BAB III TINJAUAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sosialisasi yang dilakukan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB III KERANGKA TEORI. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Hak Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum. Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkrit, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedangkan di pihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya juga tida ada kewajiban tanpa hak. Hak adalah memberikan kenikmatan dan keleluasaan kepada individu atau seseorang dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol adalah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak. 1 Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. 2 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), h.42 2 Ibid, h.43 15

16 Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum. Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu diarahkan untuk memuaskan. Dalam setiap hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya, yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objeknya yang dimilikinya. Seorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang telah dibelinya itu, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Ada dua macam hak, yaitu hak absolute dan hak relatif. Hak absolut adalah hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum yaitu menimbulkan kewajiban pada setiap orang lain untuk menghormati hubungan hukum itu. Hak absolut memberi wewenang bagi pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, yang pada dasarnya dapat dilaksanakan terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak absolute itu ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada seseorang maka ada kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati dan tidak mengganggunya.

17 Bentuk kontrak/perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (kesepakatan para pihak). Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut: 1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan. 2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi kesaksian notaries atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya. 3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaries dalam bentuk akta notaries. Akta notaries adalah akta yang dibuat dihadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaries, camat, PPAT dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga. 3 3 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.43

18 Dari ketiga bentuk atau jenis perjanjian tersebut, dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat notaries artau di muka notaries merupakan perjanjian yang mempunyai kekuatan hokum yang dapat dipertanggungjawabkan secara hokum atau yuridis. Ada tiga fungsi dari akta notaris (akta autentik), yaitu: 1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu. 2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak. 3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak. 4 Sehubungan dengan fungsi akta notaries tersebut di atas, adalah untuk alat bukti ketika suatu perjanjian atau kontrak mengalami sesuatu masalah, sehingga yang menjadi alat bukti yang autentik adalah akta notaries tersebut. B. Hak Tanggungan Pihak kreditur (pemberi pinjaman) cenderung untuk meminta jaminan hutang yang khusus dari pihak debitur (penerima pinjaman), agar pembayaran hutangnya menjadi aman. Jaminan khusus yang bersifat kebendaan tersebut misalnya berupa hipotik, fidusia, hak tanggungan, atau gadai. Adapun hak jaminan konvensional terdiri dari hipotik, hak tanggungan, gadai benda bergerak, gadai tanah, fidusia, bank garansi, personal 4 Ibid, h.43

19 garansi dan sebagainya. Sedangkan jaminan yang nonkonvensional antara lain adalah cessie untuk menjamin hutang, pengalihan hak tagih asuransi, kuasa menjual yang tidak dapat dicabut kembali, jaminan menutupi kekurangan biaya dan sebagainya. Hak tanggungan merupakan hak yang diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai jaminan hutang, yang berupa penyerahan hak terhadap bendabenda yang tidak bergerak, seperti tanah, rumah, bangunan dan sebagainya. Tujuan dari penyerahan hak tersebut adalah sebagai jaminan terhadap hutang yang telah dipinjamkan oleh kreditur kepada debitur dengan ikatan perjanjian yang telah disepakati bersama. Pada umumnya jenis-jenis lembaga jaminan yang dikenal dalam Tata Hukum Indonesia dikelompokkan menjadi: 1. Menurut cara terjadinya, yaitu jaminan yang lahir karena undang-undang dan perjanjian. 2. Menurut sifatnya, yaitu jaminan yang bersifat kebendaan dan bersifat perseorangan. 3. Menurut kewenangan menguasainya, yaitu jaminan yang menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. 4. Menurut bentuk golongannya, yaitu jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus. 5 5 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006), h.192

20 Dalam praktek perbankan, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu jaminan immaterial ( perorangan) dan jaminan materil (kebendaan). Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Adapun yang termasuk jaminan perorangan adalah penanggung, tanggung-menanggung, dan perjanjian garansi. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak untuk meminta pemenuhan piutangnya kepada si debitur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik yang berdasarkan atas hak yang umum maupun khusus, juga terhadap kreditur dan pihak lawannya. Jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan gadai, hipotik, hak tanggungan dan jaminan fidusia. 6 6 Ibid, h.193

