BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIT PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI SKALA KECIL: KASUS DI KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT EMI KARMINARSIH

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas juta

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat hutan rakyat semakin dirasakan oleh masyarakat karena mampu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENDAHULUAN Latar Belakang

REVITALISASI KEHUTANAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

BAB I. PENDAHULUAN A.

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada periode tahun 1997 2000 diperkirakan mencapai 2,83 juta ha/tahun (Alikodra dan Syaukani 2004). Selanjutnya, Departemen Kehutanan menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dalam lima tahun berikutnya yaitu sekitar 1,09 juta ha/tahun, bila mengingat ancaman yang masih cukup besar akibat kebakaran hutan dan laju pertambahan penduduk serta alih fungsi lahan, diperkirakan penyusutan luas hutan masih mungkin bertambah (Dephut 2009). Dari luas hutan 132.398 juta ha (PIKA 2008), kawasan hutan efektif hanya 98 juta ha (FWI/GFW 2002), dan menurut data statistik kehutanan tahun 2008 luas lahan kritis di Indonesia mencapai 77,81 juta ha pada tahun 2006. Sebagai langkah awal menghadapi deforestasi dan kerusakkan hutan, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Agenda 21 Kehutanan yang pada intinya mengetengahkan sistem pengelolaan hutan yang bercirikan pada azas keberlanjutan (sustainability). Tujuannya untuk menjamin berlangsungnya prosesproses ekologi pada siklus yang stabil, selaras, dan berkeseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidupnya (UNEP dan KMNLH 2007). Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi deforestasi dan kerusakkan hutan, Pemerintah Indonesia antara lain sedang mempersiapkan implementasi skema REDD (Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation), mengimplementasikan skema DNS (Debt for Nature Swapt), dan meratifikasi berbagai perjanjian internasional seperti konvensi keanekaragaman hayati dan konvensi perubahan iklim. Dampak nyata deforestasi dan kerusakan hutan yang membutuhkan perhatian serius di bidang kehutanan adalah karena terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri perkayuan secara nasional. Dalam kondisi defisit tersebut dimanfaatkan oleh banyak anggota masyarakat yang telah menanam komoditi kayu di lahan miliknya bahkan yang

2 telah berkembang dalam bentuk suatu unit pengelolaan hutan kemasyarakatan yang dikenal dengan usaha kehutanan masyarakat (UKM) dengan pola tanam agroforestri. Pola agroforestri ini telah berkembang dengan baik di Indonesia, terutama karena terbukti sangat sesuai dengan budaya masyarakatnya, dan telah memberikan dampak yang positif bagi pengelolaan hutan di Indonesia (Santoso 2000). Berdasarkan hasil penelitiannya, Darusman et al. (2001) menyatakan bahwa UKM memiliki sifat resiliensi cukup baik dalam menghadapi situasi krisis ekonomi dan moneter pada level nasional sekalipun. 1.2 Rumusan Permasalahan Hutan rakyat adalah perhutanan yang dilakukan di atas tanah milik masyarakat. Ciri umum hutan rakyat ditunjukkan oleh adanya lahan kelola yang sempit, belum memiliki teknik kelola yang baik artinya belum menerapkan aturan sistem silvikultur yang benar, memiliki posisi tawar yang rendah akibat sistem pemasaran yang lebih menguntungkan pihak lembaga perantara seperti pedagang, penebas, pedagang pengumpul, pedagang besar, termasuk industri (Hardjanto 2003). Tujuan awal penanaman jenis-jenis kayu di lahan marginal yang gundul dan tandus melalui program-program pemerintah ditujukan bagi penyelamatan fungsi ekologi dan lingkungan seperti menghindari bahaya erosi, banjir, serta mengembalikan kesuburan tanah. Jenis yang ditanam di lahan milik (talun/kebun rakyat) dilaksanakan atas dasar prakarsa sendiri dan dilakukan secara turun temurun, serta dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam bentuk kayu bakar, dan untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk rumah atau kandang ternak mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, tujuan tersebut sudah berubah menjadi usaha sampingan yang sewaktu-waktu dapat menutupi kebutuhan insidentil rumah tangga, misalnya menjual kayu untuk keperluan sekolah anaknya ataupun hajatan kawinan dan khitanan anak mereka. Awang et al. (2007) lebih lengkap menyatakan bahwa karakteristik hutan rakyat adalah sifatnya individual, berbasis keluarga, organisasi petani komunal, tidak memiliki manajemen formal, tidak responsif, subsisten, dan hanya berfungsi sebagai tabungan bagi keluarga.

