Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU



dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN 2007

BAB III METODE PENILITIAN. Negara Indonesia sebanyak 416 kabupaten dan 98 kota. Sampel yang diambil

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

Formula Dana Desa: CATATANKEBIJAKAN. No. 13, November Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

DANA ALOKASI KHUSUS DALAM PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

2017, No Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diub

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI SELURUH INDONESIA TAHUN ANGGARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Indeks Pembangunan Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkembang di Indonesia. Pengertian akuntansi pemerintahan tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

Transkripsi:

2011 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program. Namun demikian, IPM sebagai sarana pemerataan pembangunan perlu dikaji lebih dalam dalam penggunaannya secara lebih tepat. Eko Budiriyanto,S.E Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu RI 11/28/2011

DAFTAR ISI Pendahuluan... 3 Latar belakang... 3 Dasar Hukum... 4 Ruang lingkup... 4 Dana Alokasi Umum... 6 Formula DAU... 7 Kebutuhan Fiskal (KbF)... 7 Kapasitas Fiskal (KpF)... 7 Index Pembangungan Manusia (IPM)... 8 Indeks harapan hidup... 8 Indeks pendidikan... 8 Indeks standar hidup layak... 9 Komponen terpenting... 10 Permasalahan... 12 IPM sebagai formula... 12 IPM dan mobilitas penduduk... 14 Kesimpulan dan saran... 18 Kesimpulan... 18 Saran... 19 Daftar Pustaka... 20 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 2

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DALAM FORMULASI DAU PENDAHULUAN Latar belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas : 1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Khusus 3. Dana Alokasi Umum. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 3

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka Desentralisasi. Dari ketiga jenis dana perimbangan di atas jelas bahwa DAU-lah yang akan digunakan sebagai instrumen pemerintah dalam mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah. Oleh karena itu, pengalokasian DAU yang tepat menjadi penting untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional yang adil dan merata. Ketimpangan antara daerah yang terlalu besar dan terlalu lama, dapat mengancam stabilitas dan integrasi negara kesatuan ini. Tentang perhitungan pengalokasian DAU ini telah diatur dalam UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Namun demikian apakah apa yang diatur dalam peraturan tersebut sudah tepat dalam pencapaian tujuan DAU sendiri yaitu pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah, hal ini yang menggugah penulis untuk membuat tulisan ini dengan maksud memberikan pemahaman yang lebih bagi penulis sendiri serta pemicu bahan diskusi bagi para pembaca. Dasar Hukum 1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan 2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Ruang lingkup Penghitungan DAU melalui beberapa tahapan, yaitu : Tahapan Akademis Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 4

Tahapan Administrafif Dalam tahapan ini Kemenkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan Tahapan Teknis Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi dari pihak akademis. Tahapan Politis Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Panitia Kerja (Panja) Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU. Formula DAU menggunakan pendekatan Celah Fiskal (fiscal gap) dan Alokasi Dasar (AD). Celah Fiskal adalah selisih antara Kebutuhan Fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan Kapasitas Fiskal (fiscal capacity), sedangkan Alokasi Dasar berupa jumlah gaji PNS daerah. Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan perhitungan kebutuhan daerah terdiri dari: jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia (IPM), indeks kemahalankonstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Komponen variabel kapasitas fiskal (fiscal capacity) merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dalam tulisan ini penulis hanya membatasi diri tentang ketepatan penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu komponen variabel kebutuhan fiskal. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 5

DANA ALOKASI UMUM Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Netto. Pendapatan Dalam Negeri Netto adalah Penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada Daerah. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen). DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS yang berlaku. Kebutuhan fiscal diukur dengan menggunakan variabel : 1. Jumlah penduduk, mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. 2. Luas wilayah, mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. 3. Indeks Kemahalan Konstruksi, mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-daerah. 4. Produk Domestik Regional Bruto per kapita, mencerminkan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah 5. Indeks Pembangunan Manusia, mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 6

