ANALISIS STRUKTUR APBD KABUPATEN KAMPAR TAHUN Taryono

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

Transkripsi:

ANALISIS STRUKTUR APBD KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2007-2012 Taryono Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293 ABSTRACT Sources of local revenue comes mostly from taxes collected from the public. Thus, the structure of the pro shopping areas of public services is a must. This analysis aims to provide an overview of the structure of Kampar District budget for the 2007-2012 period. Analysis of the results showed that during the period of Kampar district budget continues to increase. Based on the structure of local revenue, the largest contribution comes from fund balance with a declining trend. Role of PAD is low with an upward trend. While the structure of regional spending, indirect spending is dominated by an upward trend and reverse, the trend of direct expenditure has decreased. ratio of personnel expenditure in indirect spending continues to increase. In contrast, capital expenditure decreased role in direct spending.. Keywords: APBD, PAD, personnel expenditure, dan capital expenditure I. PENDAHULUAN Desentralisasi fiscal sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa perubahan terhadap kemampuan kapasitas fiscal daerah kabupaten/kota di Indonesia termasuk Kabupaten Kampar. Pada era orde baru misalnya pada tahun Anggaran 1994/1995 jumlah pendapatan sebesar Rp. 65,70 milyar. Kemudian seiring dengan tuntutan reformasi dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku efektif mulai tahun 2001 menjadikan sumber-sumber penerimaan Kabupaten Kampar meningkat drastis. Total pendapatan Kabupaten Kampar dalam APBD tahun anggaran 2001 meningkat menjadi Rp. 509,28 milyar. Dengan demikian setelah otonomi daerah pendapatan daerah dalam APBD Kabupaten Kampar meningkat sebesar 10 kali lipat dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. - 123 -

Menurut Kartiwa (2004), pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung memaksa daerah untuk melakukan perubahan-perubahan, baik perubahan struktur maupun perubahan proses dan budaya birokrasi. Seiring berjalannya waktu pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang otonomi daerah terus berupaya untuk disempurnakan. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah direvisi menjadi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di revisi menjadi Undang-undang nomor 33 tahun 2004. Penyempurnaan ini diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi ekonomi dan pelayanan publik ke arah yang lebih baik. Dengan demikian melalui berbagai multiplier efek dari penyempurnaan desentralisasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal (Khusaini, 2006). Sebelum otonomi daerah sumber pendapatan daerah bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu, Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Sumbangan dan Bantuan, dan penerimaan pembangunan. Sumber pendapatan Kabupaten Kampar dalam APBD tahun anggaran 1994/1995 terbesar berasal dari pos sumbangan dan bantuan yaitu 73,07%, sedangkan pos Pendapatan Asli Daerah masih sebesar 2,24%. Sedangkan setelah otonomi daerah sumber pendapatan daerah Kabupaten Kampar sebagian besar bersumber dari dana perimbangan (DBH, DAU dan DAK), dari pendapatan Kabupaten Kampar dalam APBD tahun anggaran 2004 sebesar Rp. 678,91 milyar, dimana sebesar 91,34% bersumber dari dana perimbangan dan peranan Pendapatan Asli Daerah sebesar 3,95%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah otonomi daerah ketergantungan pemerintah daerah melalui dana perimbangan masih cukup tinggi sementara kemampuan daerah untuk menggali potensi daerahnya melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah masih terbatas. - 124 -

APBD yang besar bukanlah jaminan bahwa penduduk daerah tersebut akan hidup lebih sejahtera bila dibandingkan dengan penduduk yang hidup pada daerah dengan APBD yang lebih rendah. Struktur belanja daerah akan menentukan kinerja pembangunan daerah. Rata-rata setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2011 APBD Kabupaten Kampar dari sisi pendapatan meningkat sebesar 11,16%. Peningkatan pendapatan yang dialokasikan untuk membiayai belanja daerah, baik dalam bentuk belanja langsung maupun belanja tidak langsung diharapkan memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan kinerja pembangunan daerah. Rata-rata setiap tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kampar meningkat sebesar 0,77 poin, dimana pada tahun 2004 sebesar 69,8 poin dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 75,18 poin. Sementara itu, APBD Kabupaten Indragiri Hilir yang berada dibawah dari Kabupaten Kampar, Indeks Pembangunan Manusianya lebih tinggi dimana pada tahun 2004 sebesar 71,4 poin meningkat menjadi 75,71 poin pada tahun 2011. Berdasarkan kondisi tersebut, maka menjadi penting untuk mengkaji bagaimanakah gambaran struktur APBD Kabupaten Kampar?. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Jenis Data Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kampar dengan menggunakan data sekunder yaitu data APBD Kabupaten Kampar dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 yang diperoleh dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. B. Metode Analisis Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 disebutkan bahwa Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. - 125 -

