Daftar Isi. Kata Sambutan Kata Pengantar I. GAMBARAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TATA CARA PENGGUNAAN DANA PROGRAM/KEGIATAN TUGAS PEMBANTUAN (TP) DAN URUSAN BERSAMA (UB) PNPM MANDIRI PERDESAAN T.A. 2010

PNPM MANDIRI PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

MATERI DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA. RAPAT DENGAR PENDAPAT DPR - RI Rabu, 16 Nopember 2011

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

P O L I C Y B R I E F GAMBARAN PELAKSANAAN GENERASI SEHAT DAN CERDAS

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN POLA KHUSUS REHABILITASI PASCABENCANA

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI KINERJA PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI THIRD KECAMATAN DEVELOPMENT PROJECT

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman - 1. Laporan SADI Provinsi NTT Bulan Maret 2009

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa LAPORAN TAHUNAN 2008

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR SINGKATAN. Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. Permasalahan yang Dihadapi

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TERM OF REFERENCE (TOR) PENDAMPING DESA

Daftar Isi : I. Latar Belakang II. Pengertian III. Maksud Dan Tujuan IV. Ruang Lingkup V. Strategi dan Implementasi Optimalisasi VI.

PNPM Generasi. Generasi Sehat Dan Cerdas SEKOLAH DASAR TUNAS BANGSA POSYANDU ANGGREK POSYANDU ANGGREK. Info Kit

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PEDOMAN UMUM PENGATURAN DAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DAN TUNJANGAN PENGHASILAN APARATUR PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2014

MATRIKS AKTIVITAS PELAKSANAAN PPK DAN POTENSI MASALAH YANG DAPAT TERJADI

KELEMBAGAAN BKAD KECAMATAN KARANGSAMBUNG 1

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

Matriks Errata PTO PPK-PNPM, 2007

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Romy Novan Fauzi, 2014

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kecamatan Ranomeeto terbentuk Pada Tahun

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

PENJELASAN VII PEMANTAUAN, PENGAWASAN, EVALUASI, AUDIT, DAN PELAPORAN

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

PENDAMPING DESA. oleh: Ahmad Erani Yustika

PENJELASAN IX PENDANAAN DAN ADMINISTRASI KEGIATAN PNPM MANDIRI PERDESAAN

PEMERINTAHAN YG MEMAHAMI & RESPONSIF THD KEBUTUHAN MASYARAKAT MASYARAKAT YANG MANDIRI & SEJAHTERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

LAPORAN BULANAN PNPM AGRIBISNIS PERDESAAN SADI (Smallholder Agribusiness Development Initiative) BULAN : JANUARI 2009 RINGKASAN EKSEKUTIF

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUKU PANDUAN Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat GENERASI SEHAT DAN CERDAS Untuk Fasilitator Desa dan Tim Pengelola Kegiatan

Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan. Program Inovasi Desa (PID)

- 1 - KABUPATEN MALANG KECAMATAN WAGIR

Panduan Wawancara. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

PELAKSANAAN KEGIATAN PNPM MANDIRI PERDESAAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

Transkripsi:

Daftar Isi Kata Sambutan Kata Pengantar I. GAMBARAN UMUM 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. Pendahuluan Sasaran Program Prinsip-prinsip PNPM-PPK Cakupan Wilayah dan Jumlah Konsultan PNPM-PPK di Lokasi Paska Bencana PNPM-PPK di Papua & Papua Barat Program Pilot II. KEMAJUAN DAN PENCAPAIAN 2.1. Penyaluran Dana 2.2. Tingkat Partisipasi Masyarakat 2.3. Pencapaian PNPM-PPK 2007 2.4. Pelatihan Peningkatan Kapasitas 2.5. Program Pilot 2.6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi 2.7. Pendanaan Mikro III. KEGIATAN DI DAERAH DAN KONDISI KHUSUS 3.1. 3.2. PNPM-PPK di Lokasi Paska-Bencana Papua & Papua Barat Program RESPEK IV. PEMANTAUAN & EVALUASI 4.1. Penanganan Pengaduan 4.2. Supervisi Keuangan 4.3. Indikator Kinerja PNPM-PPK 2007 V. TANTANGAN DAN RENCANA

