LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DI PERDESAAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ANALISIS KEBIJAKAN DAN PROGRAM MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

IV. METODE PENELITIAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

LAPORAN KINERJA (LKJ)

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN GARUT NOMOR 23 TAHUN 2008 SUB BAGIAN UMUM SEKSI

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. pendapatan nasional, dalam penyediaan lapangan kerja (employment), maupun

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

PEMERINTAH KABUPATEN

DENAH LOKASI OBJEK OBJEK MODEL KRPL +++ Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

GUBERNUR SULAWESI BARAT

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Renstra BKP5K Tahun

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DI PERDESAAN Oleh : Saptana I Wayan Rusastra Sri H. Susilowati Jefferson Situmorang Ashari Tri B. Purwantini Yana Supriyatna Tjetjep Nurasa Sri Suharyono Ahmad M. Ar-Rozi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN 1. Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14 persen dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan merupakan salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizi, mengurangi pengeluaran rumah tangga, dan menambah sumber pendapatan.. Lahan pekarangan mempunyai multi fungsi meliputi: (1) Pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, (2) Pelindung sumber plasma nutfah atau biodiversitas, (3) Fungsi ekonomi, dan (4) Fungsi sosial, dan (5) Sebagian besar lahan pekarangan tersebut masih belum dimanfaatkan sebagai areal pertanaman aneka komoditas pertanian, baik untuk komoditas padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka, serta ternak dan ikan. 2. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan pekarangan adalah : pilihan jenis komoditas yang terbatas, kurangnya ketersediaan bibit berkualitas, kurang tersedianya teknologi spesifik lahan pekarangan, orientasi produksi yang ditujukan hanya untuk menambah pemenuhan kebutuhan rumah tangga, dan belum berorientasi pasar, serta sebagai kerja pengisi waktu luang atau sambilan. 3. Dalam jangka pendek, peluang dan aksesibilitas kesempatan kerja non-pertanian bagi sebagian besar rumah tangga petani di perdesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai cukup relevan adalah peningkatan pendayagunaan lahan pekarangan untuk beberapa komoditas pangan lokal dan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dengan sasaran pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga, penghematan pengeluaran rumah tangga, dan peningkatan pendapatan rumah tangga. 4. Keberhasilan Program M-KRPL akan sangat ditentukan oleh identifikasi kapasitas sumberdaya lahan pekarangan, kapasitas SDM petani sebagai pengelola lahan pekarangan, teknologi spesifik lokasi lahan pekarangan, dan kelembagaan pengelola M- KRPL dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan. 5. Secara umum tujuan penelitian ini adalah melihat dampak pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) terhadap kesejahteraan rumah tangga dan ekonomi di perdesaan. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi potensi dan kendala pemanfaatan lahan pekarangan untuk komoditas pertanian; (2) Mengevaluasi efektivitas kinerja pengembangan Model-Rumah Pangan Lestari (M-KRPL); (3) Mempelajari dampak penerapan M-KRPL terhadap pola konsumsi pangan dan Pola Pangan Harapan (PPH); (4) Mempelajari dampak penerapan M-KRPL terhadap pendapatan rumah tangga dan pengembangan ekonomi di perdesaan; dan (5) Merumuskan rekomendasi kebijakan replikasi Pengembangan M-KRPL. METODOLOGI 6. Penelitian ini merupakan kajian Dampak Program M-KRPL terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga dan Pengembangan Ekonomi di Perdesaan. Kerangka analisis akan mencakup: (1) Identifikasi potensi dan kendala pemanfaatan lahan pekarangan untuk komoditas pertanian. Identifikasi mencakup aspek teknis, ekonomi maupun kelembagaan; (2) Mengevaluasi efektivitas kinerja Program Pengembangan M-KRPL. Evaluasi kinerja program M-KRPL dilakukan melalui analisis kualitatif; (3) Dampak penerapan KRPL terhadap pola konsumsi pangan rumah tangga dan peningkatan Skor Pola Pangan x