21 Dalam prakteknya, jaminan kebendaan seperti yang diungkapkan di atas dalam masyarakat masih tetap berkembang dan dipergunakan dalam hal melakukan transaksi peminjaman uang baik di lembaga perbankan maupun di lembaga pembiayaan yang berkembang dalam masyarakat. Adapun hubungan hutang-piutang dengan jaminan benda, maka dengan adanya benda jaminan, kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya. Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut gadai. Selain gadai adalagi hak yang mirip dengan gadai yaitu retensi. Apabila benda jaminan itu berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut hipotik. 7 Dari penjelasan di atas dapat dilihat, bahwa jaminan terhadap hutang dapat dilakukan terhadap benda bergerak dan tidak bergerak. Hal ini tergantung dari besarnya hutang dan kesepakatan kedua belah pihak. Jaminan yang berupa benda bergerak biasanya dikuti dengan surat-surat kepemilikan, dan jaminan terhadap benda tidak bergerak hanya dibuktikan melalui surat yang berupa sertifikat dan sebagainya. Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur adalah sebagai penguat terhadap kredit yang telah diberikan oleh kreditur kepada debitur, agar debitur memang benar-benar dapat menggunakan uang yang diberikan 2000), 170 7 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,

22 tersebut dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan tujuan diberikannya kredit tersebut. Di lapangan memang sering terjadi bahwa nasabah dalam menggunakan kredit yang diberikan tersebut tidak sesuai dari penggunaan semula, kadang-kadang bisa saja diarahkan ke tujuan lain, seperti konsumtif dan penggunaan hal-hal yang lainnya. Oleh karena itu jaminan merupakan bentuk dari pertanggungjawaban dari pihak debitur apabila kredit tersebut tidak dapat dibayar sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: 1. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dapat disesalkan. 2. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul. 3. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan 8. Menurut Munir Fuady, praktek dari aplikasi ganti rugi akibat adanya wanprestasi dari suatu kontrak dilaksanakan dalam berbagai kemungkinan, dimana yang dimintakan oleh pihak yang dirugikan adalah hal-hal sebagai berikut: 8 Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Liberty, 1981), h.15

23 1. Ganti rugi saja; 2. Pelaksanaan kontrak tanpa ganti rugi; 3. Pelaksanaan kontrak dengan ganti rugi; 4. Pembatalan kontrak tanpa ganti rugi; 5. Pembatalan kontrak dengan ganti rugi. 9 Menurut Ahmadi Miru, Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan: 1. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi). 2. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi). 10 Dari pernyataan di atas dapat diketahui, bahwa sebagai akibat dari wanprestasi, maka kreditur dapat menagih piutangnya melalui berbagai cara, yakni melalui jaminan dan pembayaran ganti rugi sebagaimana yang dialami oleh kreditur akibat keterlambatan pelunasan piutangnya oleh debitur. Perkreditan adalah suatu penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam antara pihak kreditur (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur (peminjam), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, dimana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur (pemberi pinjaman) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan selama masa kredit tersebut berlangsung. 11 Dengan demikian, yang menjadi elemen-elemen yuridis dari suatu kredit adalah sebagai berikut: 9 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), h. 30 10 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2010), h.75 11 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002), h.111

24 1. Adanya kesepakatan antara debitur dengan kreditur, yang disebut dengan perjanjian kredit. 2. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur. 3. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang. 4. Adanya pinjaman berupa pemberian sejumlah uang. 5. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit dengan pembayaran kredit. Di samping itu, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah suatu penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pembiayaan atau perjanjian lain antara pihak pemberi biaya (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur (penerima pembiayaan), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutang yang terbit dari pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu, dimana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur (pemberi pembiayaan) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan, pembagian hasil keuntungan atau sewa selama masa pembiayaan tersebut berlangsung. 12 Unsur yuridis dari suatu pembiayaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya kesepakatan antara pemberi biaya (kreditur) dengan penerima biaya (debitur), yang disebut dengan perjanjian pembiayaan. 2. Adanya para pihak, setidak-tidaknya pihak pemberi dan penerima biaya. 3. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang. 4. Adanya pemberian pembiayaan yang berupa pemberian sejumlah uang. 12 Ibid, h.111

