PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PADA PEMBUATAN BAKSO DAGING DARI TIGA JENIS OTOT SAPI BALI

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN FOSFAT DAN ASAP CAIR TERHADAP KUALITAS NUGGET DAGING BROILER PRARIGOR BAGIAN PAHA DAN DADA

PENINGKATAN SIFAT FUNGSIONAL DAGING SAPI BALI (Longisismus dorsi) MELALUI PENAMBAHAN ASAP CAIR PASCAMERTA DAN WAKTU RIGOR

TINGKAT PERUBAHAN KUALITAS BAKSO DAGING SAPI BALI BAGIAN SANDUNG LAMUR (Pectoralis profundus) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PEMBERIAN ASAP CAIR

Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali

PENGARUH LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR KONSENTRASI 10 % DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA IKAT AIR DAN DAYA PUTUS DAGING ABSTRACT

Kata kunci Key words

KUALITAS BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN GARAM (NaCl) DAN FOSFAT (SODIUM TRIPOLIFOSFAT/STPP) PADA LEVEL DAN WAKTU YANG BEBEDA

KUALITAS SENSORIK DAN HEDONIK BAKSO KELINCI PRARIGOR DAN PASCARIGOR DENGAN PENAMBAHAN KOMBINASI TEPUNG KANJI DAN TEPUNG SAGU PADA LEVEL YANG BERBEDA

Peningkatan Sifat Fungsional Daging Sapi Bali (M. Longisismus Dorsi) Melalui Penambahan Asap Cair Pascamerta Dan Waktu Rigor

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA IKAT AIR DAN DAYA PUTUS DAGING ABSTRACT

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour)

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

EFEKTIVITAS TEPUNG BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SEBAGAI PENGAWET TERHADAP SIFAT FISIK DAGING BROILER

II. TINJAUAN PUSTAKA

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR SEBAGAI PENGAWET TERHADAP KUALITAS NUGGET DAGING AYAM. Oleh : MALIKIL KUDUS SUSALAM

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang

Kualitas Daging Se i Babi Produksi Denpasar

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh:

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

PENGARUH PEMBERIAN SODIUM TRIPOLIPOSPAT (STPP) DAN GARAM DAPUR (NACL) PADA DAGING SEGAR DAN DAGING LAYU TERRADAP MUTU FISIK BAKSO DAN PENERIMAANNYA

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET GURAMI DENGAN MENGGUNAKAN PATI GARUT, MAIZENA, DAN TAPIOKA SEBAGAI FILLER PROPOSAL SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8ºC) SKRIPSI WAWAN KARYADI

Key words: chicken nuggets, broiler chicken livers, the fat content, elasticity, flavour

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

J. Sains & Teknologi, Agustus 2012, Vol.12 No.1 : ISSN

KUALITAS FISIKOKIMIA NAGET AYAM YANG MENGGUNAKAN FILER TEPUNG SUWEG (Amorphophallus campanulatus B1). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

KARAKTERISTIK FISIK BAKSO DAGING SAPI BALI LOKAL YANG DIFORTIFIKASI DENGAN EKSTRAK SAYURAN SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

METODE PEMBERIAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI PASCARIGOR

Meat Quality Of Raw Materials Nuggets Laying Chicken Rejects. Endah Subekti. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Semarang

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

PENGARUH PENGGUNAAN ENZIM BROMELIN DARI EKSTRAK NANAS DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN CITA RASA DAGING ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos)

LEMHAR REKAPITULASI HASIL PENILAIAN 2 (DUA) SEJA.WAT SERIDANG ATAU 2 (DUA)PEERREVIEW KARY A ILMIAH: JURNAL ILMlAH

PENGARUH LOKASI OTOT DAN BAHAN PENGISI TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS SAPI ABSTRAK

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

KUALITAS RHEOLOGI BAKSO KELINCI MELALUI SUBTITUSI TEPUNG KANJI DENGAN TEPUNG SAGU PADA FASE PRARIGOR DAN PASCARIGOR

I. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai

PENGARUH JENIS DAGING DAN TINGKAT PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS BAKSO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

SIFAT FISIK DAGING KERBAU YANG DIRENDAM DENGAN ASAP CAIR DAN ASAM SITRAT PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA

