Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi :

dokumen-dokumen yang mirip
Kebutuhan Area Transisi bagi Pejalan Kakidi Kawasan Pusat Kota Bandung

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Kriteria Ruang Publik untuk Masyarakat Usia Dewasa Awal

Lingkungan Rumah Ideal

Kepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

Tingkat Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki Jalan Asia Afrika, Bandung

Preferensi Masyarakat dalam Memilih Karakteristik Taman Kota Berdasarkan Motivasi Kegiatan

Korespondensi antara Faktor Penyebab Kemacetan dan Solusinya

Kegiatan Joging dan Tempat-Tempat Aktivitas Joging di Lingkungan Kota

Persepsi Penilaian dan Keinginan Pengunjung terhadap Pasar Dadakan Sunday Morning (Sunmor) di Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada, D.

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

Prioritas Pengembangan Kawasan Pusat Olahraga berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Pengunjung

Korespondensi antara Kriteria Tempat Kerja Alternatif Impian terhadap Profesi Pekerja

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suatu Kota Menurut Tanggapan Masyarakat Studi Kasus : Kota Bandung, Jawa Barat

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan di Meja Kerja

Peran Panca Indra dalam Pengalaman Ruang

Karakteristik Fisik-Sosial dan Kriteria Kamar yang Membuat Betah

Kajian Angkutan Umum yang Baik terkait Korespondensi Lokasi Tempat Tinggal dan Profesi Komuter

Ekspektasi Wisatawan dalam Memilih Penginapan sesuai Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

Hasil Observasi Karakter Gang di Kawasan Kampung Kota Bantaran Sungai di Babakan Ciamis, Bandung

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Persepsi Kriteria Kenyamanan Rumah Tinggal

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota

Persepsi Masyarakat terhadap Transportasi Umum di Jababodetabek

Rumah Impian Mahasiswa

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

Konsep Pengembangan Ruang Terbuka Publik Pantai Bahari, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Kriteria Fasilitas Olahraga Ideal bagi Masyarakat Perkotaan

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

Kota Impian: Perspektif Keinginan Masyarakat

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

Alternatif Pemilihan Kawasan Pusat Olahraga di Kota Bandung

Pentingnya Ruang Terbuka di dalam Kota

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Analisis Faktor-faktor Penyebab Membeli Apartemen

KORELASI TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN ELEMEN KOTA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT INDONESIA

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota


BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul

Definisi Kebetahan dalam Ranah Arsitektur dan Lingkungan- Perilaku

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

Kriteria Ruang Terbuka menurut Persepsi Masyarakat di Kota Palembang

Ruang Hobi Ideal. Dimas Nurhariyadi. Abstrak

Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penilaian Kinerja Ruang Terbuka Sunken Court ITB

Kriteria Ruang Terbuka menurut Persepsi Masyarakat di Kota Palembang

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi

Pengaruh Penggunaan Skylight & Sidelight pada Shopping Mall terhadap Perilaku Manusia

Studi Preferensi dalam Pemilihan Apartemen Ideal

Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng

Potret Kualitas Wajah Kota Bandung

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

BAB I PENDAHULUAN. a. Strategi/ Pendekatan Perancangan. Untuk pemilihan judul rest area tol Semarang-Solo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

Tingkat Kenyamanan Taman Kota sebagai Ruang Interaksi- Masyarakat Perkotaan

Pertimbangan Pemilihan Titik-Titik Temu Transportasi Publik

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan Ideal Kantor

PENERAPAN MIXED USE PADA PERANCANGAN PUSAT BISNIS INDUSTRI KREATIF DI SURAKARTA

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keluhan dan Harapan Masyarakat terhadap Karakteristik Toilet Umum di Indonesia

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

III. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Preferensi Masyarakat dalam Menikmati Streetscape Perkotaan yang Ideal

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

Kompasiana Pembangunan Jalan Seperempat Dari Pertumbuhan Jumlah Kendaraan. Media Sosial Online. Jakarta Indonesia.

Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation) pada Taman Lansia di Kota Bandung

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta

Studi Persepsi Masyarakat tentang Museum Ideal

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

6.1 Peruntukkan Kawasan

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

Transkripsi:

TEMU ILMIAH IPLBI 6 Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi : Persepsi Pejalan Kaki terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung Witanti Nur Utami (), Hanson E.Kusuma () () Prodi Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. () Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Abstrak Berjalan kaki di perkotaan dapat dilakukan dengan jarak dekat ( m), jarak sedang (-4 m), dan jarak jauh (>4 m), jarak tersebut dipertimbangkan berdasarkan kemampuan fisik seseorang dalam menempuh perjalanan dan kebutuhan lain terkait fasilitas pendukung pejalan kaki. Jarak yang dilalui mempengaruhi kelelahan seseorang dalam berjalan kaki, saat lelah, area transisi dapat dipertimbangkan sebagai area yang dapat digunakan untuk beristirahat sementara sekaligus berhenti sejenak dari rasa lelah. Artikel ini berusaha memahami persepsi para pejalan kaki terkait perbedaan kebutuhan area transisi berdasarkan jarak berjalan kaki. Untuk itu, dilakukan penelitian bersifat eksplanatori yang dilaksanakan dengan cara survei online, analisis faktor, dan analisis anova. Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat enam faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan area transisi yaitu kenyamanan fisik, ruang publik, unsur lanskap, kualitas visual, fasilitas pendukung, dan kuliner. Namun hanya tiga faktor yang memiliki pengaruh yang paling signifikan terahadap jarak berjalan kaki yaitu ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung. Kata-kunci : area transisi, berjalan kaki, jarak, pejalan kaki Pengantar Pada kehidupan perkotaan, berjalan kaki merupakan alternatif moda yang sangat low-cost dalam mencapai pusat-pusat kegiatan, terutama dengan kondisi mix-used di kawasan pusat kota. Kawasan pusat kota dengan fungsi mixed use memiliki jarak antar fungsi yang berdekatan, dengan jarak yang berdekatan maka akan mendorong pengguna untuk mencapai fungsi yang berbeda dengan berjalan kaki (Surprenant, 6). Selain itu pencapaian dengan berjalan kaki juga lebih cepat daripada menggunakan kendaraan bermotor (Untermann, 984). Menurut Untermann (984), terdapat empat faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi bagi orang Amerika untuk berjalan kaki, yaitu waktu, kenyamanan, ketersediaan kendaraan bermotor, dan pola penggunaan lahan. Jarak tempuh berjalan kaki di pusat kota dipengaruhi oleh faktor kenyamanan yang dirasakan oleh pejalan kaki termasuk didalamnya yaitu jenis aktivitas yang dilakukan dan faktor cuaca (Untermann, 984). Aktivitas yang dilakukan di Kawasan Pusat Kota Bandung didominasi oleh kegiatan rekreasi dan berbelanja. Pada kegiatan berbelanja pedestrian akan membawa jinjingan belanjaanya. Ketika berjalan kaki terasa melelahkan, maka area transisi dipandang sebagai suatu kebutuhan para pedestrian dalam mengurangi rasa lelah. Area transisi diharapkan menjadi fasilitas bagi pedestrian dimana setelah mereka beristirahat, mereka dapat meneruskan perjalanannya kem-bali dengan berjalan kaki (Irawati & Utami, 3). Untuk merancang area transisi bagi pejalan kaki dibutuhkan kriteria dan konsep perancangan yang tepat guna menjembatani antara kebu- Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 E 37

Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi Berdasarkan Persepsi Pejalan Kaki Terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung tuhan ruang dan pejalan kaki sebagai pengguna masing-masing variabel laten menjadi dimensi (user). (faktor yang berbeda dengan faktor yang lain). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan area transisi dan mengungkapkan perbedaan kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh berjalan kaki dalam mencapai pusatpusat kegiatan di Kawasan Pusat Kota Bandung. Metode Metode Pengumpulan Data Metode dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian korelasional (Groat & Wang, ). Data dikumpulkan dengan cara survei kuesioner yang berisi pertanyaan bersifat tertutup (closed ended) dengan jawaban berskala likert s.d 5, berurutan dari skala sangat tidak penting, tidak penting, tidak cenderung tidak penting ataupun penting, penting dan sangat penting. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tertutup didapatkan dari kategori-kategori kata kunci yang teridentifikasi pada tahap penelitian sebelumnya yang dilakukan secara open ended (Utami, 5). Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilistic sampling yaitu dengan teknik accidental sampling (Lin, 976). Pengumpulan data diambil dengan cara penyebaran kuesioner online. Survei online dilakukan atas dasar pertimbangan kemudahan pelaksanaan dan yang akan menjadi responden adalah yang berusia remaja hingga dewasa, yang diper-kirakan telah mempunyai pola pemikiran yang matang dan mampu untuk menjawab kuesioner melalui akses internet. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis faktor dan anova. Analisis faktor digunakan untuk menemukan variabel laten (faktor dominan) yang mewakili variabel-variabel terukur. Metode analisis faktor yang digunakan adalah varimax rotation, yang diterapkan dengan tujuan agar Analisis anova merupakan teknik statistik yang digunakan untuk membandingkan perbedaan antar kelompok berdasarkan perbedaan nilai rata-rata setiap kelompok. Pada analisis ini terdapat variabel yang mengalokasikan jawaban responden ke dalam kelompok yang berbeda, yang dapat disebut dengan faktor, anova dapat melibatkan salah satu faktor atau beberapa faktor (Lavrakas, 8). Analisis dan Interpretasi Analisis dan interpretasi dilakukan dari variabel laten yang berasal dari hasil analisis faktor, variabel laten yang didapatkan dari analisis faktor yaitu faktor kenyamanan fisik, ruang publik, unsur lanskap, kualitas visual, fasilitas pendukung, dan kuliner (lihat tabel.). Tabel. Variabel Laten Berdasarkan Analisis Faktor Kategori Fasilitas Fisik Kriteria Perancangan Fasilitas Pendukung Kata Kunci Variabel Operasional Bangku Selasar Peneduh Halte Mini Café Plaza Mini Taman Mini Keberadaan Pohon Keberadaan Peneduh Keberadaan Unsur Air Lighting/Pencahayaan Pattern/Pola Lantai Desain yang Menarik Jalur Pedestrian yang Baik Sarana Air Minum Tempat Sampah Signage/Penanda Pedagang Minuman/Makanan Variabel Laten Kenyamanan Fisik Ruang Publik Unsur Lanskap Kualitas Visual Fasilitas Pendukung Kuliner Berdasarkan tabel di atas, maka diketahui bahwa faktor kenyamanan fisik, ruang publik, unsur lanskap, kualitas visual, fasilitas pendukung, dan kuliner merupakan faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan area transisi. E 38 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6