Harapan (PPH). Dampak terhadap konsumsi pangan dan Skor PPH dapat dilihat dari aspek kuantitas dan keberagamannya; dan (4) Dampak penerapan KRPL terhadap pendapatan rumah tangga dan pengembangan ekonomi di perdesaan. Penambahan pendapatan secara implisit yang ditunjukkan dengan pangsa pengeluaran rumah tangga yang menurun dan peningkatan pendapatan aktual melalui penjualan hasil produksi KRPL ke pasar baik dalam bentuk segar maupun olahan. 7. Identifikasi potensi dan kendala pemanfaatan lahan pekarangan dilakukan secara deskriptif kualitatif menurut persepsi petani, baik peserta maupun non peserta program. Potensi dan kendala pemanfaatan lahan pekarangan dilihat dari aspek teknis, ekonomi, maupun kelembagaan. Aspek teknis difokuskan pada kesesuaian lahan, iklim, ketersediaan teknologi, dan teknik budidaya. Sedangkan aspek ekonomi terkait dengan manajemen usahatani, permodalan petani, serta harga input dan output. Sementara itu, aspek kelembagaan difokuskan pada kelembagaan lokal yang eksis, kelembagaan terkait Program M-KRPL, konsolidasi kelembagaan petani, serta sistem koordinasi antar pihak dalam pengembangan M-KRPL. 8. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi Program Pengembangan M-KRPL, analisis akan dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif diarahkan pada kinerja Program Pengembangan M-KRPL yang difokuskan pada tinjauan kritis tehadap konsepsi M-KRPL, perencanaan program M-KRPL, implementasi program M-KRPL, serta dampak program M-KRPL terhadap kesejahteraan rumah tangga dan pengembangan ekonomi di perdesaan. 9. Analisis dampak Program M-KRPL terhadap pola konsumsi pangan dan PPH dilakukan dengan menggunakan analisis komparasi antara rumah tangga peserta Program M-KRPL dan Non Peserta Program. Beberapa indikator lain yang dapat dianalisis adalah: (1) Kontribusi hasil dari pekarangan dalam konsumsi bahan pangan (fisik) dan kandungan gizi (kalori, protein, dan vitamin); dan (2) Komposisi sumber pengadaan pangan menurut pekarangan, produksi luar pekarangan, beli dan transfer. 10. Analisis kuantitatif terhadap keragaan usahatani komoditas di lahan pekarangan pada wilayah pengembangan M-KRPL dapat dikaji dengan analisis biaya dan keuntungan usahatani. Sementara itu, analisis dampak Program Pengembangan M-KRPL terhadap tingkat pendapatan rumah tangga tani difokuskan pada kontribusi pendapatan dari lahan pekarangan terhadap struktur pendapatan rumah tangga. 11. Analisis dampak program M-KRPL terhadap ekonomi di perdesaan dilakukan dengan kajian kualitatif mengenai perkembangan ekonomi produktif, baik kegiatan yang bersifat onfarm, off farm, serta non farm. Pada kegiatan sub sistem hilir dapat dilihat perkembangan kebun bibit desa (KBD), penjualan bibit, pembuatan pupuk organik, dan berkembangnya kios/toko saprodi. Pada subsistem budidaya dapat dilihat dari perkembangan keragaman usahatani komoditas yang ditanam petani pada lahan pekarangan. Sementara pada subsistem hilir dilihat dari perkembangan usaha pengolahan dan usaha perdagangan berbasis hasil-hasil pekarangan. 12. Rumusan penyempurnaan dalam rangka reorientasi program dan antisipasi replikasi Program M-KRPL untuk lokasi atau wilayah lain merupakan hasil analisis dan sintesa dari analisis-analisis sebelumnya. Sintesa kebijakan merupakan proses mengubah pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya menjadi kebijakan yang bersifat operasional, baik untuk menyempurnakan kebijakan dan program yang telah ada maupun dalam kerangka antisipasi replikasi pada wilayah lain. xi