Jajang Gumilar, Obin Rachmawan, dan Winda Nurdyanti Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Islami

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

PENGARUH JUMLAH WORTEL DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU NUGGET

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

) FLOUR AS A SUBSTITUTION OF TAPIOCA FLOUR ON WATER CONTENT, WATER HOLDING CAPACITY, ELASTICITY, AND SHEAR FORCE OF BEEF MEATBALL

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

SIFAT ORGANOLEPTIK NUGGET DAGING BROILER MENGGUNAKAN TEPUNG TEMPE. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS BAKSO DAGING SAPI PASCARIGOR

N. Ulupi, Komariah, dan N. Maria Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Berbagai Bahan Pengisi pada Nugget Itik Air (The Application of Various Voluminous Matter on Waterfowls Nugget)

PENGARUH FREKUENSI PENCUCIAN SURIMI TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO IKAN JANGILUS (Istiophorus sp.)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

METODE. Waktu dan Tempat

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

Transkripsi:

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PADA PEMBUATAN BAKSO DAGING DARI TIGA JENIS OTOT SAPI BALI (The Utilization of Liquid Smoke as a Binder on Meat Balls from Three Different Muscles of Bali Cattle) EFFENDI ABUSTAM, J.C. LIKADJA and F. SIKAPANG Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245 ABSTRACT The aim of this research was to find out the interaction between type of muscle and level addition of liquid smoke on meat balls quality. This research utilized three types of muscle i.e. Longissimus dorsi (LD), Semitendinosus (ST), and Pectoralis profundus (PP) from Bali cattle as a main raw material, salt, species, and liquid smoke as a binder. Completely randomized design with factorial pattern in used in this experiment where factor 1 was type of muscles (LD, ST, and PP) and factor 2 was levels of liquid smoke as treatments namely 0, 0.25, 0.50, 0.75, and 1% were repeated for three times. Five variables were investigated namely, tenderness, cooking loss, flexibility of meat balls, elasticity, and acceptability. The result showed that quality of meat balls from muscle Longissimus dorsi was better than from muscle Semitendinosus and Pectoralis profundus. By adding liquid smoke 0.75% it could improve the meat balls quality, which could increase tenderness to 22.47%, decreased cooking loss to 33.89%, increased flexibility to 22.68%, increased elasticity to 25%, and increased acceptability to 14.06%. It could be concluded that Bali meat balls from muscle Longissimus dorsi by adding 0.75% liquid smoke have good quality. Key Words: Muscle Types, Liquid Smoke, Meat Balls, Binder Agent, Bali Cattle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat interaksi antara jenis otot dengan level asap cair terhadap kualitas bakso daging sapi Bali. Penelitian menggunakan daging sapi Bali dari tiga jenis otot Longissimus dorsi (LD), Semitendinosus (ST), dan Pectoralis profundus (PP) masing-masing secara berurutan mewakili otot empuk, sedang dan alot sebagai bahan baku utama, garam, bumbu-bumbu dan asap cair. Rancangan Acak lengkap pola factorial digunakan dalam penelitian ini dimana factor 1 adalah jenis otot (LD, ST dan PP) dan factor 2 adalah level penambahan asap cair (0, 0,25, 0,50, 0,75dan 1%) diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati keempukan, susut masak, daya lenting, kekenyalan dan tingkat kesukaan. Hasil penelitian menunjukkan kualitas bakso dari otot Longissimus dorsi lebih baik dari Semitendinosus dan Pectoralis profundus. Semakin tinggi level penambahan asap cair pada pembuatan bakso semakin tinggi kualitas bakso. Pada level 0,75% keempukan meningkat 22,47%, susut masak menurun 33,89%, daya lenting meningkat 22,68%, kekenyalan sensorik meningkat 25%, dan tingkat kesukaan panelis meningkat 14,06%. Dapat disimpulkan bahwa bakso daging sapi Bali dari otot Longissimus dorsi pada level penambahan asap cair 0,75% memiliki kualitas yang terbaik. Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengikat dan pengawet penggati boraks atau formalin pada pembuatan bakso daging sapi. Kata Kunci: Jenis Otot, Asap Cair, Bakso, Bahan Pengikat, Sapi Bali PENDAHULUAN Bakso sebagai salah satu produk olahan daging merupakan makanan yang sangat populer dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, demikian pula di Negara asalnya China yang dikenal sebagai meat balls. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas fungsional daging yang digunakan dalam pengolahan tersebut. Daging yang berasal dari otot prarigor, pada umumnya mempunyai daya ikat air yang tinggi yang akan memberikan 467

