dengan tetap menjaga keharmonisan dan keselarasan, sehingga menjadi modal utama dalam menjaga keamanan dan 8

kenyamanan yang merupakan salah satu penunjang daerah tujuan utama wisata dunia. Mengenai luas kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh Pemerintah Kabupaten Badung mengacu pada ketentuan pasal 20 UU Nomor 32 Tahun 2004 yaitu ± 466,20 Km 2. Panjang garis pantai yang ada di Kabupaten Badung adalah 81,3 Km, yang membentang dari Pantai Mengening di Kecamatan Mengwi sampai dengan Pantai Tanjung Benoa di Kecamatan Kuta Selatan. Tabel 1.4. Keadaan Cuaca Rata-Rata Kabupaten Badung Tahun 2013 KETERANGAN VOLUME Suhu Rata-Rata 26,8 o C Curah Hujan Tertinggi 373,6 Mm 26 HH Curah Hujan Terendah 17,8 Mm 5 HH HH Kelembaban Udara 82,42 % Tekanan Udara Normal 1.008,96 m.b. Kecepatan Angin 6,3 Knot Sumber : Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Tahun 2013 Dari aspek klimatologis Kabupaten Badung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin musim, sehingga menimbulkan musim kemarau dan musim hujan, yang diselingi dengan musim pancaroba. Suhu rata-rata adalah 26,8 C, dengan curah hujan tertinggi 373,6 mm dan 26 HH pada bulan Desember 2013, serta curah hujan terendah 17,8 mm dan 5 HH pada bulan Juni 2013. Sedangkan persentase kelembaban udara di Kabupaten Badung sebesar 82,42%. Tekanan udara normal sebesar 1.008,96 m.b dengan kecepatan angin sebesar 6,3 knot. 9

Melihat kondisi wilayah dan cuaca seperti tersebut diatas, sehingga Pemerintah Kabupaten Badung berupaya dengan strategi dalam upaya penataan ruang wilayah Kabupaten Badung terdiri atas : 1. Strategi keterpaduan pengembangan pusat-pusat pelayanan kabupaten dengan sistem perkotaan nasional terdiri atas : - menterpadukan sistem perkotaan berdasarkan hierarki pelayanan dan fungsi pusat pelayanan yang meliputi PKN dan PPK; - mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan kepariwisataan, pusat pemerintahan Kabupaten, pusat pendidikan tinggi, pusat pelayanan kesehatan dan pusat pelayanan transportasi ke dalam sistem perkotaan secara terpadu ; - mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan fungsi PKN, PPK dan pusat-pusat kegiatan berpotensi cepat tumbuh dan sedang tumbuh ; - meningkatkan aksesibilitas dan keterkaitan antar kawasan perkotaan, antar kawasan pedesaan, serta antar kawasan perkotaan dan wilayah sekitarnya ; - Memantapkan dan meningkatkan peran kota-kota kecil sebagai pusat pelayanan dari wilayah belakangnya terutama ibukota kecamatan. 2. Strategi keterpaduan sistem perkotaan wilayah kabupaten yang terintegrasi dengan sistem perkotaan Sarbagita terdiri atas : memantapkan peran kawasan perkotaan Kuta sebagai kota inti dari sistem perkotaan Sarbagita ; mengembangkan kawasan perkotaan Jimbaran dan kawasan perkotaan Mangupura sebagai Kota Satelit dari sistem perkotaan sarbagita ; mengembangkan kerjasama antar wilayah dalam penyediaan dan pengelolaan infrastruktur ; dan mengembangkan kawasan perkotaan Sarbagita yang berjati diri budaya Bali dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan. 10