13. Desa contoh peserta program M-KRPL adalah Desa Kayen, Kecamatan Pacitan. Sedangkan desa contoh non peserta program M-KRPL mewakili wilayah perdesaan (rural) adalah Desa Kebon Agung, Kecamatan Kebon Agung. Sementara itu desa contoh non peserta program mewakili wilayah pinggiran perkotaan (phery urban) adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan. HASIL PENELITIAN Potensi Lahan Pekarangan Pacitan 14. Potensi lahan pekarangan di Kabupaten Pacitan sesungguhnya sangat terbatas. Luas total lahan pekarangan hanya sebesar 3.153,33 hektar atau 2,50 persen dari total lahan kering seluas 125.971,90 hektar. Namun demikian kalau Program M-KRPL ini dapat direplikasikan ke wilayah-wilayah lain yang memiliki potensi lahan pekarangan maka akan sangat besar dampaknya terhadap peningkatan kapasitas produksi pangan nasional. Evaluasi Kinerja Program Pengembangan M-KRPL 15. Hasil evaluasi kinerja terhadap dokumen pelaksanaan M-KRPL menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Keseluruhan tahapan penyusunan konsep pengembangan MKRPL kurang dilakukan melalui pendekatan program pembangunan yang matang; (2) Pendekatan dalam persiapan, sosialisasi, perencanaan, pelatihan, pelaksanakaan kegiatan, serta kegiatan monitoring dan evaluasi tidak dilakukan melalui proses sosial yang matang; (3) Belum terbentuk kelembagaan pengelola KRPL yang akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan program M-KRPL; (4) Distribusi bantuan dilakukan menggunakan kelembagaan pemerintah di tingkat lokal (RT, RW/Kepala Dusun, serta Pamong Desa) yang ditujukan untuk memudahkan tugas kontrol dari pelaksana program, belum pada usaha pemberdayaan kelembagaan masyarakat di tingkat lokal; (5) Pembinaan dilakukan melalui pendekatan individual dan kelompok (dengan dikumpulkan di suatu tempat : RT, Balai Desa, POSKO), namun masih lemah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat; (6) Introduksi dalam M-KRPL lebih melalui budaya material atau perubahan yang materialistik, misalnya terlihat dalam pengembangan Kebun Bibit Desa (KBD, bantuan bibit/benih, serta alat pasca panen); (7) Menggunakan teknologi atau intensifikasi sebagai entry point, bukan kelembagaan atau pemberdayaan masyarakat; (8) Kelembagaan pendukung tidak dikembangkan dengan baik, karena pembangunan yang bersifat sub sektoral tersebut; dan (9) Program pendukung dari Pemerintah Daerah telah dicoba dipadukan, namun belum dapat teintegrasi dengan baik. Analisis Dampak Program M-KRPL 16. Dampak M-KRPL telah meningkatkan konsumsi energi. Rata-rata tingkat konsumsi energi adalah 2180.49 Kkal/kapita/hari pada rumahtangga peserta Program M-KRPL, sedangkan untuk non peserta Program M-KRPL berkisar antara 2018,80-2030.91 Kkal/kapita/hari. Besaran konsumsi energi tersebut lebih tinggi dari kecukupan yang dianjurkan menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 pada taraf konsumsi 2000 kkal. 17. Dampak M-KRPL telah meningkatkan konsumsi protein. Rata-rata tingkat konsumsi protein adalah 79,37 gram/kapita/hari pada rumahtangga peserta Program M-KRPL, sedangkan untuk non peserta Program M-KRPL berkisar antara 75,86-76,86 gram/kapita/hari. Besaran konsumsi energi tersebut lebih tinggi dari kecukupan yang dianjurkan menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 pada taraf konsumsi 52 gram/kapita/hari. xii