kualitas bakso yang baik ditandai dengan kekompakan dan kekenyalan bakso yang tinggi. Daya ikat air akan menurun dengan meningkatnya waktu post mortem (pascamerta), mengakibatkan kualitas bakso akan menurun. Karakteristik sifat fungsional daging akan berbeda pada jenis otot yang berbeda. Umumnya otot yang kurang bergerak semasa ternak hidup akan memberikan sifat fungsional yang lebih baik dibanding dengan otot yang sedang atau sering bergerak (ABUSTAM, 1987). Untuk mempertahankan daya ikat air pascamerta ternak, bisanya ditambahkan bahan-bahan tambahan dalam formulasi bakso. Penjual bakso biasanya menambahkan boraks atau formalin yang dari sisi kesehatan sangat berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Untuk itu penggunaan boraks atau formalin pada pembuatan bakso sangat dilarang dan dianggap sebagai unsur penipuan. Upaya untuk memperbaiki sifat fungsional pada produk olahan telah banyak dilakukan melalui penambahan bahan tambahan bukan daging yang sifatnya untuk meningkatkan kemampuan daging mengikat air (daya ikat air) misalnya penambahan sodium tripolifosfat (ABUSTAM dan ALI, 2004; SYAPUTRA, 2009), sodium difosfat (AMANG, 2006; MUTMAINNAH, 2006). Ataupun dengan menggunakan daging dengan daya ikat air yang tinggi pada kondisi prarigor (RAHAYU, 2006). Akhir-akhir ini telah digunakan asap cair sebagai bahan pengikat (binder) pada produk bakso (ABUSTAM et al., 2009) atau subsitusi fosfat dengan asap cair pada pembuatan nugget ayam, yang memberikan kualitas bakso yang tinggi (kompak, kenyal dan disukai). Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu atau batok kelapa setelah melalui pemanasan pada suhu 400-600 C dalam sebuah tabung atau drum. Asap cair ini mengandung lebih dari 400 senyawa kimia antara lain fenol (4,13%), karbonil (11,3%) dan asam (10,2%) (SETIADJI, 2000; ANONIM, 2008). Senyawa-senyawa yang terdapat pada asap cair dapat berfungsi sebagai pengawet dan pengemulsi (CAHYADI, 2006). Selain itu dalam asap cair juga ditemukan beberapa jenis asam yang berfungsi sebagai gum, yaitu bahanbahan pengental, penstabil emulsi dan pembetuk gel yang larut dalam air (CAHYADI, 2006). Penggunaan asap cair sebagai antioksidan juga berdampak terhadap peningkatan keempukan daging broiler (KOMPUDU, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana peran asap cair yang ditambahkan dengan level berbeda pada jenis otot berbeda terhadap kualitas bakso. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan tiga jenis otot mewakili otot empuk, sedang dan kurang empuk secara berurutan otot Longissimus dorsi (has luar), Semitendinosus (gandik), dan Pectoralis profundus (sandung lamur) sapi Bali umur 3 tahun sebagai bahan utama, tepung tapioka sebagai bahan pengisi dan asap cair sebagai bahan pengikat. Bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan adonan bakso seperti garam, es batu dan bahan perasa (merica, bawang putih) juga digunakan dalam peneltian ini. Komposisi adonan bakso terlihat pada Tabel 1. Pembuatan adonan bakso dilakukan dengan menggunakan food processor, pengukuran daya putus bakso menggunakan CD shear force (CREUZOT dan DUMONT dalam ABUSTAM, 1993), daya lenting menggunakan gelas ukur sebagai tempat pelentingan bakso, dan uji organoleptik menggunakan 15 orang mahasiswa sebagai panelis terlatih. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 5 dengan lima (5) kali ulangan. Faktor I adalah jenis otot yaitu Longissimus dorsi, Semitendinosus, dan Pectoralis profundus. Faktor II adalah level penambahan asap cair yaitu 0; 0,25; 0,5; 0,75 dan 1% dari berat adonan. Parameter yang diukur adalah Daya Putus Bakso (DPB), susut masak, daya lenting bakso, uji organoleptik (kekenyalan) dan uji kesukaan (hedonik). Daya putus bakso (kg/cm 2 ) merupakan indikator penilaian keempukan bakso dengan menggunakan CD shear force (ABUSTAM, 1993) dimana semakin kecil daya yang dikeluarkan untuk memutus bakso maka dinyatakan bakso tersebut semakin empuk. 468