3. Strategi peningkatan kualitas kepariwisataan yang didukung sistem prasarana wilayah berstandar internasional terdiri atas : menyediakan infrastruktur berstandar internasional yang mendukung kepariwisataan ; mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan kepariwisataan dengan mempertimbangkan daya dukung lahan dan daya tampung kawasan ; meningkatkan kualitas obyek-obyek wisata dan fasilitas pendukungnya ; mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak harmonis dengan kegiatan kepariwisataan pada koridor menuju kawasan pariwisata ; dan mengembangkan sistem jaringan transportasi terpadu dan berkualitas antar moda dan antar pusat kegiatan kepariwisataan. 4. Strategi pengembangan Badung Utara dengan fungsi utama konservasi dan pertanian terintegrasi terdiri atas : Melindungi dan melestarikan kawasan hutan lindung yang terdapat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang ; Mengembangkan hutan rakyat sebagai kawasan penyangga hutan lindung yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan hidup ; Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan tangkapan air hujan dan kawasan resapan air ; Mengembangkan pertanian terintegrasi yang berorientasi agribisnis meliputi penyediaan sarana-prasarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan dukungan lembaga keuangan, penyuluhan dan penelitian ; mengembangkan kelembagaan usaha ekonomi petani yang efektif, efesien, dan berdaya saing dengan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai ; dan mengembangkan KDTWKp dan DTW berbasis agrowisata dan ekowisata. 11

5. Strategi pengembangan Badung Tengah dengan fungsi utama pertanian berkelanjutan, ibukota kabupaten dan pusat pelayanan umum skala regional terdiri atas : mengembangkan kawasan peruntukan pertanian berkelanjutan dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian beririgasi dalam rangka ketahanan pangan, pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya ; mengembangkan sistem jaringan prasarana pada kawasan perkotaan Mangupura yang terintegrasi dengan sistem jaringan prasarana perkotaan Sarbagita ; mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Mangupura sehingga mencerminkan perannya sebagai ibukota kabupaten dan pusat pelayanan umum skala regional ; melindungi, merevitalisasi, rehabilitasi, preservasi dan/atau restorasi warisan budaya yang memiliki nilai-nilai sejarah ; dan mengembangkan industri kecil dan menengah ( IKM ) yang berkualitas yang ramah lingkungan melalui pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, permodalan, teknologi serta akses terhadap pasar. 6. Strategi pengembangan Badung selatan dengan fungsi utama kepariwisataan terdiri atas : mengoptimalkan pemanfaatan ruang Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Tuban dan Kute didukung penyediaan infrastruktur yang memadai berstandar internasional ; mengembangkan sistem jaringan trasportasi terpadu untuk meningkatkan aksesbilitas menuju pusat-pusat kegiatan kepariwisataan ; mengembangkan kawasan wisata belanja yang dilengkapi sarana-prasarana pariwisata dan pusat perbelanjaan ; melestarikan kawasan lindung dan mengendalikan pembangunan pada kawasan rawan bencana yang berbasis mitigasi ; 12

dan mengembangkan kawasan pesisir dan laut secara terpadu sebagai aset utama kepariwisataan yang berkelanjutan. 7. Strategi perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya terdiri atas : - mengembangkan kawasan budidaya melalui pemanfaatan ruang sesuai peruntukan, daya dukung lahan dan daya tampung kawasan ; - mensinergikan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat ; - memgembangkan kawasan pariwisata, KDTWKp dan DTW secara komprehensif dan terpadu dengan kegiatan pertanian yang berorientasi agribisnis ; - mengembangkan permukiman perkotaan di wilayah Badung Tengah dan Wilayah Badung Selatan secara proporsional, dan membatasi pengembangan permukiman skala besar di wilayah Badung Utara ; - mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah yang menjangkau pusat-pusat kegiatan budidaya; - dan mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsi utamanya serta tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. 8. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara terdiri atas : - mendukung penetapan kawasan strategis dengan fungsi pertahanan dan keamanan negara sesuai kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat ; - mengendalikan pengembangan kegiatan budidaya didalam dan disekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara ; - dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara serta aset-aset pertahanan dan keamanan lainnya. 13