Untuk mendapatkan alokasi berdasar celah fiskal suatu daerah dihitung dengan mengalikan bobot celah fiskal daerah bersangkutan (CF daerah dibagi dengan total CF nasional) dengan alokasi DAU CF nasional. Formula DAU DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF) Dimana: AD CF = Gaji PNS Daerah = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Kebutuhan Fiskal (KbF) KbF = TBR (α1ip +α2iw + α3ipm +α4ikk +α5ipdrb/kap) Dimana: TBR = Total Belanja Rata-rata APBD IP = Indeks Jumlah Penduduk IW = Indeks Luas Wilayah IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi IPDRB/kap = Indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita Α = Bobot Indeks Kapasitas Fiskal (KpF) KpF = PAD + DBH Pajak + DBH SDA Dimana: PAD DBH Pajak DBH SDA = Pendapatan Asli Daerah = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pajak = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Sumber Daya Alam Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 7

INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA (IPM) Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu UNDP (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Secara khusus, IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis komponen dasar kualitas hidup. Sejak tahun 1990 UNDP telah melaksanakan penelitian dan menerbitkan buku Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report/HDR) yang berisi mengenai perkembangan indeks HDI di seluruh dunia dan pembahasan komprehensif mengenai suatu aspek pembangunan manusia yang menjadi permasalahan dan keperdulian global. Untuk tahun 2009, UNDP secara resmi telah menerbitkan Laporan HDR pada tanggal 5 Oktober 2009 dengan tema Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan. IPM ini merupakan indeks komposit atas 3 indeks, yaitu : 1. Indeks harapan hidup, sebagai perwujudan dimensi umur panjang dan sehat (longevity) 2. Indeks pendidikan, sebagai perwujudan dimensi pengetahuan (knowledge) 3. Indeks standar hidup layak, sebagai perwujudan dimensi hidup layak (decent living) Indeks harapan hidup Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam perhitungannya, yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Besarnya nilai maksimum dan minimumnya telah disepakati oleh semua Negara (175 negara) sebagai standar UNDP, yakni 85 tahun sebagai batas atas dan 25 tahun sebagai batas terendah. Indeks pendidikan Dalam perhitungannya menggunakan dua indikator, yaitu : angka melek huruf (Lit) dan ratarata lama sekolah (Man Years School [MYS]). Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Ratarata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau sedang menjalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.2 di bawah ini menyajikan faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 8

MYS = tahun konversi + kelas tertinggi yang pernah diduduki 1 Tabel 2.2 Tahun Konversi dari Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan No Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun Konversi 1 Tidak Pernah Sekolah 0 2 SD 6 3 SMP 9 4 SMA 12 5 D 1 13 6 D 2 14 7 D 3 15 8 S 1/D 4 16 9 S 2 18 10 S 3 21 Sumber : BPS Sumatera Utara Indeks standar hidup layak Perhitungan UNDP menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 9

Berdasarkan skala internasional capaian IPM dapat dikategorikan menjadi empat : kategori tinggi (IPM>80), kategori menengah atas (66<IPM<80), kategori menengah bawah (50< IPM<66) dan kategori rendah (IPM<50). Sumber : BPS Komponen terpenting Mengetahui komponen mana yang memegang peranan penting dalam pembentukan angka IPM adalah penting agar dapat digunakan dalam menentukan prioritas dan kebijakan yang tepat bagi pembangunan bangsa. Diketahui, IPM dibentuk oleh empat komponen; yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluran riil perkapita. Terkait dengan ini, menarik untuk diketahui berapa besar setiap komponen berkontribusi terhadap besaran angka IPM. Informasi ini sangata diperlukan untuk menetapkan prioritas pembangunan. Untuk mengetahui besarnya kontribusi setiap komponen IPM terhadap besaran angka IPM digunakan teknik regresi yang diperoleh dari koefisien determinasi (R 2 ). Berdasar hasil regresi data IPM tahun 2007 diperoleh komponen IPM yang mempunyai kontribusi terbesar adalah rata-rata lama sekolah, yakni sebesar 71 persen per tahun, berikutnya melek huruf 64 persen per tahun. Adapun harapan hidup dan pengeluran riil per kapita masing-masing sebesar 48 persen per tahun dan 40 persen per tahun. (Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, katalog BPS:4102002) Karena komponen rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf (AMH) menempati urutan tertinggi masing-masing 71 persen dan 64 persen, maka penulis berasumsi bahwa kedua komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 10