Witanti Nur Utami Masing-masing variabel laten (faktor dominan) di atas akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis anova. Variabel laten akan diuji tingkat signifikansinya dengan variabel jarak berjalan kaki untuk mengungkapkan perbedaan kebu-tuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh berjalan kaki dalam mencapai pusat-pusat kegiatan di Kawasan Pusat Kota Bandung. Kenyamanan Fisik- Pedestrian ketika berjalan kaki di pusat kota, baik dalam jarak dekat (m), sedang (-4m) dan jarak jauh (>4m), membutuhkan kenyamanan fisik yang meliputi bangku, halte dan selasar peneduh (lihat tabel dan gambar ). Berdasarkan jarak tersebut, dari hasil analisis diketahui bahawa pada jarak berjalan kaki yang berbeda unsur kenyamanan fisik yang dibutuhkan tidak berbeda hal tersebut dibuktikan dengan significant value yang lebih dari,5% yaitu,%, menunjukkan tingkat ketepatan prediksi kurang dari 88%. Pedestrian menganggap kenyamanan fisik bukanlah faktor yang berbeda dalam menentukan kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh berjalan kaki. Seseorang yang berjalan kaki baik dari jarak dekat sampai dengan jarak jauh sama-sama membutuhkan kenyamanan fisik tanpa harus mengalami jarak berjalan kaki yang berbeda. Seperti halnya halte serta selasar peneduh dibutuhkan oleh pedestrian untuk melindungi dari cuaca panas maupun hujan. Jika dikaitkan dengan kriteria perancangan kelengkapan jalur pejalan kaki maka penempatan bangku dapat ditempatkan yaitu per m (PERMEN PU 3/ PRT/M/4), sedangkan untuk halte maksimal per 4 m (PERMEN PU 3/PRT/M/4). Selain itu, keberadaan faktor kenyamanan fisik tersebut dapat dikaitkan dengan koneksi antara pejalan dengan integrasi antar moda, seseorang yang berjalan kaki di pusat kota, dapat dimudahkan pergerakannya dengan koneksi antar moda, orang dapat berkunjung ke pusat kota dengan kendaraan umum kemudian berhenti pada halte yang telah disediakan lalu kemudian berjalan kaki untuk mencapai pusat-pusat kegiatan pada kawasan pusat Kota Bandung. Begitu juga dengan halte, yang dapat difungsikan sebagai tempat berstirahat sementara bagi pedestrian sekaligus tempat untuk melanjutkan perjalanan di luar konteks berjalan kaki, yaitu perjalanan dengan kendaraan umum (bis) yang mana seringkali digunakan untuk menunggu jadwal kedatangan bus. Begitu juga dengan selasar peneduh, mengingat Indonesia merupakan negara tropis, dengan suhu Kota Bandung yang sewaktu-waktu dapat mencapai 3 C, maka selasar peneduh dibutuhkan sebagai peneduh bagi pedestrian yang mana dapat ditempatkan di beberapa titik (spot) dengan pertimbangan mobilitas banyaknya jumlah pedestrian yang tinggi pada suatu area bukan dari jarak yang dilalui oleh pedestrian. Kenyamanan Fisik -4-5 -6 Gambar. Anova Kenyamanan Fisik dengan Jarak Berjalan Kaki Dengan demikian, dalam menempuh jarak berjalan kaki di Kawasan Pusat Kota, kenyamanan fisik (bangku, halte, dan selasar peneduh) tidak menunjukkan kepentingan yang berbeda dalam mengungkapkan perbedaan kebutuhan area transisi, yang berarti keberadaan bangku, halte dan selasar peneduh merupakan fasilitas yang memang seharusnya ada dan tersedia dengan baik tanpa melihat kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh pedestrian. Ruang Publik-.5 Ruang publik yang dapat digunakan sebagai area transisi ini berupa mini café, plaza mini, dan taman mini (lihat hasil faktor analisis di tabel dan gambar di bawah). Adapun berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki di pusat Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 E 39

Unsur lanskap dalam hal ini terkait keberadaan pohon, keberadaan peneduh, keberadaan unsur air, dan lighting (pencahayaan). Dari hasil ana- E 4 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi Berdasarkan Persepsi Pejalan Kaki Terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung kota, ketiga jenis ruang publik tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan, dengan berbeda, unsur lanskap yang dibutuhkan tidak lisis diketahui pada jarak berjalan kaki yang significant value kurang dari,5% yaitu,4%. berbeda. Nilai significant value,% menunjukkan tingkat ketepatan prediksi kurang dari 79%. Ruang Publik.5 Gambar. Anova Ruang Publik dengan Jarak Berjalan Kaki Seseorang yang berjalan kaki dengan jarak sedang (-4 m) dan jarak jauh (>4m) sangat mementingkan keberadaan ruang publik seperti mini café, plaza mini, dan taman mini, beda halnya dengan seseorang yang berjalan kaki dengan jarak dekat (m), dimana ia belum begitu membutuhkan ruang publik, karena jarak tersebut terbilang dekat sehingga pedestrian belum merasakan lelah yang kemudian membutuhkan area transisi berupa mini café dimana orang dapat duduk santai disertai makan dan minum lalu taman dan plaza mini sebagai ruang untuk istirahat sekaligus dapat digunakan sebagai ruang pengamatan dan interaksi. Untuk pedestrian yang menempuh pusat-pusat kegiatan di kawasan pusat kota dengan jarak -4m dan jarak >4m, ruang-ruang publik seperti mini café, plaza mini, dan taman mini dapat memfasilitasi para pedestrian yang ingin beristirahat sementara dari aktivitas berbelanja maupun aktivitas lainnya lalu kemudian dapat berjalan kaki kembali setelahnya. Dengan demikian perbedaan kebutuhan area transisi terkait ruang publik tersebut dapat dikatakan dipengaruhi oleh faktor jarak. Unsur Lanskap- Berdasarkan informasi diatas, maka pedestrian menganggap unsur lanskap bukanlah faktor yang dianggap berbeda dalam menentukan kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh pedestrian artinya pejalan kaki merasa dalam menempuh pusat-pusat kegiatan di pusat kota untuk jarak berapa pun, unsur lanskap tidak mempengaruhi keberadaan area transisi sehingga dapat dikatakan masing-masing variabel unsur lanskap sama pentingnya terkait kebutuhan area transisi, tidak melihat kebutuhan jarak tempuh pedestrian. Hal tersebut dapat disebabkan bahwa unsur lanskap merupakan unsur yang memang sepenuhnya harus diperhatikan terkait kebutuhan area transisi, dimana tidak memandang jarak berjalan kaki dalam kriteria perancangannya, hanya saja yang diatur didalam perancangannya biasanya terkait kriteria penempatan dan jenisnya. Unsur Lanskap -4 Gambar 3 Anova Unsur Lanskap dengan Jarak Berjalan Kaki Sebagai informasi, bahwa keberadaan peneduh sebagai unsur lanskap dapat melindungi pedestrian dari cuaca panas maupun hujan begitu juga dengan pohon yang tidak hanya berfungsi sebagai peneduh dengan tajuk daunnya yang lebat sekaligus memfasilitasi angin untuk bersirkulasi pada celah daun tetapi dapat juga menjadi nilai ekologis bagi lanskap kota. Unsur lanskap lainnya seperti unsur air dapat berfungsi menciptakan suasana yang intim pada sebuah ruang dimana terdapat sebuah suara gelembung-gelembung air sehingga dapat men-