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dengan struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, sebagai hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah merupakan semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Analisis terhadap struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kampar yaitu dengan menganalisis perkembangan dari komponen pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kampar tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pendapatan daerah dikelompokan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, lain-lain pendapatan daerah yang sah. Analisis terhadap perkembangan struktur pendapatan daerah dilihat dari besarnya rasio perbandingan antara komponen pendapatan daerah terhadap total APBD dengan formulasi sebagai berikut : 1. 2. Untuk mengetahui perkembangan peranan dari komponen dana perimbangan dalam struktur APBD Kabupaten Kampar digunakan formulasi sebagai berikut : a. b. c. 3. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah : - 126 -

Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Analisis struktur belanja daerah dilakukan dengan pendekatan ratio yaitu dengan membandingkan besarnya peranan masing-masing komponen terhadap total APBD dengan formulasi sebagai berikut : 1., dengan komponen yang dianalisis meliputi belanja pegawai 2. dengan komponen yang dianalisis meliputi belanja barang dan jasa, dan belanja modal. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Pendapatan Kabupaten Kampar Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi kondisi dan kebutuhan daerah turut mempengaruhi dinamika keuangan daerah terutama dari sisi pendapatan daerah. Pendapatan Daerah Kabupaten Kampar menunjukkan trend yang terus meningkat. Pada tahun 2007 total penerimaan dalam APBD Kabupaten Kampar sebesar Rp. 1,026 triliun dan pada tahun 2008 mampu tumbuh sebesar 13,89% atau meningkat menjadi Rp. 1,168 triliun. Walaupun pada tahun 2009 total penerimaan Kabupaten Kampar meningkat lagi menjadi sebesar Rp. 1,260 triliun, namun pada tahun 2010 total penerimaannya turun menjadi sebesar Rp. 1,204 triliun. Upaya peningkatan penerimaan terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kampar sehingga pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp. 1,468 triliun. Demikian juga pada tahun 2012 penerimaan daerah Kabupaten Kampar tumbuh sebesar 16,37% sehingga meningkat menjadi sebesar Rp. 1,702 triliun. - 127 -

1,800.00 1,701.93 1,600.00 1,467.64 1,400.00 1,200.00 1,000.00 1,025.92 1,168.47 1,260.13 1,203.82 800.00 600.00 400.00 200.00 - Gambar 1 : Perkembangan Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Diantara sumber penerimaan pendapatan daerah adalah pos Pendapatan Asli Daerah atau yang familier dikenal dengan singkatan PAD. Pos ini merupakan sebagai bentuk pemberian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah dapat bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Belum seluruh potensi PAD Kabupaten Kampar dapat digali secara optimal. Peranan PAD dalam struktur penerimaan Kabupaten Kampar masih cukup kecil. Capaian PAD dari tahun 2007 sampai 2012 masih berfluktuatif dengan trend yang terus meningkat. Tahun 2007 peranan PAD sebesar 4,34% dan meningkat menjadi 4,85% pada tahun 2008. Peranan PAD Kabupaten Kampar tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu 8,53%, namun setelah itu capaian peranan PAD cenderung menurun. - 128 -

9.00% 8.53% 8.00% 7.83% 7.00% 6.00% 6.04% 5.95% 5.00% 4.00% 4.34% 4.85% 3.00% 2.00% 1.00% Gambar 2 : Perkembangan Persentase PAD Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Dana Perimbangan dalam bentuk DBH, DAU, dan DAK merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah sebagai satu kesatuan yang utuh. Selain itu, dana ini juga dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya. Dana perimbangan dalam struktur penerimaan APBD Kabupaten Kampar memiliki peranan yang sangat besar. Selama kurun waktu 2007-2012 peranan dana perimbangan dalam APBD berkisar antara 84,97% sampai dengan 91,56%. Diantara sumber dana perimbangan adalah berasal dari dana bagi hasil, baik dalam bentuk bagi hasil pajak maupun bukan pajak. Dana bagi hasil Kabupaten Kampar terutama bersumber dari dana bagi hasil bukan pajak yaitu bersumber dari sumberdaya alam berupa dana bagi hasil minyak bumi. Menurunnya dana bagi hasil migas telah menyebabkan menurunnya peranan dana bagi hasil yang diperoleh Kabupaten Kampar beberapa tahun terakhir. - 129 -