ini memegang peranan yang cukup penting dan tentu lebih mempunyai pengaruh atas pembentukan angka-angka IPM nantinya. Sehingga fokus kita selanjutnya bisa lebih mengarah pada komponen rata-rata lama sekolah. Sumber : BPS Ditingkat provinsi, DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu sebesar 10,8. Tertinggi kedua adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 8,94 tahun. Berikutnya Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara masing-masing 8,8 per tahun. Provinsi Yogyakarta yang merupakan kota pelajar hanya berada di urutan 8 dengan rata-rata lama sekolah 8,6 per tahun. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 11

PERMASALAHAN Di dalam perhitungan kebutuhan fiskal (KbF), variabel yang diperhitungkan ada 5, yaitu : Indeks Jumlah Penduduk (IP), Indeks Luas Wilayah (IW), Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK), IndeKS Produk Domestik (IPDRB/cap), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sesuai dengan fokus dari pokok bahasan, yaitu IPM, maka penulis membagi permasalahan menjadi dua bagian : IPM sebagai formula Kalau kita amati terhadap proses suatu daerah dalam mendapatkan masing-masing variabel tersebut maka nampak bahwa variabel IP, IW dan IKK akan otomatis di dapatkan oleh suatu daerah sejak berdirinya atau setidaknya tanpa usaha yang berarti dari pemerintah daerah tersebut. Sementara komponen IPDRB/cap dan IPM harus diperjuangkan untuk mendapatkannya atau meningkatkannya. Bila suatu daerah mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang tinggi berarti daerah tersebut sebenarnya telah tergolong daerah yang sudah maju. Formulasi kebutuhan fiskal (KbF) yang di atur dalam PP 55 tahun 2005, seperti di bawah ini : KbF = TBR (α1ip +α2iw + α3ipm +α4ikk +α5ipdrb/kap) Dengan formulasi seperti di atas, maka suatu daerah yang mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang tinggi, kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih tinggi, tapi sebaliknya terhadap daerah yang mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang rendah kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih rendah. Padahal seperti kita ketahui kebutuhan fiscal merupakan dasar bagi penghitungan celah fiskal, dan celah fiscal itu sendiri (ditambah alokasi dasar [AD]) akan menjadi besaran DAU suatu daerah. Dengan kata lain suatu daerah yang sudah maju karena IPDRB/cap dan IPM yang tinggi justru akan mendapatkan DAU yang besar. Namun daerah yang kurang maju atau tertinggal karena IPM dan IPDRB/capnya yang masih rendah justru akan mendapat DAU yang kecil. Akibatnya daerah yang tertinggal justru semakin susah mengejar ketertinggalannya terhadap daerah yang sudah maju. Akselerasi kemajuaannya pun akan makin ketinggalan. Padahal tujuan semula dari DAU adalah sebagai instrument pemerataan antar daerah. Dalam perkembangan berikutnya, penulis juga telah membaca draft revisi Undang-Undang No.33 tahun 2004 dan mendapati perubahan perhitungan dalam formulasi kebutuhan fiskal (KbF) yang cukup signifikan, seperti berikut : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 12