25 5. Adanya perbedaan waktu antara pemberian pembiayaan dengan pembayaran. Apabila diperhatikan unsur-unsur atau elemen-elemen dalam perkreditan dan pembiayaan adalah sama, hanya saja pihak atau lembaganya yang berbeda. Pada perkreditan biayanya melalui bank, sedangkan pembiayaan dapat melalui perusahaan atau perorangan yang menyediakan dana untuk permodalan atau untuk keperluan lainnya. Prinsip perkreditan dan pembiayaan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip kepercayaan, kredit berarti kepercayaan, maka pemberian kredit maupun pembiayaan haruslah ada kepercayaan dari kreditur, bahwa dana tersebut akan bermanfaat bagi debitur dan kepercayaan dari kreditur bahwa debitur dapat mengembalikan dana tersebut. 2. Prinsip kehati-hatian, agar kredit atau pembiayaan tidak menjadi macet, maka dalam memberikan kredit dan pembiayaan, haruslah cukup kehatihatian dari pihak kreditur dengan menganalisis dan mempertimbangkan semua factor yang relevan. Untuk itu perlu dilakukan pengawasan terhadap suatu pemberian kredit. 3. Prinsip sinkronisasi, merupakan prinsip yang mengharuskan adanya sinkronisasi antara pinjaman/pembiayaan dengan asset dari debitur. Misalnya jangan diberikan kredit/pembiayaan jangka pendek untuk keperluan investasi jangka panjang. 4. Prinsip kesamaan valuta, adalah sedapat-dapatnya adanya kesamaan antara jenis valuta untuk kredit/pembiayaan dengan penggunaan dana tersebut, sehingga risiko fluktuasi mata uang dapat dihindari.

26 5. Prinsip perbandingan antara pinjaman dengan modal, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah antara pinjaman dengan modal haruslah dalam suatu rasio yang wajar. 6. Prinsip perbandingan antara pinjaman dengan asset, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah antara pinjaman dengan asset haruslah dalam suatu rasio yang wajar. 13 Terhadap hal-hal di atas bagi lembaga perkreditan dan lembaga pembiayaan harus benar-benar dapat memperhatikan hal tersebut, karena sangat berhubungan dengan kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran pada setiap bulannya. Pembiayaan (selain kredit) bentuk dan modelnya bermacam-macam di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Model pembiayaan lewat lembaga pembiayaan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, pembiayaan konsumen, dan pembiayaan dengan kartu kredit. 2. Model pembiayaan lewat pasar modal. 3. Model pembiayaan lewat pendanaan langsung. 4. Model pembiayaan lewat pasar uang. 5. Model pembiayaan project. 6. Model pembiayaan dagang dan ekspor-impor. Dari beberapa model pembiayaan tersebut, yang banyak berkembang dalam masyarakat adalah pembiayaan melalui kartu kredit, pendanaan langsung dan melalui pasar modal. 13 Ibid, h.113

27 Di samping itu juga ada melalui simpan-pinjam, koperasi, melalui lembaga pembiayaan dan sebagainya. Hal ini berkembang sesuai dengan kemajuan perekonomian dan jens-jenisnya dalam masyarakat. Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money 14. Dalam ketentuan tidak ditemukan pengertian perjanjian kredit. Namun, dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit. Perjanjian kredit adalah: "persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditor dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati." Unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit adalah 15 : 1. Adanya persetujuan dan/atau kesepakatan; 2. Dibuat bersama antara kreditor dan debitur; 3. Adanya kewajiban debitur. 14 Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah dan berbagai surat edaran, antara lain: 1. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EKA/10/96, yang berisi instruksi kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apa pun, bank-bank wajib mempergunakan "akad perjanjian kredit"; 2. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor: 2 /539/UPK/ Pemb/1996; dan 3. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Nomor: 2/643/Pemb/1996 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. 15 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata; Buku Kesatu, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 78.