Tabel 1. Komposisi bahan bakso yang digunakan*) Jenis bahan Daging Tepung tapioka Es Batu Garam Merica Bawang putih Asap cair (% dari adonan) Komposisi (g) 1 2 3 4 5 160 160 160 160 160 40 40 40 40 40 50 50 50 50 50 7 7 7 7 7 2 2 2 2 2 12 12 12 12 12 0% 0,25 % 0,5% 0,75% 1% *) Resep Lab. Teknologi Hasil Ternak Unhas Susut masak (%) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat yang hilang selama perebusan dengan berat adonan sebelum perebusan (SOEPARNO, 2005). Uji organoleptik dan kesukaan menggunakan 15 orang panelis yang akan menilai bakso dengan bantuan skor penilaian yang berayun 1 6, dimana 1: tidak kenyal dan sangat tidak suka sedang 6: kenyal dan sangat suka. Pengukuran daya lenting bakso dilakukan dengan cara menjatuhkan bakso pada ketinggian 50 cm sebanyak 5 buah bakso yang berbeda dalam gelas ukur dari kaca. Tinggi pantulan dari masing-masing bakso dikonversi ke dalam 4 skor (1 sampai dengan 4) dengan terlebih awal mencari selisih antara pantulan tertinggi dengan terendah yang kemudian dibagi 4 untuk mendapatkan interval antara masing-masing skor. Skor 1 merupakan daya lenting kurang dan skor 4 menyatakan daya lenting terbaik (ANONIMUS, 2009; ABUSTAM et al., 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam terhadap pengaruh jenis otot, menunjukkan bahwa jenis otot berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap keempukan (DPB), susut masak dan daya lenting bakso. Bakso dari otot Longisimus dorsi (LD) nyata lebih empuk dari otot Semitendinosus (ST) dan otot Pectoralis profundus (PP), namun kedua jenis otot lainnya (Semitendinosus dan Pectoralis profundus) menghasilkan keempukan yang kurang lebih sama (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan karakteristik dari ketiga otot tersebut dalam keadaan segar di mana LD lebih empuk dibanding dengan ST dan PP, sedang ST dan PP kadangkala ST lebih empuk dari PP atau sama keempukannya (ABUSTAM, 1987). Penambahan asap cair pada pembuatan bakso berasal dari tiga jenis otot tersebut dengan mengabaikan level penambahannya belum mampu untuk merubah pola kecenderungan keempukan otot tersebut dalam bentuk produk bakso. Kandungan kolagen yang berbeda diantara ketiga otot tersebut, dimana LD 6,18 mg/g, ST 11,09 mg/g, dan PP 12,11 mg/g (ABUSTAM, 1987) dapat menjelaskan perbedaan keempukan tersebut. Pola DPB bakso dari ketiga otot sama dengan yang terjadi pada susut masak, di mana LD susut masaknya nyata lebih rendah dari ST dan PP, sedang ST dan PP memperlihatkan susut masak yang kurang lebih sama. Susut masak berbanding terbalik dengan daya ikat air yang diukur pada daging segar. Susut masak yang rendah menandakan bahwa daya ikat air daging tersebut cukup tinggi pada saat masih segar (prarigor). Kecenderungan perlemakan intramuskular yang lebih intensif pada LD akan memberi kemungkinan daya ikat air yang tinggi pada otot ini. Hal ini sesuai dengan pendapat LAWRIE (2003), bahwa daging yang mempunyai kadar lemak intramuskular yang tinggi cenderung mempunyai daya ikat air yang tinggi. Hal ini juga sesuai dengan pendapat SAFFER dan BRATZLER (1959), dalam SOEPARNO (2005), bahwa lemak intramuskular menghambat atau mengurangi cairan daging yang keluar selama pemasakan, meskipun pada daging yang mengandung lemak intramuskular 469