Dalam formulasi baru ini, tampak bahwa variabel Index Produk Domestik (IPDRB/cap) sudah tidak masuk dalam formulasi lagi. Sementara variabel IPM tetap masuk formula, namun dengan pembalikan (negasi), yaitu dengan mengurangkan IPM terhadap angka 100. Dengan formula seperti itu diharapkan variabel IPM justru dapat membantu daerah-daerah yang ber-ipm rendah. Sekilas hal ini telah menjawab permasalahn formulasi sebelumnya yang diatur dalam PP 55 Tahun 2005, namun perlu diperhatikan juga bahwa dengan pe-negasi-an variabel IPM, dapat menjadi disinsentif bagi daerah-daerah untuk lebih meningkatkan IPM-nya. Padahal IPM merupakan hasil dari pelayanan dasar publik di daerah, seperti penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Berangkat dari hal ini, penulis mengusulkan agar apabila variabel IPM masih juga digunakan sebagai komponen dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal (KbF), sebaiknya angka IPM jangan langsung digunakan dalam formulasi baik dalam bentuk positif maupun negasi-nya. IPM mungkin bisa digunakan untuk menciptakan sebuah angka lain yang berupa score prestasi pengembangan IPM. Score bisa bisa mempertimbangan ketimpangan pembangunan manusia dari daerah-daerah di kawasan Indonesia barat dan timur. Dimana kawasan timur saat ini relatif tertinggal dibanding saudaranya di kawasan barat. Di kawasan barat, sekitar 233 kabupaten/kota memiliki status pembangunan dengan kategori menengah ke atas (66<IPM<80) dibanding 144 kabupaten/kota di kawasan timur. Pada kategori menengah ke bawah 19 kabupaten/kota di kawasan barat dibanding 54 kabupaten/kota di kawasan timur (data BPS 2006-2007). Sehingga score untuk daerah kawasan timur bisa diberikan tambahan khusus. Sumber BPS Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 13

BPS selain mengeluarkan angka IPM juga mengeluarkan nilai reduksi shortfall, yaitu selisih perkembangan IPM suatu periode terhadap periode sebelumnya. Pada umumnya suatu daerah yang sudah mempunyai IPM tinggi akan mempunyai nilai reduksi shortfall yang rendah demikian pula sebaliknya. Walaupun ada juga beberapa pengecualiaannya, misalnya provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Data BPS 2006-2007, meskipun capaian IPM provinsi Riau sudah cukup tinggi namun reduksi shortfall juga cukup tinggi dibanding provinisi lain.sementara Kalimantan Barat adalah sebaliknya. Penulis mengusulkan nilai reduksi shortfall dipertimbangkan untuk menentukan besar kecilnya score yang akan diberikan kepada suatu daerah. Dengan sistem pemberian score dalam proses penghitungan kebutuhan fiscal, diharapkan daerah-daerah yang sedari awalnya memang masih tertinggal dapat semakin mengejar ketertinggalannya. Demikian juga dengan daerah yang memang berprestasi karena perkembangan pembangunan yang relatif cepat walaupun berangkat dari IPM yang rendah, merasa lebih dihargai, sehingga dapat mengurangi ancaman disintegrasi NKRI. IPM dan mobilitas penduduk Baik dengan adanya formulasi baru maupun formulasi lama, maka IPM dibanding dengan komponen lainnya juga tampak berbeda bila dilihat dari kelekatan komponen-komponen tersebut terhadap suatu daerah. Komponen IP, IW, IKK dan IPDRB/cap relatif akan tetap berada di suatu daerah, sedangkan IPM menjadi lain karena yang menjadi subyek perhitungannya adalah manusia. Manusia yang menjadi penduduk suatu daerah dapat dengan mudah meninggalkan daerahnya menuju daerah lainnya. Sehingga suatu daerah yang sudah berusaha keras meningkatkan IPM dengan berinvestasi pada bidang pendidikan, yaitu dengan alokasi pada APBD yang cukup besar di bidang ini, akan gigit jari manakala penduduknya yang sudah mencapai tingkat pendidikan yang cukup tinggi akan berpindah atau berurbanisasi ke daerah lainnya. Di lain pihak dengan mudahnya daerah-daerah yang menjadi tujuan utama kepindahaan atau urbanisasi tiba-tiba akan mendapatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 14

penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi tanpa keluar keringat, sehingga daerah tersebut dapat meningkatkan IPM-nya dengan gratis. Maka dari itu validitas IPM sebagai parameter pengukuran prestasi suatu daerah masih bisa dipertanyakan. Dalam laporan UNDP itu juga terungkap sebagian besar pergerakan manusia justru tidak bersifat Eksternal tetapi internal. Artinya, lebih banyak orang yang bergerak hanya di dalam negeri dan tidak ke luar negeri. Menurut data-data UNDP terdapat 740 juta penduduk di dunia yang tergolong migran internal. Jumlah ini empat kali lebih besar dibandingkan jumlah migran internasional. Khusus untuk Indonesia, kata Benlamlih, terdapat 5,6 juta pekerja Indonesia di luar negeri (4,1 juta diantaranya perempuan). Sebanyak 20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya, ujarnya. Pergerakan manusia ini wajar mengingat setiap individu memiliki hak untuk menentukan tempat untuk hidup. Distribusi kesempatan dan pembangunan ekonomi yang tidak merata antara satu daerah dengan daerah lain atau satu negara dengan negara yang lain pun menjadi faktor utama yang mendorong pergerakan manusia. Team Leader Democratic Governance Unit UNDP, Rizal Malik, mengatakan pergerakan manusia ini bisa dikurangi hanya jika ada lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi di daerah asal. Orang datang ke kota besar karena pertumbuhan ekonominya ada di sana. Seharusnya ekonomi daerah juga dikembangkan sehingga orang tidak harus pindah, ujarnya.(kompas: 5 okt 2009) Angka 20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya lagi menunjukkan angka yang cukup signifikan untuk dapat mengganggu kemurnian hasil perhitungan IPM itu sendiri. Hal ini tentunya juga masih tergantung metode perhitungan IPM yang digunakan oleh BPS apakah dalam perhitungannya juga memperhitungkan asal daerah atau tidak. Kalau kita perhatikan tabel 3.2 tentang Rata-rata Lama Sekolah dan Peringkat Menurut Provinsi Tahun 2006-2007 (Publikasi BPS), maka tampak kalau daerah-daerah yang saat ini menjadi daerah tujuan utama urbanisasi seperti DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (Batam) menempati peringkat ke-1 dan ke-2. Sementara D.I Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota pelajar justru hanya ada di peringkat ke-8. Kondisi ini bisa terjadi karena banyak penduduk di Yogyakarta yang telah sekolah dan atau kuliah di yogyakarta setelah lulus banyak yang bekerja dan tinggal di luar Yogyakarta. Yang perlu diperhatikan lagi yaitu provinsi-provinsi di wilayah Jawa, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing berada di peringkat ke-27 dan 28 dari 33 provinsi yang ada. Hal ini tentu cukup mengherankan jika mengingat tingkat kemajuan yang telah diraih kedua provinsi ini. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 15