28 Kewajiban debitur adalah: 1. Mengembalikan kredit yang telah diterimanya; 2. Membayar bunga; dan 3. Biaya-biaya lainnya. Para ahli juga memberikan pengertian perjanjian kredit. Sutarno mengartikan perjanjian kredit adalah 16 : "perjanjian pokok atau perjanjian induk yang mengatur hak dan kewajiban antara kreditor dan debitur". Definisi ini terlalu singkat karena hanya difokuskan pada hak dan kewajiban antara kreditor dan debitur, padahal dalam perjanjian kredit itu sendiri yang paling prinsip adalah kesepakatan para pihak. Definisi lain dikemukakan Sutan Remy Sahdeini. Sutan Remy Sahdeini 17 mengartikan perjanjian kredit adalah: "perjanjian bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utang-nya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan". Sutan Remy Sahdeini mengemukakan tiga ciri perjanjian kredit bank, sebagaimana disajikan berikut ini. 1. Bersifat konsensual Sifat konsensual suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam-meminjam uang yang bersifat 16 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 6 17 Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), h.14

29 nil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya setelah ditandatanganinya kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. 2. Penggunaan kredit tidak dapat digunakan secara leluasa Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila

30 seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam-meminjam atau pinjam mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Syarat cara penggunaannya Hal yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaannya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindah-bukuan. Cara lain hampir dapat dikatakan tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditor ke dalam kekuasaan debitur dengan tidak disyaratkan cara debitur akan menggunakan uang pinjaman itu. Pada perjanjian kredit bank, kredit tidak pernah diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank. Definisi yang dikemukakan oleh Sutan Remy Sahdeini terlalu luas karena tidak hanya mengemukakan tentang hak dan kewajiban kreditor dan debitur, namun juga mengemukakan tentang ciri-ciri perjanjian kredit. Karena adanya kelemahan dari kedua definisi di atas, maka perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut Salim HS, yang diartikan dengan perjanjian kredit adalah 18 : 18 Salim HS, Op.Cit, h.80.

31 "perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitur, di mana kreditor berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepa-kati antara keduanya." Unsur-unsur perjanjian kredit: 1. Adanya subjek hukum; 2. Adanya objek hukum; 3. Adanya prestasi; 4. Adanya jangka waktu. Subjek dalam perjanjian kredit adalah kreditor 19 dan debitur 20. Sedangkan objek dalam perjanjian kredit adalah kredit. Kredit itu sendiri adalah: "penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga 21. Dengan demikian, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian kredit, adalah sebagai berikut 22 : 1. Kepercayaan 23, 2. Waktu 24, 19 Kreditur adalah orang atau badan hukum yang memberikan kredit kepada debitur. 20 Debitur adalah orang atau badan hukum yang menerima kredit dari kreditor. 21 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 22 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1990, h. 12-13. 23 Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 24 Waktu yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, tergantung pengertian

32 3. Degree of risk 25, 4. Prestasi 26. Di dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Perkreditan Perbankan telah diatur tentang hak dan kewajiban antara kreditor dengan debitur. Kewajiban kreditor, yaitu: 1. Menghindari pemberian kredit kepada sektor ekonomi, segmen pasar, dan kegiatan atau bidang usaha yang mengandung risiko tinggi bagi bank, yaitu: a. Diberikan untuk usaha spekulasi yang tidak mempunyai kepastian pelunasan atas utangnya; b. Diberikan tanpa adanya informasi keuangan yang cukup bagi permohonan kredit yang dinilai cukup besar; c. Diberikan kepada debitur bermasalah dan/atau macet pada bank lain; atau d. Tidak memberikan kredit konsumtif kepada perseorangan yang dapat menyebabkan kesenjangan. nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 25 Degree of Risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diper-hitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit. 26 Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktik perkreditan