18. Dampak penerapan M-KRPL terhadap pola konsumsi pangan dan Pola Pangan Harapan (PPH) telah memberikan hasil baik. Hasil kajian Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa Program M-KRPL telah meningkatkan skor PPH dari 65,6 persen menjadi 77,50 persen atau meningkat sebesar 11.90 persen. Hasil kajian empiris diperoleh besaran skor PPH secara agregat mencapai 80.55 persen di lokasi peserta dan di lokasi non peserta masing-masing adalah 75.77 persen di Kebon agung dan 79.91 persen di Banjarsari. Skor PPH 75,77-80,55 persen sudah di atas sasaran yang ditargetkan pada PPH Kabupaten Pacitan pada tahun 2012-2014. Namun demikian, masih di bawah sasaran yang ditargetkan pada tahun 2015 yaitu sebesar 80.9 persen. 19. Dampak penerapan M-KRPL telah dapat mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, pengurangan pengeluaran kelompok pangan terbesar secara berturut-turut adalah kelompok pangan sayur-sayuran, umbi-umbian, serta produk hasil ternak (telur ayam) dan ikan (ikan lele). Dampak Program M-KRPL terhadap Tingkat Pendapatan Rumah Tangga 20. Hasil produksi pekarangan adalah untuk konsumsi rumahtangga, pada rumahtangga peserta Program M-KRPL di Desa Kayen hasil pekarangan rata-rata memberikan konstribusi 53 persen, sedangkan di non peserta M-KRPL rata-rata lebih rendah yakni sekitar 43 persen. Pada rumahtangga peserta hasil pekarangan yang dijual dan ditransfer memberikan konstribusi relatif sama (22 %), sementara pada rumahtangga non peserta konstribusi untuk dijual (38.9 %) lebih tinggi dibanding dengan yang ditransfer (12.5 %). Hal ini sangat mendukung salah satu tujuan program M-KRPL untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan kawasan atau wilayah. 21. Sebagian usahatani tanaman di lahan pekarangan masih diusahakan secara tradisional hingga semi intensif. Seluruh komoditas yang ditanam (tanaman introduksi maupun tanaman yang telah ada) di lahan pekarangan baik pada petani peserta Program maupun non peserta Program M-KRPL adalah menguntungkan. Hampir semua usahatani yang dilakukan memberikan keuntungan positif, dari cukup menguntungkan hingga sangat menguntungkan. Rata-rata nilai R/C ratio > 1, artinya bahwa tingkat efektivitas pengembalian modal cukup baik hingga sangat baik. 22. Kontribusi produksi yang bersumber dari lahan pekarangan terhadap struktur pedapatan rumah tangga berbeda antar strata, pada strata 1 kontribusi lahan pekarangan terhadap pendapatan sekitar (3,16 %), pada strata 2 kurang lebih 6.81 persen, dan pada stata 3 kurang lebih (10,03 %). Kontribusi terbesar secara berturut-turut adalah kelompok kelompok komoditas sayuran, umbi-umbian, peternakan, dan buah-buahan. Dampak Program M-KRPL terhadap Ekonomi di Perdesaan 23. Dampak M-KRPL terhadap pengembangan ekonomi produktif di perdesaan masih sangat terbatas, diantaranya berkembangnya usaha pembibitan, usaha pengolahan hasil pertanian, dan usaha dagang. Untuk produksi umbi-umbian telah dikembangkan industri tepung (casava, Garut), industri keripik (Mbote, keripik singkong), kedelai (susu kedelai), dan pisang (keripik pisang). Di samping itu, peningkatan produksi cabai rawit telah dipasarkan ke luar wilayah kabupaten, seperti Kabupaten Wonogiri, Gunung Kidul, dan Ponorogo. 24. Program M-KRPL di Dusun Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan telah direplikasikan cukup luas secara swadaya di beberapa desa di Kabupaten Pacitan dan oleh Kodim 0801 Kabupaten Pacitan. Hal ini selain dukungan dari pemerintah daerah melalui instruksi xiii