Witanti Nur Utami stimulasi pejalan kaki dalam merasakan sebuah tempat (LLwelyn-Davies, ). Begitu juga dengan lighting (pencahayaan), sebagai faktor unsur lanskap pada kebutuhan area transisi, pencahayaan merupakan faktor yang penting didalam merancang sebuah tempat yang baik dengan penanganan khusus yang diberikan, yakni pencahayaan pada malam hari guna menghindari konflik pedestrian, menciptakan situasi yang aman dan tidak mengancam serta terkait kepada bentuk dan warna cahaya yang dapat menghasilkan patung tiga dimensi, mengubah persepsi tempat dan dapat menciptakan lanskap malam (LLwelyn-Davies, ). Kualitas Visual- Kualitas visual dalam hal ini desain yang menarik dan pattern/pola lantai. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel kualitas visual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh pedestrian di pusat kota. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai signifikansi kurang dari,5% yaitu,3%. Pejalan kaki menganggap bahwa pergerakan seseorang dengan jarak tempuh -4m dan >4m membutuhkan suatu kualitas pandangan/visual dalam hal ini terkait desain yang menarik dan pattern/pola lantai, berbeda halnya dengan pedestrian yang hanya menempuh jarak yang terbilang dekat yaitu m (lihat Gambar 4). Kualitas visual dipandang sebagai langkah-langkah dalam memberikan pemandangan yang indah bagi pedestrian sehingga pedestrian dapat melakukan pengamatan-pengamatan kecil saat isitirahat dari rasa lelah berjalan kaki. Hal tersebut dianggap penting sebagai kebutuhan area transisi sebab berkaitan dengan bagaimana desain yang menarik dapat menunjukkan minat pejalan kaki akan sebuah area transisi. Begitu juga dengan pattern/pola lantai, pattern/pola lantai merupakan kualitas visual yang dianggap penting sebagai kebutuhan area transisi, mengingat sebuah pola lantai akan selalu terlihat dan dirasakan oleh para pedestrian. Kualitas Visual Gambar 4. Anova Kualitas Visual dengan Jarak Berjalan Kaki. Pola lantai merupakan salah satu objek penglihatan yang dapat dinikmati untuk para pedestrian secara langsung, selain sebagai objek pengamatan, pentingnya pattern/pola lantai yaitu dikaitkan dengan kebutuhan akan disabilitas sehingga pola lantai yang terbentuk mengakomodasi kebutuhan kaum disabilitas. Fasilitas Pendukung- Fasilitas pendukung dalam hal ini kondisi jalur pedestrian, sarana air minum, tempat sampah, dan signage/penanda, berdasarkan analisis menunjukkan bahwa fasilitas pendukung merupakan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel jarak tempuh pedestrian. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi kurang dari,5% yaitu,% (lihat Gambar 5). Berdasarkan informasi pada gambar, dapat diketahui bahwa fasilitas pendukung memegang peranan penting bagi pedestrian dalam mencapai pusat-pusat kegiatan di pusat kota. Pada jarak sedang (-4 m) dan jarak jauh (>4 m) faktor fasilitas pendukung seperti jalur pedestrian yang baik, sarana air minum, tempat sampah, dan signage/penanda dirasa sangat dibutuhkan oleh pedestrian, artinya semakin jauh jarak yang ditempuh,.5 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 E 4

Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi Berdasarkan Persepsi Pejalan Kaki Terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung Kuliner- Fasilitas Pendukung -4.5 Gambar 5. Anova Fasilitas Pendukung dengan Jarak Berjalan Kaki maka tuntutan akan fasilitas pendukung menjadi sangat tinggi, lain halnya dengan pedestrian yang berjalan kaki dengan jarak dekat (- m), kebutuhan akan fasilitas pendukung dalam hal ini jalur pedestrian yang baik, sarana air minum, tempat sampah dan signage/penanda belum cukup dirasa dibutuhkan. Keberadaan kuliner seperti keberadaan pedagang makanan/minuman (food street, food vendor) bagi suatu area transisi merupakan hal yang penting, namun kebutuhan tersebut tingkat kepentingannya tidak dilihat berdasarkan jarak tempuh berjalan kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kuliner merupakan variabel yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel jarak tempuh pejalan kaki, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi lebih dari,5% yaitu,8%, artinya untuk seseorang yang berjalan kaki baik dari jarak dekat sampai dengan jarak jauh, faktor kehadiran kuliner tidak menentukan harus ada atau tidaknya pada area transisi..5 Kehadiran jalur pedestrian yang baik dapat membuat seseorang merasa nyaman ketika berjalan kaki apalagi perjalanan yang jauh, hal tersebut juga berpengaruh kepada keberadaan sarana air minum (drinking fountain, vanding machine), keberadaan sarana air minum tersebut dapat mendukung kebutuhan area transisi bagi pedestrian, ketika lelah kebutuhan air minum dapat menjadi penghilang rasa haus. Kuliner.5 -.5.5.5.5 Hal tersebut berlaku juga untuk keberadaan tempat sampah dan signage/penanda. Seorang yang berjalan kaki dengan jarak yang jauh, maka media informasi seperti signage/penanda akan sangat dibutuhkan, hal ini dapat terkait dengan perolehan informasi untuk arah menuju (way finding) suatu tempat atau kebutuhan sign seperti area menyebrang jalan atau sign yang sifatnya memberikan informasi terkait iklan pertokoan maupun iklan layanan masyarakat. Demikian halnya dengan tempat sampah sebagai fasilitas pendukung bagi pedestrian, keberadaan tempat sampah berkaitan dengan menciptakan nilai kebersihan, kebersihan tersebut akan dapat menambah daya tarik juga dapat menambah kenyamanan pejalan kaki karena bebas dari kotoran sampah dan baubauan yang tidak menyenangkan (Iswanto, 6). E 4 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 Gambar 6. Anova Kuliner dengan Berdasarkan informasi diatas, maka pedestrian menganggap faktor kuliner bukanlah faktor yang dianggap berbeda dalam penentuan kebutuhan area transisi berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki artinya pedestrian merasa dalam menempuh pusat-pusat kegiatan di pusat kota untuk jarak berapa pun baik jarak dekat ( m), jarak sedang (-4 m) dan jarak jauh (>4 m) faktor kuliner tidak mempengaruhi keberadaan area transisi sehingga dapat dikatakan variabel kuliner sama pentingnya terkait kebutuhan area transisi, tidak melihat kebutuhan jarak tempuh pejalan kaki. Hal tersebut dapat disebabkan bahwa kuliner merupakan unsur yang akan selalu diminati oleh masyarakat ketika berjalan kaki tanpa memandang faktor jarak yang dilalui oleh pejalan kaki.