33 2. Memberikan penjelasan secara rinci, lengkap, dan jelas terhadap calon pemohon kredit tentang persyaratan kredit yang harus dipenuhi oleh setiap calon pemohon kredit 3. Melakukan penilaian terhadap pemohon kredit mengenai watak, kemampuan, modal, prospek usaha, dan jaminan kredit; 4. Meminta studi kelayakan dari pihak konsultan independen dan/atau pihak penilai independen; 5. Memberikan prioritas utama dalam pemberian kredit kepada Usaha Kecil; 6. Menolak dan memberitahukan penolakan tersebut kepada pemohon kredit beserta alasannya secara tertulis dalam jangka waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja, sejak diterimanya informasi yang diperlukan bank secara lengkap; 7. Dalam hal permohonan kredit telah disetujui oleh kreditor, kreditor wajib menyampaikan surat persetujuan penyediaan kredit kepada pemohon disertai syarat-syarat kredit yang telah disepakati dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja; 8. Menyalurkan kredit yang telah disetujuinya setelah perjanjian kredit ditandatangani dan dokumen-dokumen yang disyarat-kan terpenuhi, baik secara persyaratan penuh maupun persyaratan secara bertahap; 9. Untuk kredit usaha kecil, kreditor wajib menyediakan dana yang disetujuinya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (t iga puluh) hari kerja.

34 Kewajiban debitur atau pemohon kredit, yaitu: 1. Memberikan keterangan yang benar, lengkap, dan jelas mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan identitas, kondisi keuangan, tujuan penggunaan kredit yang terkait dengan kegiatan usahanya, dan informasi lain yang diperlukan oleh kreditor; 2. Memenuhi segala kewajiban yang telah disepakati dan dinyatakan dalam perjanjian kredit; 3. Menggunakan kredit yang diperoleh dari kreditor sesuai dengan peruntukkannya berdasarkan isi perjanjian kredit dan surat permohonan kredit; 4. Melunasi kredit berikut bunga, denda dan/atau biaya lain sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kredit; 5. Mengembalikan jaminan pemberian kredit kepada debitur atau pemilik jaminan kredit disertai dengan surat pernyataan pelunasan kredit dari kreditor sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. Menyampaikan laporan secara berkala mengenai perkembangan usahanya dan/atau proyek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan; 7. Bilamana hasil eksekusi jaminan kredit kurang dari jumlah kewajiban, debitur wajib menyerahkan aset lainnya dalam rangka penyelesaian kredit. Hak debitur, yaitu: a. Melakukan penarikan kredit secara bertahap sesuai dengan tujuan dari kredit yang diambilnya, setelah memenuhi per-syaratan penarikan kredit; dan

35 b. Memperoleh kelebihan hasil penjualan jaminan kredit setelah diperhitungkan dengan seluruh kewajiban debitur. Hak dan kewajiban para pihak juga telah ditentukan dalam perjanjian kredit yang dibuat antara lembaga perbankan dengan nasabah. Hal ini dapat dianalisis dari berbagai substansi perjanjian kredit yang dibuat antara keduanya. Fidler mengungkapkan tentang hak dan kewajiban antara bank dan nasabah. Hak-hak nasabah adalah 27 : 1. Hak untuk memperoleh pembayaran kembali (right to repayment); 2. Hak untuk menarik cek (right to draw cheque); 3. Hak untuk memperoleh bunga (right to interest) Kewajiban-kewajiban nasabah 28 adalah: 1. Kewajiban untuk berhati-hati menarik cek (duty of reasonable care in drawing cheque); dan 2. Kewajiban untuk mengungkapkan terjadinya pemalsuan (duty to disclose jorgeriess). Hak-hak bank antara lain terdiri dari: 1. Hak untuk mendapatkan komisi (right to comission), 2. Hak untuk memperoleh bunga (right to interest), 3. Hak untuk melakukan set-off atau konpensasi (right to set-off). 27 Dalam Sutan Remy Sahdeini, Op.Cit, h. 215-216. 28 Ibid.