1.3. Pertumbuhan Ekonomi/PDRB Perkembangan ekonomi Kabupaten Badung sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi perekonomian nasional dan global. Tekanan yang terjadi pada perekonomian nasional berimbas terhadap perekonomian Bali khususnya perekonomian Kabupaten Badung. Kondisi ini secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan kepariwisataan di Kabupaten Badung. Pembangunan dalam bidang ekonomi saat ini ditekankan pada sektor unggulan yaitu sektor pariwisata yang didukung oleh sektor pertanian dalam arti luas dan sektor industri khususnya industri kecil dan menengah. Sektor pariwisata sampai saat ini masih menjadi tumpuan utama dan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi di Kabupaten Badung. Kebijakan pembangunan pariwisata dengan pariwisata budayanya diarahkan untuk pelestarian dan pemberdayaan nilai-nilai adat dan budaya daerah. Untuk menjaga stabilitas sektor ini disamping diperlukan terobosan promosi ke daerah pemasaran baru, juga perlunya diversifikasi obyek-obyek pariwisata. Kebijakan pembangunan di sektor pertanian dalam arti luas diarahkan untuk terwujudnya ketahanan pangan serta meningkatnya produksi dan produktivitas pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan beberapa komoditas unggulan serta menyesuaikan cara-cara berproduksi agar menghasilkan produk sesuai kebutuhan pasar dan dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dan peningkatan produktivitas. Sedangkan pembangunan di sektor industri diarahkan kepada pengembangan industri kecil dan menengah sebagai industri kreatif yang mampu memanfaatkan bahan baku lokal untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mendukung pembangunan di sektor pariwisata dan pertanian dalam arti luas. Salah satu variabel penting dari PDRB adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). LPE didapat dengan membandingkan PDRB atas dasar harga konstan tiap tahun dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan atau pertumbuhan riil perekonomian atau dapat menggambarkan kinerja pembangunan dari suatu periode ke periode sebelumnya. Selain PDRB dapat menunjukkan LPE, juga menginformasikan struktur perekonomian daerah. Struktur perekonomian tersebut menggambarkan kontribusi 14

sektor-sektor ekonomi terhadap perekonomian secara makro. Prioritas pembangunan melalui kerangka kebijakan pembangunan daerah dapat dengan mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan struktur perekonomian. Manfaat lain dari informasi struktur perekonomian ini adalah keterbandingan kekuatan ekonomi baik antar sektor ekonomi maupun antar wilayah kecamatan di Kabupaten Badung. Pertumbuhan yang cukup tinggi belum menjamin meningkatnya kesejahteraan masyarakat karena pertumbuhan penduduk melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi maka kesejahteraan rakyat akan menurun. Namun demikian dengan mengamati pertumbuhan PDRB per kapita dapat dipakai untuk menunjukkan perkembangan kemakmuran dan kesejahteraan suatu daerah. Meningkatnya PDRB per kapita yang diterima penduduk, maka daya beli masyarakat akan bertambah, sehingga kebutuhan rumah tangganya terhadap barang dan jasa akan terpenuhi. Perekonomian akan mengalami pertumbuhan apabila total output produksi barang dan jasa tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Oleh karena demikian, pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan perkembangan aktifitas ekonomi dalam kurun waktu tertentu. Adapun peningkatan output produksi barang dan jasa tersebut terjadi apabila terdapat peningkatan permintaan baik oleh masyarakat daerah tersebut maupun luar daerah. Secara agregat PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan Kabupaten Badung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan berjalan cukup baik serta mempunyai kecendrungan terus meningkat. PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2012 mencapai 18,996 milyar rupiah, dan pada tahun 2013, naik menjadi sebesar 21,768 milyar rupiah (mengalami peningkatan sebesar 2,772 milyar rupiah). Sedangkan PDRB Kabupaten Badung atas dasar harga konstan tahun 2012 sebesar 6,739 milyar rupiah dan di tahun 2013 naik menjadi 7,177 milyar rupiah (mengalami peningkatan sebesar 438 milyar rupiah). Pada Tahun 2012, perekonomian Kabupaten Badung tumbuh sebesar 7,30 %, dan di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung melambat menjadi 6,5 %. Perlambatan terjadi karena proyek/investasi skala besar di sektor 15