Gubernur dan Bupati tentang Gerakan Rumah Hijau/M-KRPL, juga adanya peran serta aktif dari Kodam Brawijaya dan Yayasan Damandiri (Yayasan Sejahtera Mandiri) melalui pembentukan dan pengembangan POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) hingga tingkat dusun dan RT melalui pemberdayaan lingkungan hidup keluarga bergizi. Upaya pengembangan M-KRPL swadaya secara efektif diperlukan sinergitas antara Dinas Teknis terkait dengan POSDAYA dan Kodim 0801 Pacitan, serta kelembagaan lokal di desa. Reorientasi Program dan Antisipasi Replikasi Program M-KRPL 25. Terdapat dua model pengembangan M-KRPL ke depan yaitu: (1) Pola yang secara integratif melibatkan beberapa kelembagaan, seperti Kelembagaan Gapoktan berperan dalam memasok sarana produksi (bibit, pupuk, dan obat-obatan) dan pemasaran hasil ecara bersama dan Kelembagaan PKK dan kelompok Dasa Wisma yang mengelola M- KRPL, serta kelembagaan pemerintah baik pusat, daerah, maupun desa yang berfungsi dalam mediasi dan fasilitatif; dan (2) Pola kelembagaan secara terpadu yang dari hulu hingga hilir dikelola kelembagaan PKK bersama kelompok-kelompok Dasa Wisma. 26. Kerangka dasar Program M-KRPL telah mengarah pada paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu memperhatikan aspek pertumbuhan, pemerataan, dan kelestarian. Dari perspektif pertumbuhan nampak adanya introduksi komoditas komersial (sayur-sayuran, ayam arab, ikan air tawar) dan pendekatan kawasan yang terkonsentrasi sehingga dicapai efisiensi yang tinggi. Perspektif pemerataan, bahwa penerima program telah diperluas dari dua dusun menjadi 4 dusun, dan dusun-dusun lainnya mendapatkan bimbingan teknis, bahkan akan diperluas menjadi program atau gerakan di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, dari perspektif kelestarian adanya pengembangan komoditas pangan lokal untuk pelestarian pasma nutfah dan pengembangan M-KRPL yang memperhatikan aspek estetika. 27. Dalam kontek pembangunan kawasan dipandang penting melakukan pengintegrasian antar Program M-KRPL dengan program-program pembangunan pembangunan pertanian dan pemberdayaan ekonomi rakyat yang telah masuk desa. Dengan demikian akan terbangun sinergi optimum antar program dan dapat dicapai peningkatan ketersediaan pangan, pengurangan pengeluaran belanja pangan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. 28. Peran SDM petani dan pendamping pembangunan pertanian, khususnya para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sangat penting karena merupakan pemeran kunci dengan tugas utama mengembangkan kapasitas SDM masyarakat petani di perdesaan dalam mengorganisasi diri, kepemimpinan di tingkat lokal (local leadership), dan menentukan sendiri upaya-upaya yang diperlukan dalam memperbaiki usaha ekonomi produktif. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan dirinya terhadap kemampuan dan potensi yang dimiliki. Peningkatan kapasitas dan akses peserta program M-KRPL (penduduk miskin) melalui bimbingan dan penyuluhan, pelatihan, dan sekolah lapang M-KRPL melalui pendekatan secara partisipatif sangat menentukan keberhasilan program. 29. Diperlukan motivator dalam pelaksanaan Program M-KRPL yang dapat menjadi penggerak dan membangkitkan partisipasi peserta program. Perlu dikembangkan motivator baik dari luar lingkungan masyarakat petani (tenaga pendamping BPTP, PPL) dan pendamping swadaya (tokok petani, wanita tani, dan pemuda tani). 30. Implementasi pengembangan M-KRPL seharusnya dilakukan melalui tahapan-tahapan (sosialisasi, perencanaan, implementasi, serta monitorong dan evaluasi) dan proses sosial xiv