Tabel 2. Nilai rata-rata parameter dan tingkat signifilkansi berdasarkan jenis otot Parameter Jenis otot LD ST PP Rerata Sig DPB (kg/cm 2 ) Susut masak (%) Daya lenting* Kekenyalan** Kesukaan*** 4,88 a 1,46 a 3,62 a 4,6 a 4,36 a 5,99 b 2,01 b 3,36 a 4,3 ab 4,21 a 6,54 b 2,15 b 3,01 b 3,8 b 3,82 b 5,80 1,87 3,33 4,23 4,13 0,000 0,000 0,002 0,033 0,001 * skor daya lenting: 1 4 (kurang - terbaik) ** skor kekenyalan: 1 6 (tidak kenyal - kenyal) *** skor kesukaan: 1 6 (sangat tidak suka - sangat suka) Angka dengan notasi huruf berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata (marbling) yang tinggi akan kehilangan lemak lebih besar. Daya lenting bakso mengindikasikan bahwa semakin tinggi kelentingan sebagai reaksi atas dijatuhkannya bakso pada ketinggian tertentu, semakin kenyal bakso tersebut. Penambahan asap cair pada pembuatan bakso pada penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa kekenyalan bakso meningkat dengan bertambahnya level asap cair (ABUSTAM et al., 2009). Sekalipun terdapat pengaruh jenis otot yang sangat nyata terhadap daya lenting bakso, namun bakso antara LD dan ST daya lentingnya kurang lebih sama, lebih tinggi dari bakso PP. Dengan mengabaikan level penambahan asap cair pada pembuatan bakso ternyata mampu meningkatkan daya lenting bakso ST kurang lebih sama dengan LD, menandakan bahwa terjadi perubahan sifat fungsional otot ST yang cenderung mempunyai daya ikat air lebih rendah dari LD pada kondisi daging segar. Penilaian organoleptik terhadap kekenyalan bakso dengan menggunakan panelis memperlihatkan bahwa jenis otot berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kekenyalan. Otot LD nyata lebih kenyal dari PP, namun antara LD dan ST kekenyalannya kurang lebih sama. Penilaian kekenyalan secara sensorik oleh panelis pada bakso dari tiga jenis otot tersebut kurang lebih sejalan dengan kekenyalan berdasarkan pengukuran daya lenting. Uji kesukaan terhadap bakso dari tiga jenis otot oleh panelis menunjukkan jenis otot berpengauh sangat nyata (P < 0,01) terhadap tingkat penerimaan panelis. Bakso dari otot LD nyata lebih disukai dari otot PP, namun antara LD dan ST tingkat penerimaan panelis kurang lebih sama. Apresiasi keempukan dan kekenyalan yang lebih baik pada bakso otot LD dapat menjelaskan tingkat penerimaan ini. Secara umum dapat dinyatakan bahwa dengan mengabaikan level penambahan asap cair pada pembuatan bakso dari tiga jenis otot dengan karakteristik fungsional yang berbeda mampu untuk memperbaiki sifat fungsional bakso (daya ikat air/susut masak, keempukan dan kekenyalan) serta tingkat penerimaan pada otot yang sifat fungsionalnya lebih rendah. Sidik ragam terhadap pengaruh level asap cair, menunjukkan bahwa level penambahan asap cair berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap DPB, susut masak, daya lenting, kekenyalan dan kesukaan bakso daging sapi yang berasal dari tiga jenis otot (Tabel 3). Keempukan bakso meningkat dengan bertambahnya level asap cair. Penambahan asap cair dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap DPB. Nilai DPB menurun secara nyata dari level 0% (6,81 kg/cm 2 ) ke level 0,75% (5,28 kg/cm 2 ), tetapi tidak terdapat perbedaan nyata antara level 0% dengan 0,25%, antara 0,25%dengan 0,5%, antara 0,50% dengan 0,75% dan antara 0,75% dengan 1%. Pada rentang level 0,25%, asap cair belum mampu meningkatkan secara nyata keempukan bakso. Pada level 0,75% terjadi peningkatan keempukan sebesar 22,47%, menandakan bahwa asap cair sangat efektif dalam meningkatkan keempukan bakso. Peningkatan keempukan bakso tidak hanya 470

