BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal, saat ini Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

Daftar Pustaka. Diah Sulistyowati.2011.Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Diponegoro ( Dipublikasikan ).

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerapan otonomi daerah di Indonesia hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dipakai untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan. Pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya emosional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Soleh & Rochmansjah, 2010). Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang 1

2 dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataanya, pemerintah pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah (Simanjuntak, 2005). Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa dana perimbangan. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah, pemerintah pusat mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Selain dari dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah juga mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang sah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, peran transfer tidak dapat dihindarkan mengingat otonomi daerah yang dilimpahkan menuntut daerah untuk dapat menyelesaikan berbagai urusan pemerintah daerah yang menjadi wewenang daerah. Hal ini tentu saja mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan daerah

3 dalam mengemban urusan pemerintahan daerah lebih banyak dibandingkan sebelum otonomi. Pemerintah daerah seringkali dihadapkan dengan masalah tingginya kebutuhan fiskal daerah (fiscal need) sementara kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi. Pelaksanaan PAD dalam perannya terhadap keseluruhan APBD masih relatif kecil. Potensi PAD masing-masing daerah sangat jauh berbeda, sehingga menimbulkan terjadinya fiscal gap. Transfer antar pemerintah sebagai bentuk dari kebijakan pelaksanaan otonomi dalam mengatasi fiscal gap merupakan salah satu sumber penerimaan penting pemerintah daerah. Pemberian transfer diharapkan dapat menunjang keberhasilan pembangunan daerah yaitu terjadinya peningkatan pengeluaran daerah sejalan dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah. Pelaksanaan transfer mempunyai tujuan utama adalah untuk menginternalisasikan eksternalitas fiskal yang muncul dalam pembangunan antar daerah. Permasalahan yang terjadi saat ini, pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode berikutnya dana DAU yang diperoleh tetap. Menurut Ndadari dan Adi (2008) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2004) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling besar 20%.

4 Tabel 1.1 Ringkasan Realisasi DAU, PAD, dan Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2007 No Nama Daerah DAU PAD Belanja Daerah 1 Kab. Bandung 1.351.912.000.000 151.875.779.000 1.962.177.060.799 2 Kab. Bekasi 430.417.000.000 166.250.210.000 1.318.882.858.639 3 Kab. Bogor 962.196.000.000 260.031.134.000 1.689.342.000.000 4 Kab. Ciamis 775.730.000.000 36.193.269.878 1.222.778.066.522 5 Kab. Cianjur 757.052.000.000 66.675.208.153 1.054.974.268.648 6 Kab. Cirebon 730.886.000.000 99.318.311.441 1.016.241.511.274 7 Kab. Garut 911.801.000.000 71.376.304.904 1.174.647.112.920 8 Kab. Indramayu 610.891.000.000 41.508.969.540 1.061.921.250.304 9 Kab. Karawang 622.602.000.000 89.231.415.100 1.049.282.343.640 10 Kab. Kuningan 544.045.000.000 37.415.404.000 730.371.661.522 11 Kab. Majalengka 555.540.000.000 47.817.961.649 788.749.322.296 12 Kab. Purwakarta 366.484.000.000 51.199.198.309 580.627.561.152 13 Kab. Subang 560.645.000.000 50.640.677.818 949.928.074.134 14 Kab. Sukabumi 759.683.000.000 45.940.325.000 1.071.153.613.000 15 Kab. Sumedang 551.711.000.000 60.563.775.466 771.522.670.878 16 Kab. Tasikmalaya 718.561.000.000 24.309.256.511 976.466.400.845 17 Kota Bandung 827.608.000.000 275.630.504.850 1.629.508.552.713 18 Kota Bekasi 522.199.000.000 162.881.081.795 1.112.557.798.777 19 Kota Bogor 355.776.000.000 68.509.111.950 632.442.952.613 20 Kota Cirebon 304.470.000.000 59.912.118.458 525.398.806.843 21 Kota Depok 381.095.000.000 72.079.618.619 868.425.904.666 22 Kota Sukabumi 285.095.000.000 43.847.983.000 441.859.913.000 23 Kota Tasikmalaya 369.950.000.000 56.083.901.000 823.469.657.000 24 Kota Cimahi 270.848.000.000 54.658.922.185 505.587.758.958 25 Kota Banjar 273.232.000.000 16.150.347.000 368.040.085.521 Sumber : hasil pengolahan (berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat dan www.djpk.depkeu.go.id)

5 Kenyataan inilah yang menimbulkan perilaku asimetris pada pemerintah daerah. Untuk melihat apakah terjadi indikasi in efisien pada dana transfer tersebut, dapat dilihat dari respon pengeluaran pemerintah yang lebih dikenal dengan teori Flypaper Effect. Respon disini merupakan suatu tanggapan langsung dari Pemerintah daerah dalam menyingkapi transfer dana dalam bentuk dana perimbangan khususnya DAU yang diwujudkan pada anggaran belanda daerah. Ketika respon belanja daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut dengan flypaper effect (Oates, 2006). Flypaper effect itu sendiri merupakan respon yang tidak simetris atau asimetris terhadap peningkatan dan penurunan penggunanan dana transfer dari pemerintah pusat, dimana Tresch (2005) menyatakan bahwa dana transfer tersebut diberikan untuk jangka waktu tertentu dengan indikasi adanya pihak yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer yang cenderung meningkat. Dengan kata lain penemuan flypaper effect pada alokasi pengeluaran, maka diharapkan pemerintah dapat seminimum mungkin memperkecil respon yang berlebihan pada belanja daerah. Karena itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh sebenarnya DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah dan apakah terjadi flypaper effect terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Dengan demikian, bisa dilihat tingkat kemandirian Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dengan mengoptimalkan pendapatannya,. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis terdorong untuk meneliti lebih jauh dengan judul :

6 FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008-2012. 1.2 Identifikasi Masalah Permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012. 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012. 3. Apakah terjadi fenomena flypaper effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui secara emipiris pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui secara emipiris pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

7 3. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Daerah di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan mempunyai kegunaan bagi semua pihak antara lain: 1. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis berkenaan dengan adanya flypaper effect yang terjadi dalam transfer dana dalam Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah yang dilakukan secara empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012. 2. Bagi Instansi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan memberikan masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Pusat maupum Pemerintah Daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan evaluasi dari APBN dan APBD. 3. Bagi masyarakat ataupun Pihak Lain Sebagai informasi dan memberikan gambaran mengenai flypaper effect serta untuk menambah referensi apabila akan mengambil tema yang serupa, sehingga dapat memberikan kajian ilmu yang lebih mendalam.

8 1.5 Lokasi dan waktu penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis melakukan penelitian dengan mengambil data di Badan Pusat Statitik (BPS) Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. PHH Mustofa No. 43 Bandung 40291 dan melalui situs Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (www.djpk.depkeu.go.id). Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai dengan bulan September 2013.