Gubernur Jawa Timur Dr.H. Soekarwo mengatakan saat ini Jawa Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan mencapai 6,67% dengan PDRB Rp 778,45 triyun melebihi pertumbuhan nasional yang mencapai 6,10% dan DKI Jakarta 6,51%(wartapedia.com 16 april 2011) Jawa Barat dan Banten berada di posisi yang lebih baik yakni ke-21 dan 12. Hal ini mungkin bisa dijelaskan karena provinsi ini terbantu oleh daerah-daerah penyangga di kawasan Bodetabek, yang selama ini juga merupakan daerah tujuan urbanisasi akibat limpahan dari DKI Jakarta. Perpindahan penduduk dari daerah tertinggal ke daerah yang lebih maju, terutama justru terjadi pada kelompok penduduk yang sudah berpendidikan. Mereka yang merasa tingkat penghidupan di daerahnya tidak sebanding dengan tingkat pendidikan yang telah diraihnya, akan pindah ke daerah yang tingkat kemajuannya dianggap setara dengan tingkat pendidikannya. Dengan demikian daerah-daerah tertinggal semakin merana karena ditinggalkan oleh penduduk potensialnya, dan yang tertinggal hanyalah sisanya yaitu penduduk yang berpendidikan rendah. Hal ini diperparah lagi dengan seringnya anjuran daerah maju melalui media elektronik kalau mau datang ke daerahnya mesti punya keterampilan atau keahlian terlebih dulu. Ini menjadi tidak adil, karena daerah maju itu maunya hanya menerima penduduk yang berpendidikan saja, sementera yang berpendidikan rendah silahkan tetap tinggal di daerahnya masing-masing. Bahkan terdapat suatu daerah yang menggelar suatu operasi terhadap penduduk yang baru datang dari daerah lain yang biasanya dilakukan pada kelompok-kelompok penduduk yang termajinalkan yang biasanya berasal dari kelompok penduduk yang berpendidikan rendah. Pemerintah maupun pemerintah daerah tidak mungkin membatasi perpindahan penduduk antar daerah. Bagi banyak orang di seluruh dunia, berpindah dari kota asal atau kampung halaman merupakan pilihan terbaik, bahkan terkadang merupakan satu-satunya pilihan, yang terbuka untuk memperbaiki kesempatan dalam hidup mereka. Migrasi dapat menjadi cara yang sangat efektif untuk meningkatkan penghasilan, tingkat pendidikan dan partisipasi individu dan keluarga, serta memperbaiki prospek anak-anak mereka di masa depan. Secara mendasar, nilai yang terkandung dalam migrasi mencerminkan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri tempat untuk menetap yang merupakan elemen penting dari kebebasan manusia. Laporan UNDP memperlihatkan bahwa mayoritas migran telah mendapatkan manfaat berupa peningkatan penghasilan, akses pendidikan dan kesehatan, serta kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka. Mengingat hal ini, penulis mengusulkan agar dalam pembentukan IPM, BPS mengikutkan daerah asal penduduk terutama untuk unsur pembentuk IPM dari dimensi pendidikan (knowledge). Penulis menyadari hal ini tidak akan mudah dilakukan oleh BPS, karena perpindahan seorang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 16