Tabel 3. Nilai rata-rata parameter dan tingkat signifilkansi berdasarkan level asap cair Parameter Level asap cair (%) 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 Rerata Sig DPB (kg/cm 2 ) 6,81 a 6,21 ab 5,87 bc 5,28 cd 4,86 d 5,81 0,000 Susut masak (%) 2,39 a 2,15 a 1,81 b 1,58 bc 1,44 c 1,87 0,000 Daya lenting * 2,91 a 3,08 ab 3,42 bc 3,57 c 3,66 c 3,33 0,003 Kekenyalan ** 3,6 a 3,9 ab 4,2 ab 4,5 bc 5,0 c 4,24 0,006 Kesukaan *** 3,77 a 3,95 ab 4,14 ab 4,30 bc 4,48 c 4,13 0,004 * skor daya lenting: 1-4 (kurang - terbaik) ** skor kekenyalan: 1-5 (tidak kenyal - kenyal) *** skor kesukaan: 1-7 (sangat tidak suka - sangat suka) Angka dengan notasi huruf berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata disebabkan oleh proses penggilingan dan pencampuran bahan-bahan adonan tetapi kemungkinan juga disebabkan kerja dari komponen asap cair (fenol, karbonil, asam) sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Peningkatan keempukan daging ayam pada pemberian asap cair sebagai antioksidan juga diutarakan oleh KOMPUDU (2008), dimana dari tiga jenis antioksidan (catechins tea, kayu manis, dan asap cair) terlihat bahwa asap cair menghasilkan daya putus daging terendah sekalipun tidak berbeda nyata dengan catechins tea. Pemberian asap cair dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap susut masak bakso. Nilai susut masak bakso menurun secara nyata dari level 0% ke level 0,75% sebesar 33,89%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada rentang 0,25%, menandakan bahwa penambahan asap cair pada rentang ini belum cukup memberikan perbedaan susut masak yang berarti. Namun dengan rentang skala yang lebih tinggi (0,5%), asap cair mampu untuk menurunkan susut masak secara nyata. Penurunan nilai susut masak bakso disebabkan karena asap cair memiliki kemampuan untuk mengikat air dengan cara melonggarkan ikatan serat daging sehingga air bebas dan air setengah terikat akan memasuki ruang kosong tersebut yang pada akhirnya daya ikat air protein daging meningkat. Seperti yang diutarakan oleh HAMM (1986) bahwa perluasan jejaring protein atau pengembangan protein miofibril (khususnya miosin) akibat pelemahan ikatanikatan hidrogen ataupun ikatan-ikatan hidrofobik menyebabkan lebih banyak air yang terimobilisasi diantara miofibril sehingga terjadi peningkatan daya ikat air protein. Jika daya ikat air meningkat maka susut masak akan menurun. Susut masak yang rendah akan memberikan rendemen tinggi yang dibutuhkan dalam pengolahan daging. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat pada asap kayu mampu mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester yang dapat mempengaruhi daya ikat air pada sampel (MAGA, 1987). Pemberian asap cair dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap daya lenting bakso. Daya lenting bakso meningkat dari level 0% (2,91) ke level 1% (3,66), tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada rentang 0,25%. Ini berarti bahwa dengan rentang skala level yang tinggi (0,50%) akan lebih efektif dalam meningkatkan daya lenting bakso. Peningkatan daya lenting bakso pada penambahan asap cair menandakan kemampuan asap cair meningkatkan daya ikat air daging dan memberikan tekstur yang padat dan kompak, sehingga pada level 0,75% diperoleh daya lenting meningkat 22,68%. Asap cair berfungsi sebagai pengental dan juga sebagai penstabil emulsi (CAHYADI, 2006) sehingga dapat menghasilkan bakso yang kenyal dengan daya lenting yang baik. Pemberian asap cair dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kekenyalan bakso. Nilai kekenyalan 471