1.1. PENDAHULUAN Seiring dengan dicanangkannya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) oleh Presiden RI, pada 30 April 2007, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri. Mulai 2007, semua program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan sejumlah instansi pemerintah, diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan jumlah orang yang mendapat pekerjaan, sesuai dengan tujuan PNPM Mandiri dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/ MDGs). Sehubungan dengan hal tersebut, PPK yang mengupayakannya di wilayah perdesaan disebut sebagai PNPM- PPK. Nama tersebut menunjukkan bahwa PNPM Mandiri di wilayah perdesaan dilakukan melalui PPK. PNPM-PPK sendiri merupakan kelanjutan dari PPK, yang sudah berlangsung sejak tahun 1998. Dalam pelaksanaannya, PNPM-PPK merujuk pada prinsip/ prosedur dan mekanisme PPK. Program ini memfokuskan kegiatannya pada masyarakat miskin di perdesaan dan berupaya memfasilitasi pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat dengan melakukan sejumlah kegiatan, seperti pengembangan dan penguatan institusi lokal di tingkat kecamatan dan desa; pendampingan langsung ke masyarakat; peningkatan kapasitas masyarakat dan aparat lokal; dan penyediaan dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM). BLM ini digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan prioritas yang diusulkan masyarakat disalurkan langsung ke masyarakat dengan alokasi dana berkisar antara Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar untuk setiap kecamatan. PNPM-PPK mendorong semua anggota masyarakat untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan program, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga pemeliharaannya. Baik dalam kegiatan pembangunan atau rehabilitasi prasarana/ sarana dasar perdesaan, peningkatan kapasitas masyarakat dan aparat lokal, kegiatan ekonomi (pendanaan dan perguliran pinjaman), maupun dalam kegiatan sosial yang berkaitan dengan bidang pendidikan dan kesehatan. Selain mengalokasikan dana BLM, program juga menyediakan bantuan teknis dengan mengerahkan sejumlah tenaga konsultan dan fasilitator di seluruh lokasi program. Saat ini, PNPM-PPK merupakan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia. Program ini masih dijalankan di bawah binaan Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD), yang berada dalam naungan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Mulai 2007, PPK/ PNPM-PPK dan programprogram lain yang sejenis, kemudian berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Pendanaan program ini berasal dari anggaran negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN), anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hibah dari sejumlah lembaga donor, serta pinjaman dari Bank Dunia.

PPK sendiri dilaksanakan dalam tiga fase, dimana PPK I dilaksanakan pada periode 1998 hingga 2002. PPK II (2003-2006), PPK III/a (2005) dan PPK III/b (2006). Fase ketiga dari program lebih ditekankan pada upaya desentralisasi dan institusionalisasi PPK di tingkat lokal, guna memastikan keberlanjutan prinsip dan mekanisme program. Melihat fokus pendampingan yang berada di wilayah perdesaan, nomenklatur program pemberdayaan terbesar di tanah air ini pada tahun mendatang akan menjadi PNPM Mandiri Perdesaan. 1.2. SASARAN PROGRAM Pelaksanaan PNPM-PPK pada 2007 tetap mempertahankan fokus program untuk membangun kemandirian masyarakat desa melalui peningkatan kemampuan/ pengetahuan mereka dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan berbasis komunitas. Konsultan/ fasilitator di lapangan dituntut untuk meluangkan waktu dan tenaga lebih banyak agar dapat bekerja bersama masyarakat pada tahap awal perencanaan. Hal ini dilakukan agar diperoleh informasi yang akurat tentang kemiskinan yang ada di setiap lokasi, mengingat masih adanya data kemiskinan yang terlewatkan di sejumlah desa. Untuk itu, yang perlu diperhatikan diantaranya adalah memaksimalkan penggunaan tenaga kerja lokal dalam kegiatan di bidang prasarana/ sarana, serta ketelitian dalam pendokumentasian aspek ini. Khusus di Sumatera Barat dan Bengkulu, pelaksanaan PNPM-PPK berkonsentrasi pada upaya untuk mempercepat kegiatan rehabilitasi dan rekonstrusi paska-bencana di sejumlah wilayah, yang mengalami dampak terburuk akibat guncangan gempa bumi yang terjadi Maret dan September 2007. 1.3. PRINSIP-PRINSIP PNPM-PPK PNPM-PPK mempunyai prinsip atau nilainilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM-PPK. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM-PPK. Prinsip-prinsip itu meliputi: Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata 2

Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat Transparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya

1.4. CAKUPAN WILAYAH DAN JUMLAH KONSULTAN Pada 2007, PNPM-PPK dilaksanakan di 1.842 kecamatan, yang meliputi 22.124 (35%) desa termiskin di tanah air. Dalam pelaksanaannya, setelah melalui tahap perencanaan dan prioritas usulan kegiatan yang diajukan oleh setiap desa, terdapat 14.688 desa yang mendapat prioritas untuk didanai dan menerima BLM yang digunakan membiayai kegiatan-kegiatan yang diajukannya. Dari data tersebut, 682 kecamatan diantaranya merupakan lokasi yang baru pertama kali berpartisipasi dan menerima alokasi dana PNPM-PPK. Dari jumlah tersebut pula, sebnayak 8.216 desa diantarannya merupakan desa-desa yang baru pertama kali berpartispasi dan mendapat kucuran dana dari program ini. Dengan demikian, terdapat 1.160 kecamatan yang sudah pernah berpartisipasi sebelumnya, sewaktu masih bernama PPK. Demikian pula halnya dengan desa, tercatat 6.472 desa yang kembali memperoleh pendanaan dari PNPM-PPK setelah sebelumnya pernah mendapatkan dana dari PPK. Tabel 1.A. Cakupan Lokasi PPK/PNPM-PPK 2007 Tingkatan Wilayah PPK 1998-2006 PNPM-PPK 2007 Total PPK & PNPM-PPK 1998-2007 Total Indonesia* Persentase Cakupan % Provinsi 30 32 32 32 33 97 Kabupaten 268 348 348 348 450 77 Kecamatan 2.006 1.842 682 2.688 5.263 51 Desa 34.103 11.124 8.216 42,319 62.808 67 Sumber: MIS KM Nasional PNPM Mandiri Perdesaan Sekretariat Nasional PNPM Mandiri Perdesaan/ Direktorat Jendral, PMD */ Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 18/ 2005 Di setiap lokasi, pelaksanaan PNPM-PPK didampingi oleh konsultan/ fasilitator secara berjenjang dari tigkat nasional hingga tingkat kecamatan yang terdiri dari Konsultan Manajemen Nasional, Konsultan Provinsi, Konsultan Manajemen Kabupaten dan Fasilitator Kecamatan (FK), untuk membantu pelaksanaan program. Sampai dengan akhir 2007, tercatat 5.061 konsultan/ fasilitator yang bertugas di lokasi. Jumlah tersebut meningkat 1.633 bila dibandingkan dengan jumlah konsultan/ fasilitator pada 2006. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah lokasi pelaksanaan program dan restrukturisasi organisasi konsultan di tingkat nasional dan provinsi. Di setiap provinsi, terdapat penambahan jumlah spesialis rata-rata 4-6 orang. Di beberapa provinsi juga ditempatkan sejumlah konsultan tingkat regional di bidang pelatihan, pendanaan mikro dan pengawasan keuangan. Jumlah konsultan/ fasilitator ini belum termasuk Fasilitator Desa (FD) atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Setiap desa lokasi PNPM-PPK diharuskan memiliki sedikitnya dua KPMD (seorang pria dan seorang wanita), yang akan membantu