3 Hutan rakyat yang telah berkembang di masyarakat perlu dipertahankan keberlanjutannya. Permasalahannya adalah karena ancaman pertumbuhan penduduk dan perkembangan pola hidup masyarakat dan lingkungannya dikhawatirkan akan mendorong semakin banyaknya generasi muda yang meninggalkan cara bertani termasuk hutan rakyat, serta pembangunan di desanya yang dapat mengancam keberlanjutan hutan rakyat. Value dan motivasi masyarakat terhadap keberlanjutan hutan rakyat perlu digali dan di kembangkan bagi perkuatan dukungan berbagai pihak bagi jaminan keberlanjutan pemanfaatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Teori dasarnya adalah bahwa pengelolaan hutan rakyat lestari dapat dicapai apabila tiga fungsi dasar pengelolaan hutan yang meliputi fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi ekologi (Drengson dan Taylor 1977) dapat dipertahankan, yaitu bagi stabilitas sosial ekonomi masyarakat dan stabillitas ekosistem seperti mencegah terjadinya banjir, erosi, dan tanah longsor, serta stabilitas iklim mikro. Untuk itu rumusan pertanyaan penelitiannya adalah: 1. Bagaimana tata kelola hutan rakyat serta sarana dan prasarana pendukung dibidang usaha kayu saat ini bagi stabilitas sosial, ekonomi, dan ekologi di lokasi penelitian. 2. Berapa luas terkecil hutan rakyat yang dapat menjamin sistem pengelolaan hutan yang lestari. 3. Sejauh mana motivasi masyarakat petani hutan rakyat di lokasi penelitian terhadap konsep pengelolaan hutan lestari. 1.3 Kerangka Konseptual Pada umumnya pengelolaan hutan seringkali kurang memperhatikan keberadaan masyarakat sekitar hutan, dimana praktek-praktek pembangunan kehutanan cenderung menempatkan masyarakat hanya sebagai obyek pembangunan. Suprayitno (2011) menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, seringkali mengabaikan keberadaan masyarakatnya, karena mereka dianggap memiliki motivasi yang rendah, tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisis dan merumuskan permasalahan, apalagi mencari solusi pemecahannya. Anggapan semacam ini menjadi salah satu sebab kurangnya

4 partisipasi masyarakat bahkan seringkali menyebabkan terjadinya konflik (Haba dkk 2003). Sejak berbagai program pembangunan dilaksanakan selalu dirasakan gagal dalam mengamankan hutan, sehingga semakin disadari akan pentingnya peranserta masyarakat setempat. Kebijakan pengelolaan hutan yang selama ini berjalan cenderung kurang memperlakukan masyarakat secara adil, telah menjadi pemicu utama bagi kegagalan pembangunan kehutanan selama ini. Sejalan dengan laju perkembangan hutan rakyat, pemerintah mencoba memperbaiki kinerjanya melalui suatu misi pengelolaan hutan yang baru yaitu pengelolaan hutan yang adil dan lestari, yang telah memberi peluang dan ruang gerak bagi masyarakat lokal untuk terlibat aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan sehingga hutan rakyat yang tumbuh dikelola oleh masyarakat di lahan miliknya menjadi alternatif penting bagi upaya meningkatkan luas tutupan lahan. Situasi perniagaan kayu nasional yang cenderung menunjukkan semakin berkurangnya stok bahan baku kayu industri perkayuan yang jumlahnya tidak sedikit memberi peluang bagi kayu rakyat untuk diperhitungkan sebagai salah satu alternatif dalam usaha mengatasi kekurangan bahan baku. Kondisi ini berdampak positif bagi keberlanjutan hutan rakyat, masyarakat termotivasi melalui insentif ekonomi berlomba menanam jenis kayu pada lahan garapannya. Inisiatif dan kemauan untuk menanam secara suka rela jenis kayu sengon di lahan milik juga ditunjukkan oleh masyarakat desa di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya merupakan bukti minat keterlibatan masyarakat tani hutan setempat dalam melakukan pengelolaan hutan pada lahan milik mereka cukup tinggi, dengan keyakinan bahwa menanam kayu sengon merupakan tambang emas yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Rumusan pengelolaan hutan lestari yang digali dari pengetahuan masyarakat, seperti sistem pengaturan hasil yang didasarkan pada ketersediaan stock berdasarkan penyebaran jumlah batang per kelas diameter dan selalu tersedianya sejumlah pohon masak tebang dan sistem pengaturan hasil, dengan mempertimbangkan kondisi sosial, serta budaya setempat, diharapkan akan dapat membantu masyarakat sebagai dokumen penting bagi upaya mempertahankan keberlanjutannya. Dalam implementasinya, sesuai dengan teori pengelolaan hutan