bakso meningkat dengan nyata dari level 0% (3,6) ke level 1% (5,0), tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada rentang 0,25%. Hal ini berarti bahwa pada rentang level 0,25% panelis belum mampu membedakan kekenyalan bakso. Pada level 0,75% terjadi peningkatan kekenyalan 25%. Peningkatan kekenyalan bakso pada penambahan asap cair dengan level di atas 0,25% sejalan dengan peningkatan daya lenting dan penurunan susut masak. Hal ini disebabkan karena kemampuan dari asap cair untuk meningkatkan daya ikat air protein daging yang pada akhirnya produk bakso menjadi lebih padat, kompak dan kenyal. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian asap cair dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kesukaan bakso, tidak terdapat perbedaan nyata pada rentang 0,25%. Panelis lebih menyukai bakso dengan penggunaan asap cair pada level 0,75 atau 1% dibanding pada level di bawah 0.5%. Pada level 0,75% apresiasi panelis terhadap kesukaan meningkat 14,06%. Hal ini berkaitan dengan kualitas bakso yang lebih baik pada level 0,75-1% ditandai dengan keempukan, kekenyalan dan daya lenting yang baik serta susut masak yang rendah KESIMPULAN 1. Bakso dari otot Longissimus dorsi lebih baik dari Semitendinosus dan Pectoralis profundus dari sisi keempukan, susut masak, daya lenting, kekenyalan dan tingkat kesukaan. 2. Semakin tinggi level penambahan asap cair pada pembuatan bakso semakin tinggi kualitas bakso. Pada level 0,75% keempukan meningkat 22,47%, susut masak menurun 33,89%., daya lenting meningkat 22,68%, kekenyalan sensorik meningkat 25%, dan tingkat kesukaan panelis meningkat 14,06%. 3. Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengikat dan pengawet penggati boraks atau formalin pada pembuatan bakso daging sapi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Program Hibah Kompetisi A2 Jurusan Produksi Ternak tahun 2008 yang telah memberikan bantuan dana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ABUSTAM, E. 1987. Contribution A l etude Des Caracterissafion Des Viandes Bovines Par les Proprietes Des Tissus Conjontifs. These Des Docteur Engenieur. Universite Blaise Pascal France. ABUSTAM, E. 1993. Peranan Maturasi (Aging) Terhadap Mutu Daging Sapi Bali Yang Dipelihara Secara Tradisional Dan Dengan Sistem Penggemukan. Laporan Hasil Penelitian. Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Loan Bank Dunia No.3311-IND. SPK No. 670/P4M/DPPM/L. 3311/BBI/1992. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. ABUSTAM, E. dan H.M. ALI. 2004. Pengolahan Daging. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. ABUSTAM, E., J. C. LIKADJA dan A. MA ARIF. 2009. Penggunaan asap cair sebagai bahan pengikat pada pembuatan bakso daging sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. AMANG, R. 2006. Pengaruh jenis dan level fosfat terhadap kualitas bakso daging dada ayam pedaging pascarigor. Skripsi.Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. ANONIMUS. 2008. Asap Cair Tempurung Kelapa. http;//indonesiaindonesia.com. (10 Oktober 2008). ANONIMUS. 2009. Penuntun Praktikum Ilmu dan Teknologi Daging. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. CAHYADI, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. HAMM, R. 1986. Functional properties of the myofibrillar system and their measurements. Dalam Muscle As Food. Ed. P.J. Bechtel. Academic Press, Inc., Orlando. 472

KOMPUDU, A.J.M. 2008. Pengaruh Antioksidan Catechins Tea, Eugenol Ekstrak Kayu Manis dan Asap Cair Terhadap Terjadinya Perubahan Kualitas Daging Dada ayam Pedaging. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar. LAWRIE, R.A. 2003. Ilmu Daging, Edisi ke-5. Diterjemahkan Oleh: A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta MAGA, J.A. 1987. Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. MUTMAINNAH. 2006. Pengaruh jenis dan level fosfat terhadap bakso daging paha ayam pedaging pascarigor. Skripsi. Fakutas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar RAHAYU, A.A. 2006. Pengaruh rigor mortis terhadap susut masak dan karakteristik organoleptik bakso ayam. Skripsi. Fakutas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. SETIADJI, B.A.H. 2000. Asap cair tempurung kelapa. Asap Cair Sebagai Pengawet Alami yang Aman Bagi Manusia. (www,asapcair.com), PPKT, Jogjakarta SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SYAPUTRA, M.R. 2009. Pengaruh penambahan level kombinasi garam (NaCl) dan posfat (sodium tripolifosfat/sttp) pada fase pre rigor dan post rigor terhadap kualitas bakso post rigor. Skripsi. Fakutas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. 473