94.00% 92.00% 91.56% 9 88.00% 88.68% 88.64% 87.74% 86.00% 86.22% 84.97% 84.00% 82.00% 8 Gambar 3 : Perkembangan Persentase Dana Perimbangan Terhadap Total Penerimaan APBD Pada Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Peranan dana bagi hasil tertinggi dalam struktur APBD Kabupaten Kampar terjadi pada tahun 2010 yaitu 74,21% dan kontribusi dana bagi hasil terendah pada tahun 2012 yaitu 52,54%. 8 7 67.00% 63.28% 66.29% 74.21% 6 56.64% 52.54% 5 4 3 2 1 Gambar 4 : Perkembangan Persentase Dana Bagi Hasil Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 - 130 -

Tujuan dari Dana Alokasi Umum adalah untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah sehingga mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah. Besaran DAU didasarkan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yaitu selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity). Formulasi DAU cenderung menyebabkan daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil dan sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Peranan DAU Kabupaten Kampar yang trendnya cenderung meningkat berarti dapat mengindikasikan bahwa kebutuhan fiskal Kabupaten Kampar cenderung besar sementara potensi fiskalnya trendnya cenderung kecil. 4 35.00% 33.48% 3 30.03% 25.00% 2 23.57% 20.95% 17.24% 15.00% 1 11.18% 5.00% Gambar 5 : Perkembangan Persentase Dana Alokasi Umum Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 - 131 -

Kontribusi Dana Alokasi Umum tertinggi terhadap penerimaan APBD Kabupaten Kampar terjadi pada tahun 2012 yaitu 33,48% dan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu 11,18%. Hasil penelitian Prakosa (2004), Agustina (2010) menunjukkan bahwa besarnya Belanja Daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi. Jika hal ini masih berlangsung terus maka otonomi daerah kemungkinan besar akan sangat terhambat. Lebih lanjut, Pramuka (2010) menunjukkan bahwa DAU, terbukti secara signifikan mempengaruhi operasi, modal, dan total pengeluaran pemerintah daerah. Selaras dengan temuan tersebut, penerimaan DAU Kabupaten Kampar yang berfluktuatif menunjukkan trend yang meningkat. Kondisi ini menunjukkan ketergantungan pemerintah Kabupaten Kampar terhadap Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kewenangannya masih tinggi. 3.50% 3.29% 3.00% 2.50% 2.00% 2.00% 1.97% 1.72% 1.50% 1.44% 1.00% 0.99% 0.50% Gambar 6 : Perkembangan Persentase Dana Alokasi Khusus Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 - 132 -

Sebagai dana yang dialokasikan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, Dana Alokasi Khusus (DAK) memiliki peranan penting dalam mensuksekan prioritas program nasional. Kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar untuk menjolok DAK masih rendah yang tercermin dari peranan DAK dalam APBD Kabupaten Kampar. Pada tahun 2007 peranan DAK dalam struktur APBD Kabupaten Kampar sebesar 0,99% dan meningkat menjadi 2,00% pada tahun 2008. Pada tahun 2009 peranan DAK kembali turun menjadi 1,44% dan meningkat menjadi 3,29% pada tahun 2010. Kemudian hingga tahun 2012 peranan DAK terus menurun menjadi 1,72%. Diduga kurangnya koordinasi dan tidak sinkronnya dalam penetapan program pembangunan di daerah Kabupaten Kampar dengan program-program yang menjadi prioritas pembangunan nasional menjadi penyebab belum optimalnya pemerintah daerah dalam memperebutkan dana dalam APBN yang menjadi prioritas pemerintah pusat di daerah. Penerimaan lainnya sebagai sumber pendapatan daerah adalah lain-lain pendapatan yang sah. Selama periode 2007-2012 peranan lain-lain pendapatan yang sah dalam APBD Kabupaten Kampar trendnya terus menunjukkan peningkatan. Kontribusi lain-lain pendapatan yang sah tertinggi yaitu pada tahun 2009 sebesar 6,50% dan terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 3,49%. 7.00% 6.50% 6.31% 6.00% 5.32% 5.00% 4.00% 4.09% 4.07% 3.49% 3.00% 2.00% 1.00% Gambar 7 : Perkembangan Persentase Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten Kampartahun 2007-2012 - 133 -