bangunan tahun 2013 sudah selesai dikerjakan diantaranya proyek Underpass, Jalan Diatas Perairan (JDP) dan perluasan Bandara Ngurah Rai. Hasil perhitungan PDRB Kabupaten Badung tahun 2012 dan 2013 atas dasar harga konstan, maka pendapatan rata-rata penduduk atau pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Badung pada tahun 2012 sebesar Rp. 11,65 juta sedangkan pada tahun 2013 pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Badung sebesar Rp. 12,10 juta. Selanjutnya berdasarkan atas dasar harga berlaku, pendapatan rata-rata penduduk atau pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Badung pada tahun 2012 sebesar Rp. 32,85 juta, sedangkan pada tahun 2013, pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Badung sebesar Rp.36,72 juta,untuk lebih jelasnya perkembangan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung dapat dilihat pada grafik 1.1 Grafik 1.1 PDRB Kabupaten Badung ( Triliun Rupiah ) Tahun 2011 2013 Struktur perekonomian suatu wilayah merupakan gambaran dari komposisi seluruh kegiatan produksi barang dan jasa yang dilakukan di wilayah tersebut, dengan demikian apabila terjadi perubahan struktur produksi akan menyebabkan pergeseran struktur ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Salah satu indikator yang sering dipakai untuk mengamati struktur perekonomian suatu daerah adalah distribusi persentase nilai tambah bruto sektoral yang dapat digunakan untuk mengamati keunggulan (potensi) daerah. 16

Sejalan dengan besarnya nilai tambah masing-masing sektor, struktur perekonomian Kabupaten Badung masih ditopang oleh dua sektor dominan yakni: perdagangan, hotel dan restoran mencapai 33,76% serta sektor pengangkutan dan komunikasi 39,79%. Kemudian sektor pertanian 5,78%, bangunan 7,07% dan jasa-jasa mencapai 7,15%. Perekonomian akan mengalami pertumbuhan apabila total output produksi barang dan jasa tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan aktivitas ekonomi dalam kurun waktu tertentu. Adapun peningkatan output produksi barang dan jasa tersebut terjadi apabila terdapat peningkatan permintaan baik oleh masyarakat daerah tersebut atau luar daerah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung pada tahun 2013 berjalan cukup baik hal ini dapat dilihat dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) mencapai sebesar 6,48 % yang berada di atas Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Propinsi Bali sebesar 5,83 %. Tingkat inflasi di Kabupaten Badung Tahun 2012 mencapai 3,59%, lebih rendah dibanding Kota Denpasar sebesar 4,71% dan juga lebih rendah bila dibanding dengan inflasi nasional sebesar 4,30%. Sedangkan untuk Tahun 2013 tingkat inflasi di Kabupaten Badung sebesar 7,67%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kota Denpasar sebesar 7,35%, dan lebih rendah bila dibandingkan dengan angka inflasi nasional sebesar 8,38%. Hal ini terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak pada akhir juni 2013 sehingga memicu kenaikan harga-harga barang secara umum dan pada bulan juli tingkat inflasi tercatat sebesar 2,89%. Pemerintah Kabupaten Badung berupaya untuk mempertahankan agar laju inflasi relatif stabil dengan mengarahkan sektor produksi untuk terus melakukan peningkatan kuantitas dan pemantauan distribusi barang 17