yang matang dan dilakukan dalam periode beberapa tahun (multiyears), yaitu melalui tahap penumbuhan, pengembangan, pematangan, dan kemandirian. 31. Kelembagaan pengelola M-KRPL yang dikembangkan haruslah menggunakan kelembagaan lokal yang telah eksis dan berkembang di masyarakat. Kelembagaan pengelola M-KRPL yang dipandang tepat adalah Kelembagaan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan kelompok dasa wisma dan Koperasi Wanita (KOPWAN), Kelembagaan Gapoktan dengan kelompok tani anggotanya, dan pengintegrasian antar dua kelembagaan tersebut. 32. Pengembangan M-KRPL dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan harus dilakukan pendekatan kawasan sehingga mencakup lahan-lahan pekarangan rumah tangga (karang kitri) dan juga lahan-lahan milik desa, kanan kiri jalan desa dan fasilitas penunjang lainnya. Dengan demikian terbangun kawasan rumah pangan lestari yang kompak dalam suatu kawasan (satu dusun atau satu desa). 33. Untuk meningkatkan pendapatan petani peserta Program M-KRPL maka harus ada transformasi usahatani lahan pekarangan dari sistem usahatani tradisional berdasarkan lahan pekarangan yang ada dan SDM kurang terampil ke arah sistem usahatani lahan pekarangan secara intensif (penggunaan bibit unggul, pupuk lengkap dan berimbang, teknologi pengendalian hama terpadu, serta teknologi penanganan pasca panen yang prima) dan didukung SDM yang memiliki keterampilan teknis dan kapabilitas manerial yang handal. 34. Diperlukan pemantapan pembangunan infrastruktur dan program lintas sektoral dalam memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan. Pengembangan infrastruktur pendukung dalam pengembangan M-KRPL meliputi kebun benih/bibit desa (KBD) sebagai sumber benih/bibit di tingkat lokalita desa, infrastruktur irigasi spesifik lahan pekarangan (pompa air dan tempat penampungan air hujan), infrastruktur penanganan pasca panen dan pemasaran hasil, dan alat dan mesin pengolahan hasil pertanian. 35. Menumbuhkembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif dan usaha ekonomi kreatif melalui pengembangan jiwa kewirausahaan, pengembangan produk (product development) dan promosi produk (product promotion), serta mengintegrasikan ekonomi desa-kota melalui kemitraan usaha. Pengembangan industri berbasis bahan pangan lokal sebagai wadah kreativitas kepala keluarga tani, wanita tani, dan pemuda tani dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan keluarga. 36. Menumbuhkembangkan unit pengolahan limbah skala rumah tangga yang dapat menghasilkan pupuk organik, sebagai media utama dalam penanaman sistem vertikultur dan sistem bedengan dalam rangka menghasilkan produk pertanian organik sekaligus mengatasi masalah limbah pertanian. Melalui pengelolaan limbah dan pemanfaatannya maka pengembangan M-KRPL dapat berkelanjutan. IMPLIKASI KEBIJAKAN 37. Potensi lahan pekarangan yang cukup besar untuk meningkatkan ketersediaan pangan dan konsumsi pangan keluarga berbasis sumber daya lokal memiliki prospek untuk dikembangkan melalui Program M-KRPL. 38. Hasil evaluasi kinerja M-KRPL: (1) Pengembangan M-KRPL kurang melalui tahapantahapan pembangunan dan proses sosial yang matang; (2) Belum terbentuk kelembagaan pengelola M-KRPL yang handal; (3) Distribusi bantuan menggunakan kelembagaan pemerintah di tingkat lokal untuk memudahkan penyaluran dan kontrol program; (4) Pembinaan dilakukan melalui pendekatan individual dan kelompok; (5) Introduksi lebih xv