Kesimpulan Kebutuhan area transisi berdasarkan persepsi pejalan kaki dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kenyamanan fisik, ruang publik, unsur lanskap, kualitas visual, fasilitas pendukung, dan kuliner. Namun bagi pejalan kaki, dalam menempuh jarak untuk mencapai puat-pusat kegiatan, tidak semua faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang signifikan akan kehadiran area transisi di Kawasan Pusat Kota Bandung. Dari enam faktor yang dianalisis diatas yaitu faktor kenyamanan fisik, ruang publik, unsur lanskap, kualitas visual, fasilitas pendukung, dan kuliner, faktor-faktor yang berpengaruh dan signifikan terkait kebutuhan area transisi berdasarkan jarak berjalan kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung yaitu hanya tiga faktor, ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung. Adapun komponen dari faktor Ruang Publik meliputi Mini Café, Plaza Mini, dan Taman Mini. Komponen kualitas visual meliputi pattern/pola lantai dan desain yang menarik, serta komponen untuk fasilitas pendukung meliputi jalur pedestrian yang baik, sarana air minum, tempat sampah, dan signage/penanda. Ketiga faktor di atas yaitu ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung merupakan faktor yang diketahui signifikan terkait kebutuhan area transisi berdasarkan jarak berjalan kaki dimulai dari jarak dekat ( m), jarak sedang (-4 m), dan jarak jauh (>4 m). Faktor kriteria perancangan seperti ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung menunjukkan signifikansi yang berbeda antar masingmasing jaraknya, dimana pada jarak sedang dan jarak jauh, faktor-faktor tersebut menjadi bagian penting terkait kebutuhan area transisi berdasarkan jarak yang dilalui oleh pejalan kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh tuntutan akan kebutuhan ruang yang seperti apa yang seharusnya terbentuk untuk perancangan area transisi sebagai tempat peristirahatan sementara bagi pejalan kaki. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa tuntutan akan kehadiran ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung akan semakin terasa dibutuhkan pada Witanti Nur Utami saat pejalan kaki bergerak dengan menempuh jarak sedang (-4 m) dan jauh (>4 m) dibandingkan dengan ketika pejalan kaki menempuh perjalanan jarak dekat ( m) yang mana dinilai belum merasa membutuhkan dan mementingkan persoalan kehadiran ruang publik, kualitas visual, dan fasilitas pendukung, hal tersebut dibuktikan berdasarkan nilai signifikansi yang berada dibawah,5% yang dimiliki oleh ketiga faktor tersebut. Penelitian terkait area transisi ini merupakan penelitian lanjutan dari kajian sebelumnya yaitu Kebutuhan Area Transisi Bagi Pejalan Kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung yang sudah pernah disampaikan pada Temu Ilmiah IPLBI 5, adapun responden yang didapat dalam penelitian kali ini terbatas pada 7 responden yang mengisi kuesioner dengan menggunakan internet. Dengan demikian, sebagai pengembangan ilmu lebih lanjut, penelitian dapat diperdalam kembali, sehingga nanti hasil yang didapat akan lebih bervariansi dan didapat temuan-temuan menarik lainnya yang dapat dianalisa lebih lanjut. Daftar Pustaka Groat, L., & Wang, D. (). Architectural Research Methods. New York: John Wiley. Irawati, I., & Utami, W. N. (3). Bandung City Centre Compactness Evaluation. The th International Congress of Asian Planning School Association. Bandung: Itenas Library. Iswanto, D. (6, Maret ). Pegaruh Elemen-Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki. Enclosure, 5(), 9. Lavrakas, P. J. (8). Encylopedia of Survey Research Methods. California: SAGE Publications, Inc. Lin, N. (976). Foundation of Social Research. Albany, New York: Deparment of Sociology. LLwelyn-Davies. (). Urban Design Compendium. London: English Partnerships The House Corporation. Surprenant, S. (6). Mixed-Use Urban Suistanable Development Through Public-Private Partnerships. Boston: Land Development East. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (NOMOR : 3/PRT/M/4). Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6 E 43

Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi Berdasarkan Persepsi Pejalan Kaki Terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung Untermann, R. K. (984). Accomodating The Pedestrian: Adapting Towns and Neighborhoods for Walking and Bcycling. Michigan: Van Nostrand Reinhold. Utami, W. N. (5). Kebutuhan Area Transisi bagi Pejalan Kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI Universitas Sam Ratulangi Manado, hal. A 38. E 44 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 6