penduduk tidak akan selalu menunggu selesainya pendidikan dari sekolah tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi barulah pindah. Mereka bebas untuk pindah kapanpun, dari manapun dan kemanapun sepanjang masih dalam batas wilayah NKRI. Bahkan dalam satu tingkat sekolah dasarpun seseorang bisa pindah lebih dari satu kali ke luar daerah asalnya. Hal lain yang mungkin bisa menjadi alternatif adalah mencabut kembali urusan daerah di bidang pendidikan menjadi urusan pemerintah pusat. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan menjadi urusan pemerintah pusat, perpindahan penduduk dari mana dan kemanapun sepanjang masih dalam wilayah NKRI tidak akan menimbulkan masalah seperti di atas. Dan dengan demikian IPM/HDI sebagaimana digunakan oleh UNDP dalam membandingkan tingkat pembangunan antar berbagai negara, tidak tepat lagi dalam konteks perbandingan antar daerah. Perlu dicarikan alternatif lain parameter yang dapat digunakan untuk membandingkan prestasi pembangunan antar daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebenarnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada dimensi standar hidup layak. Terbutki dalam kasus Indonesia yag sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Dimana pada tahun-tahun tersebut sampai dengan awal decade tahun 2000-an IPM Indonesia memang terpuruk dan mulai merangkak naik lagi setelahnya. 2. Namun IPM sebagai alat pengukuran hanya cocok dipakai untuk alat pengukuran dalam satuan wilayah yang mobilitas penduduk tidak terlalu besar, teruma untuk dimensi kesehatan dan pendidikan, misalnya satuan wilayah negara. Perpindahan penduduk antar negara tidaklah sebesar perpindahan penduduk antar provinsi ataupun kab/kota. Karena migran antar negara tentunya akan lebih sulit. Jikalaupun misalnya perpindahan penduduk antar negara juga di anggap cukup besar, misalnya TKI ataupun ekspatriat, namun tentunya mereka masih lebih mudah diidentifikasi asalnya dibandingkan dengan migrant dalam negeri. Sehingga perbandingan IPM atau HDI antar negara oleh UNDP masih lebih berarti dan tepat daripada perbandingan IPM antar wilayah dalam suatu negara. Dengan kata lain IPM tidak lagi terlalu tepat untuk dijadikan ukuran dalam perbandingan kemajuan pembangunan manusia antar daerah. 3. Harus disadari bahwa pembangunan daerah-daerah di Indonesia tidak dimulai dengan tingkat kemajuan yang relatif seragam. Dari awal kemerdekaan terdapat daerah-daerah yang sudah sangat maju, namun terdapat juga daerah-daerah yang jauh terbelakang. Dan dalam perkembangannya pun terdapat daerah-daerah yang akselerasi pembangunannya sangat cepat dibanding daerah-daerah lainnya. Bagi daerah yang akselerasinya lambat, bukan berarti kesalahan daerah tersebut. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adalah keterbatasan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Tidak semua daerah di wilayah NKRI diberikan keberuntungan sumber daya alam yang cukup bahkan berlimpah. Terdapat daerah-daerah yang sangat kekurangan sumber daya alam baik yang sudah diolah maupun yang masih berupa potensi. Keterbatasan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 18

sumber daya alam inilah yang coba diseimbangkan dengan DAU. Selain itu banyak daerah yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas. Padahal manusia inilah yang akan melakukan pembangunan sekaligus manusia juga yang akan menjadi tujuan pembangunan itu sendiri. Saran 1. IPM dalam formulasi DAU perlu pengkajian lebih lanjut tentang : Apakah IPM masih layak digunakan; Bagaimana cara penggunaannya yang lebih baik; Maupun perlu tidaknya alterntif lain sebagai pengganti IPM. Hal ini mungkin diperlukan agar tujuan DAU sebagai sarana pemerataan kemampuan keuangan antar daerah lebih dapat tercapai dengan cepat dan tepat. 2. Pelarangan perpindahan penduduk antar daerah dalam suatu wilayah NKRI mustahil dilakukan. Yang perlu dilakukan adalah pemerataan pembangunan baik manusianya maupun infrastrukturnya. Perlu didorong perpindahan penduduk berpendidikan tinggi dari daerah maju ke daerah terbelakang maupun mencegah (bukan melarang) perpindahan dari daerah terbelakang ke daerah maju, dengan pemberian insentif khusus. 3. Untuk urusan-urusan pemerintah daerah yang berakibat banyak lintas batas antar daerah, seperti misalnya pendidikan maupun kesehatan, sebaiknya diambil alih kembali oleh pemerintah pusat. Hal ini agar daerah lebih fokus terhadap fungsi pelayanan dan pembangunan yang menjadi urusannya sendiri dan mencegah konflik dengan daerah lainnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 19

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2008, Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, Katalog BPS : 4102002 DJPK-Kemenkeu, Leaflet Dana Alokasi Umum Ibnu Purna/Adhyawarman, 2009, Indeks Pembangunan Manusia dan Mobilitas Penduduk, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4077&itemid=29 Ritonga, Rozali, 2006, Indeks Pembangunan Manusia, http://www.yipd.or.id/main/readnews/4831 Luki Aulia, 2009, Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Perlu Direformasi, Kompas 5 okt 2009 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18185/4/chapter%20ii.pdf http://yapenwaropenkab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=15:ipm&catid =31:sosial&Itemid=46 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 20