melalui budaya material dan lemah dalam pendekatan kultural; (6) Menggunakan teknologi sebagai entry point dan mengabaikan aspek pengembangan kelembagaan; (7) Kelembagaan pendukung tidak dikembangkan dengan baik; dan (9) Koordinasi antar program pembangunan pertanian belum dapat dipadukan dengan baik. 39. Kinerja implementasi program M-KRPL cukup efektif, baik dilihat dari dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga, pola pangan harapan, serta pendapatan rumah tangga dan perkembangan ekonomi wilayah. 40. Dampak M-KRPL telah meningkatkan konsumsi energi dan protein bagi rumah tangga petani peserta secara nyata. Selain itu, M-KRPL juga telah meningkatkan konsumsi pangan dan peningkatan skor PPH sebesar 11,90-20,46 persen. Disarankan mengembangan komoditas pertanian yang berpotensi tinggi meningkatkan skor PPH yaitu komoditas hortikututa, umbi-umbian, ternak seta ikan. 41. Dampak penerapan M-KRPL telah dapat mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, pengurangan pengeluaran kelompok pangan terbesar secara berturut-turut adalah kelompok sayur, umbi, hasil ternak, dan ikan. Disarankan pengembangan komoditas pertanian harus memperhatikan aspek kebutuhan pangan keluarga dan potensi mengurangi pengeluaran konsumsi, sehingga kesejahteraan keluarga dapat ditingkatkan. 42. Dampak M-KRPL terhadap tingkat pendapatan RT peserta program secara rataan sumbangan lahan pekarangan terhadap total pendapatan rumah tangga setelah program M-KRPL diperkirakan mencapai sebesar 6,81 persen. Untuk meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan dapat diintroduksikan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pasar. 43. Dampak M-KRPL terhadap ekonomi produktif di perdesaan adalah : (1) usaha pembibitan; (2) teknologi penetasan telur ayam arab; (3) kios saprodi; (4) usaha pengolahan hasil pertanian, dan (5) usaha dagang hasil pertanian. Untuk meningkatkan dampak secara lebih akseleratif dapat dikembangkan infrastruktur pendukung dan investasi. 44. Terdapat dua model pengembangan M-KRPL ke depan yaitu: (1) Pola yang secara integratif melibatkan beberapa kelembagaan lokal, seperti Gapoktan/Kelompok Tani dan PKK dan kelompok Dasa Wisma; dan (2) Pola kelembagaan secara terpadu yang dari hulu hingga hilir di kelola kelembagaan PKK bersama kelompok-kelompok Dasa Wisma dan Koperasi Wanita (KOPWAN). 45. Pengembangan M-KRPL perlu dikomplementasikan dengan akses ekonomi yang lebih luas, terutama melalui pengembangan industri pengolahan berbasis pangan lokal dan industri pengolahan berbasis komoditas komersial melalui pengembangan produk dan perluasan tujuan pasar. 46. Dalam kontek pembangunan kawasan dipandang penting pengintegrasian antar Program M-KRPL dengan program-program pembangunan pertanian dan pengembangan ekonomi produktif yang telah masuk desa, sehingga terbangun sinergi antar program dalam meningkatan ketersediaan pangan, pengurangan pengeluaran belanja pangan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. 47. Peningkatan kapasitas SDM baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya. Peningkatan keterampilan teknis peserta program M-KRPL dapat dilakukan melalui bimbingan teknis, penyuluhan, pelatihan, dan SL-MKRPL secara partisipatif. Peningkatan kapabilitas manajerial dapat dilakukan melalui pengembangan manajemen usahatani, manajemen keuangan, kewirausahaan, pengembangan jaringan bisnis dan kemitraan usaha yang bersifat saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan. xvi

48. Diperlukan motivator, penggerak, dan pendamping dalam pelaksanaan Program M-KRPL. Prinsip-prinsip yang harus dimiliki pendamping pembangunan dalam menjalankan tugasnya untuk mendukung M-KRPL meliputi: (1) membangun kerja kelompok, (2) menjaga keberlanjutan program, (3) mendorong keswadayaan peserta program, (4) harus tepat sasaran, (5) menumbuhkan saling kepercayaani, dan (6) prinsip pembelajaran berkesinambungan. 49. Implementasi M-KRPL dilakukan melalui proses sosial yang matang dan bersifat multiyears, melalui tahap penumbuhan, pengembangan, pematangan, dan kemandirian melalui entry point teknologi dan kelembagaan. 50. Kelembagaan pengelola M-KRPL seharusnya berbasis kelembagaan lokal, seperti Kelembagaan PKK dengan kelompok dasa wisma, Kelembagaan Gapoktan dengan kelompok tani anggotanya, dan pengintegrasian antar keduanya. 51. Pengembangan infrastruktur pendukung meliputi kebun benih/bibit desa (KBD), irigasi lahan pekarangan, penanganan pasca panen dan pemasaran hasil, dan alat dan mesin pengolahan hasil pertanian. 52. Menumbuhkembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif dan kreatif melalui kewirausahaan, pengembangan produk, dan promosi produk, serta mengintegrasikan ekonomi desa-kota melalui kemitraan usaha. 53. Menumbuhkembangkan unit pengolahan limbah skala rumah tangga yang dapat menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan produk pertanian organik sehingga Program M-KRPL dapat berkelanjutan. xvii