5 konvensional, maka pola pengaturan hasil lestari akan sangat ditentukan oleh luas areal hutan rakyat sebagai suatu unit pengelolaan, ketersediaan standing stock kayu di hutan, ketersediaan jumlah pohon yang mewakili kelas diameter tertentu, kesediaan bibit, sumberdaya manusia dengan kapasitasnya sebagai tenaga yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan, ketersediaan faktor penunjang seperti sarana dan prasarana jalan angkutan, sarana ekonomi dan sarana komunikasi. Hutan Rakyat Motivasi Fungsi Ekonomi Fungsi Ekologi Fungsi Sosial Analisa Finansial Potensi Tegakan Karakteristik Petani Hutan Rakyat NPV Pengaturan Hasil Internal Ekstrenal Unit Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Skala Kecil Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Untuk mencapai keberhasilannya perlu dirumuskan unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil sesuai dengan kapasitas masyarakatnya atas dasar kepemilikan lahan, manfaat sosial, manfaat ekonomi dan manfaat ekologi dari pengelolaan hutan rakyat yang dimilikinya. Selanjutnya perangkat kebijakan yang telah ada maupun yang baru sangat penting dalam mendukung kelancaran

6 kegiatan pengelolaan hutan mulai dari aspek produksi, industri pengolahan, hingga aspek pemasarannya. Selain itu juga perlu didukung oleh sistem informasi yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kinerja bagi para stakeholder yang terlibat langsung dalam kegiatan, karena dalam hal ini tingkat pencapaian keberhasilannya sangat tergantung dari jumlah dan kualitas mereka. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir penelitian diatas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: semakin terjamin kesinambungan jatah tebang tahunan (etat jumlah batang) berarti semakin lestari tegakan hutan yang ada, maka secara finansial akan semakin stabil tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani hutan rakyat. 1.4 Ruang Lingkup 1. Wilayah hutan rakyat di lokasi penelitian didasarkan pada areal efektif hasil pengolahan peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kecamatan Cikalong Skala 1:250.000 Tahun 2009. 2. Jenis yang diteliti adalah sengon (Paraserienthes falcataria L. Nielsen). 3. Pengaturan hasil didasarkan kepada kondisi tegakan aktual. 4. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam membangun unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil adalah: (a) Dusun sebagai unit pengelolaan terkecil; (b) Daur ditetapkan lima tahun sesuai rata-rata daur butuh yang dipakai petani hutan rakyat di lokasi penelitian; (c) Riap diameter 5 cm/tahun. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah merumuskan unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil berdasarkan sistem pengaturan hasil yang berkelanjutan. Untuk merumuskan unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil ini dilakukan analisis terhadap: 1. Nilai dugaan potensi tegakan sengon berdasarkan volume dan jumlah batang dan sistem pengaturan hasil lestari yang dapat diterapkan pada hutan rakyat. 2. Nilai kontribusi hutan rakyat terhadap total pendapatan petani yang mengusahakan hutan rakyat serta nilai finansial dari usaha hutan rakyat.

7 3. Hubungan motivasi petani dalam mengusahakan hutan rakyat berdasarkan karakteristik internal dan eksternal petani. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dinyatakan dalam dua hal, yaitu: a. Manfaat bagi pengembangan ilmu, merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan Ilmu Pengelolaan Kehutanan (IPK), khususnya terciptanya rumusan unit pengelolaan skala kecil hutan rakyat lestari. b. Manfaat bagi pengembangan kebijakan, merupakan sumbangan yang sangat penting bagi pemerintah (Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah) untuk mengimplementasikan kebijakan yang mungkin disusun untuk menunjang pembangunan daerah secara berkelanjutan dengan basis hutan rakyat. 1.7 Novelti Penelitian Penelitian mengenai rumusan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan skala kecil masih terbatas. Misalnya, Awang (2007), telah melakukan penelitian Pendekatan tentang pembentukan Unit Manajemen Hutan Lestari/ UMHR pada hutan rakyat campuran. Kebanyakan penelitian hutan rakyat cenderung berbasis sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, seperti: kontribusi hasil dari kayu bagi masyarakat tani dan penyerapan tenaga kerja (Kartasubrata 1988); konsumsi kayu pertukangan dan kayu bakar (Darusman dan Hardjanto 2006); analisis investasi (Dewi 2002); sifat resiliensi usaha kayu rakyat (Suhardjito dan Darusman 1998); kelembagaan dan kebijakan (Tinambunan et al. 1996); ekologi lingkungan (Soeryani 2007); hutan rakyat dalam konteks DAS (Awang et al. 2007); sertifikasi (Putera et al. 2011). Adapun kebaruan penelitian ini adalah: 1. Dari aspek manajemen hutan, menghasilkan rumusan tentang unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil dengan cara pengaturan hasil berdasarkan riap dan jumlah batang yang menjamin keberlanjutan manfaat ekonomi, manfaat ekologi dan manfaat sosial.

8 2. Dari aspek ilmu pengetahuan, merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan Ilmu Pengelolaan Kehutanan, karena dengan meningkat kembangnya unit-unit kecil pengelolaan hutan rakyat saat ini, perannya mampu diandalkan sebagai salah satu pemasok kayu ketika terjadi krisis bahan baku kayu industri belakangan ini.