Dari sisi belanja dalam APBD Kabupaten Kampar selama periode 2007-2012 setiap tahunya berfluktuatif dengan trend yang cenderung meningkat. Pada tahun 2007 belanja daerah Kabupaten Kampar sebesar Rp. 1,448 triliun dan meningkat menjadi Rp. 1,547 triliun pada tahun 2008. Tahun 2009 dan tahun 2010 merupakan tahun dimana belanja daerah Kabupaten Kampar mengalami penurunan dan mulai meningkat kembali pada tahun 2011. Namun demikian, pengeluaran belanja daerah yang tinggi tersebut kembali turun pada tahun 2012 menjadi Rp. 1,683 triliun. 2,000.00 1,800.00 1,739.68 1,683.42 1,600.00 1,400.00 1,447.50 1,547.41 1,432.34 1,419.02 1,200.00 1,000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 - Gambar 8 : Grafik Perkembangan Total Belanja Dalam APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Dilihat menurut struktur belanja dalam APBD Kabupaten Kampar kelompok belanja tidak langsung peranannya cenderung meningkat dari tahun 2007-2012. Peranan belanja tidak langsung tahun 2007 sebesar 39,09% dan terus meningkat hingga tahun 2012 peranannya menjadi sebesar 58,70%. Meningkatnya kelompok belanja tidak langsung dalam stuktur APBD Kabupaten Kampar akan meningkatkan alokasi anggaran belanja yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan. Peranan alokasi belanja tidak langsung yang meningkat berarti akan meningkat alokasi belanja untuk pegawai, bayar bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Dengan demikian akan mengurangi peranan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana dan prasarana fasilitas publik dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat. - 134 -

7 6 58.70% 5 46.81% 50.27% 51.28% 4 39.09% 39.12% 3 2 1 Gambar 9 : Perkembangan Persentase Belanja Tidak Langsung Terhadap Total Belanja APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Belanja tidak langsung Kabupaten Kampar yang besar peranannya dalam struktur APBD Kabupaten Kampar jika ditelisik lebih dalam, sebagian besar masih dialokasikan untuk belanja pegawai dengan trend yang cenderung meningkat. Ratio belanja pegawai yang besar dalam APBD merefleksikan kebijakan belanja daerah yang belum pro publik. Pada tahun 2007 alokasi belanja pegawai peranannya sebesar 29,49 % dan terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi 47,70%. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Kampar, berdasarkan hasil Kajian USAID (2012) yang menggunakan data selama periode 2008-2011 menunjukkan bahwa setengah kabupaten/kota di Indonesia mengalokasikan lebih dari 50% belanja daerahnya untuk pegawai. Proporsi belanja pegawai terus meningkat selama periode tersebut, membuat belanja modal semakin kecil. - 135 -

6 5 47.70% 4 36.66% 41.33% 40.91% 3 29.49% 28.59% 2 1 Gambar 10 : Perkembangan Persentase Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Keberhasilan pembangunan suatu daerah turut ditentukan oleh alokasi belanja pemerintah daerah yang efisien dan efektif. Pendapatan daerah yang besar menjadi kurang memiliki arti bila masih terjadi pemborosan dan tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat dalam mengalokasikan belanja daerahnya. Ketika peranan sektor swasta belum begitu dominan, maka belanja pemerintah daerah mempunyai peranan yang cukup krusial sebagai stimulus pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem perencanaan belanja pemerintah daerah yang baik dan tepat sasaran sehingga mampu menciptakan efek positif bagi perekonomian. Kelompok belanja langsung memiliki peranan penting dalam mendorong aktifitas ekonomi daerah. Karena, belanja langsung terutama belanja modal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan pelayanan publik. - 136 -