36 Kewajiban-kewajiban bank adalah: 1. Kewajiban untuk menerima uang untuk rekening nasabah (duty to receive money for his customer"s account); 2. Kewajiban untuk membayar cek-cek nasabah (duty to honour his customer"s cheques); 3. Kewajiban untuk merahasiakan (duty of secrecy); Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kewajiban yang paling pokok dari kreditor atau lembaga perbankan adalah menyerahkan kredit atau uang kepada nasabahnya, sedangkan haknya adalah menerima pokok angsuran dan bunga. Hak utama nasabah adalah menerima kredit dari kreditor, sedangkan kewajiban utama adalah membayar pokok angsuran dan bunga sesuai dengan yang ditentukan oleh kreditor dan telah disepakati oleh debitur. Hak dan kewajiban para pihak telah ditentukan oleh pihak perbankan secara sepihak. Nasabah tinggal menyetujui atau menolaknya. C. Eksekusi Hak Tanggungan dan Permasalahannya Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah, maka ketentuan hipotik diberlakukan bagi tanah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan yang dibebani tanggungan atau jaminan utang. Pada dasarnya eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat dilakukan di luar campur tangan pengadilan atau yang disebut parate eksekusi maupun melalui pengadilan. Di samping itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 memperbolehkan penjualan di bawah tangan tanpa melalui kantor lelang, atas

37 dasar kesepakatan antara kreditur dan debitur, apabila melalui penjualan di bawah tangan ini dapat diperoleh harga tinggi yang menguntungkan kedua belah pihak. Ketentuan Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hipotik pertama untuk minta diperjanjikan agar dia dapat menjual benda yang dibebani hipotik atas kekuasaannya sendiri melalui kantor lelang, demikian pula ketentuan Pasal 6 jo Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum. Kendala yang mungkin dihadapi oleh kreditur antara lain adalah gugatan yang diajukan oleh debitur pemilik agunan atas tindakan kantor lelang melakukan eksekusi jaminan tanpa fiat eksekusi dari pengadilan. Kendala yang lain adalah apabila persil yang akan dieksekusi diduduki oleh pihak debitur pemilik agunan yang memberikan perlawanan terhadap pengosongan dan eksekusi yang dilakukan oleh kantor lelang. 29 Menggunakan pranata grosse akte yang diatur di dalam Pasal 224 HIR untuk melakukan eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat menemui berbagai kendala. Berdasarkan ketentuan Pasal 224 HIR, kreditur dapat menggunakan grosse akte hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim yang berkekuatan tetap untuk mengajukan permohonan fiat eksekusi dari pengadilan atas benda yang dibebani hipotik untuk selanjutnya dijual melalui kantor lelang. 29 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, (Jakarta: Kencana, 2007), h.31

38 Demikian pula ketentuan Pasal 14 jo Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menyebutkan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlau sebagaoi grosse akte hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Selanjutnya kendala yang dihadapi adalah munculnya upaya hukum bantahan dari debitur yang mempersoalkan jumlah utang yang harus dibayar kepada kreditur. Apabila pengadilan melihat bahwa selisih antara jumlah yang ditetapkan dalam akta hipotik dan pembukuan yang dilakukan oleh kreditur sangat besar, maka pengadilan lebih baik menunda eksekusi dan menyarankan kreditur untuk melakukan gugatan biasa. Hal ini memang dimungkinkan karena berdasarkan ketentuan Pasal 195 ayat (1) dan Pasal 224 HIR menyebutkan, bahwa Ketua Pengadilan Negeri adalah pejabat yang berwenang memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi. Kendala yang lain mungkin dihadapi adalah adanya perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga sebelum dilakukan eksekusi hipotik. Kendala-kendala tersebut dapat juga dialami oleh kreditur pemegang hak tanggungan yang melakukan eksekusi melalui parate eksekusi ataupun melalui pengadilan. akan tetapi, kendala terbesar adalah hasil penjualan lelang benda jaminan biasanya di bawah harga pasar dan masih harus dikurangi biaya lelang. 30 30 Ibid.