Grafik. 1.2 Laju Inflasi Kabupaten Badung Tahun 2011 2013 INFLASI KABUPATEN 2011 2012 2013 * 2,33 3,59 7,67 INFLASI NASIONAL 3,79 4,30 8,38 1.4. Ketenagakerjaan Pengangguran adalah mereka yang termasuk dalam interval angkatan kerja yang ingin dan mau mendapatkan pekerjaan tetapi tidak memperoleh pekerjaan. Di daerah atau negara manapun, baik tergolong daerah/negara kaya maupun daerah/negara miskin pasti terdapat pengangguran. Demikianpula di Kabupaten Badung yang merupakan daerah sedang giat-giatnya menggalakkan pembangunan juga tidak bisa dihindarkan dari masalah pengangguran tersebut. Pengangguran yang masih dalam batas toleransi adalah tidak lebih sebesar 4% dari jumlah angkatan kerja, artinya jika jumlah pengangguran tidak lebih dari 4% dari jumlah angkatan kerja, dikatakan bahwa daerah/negara yang bersangkutan relatif stabil jika dilihat dari sudut ketenagakerjaan. Kabupaten Badung sampai dengan Desember Tahun 2013 dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas sebanyak 409.914 orang, dimana jumlah angkatan kerjanya adalah sebanyak 313.110 orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebanyak 305.897 orang sudah bekerja yang diserap pada berbagai sektor usaha/kegiatan, sedangkan sisanya sebanyak 7.213 orang masih dalam upaya mencari pekerjaan atau menganggur. Jika dikaitkan dengan jumlah angkatan kerja diatas, maka tingkat pengangguran tahun 2013 sebesar 2,30%. Angka ini jika dikonfirmasikan dengan kriteria batas toleransi diatas, maka kondisi dan kedudukan Kabupaten Badung dilihat dari sudut ketenagakerjaan, tingkat penganggurannya tergolong rendah (<4%). Namun demikian, sekecil apapun pengangguran tetap harus mendapatkan perhatian dalam rangka untuk 18

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan. Jika kondisi tersebut tidak mendapatkan perhatian lebih serius, dikhawatirkan akan dapat menimbulkan dampak sosial seperti ketimpangan dalam pendapatan dan dampak sosial lainnya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk perluasan kesempatan kerja adalah dengan tetap mengupayakan proses produksi agar berbasiskan pada labour intensive (padat karya) dan mengembangkan seluruh potensi yang belum tergarap secara maksimal melalui ekstensifikasi, konstruksi, rehabilitasi, ekspansi usaha serta menggalang pola kemitraan dengan berbagai unit ekonomi yang berkesesuaian dengan menciptakan ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Ketergantungan seperti ini akan menciptakan backward dan foreward linkage baik dalam proses penggunaan input maupun dalam proses pemanfaatan output. Dari saling ketergantungan tersebut akan dapat menciptakan peluang-peluang baru sehingga akan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. 1.5. Indek Pembangunan Manusia Terhadap Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi komponen pendidikan, kesehatan dan peningkatan pendapatan keluarga, Kabupaten Badung terus mengalami peningkatan dari 71,60 pada tahun 2006 menjadi 71,80 pada tahun 2012. Secara nasional IPM Kabupaten Badung meningkat dan ditingkat Provinsi Bali posisi Kabupaten Badung menempati rangking II (dua) setelah Kota Denpasar. Grafik 1.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Badung Tahun 2011-2013 75,69 76,08 75,35 2011 2012 2013 *) 19

1.6. Kemiskinan Program penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Kabupaten Badung yang ditempuh melalui perluasan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan kesempatan berusaha dengan tujuan meningkatkan pendapatan serta memberikan stimulus melalui pendidikan non formal yang berkaitan dengan kewirausahaan, penyediaan sarana dan prasarana lingkungan pemukiman, menyediakan sumber daya keuangan melalui dana bergulir sebagai sumber modal usaha masyarakat miskin. Dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung secara bertahap telah dapat diturunkan. Grafik 1.4. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Badung Tahun 2011-2013 ( % ) 2,62 2,16 2,10 2011 2012 2013 *) 1.7. Struktur Organisasi Sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 14 bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasarana umum e. Penanganan bidang kesehatan f. Penyelenggaraan bidang pendidikan g. Penanggulangan masalah sosial 20

h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah j. Pengendalian lingkungan hidup. k. Pelayanan pertanahan l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan administrasi penanaman modal o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. Sedangkan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam melaksanakan kewenangan dan kewajiban tersebut, Kabupaten Badung dipimpin oleh seorang Bupati yang merupakan hasil pemilihan langsung. Bupati dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan berdasarkan mandat yang diberikan oleh rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD sebagai steakholder yang tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode lima tahunan dengan RKPD sebagai penjabaran RPJMD tiap tahun anggaran, kemudian direalisasikan dalam bentuk APBD. Untuk dapat melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan tersebut, Bupati membentuk/menyusun struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Badung sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Badung, terdiri dari : 1. Bupati dan Wakil Bupati 2. Sekretariat Daerah; 3. Tiga Asisten Daerah terdiri dari : a. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat membidangi : - Bagian Administrasi Pemerintahan Umum 21

- Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat - Bagian Hukum dan HAM b. Asisten Perekonomian dan Pembangunan membidangi : - Bagian Administrasi Pembangunan - Bagian Administrasi Perekonomian c. Asisten Administrasi Umum membidangi : - Bagian Keuangan - Bagian Umum - Bagian Perlengkapan dan Asset Daerah - Bagian Humas dan Protokol - Bagian Organisasi dan Tata Laksana; 4. Lima Staf Ahli terdiri dari : - Bidang Hukum dan Politik; - Bidang Pemerintahan; - Bidang Pembangunan; - Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia; - Bidang Ekonomi dan Keuangan; 5. Lima belas Dinas Daerah terdiri dari : - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga; - Dinas Kesehatan; - Dinas Sosial dan Tenaga Kerja; - Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; - Dinas Kebudayaan; - Dinas Pariwisata; - Dinas Bina Marga dan Pengairan; - Dinas Cipta Karya; - Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan; 22

- Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; - Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan; - Dinas Pendapatan / Pasedahan Agung; - Dinas Pemadam Kebakaran; - Dinas Kebersihan dan Pertamanan; 6. Sebelas Lembaga Teknis Daerah terdiri dari : - Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat; - Badan Lingkungan Hidup; - Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa; - Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; - Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan, dan Pelatihan; - Badan Penanggulangan Bencana Daerah; - Satuan Polisi Pamong Praja; - Kantor Perpustakaan Daerah; - Kantor Arsip Daerah; - Kantor Pemberdayaan Perempuan; - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 7. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ; 8. Inspektorat 9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan 10. 6 Kecamatan terdiri dari : - Kecamatan Petang; - Kecamatan Abiansemal; - Kecamatan Mengwi; - Kecamatan Kuta Utara; - Kecamatan Kuta; - Kecamatan Kuta Selatan; 23

11. Serta 16 Kelurahan terdiri dari : Kelurahan Sempidi, Kelurahan Lukluk, Kelurahan Kapal, Kelurahan Abianbase, Kelurahan Sading, Kelurahan Kerobokan, Kelurahan Kerobokan Kaja, Kelurahan Kerobokan Kelod, Kelurahan Tuban, Kelurahan Kedonganan, Kelurahan Kuta, Kelurahan Legian, Kelurahan Seminyak, Kelurahan Benoa, Kelurahan Tanjung Benoa, Kelurahan Jimbaran. 12. 47 Desa Dinas terdiri dari : Desa Pecatu, Ungasan, Kutuh, Canggu, Dalung, Tibubebeng, Buduk, Sobangan, Baha, Werdhi Bhuana, Mengwitani, Penarungan, Gulingan, Kekeran, Munggu, Sembung, Tumbak Bayuh, Pererenan, Cemagi, Mengwi, Kuwum, Darmasaba, Ayunan, Mambal, Abiansemal, Bongkasa, Punggul, Blahkiuh, Sangeh, Sibangkaja, Sibanggede, Angantaka, Sedang, Taman, Jagapati, Dauh Yeh Cani, Selat, Mekar Bhuana, Bongkasa Pertiwi, Belok Sidan, Carang Sari, Petang, Pelaga, Sulangai, Pangsan, Getasan. 13. 1 Lembaga lain yakni Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung yang dibentuk pada tanggal 21 Maret 2013 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung. 1.8. Ruang Lingkup Ruang lingkup Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2013 adalah : 1. Dokumen Penetapan Kinerja Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2013; 2. Tujuan, Sasaran, Strategi dan arah kebijakan Pembangunan Daerah yang tercantum dalam RPJMD Tahun 2010-2015; 3. Pencapaian Tujuan dan Sasaran; 4. Realisasi Pencapaian Indikator Kinerja Utama; 24

5. Perbandingan capaian indikator kinerja sampai dengan lima tahun berjalan dengan target kinerja (lima) tahunan yang direncanakan. 25