7 6 5 60.91% 60.88% 53.19% 49.73% 48.72% 4 41.30% 3 2 1 Gambar 11 : Perkembangan Persentase Belanja Langsung Terhadap Total Belanja APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007 2012 Peranan belanja langsung dalam struktur APBD Kabupaten Kampar selama periode 2007-2012 terus menunjukkan penurunan. Pada tahun 2007 ratio belanja langsung terhadap APBD sebesar 60,91% kemudian pada tahun 2012 peranan belanja langsung menjadi 41,30%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana infrastruktur dan program pembangunan lainnya di Kabupaten Kampar terus meningkat. Kemampuan belanja langsung dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah juga ditentukan oleh porsi belanja modal, dan belanja barang dan jasa, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Realisasi Belanja Modal akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya diharapkan akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, 2012). - 137 -

18.00% 16.43% 16.00% 14.00% 14.30% 14.54% 15.38% 13.19% 15.45% 12.00% 1 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% Gambar 12 : Perkembangan Persentase Belanja Barang Dan Jasa Terhadap Total Belanja APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 Peranan belanja barang dan jasa pada APBD Kabupaten Kampar selama periode 2007-2008 trendnya menunjukkan peningkatan dengan perkembangannya selama periode tersebut berfluktuatif. Kontribusi belanja barang dan jasa tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu 16,43% dan terendah pada tahun 2010 yaitu 13,19 persen. Selain belanja barang dan jasa yang termasuk dalam belanja langsung adalah belanja modal. Peranan belanja modal dalam struktur APBD Kabupaten Kampar selama periode 2007-2012 menunjukkan trend yang terus menurun. Pada tahun 2007 Ratio belanja modal terhadap APBD sebesar 36,81% dan terus menurun menjadi 25,33% pada tahun 2012. Penurunan ratio belanja modal dalam APBD dikhawatirkan dapat menurunkan peranan pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas publik yang dibutuhkan oleh masyakarat. - 138 -

45.00% 4 36.81% 36.60% 35.00% 3 30.54% 29.60% 25.33% 25.00% 2 18.25% 15.00% 1 5.00% Gambar 13 : Perkembangan Persentase Belanja Modal Terhadap Total Belanja APBD Kabupaten Kampar Tahun 2007-2012 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan APBD Kabupaten Kampar selama periode 2007-2012 menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Berdasarkan struktur Pendapatan kontribusi terbesar bersumber dari dana perimbangan dengan trend yang terus menurun. Peranan PAD masih rendah dengan perkembangan trend yang terus meningkat. Sedangkan struktur belanja, masih didominasi belanja tidak langsung dengan trend yang terus meningkat, sebaliknya belanja langsung trendnya terus menurun. Proporsi belanja pegawai yang tinggi dengan trend yang meningkat dalam belanja tidak langsung sangat bertolak belakang dengan perkembangan proporsi belanja modal yang terus menurun dalam belanja langsung. B. Saran Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah, pemerintah daerah perlu menggali dan mengoptimalkan potensi PAD, melakukan koordinasi dan sinkronisasi program dengan pemerintah Provinsi Riau dan Pusat. Merasionalisasi belanja tidak langsung terutama belanja pegawai dan mengoptimalkan belanja langsung terutama melalui belanja modal guna meningkatkan pemenuhan kebutuhan publik. - 139 -

DAFTAR PUSTAKA Agustina N, 2010. Thesis : Desentralisasi Fiskal, Tax Effort, dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Studi Empirik Kabupaten/Kota Se-Indonesia 2001-2008. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan - Kementerian Keuangan. 2012. Deskripsi dan Analisis APBD 2012. Jakarta. Kartiwa, H.A, 2004. Guru Besar Ilmu Administrasi Publik FISIP UNPAD. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pendalaman Kompetensi bidang tugas legislatif anggota DPRD Kabupatan Sukabumi, pada tanggal 8 Desember 2004 bertempat di Hotel Pangrango Selabintana KM 7 Sukabumi. Khusaini, Mohammad,2006. Ekonomi Publik : Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah. BPFE Unibraw, Malang. Prakosa KB, 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY) JAAI Volume 8 No. 2, Desember 2004. Pramuka BA, 2010. Flypaper Effect Pada Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Jawa. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010, hlm.1-12 USAID. 2012. Laporan Analisis Anggaran Daerah 2008-2011 : Temuan-Temuan Hasil Studi Pengelolaan Anggaran di 20 Kabupaten/Kota Partisipan Program Kerja. Jakarta, Mei 2012. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah - 140 -