FK. Para KPMD ini merupakan bagian penting dari program, karena mereka memiliki peran dalam memfasilitasi kelompok masyarakat di perdesaan, yang pada gilirannya dapat berperan aktif dalam membangun kemandirian dan keberlanjutan pembangunan desa paska- program. Di samping itu, peningkatan jumlah wilayah akibat pemekaran, baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan, menuntut KPMD lebih berperan karena secara teknis akan lebih efektif dalam pengumpulan data dan pengorganisasian masyarakat di desa. Dalam melaksanakan kegiatannya, FD/ KPMD tidak mendapatkan gaji. Tabel 1.B. Jumlah Konsultan/ Fasilitator PNPM-PPK 2007 Konsultan/ Fasilitator Jumlah Konsultan Manajemen Nasional 69 Konsultan Manajemen Provinsi 167 Konsultan Pendamping UPK 59 Konsultan Manajemen Kabupaten 658 Asisten Konsultan Manajemen Kabupaten 2 Fasilitator Kecamatan (FK/FT) PNPM-PPK 3.789 Fasilitator Kecamatan (FK/FT) Pilot Generasi 254 Fasilitator Kecamatan (FK) Pilot Pendidikan 19 Faslitator Informasi (FI) 44 Jumlah Konsultan & Fasilitator 5.061 Jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa ± 44.248 1.5. PNPM-PPK DI LOKASI PASKA-BENCANA Beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami serangkaian musibah bencana alam. Pada akhir 2004, sebuah gempa bumi berkekuatan besar yang diikuti gelombang tsunami, telah memporak porandakan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Musibah ini kemudian disusul dengan bencana gempa bumi di Pulau Nias, Sumatera Utara, pada bulan Maret 2005. Setelah Nias, gempa bumi kembali terjadi di provinsi D. I. Yogyakarta dan Jawa Tengah di bulan Mei 2006. Pada saat itu, PPK merespon dengan cepat bencana yang terjadi dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah yang terkena bencana. Untuk kegiatan ini, PPK menyediakan dana dan prosedur/ pola khusus untuk memfasilitasi upaya penanganan segera dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak bencana. Seiring dengan pelaksanaan PNPM-PPK pada 2007, terjadi pula musibah gempa bumi berkekuatan 6.3 skala richter yang melanda Sumatera Barat pada 6 Maret 2007, yang menewaskan 71 orang dan 47 orang lainnya luka parah. Kemudian pada tanggal 12 September 2007, kembali terjadi gempa bumi dengan kekuatan 8.5 skala richter yang mengguncang provinsi Bengkulu dan mengakibatkan 25 orang tewas serta 52.522 bangunan rusak berat.

Sebagaimana penanganan bencana sebelumnya, kedua lokasi ini pun menerapkan pola khusus untuk mengoptimalkan pelaksanaan rahabilitasi dan rekonstruksi. Pola khusus yang dimaksud meliputi: 1) Penambahan lokasi kegiatan, terutama ke lokasi yang terkena dampak bencana; 2) Penambahan alokasi dana BLM untuk tiap kecamatan yang terkena dampak bencana; 3) Menambah jenis kegiatan yang dapat didanai; 4) Menyederhanakan tahapan kegiatan untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan; 5) Mempercepat dan mempermudah prosedur penyaluran dana BLM; 6) Menyediakan tambahan fasilitator; dan 7) Memodifikasi Petunjuk Teknis Operasional (PTO) untuk mengakomodasi kondisi yang ada di lokasi bencana. Kerusakan dan dampak yang terjadi pada bencana tahun 2007, ternyata tidak sebesar dan separah bencana yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka PNPM-PPK tidak harus mengalokasikan tambahan dana dan petugas lapangan untuk dikerahkan ke lokasi bencana, guna mengantisipasi peningkatan beban kerja. 1.6. PNPM-PPK DI PAPUA & PAPUA BARAT Sejak 2005, PPK atau Program Pengembangan Distrik (PPD) dilaksanakan di Papua dan Papua Barat dengan menggunakan petunjuk teknis operasional khusus untuk Papua dan Papua Barat (PTO-PPD). Perbedaan utama dari pola ini adalah dalam penyaluran dana yang langsung ke kampung (desa) dan tidak sebagaimana lazimnya di PPK disalurkan ke tingkat kecamatan. Perubahan ini dibuat untuk mempercepat penyaluran dana BLM mengingat jarak antara kampung (desa) dengan kecamatan (distrik) yang relatif berjauhan. Di Papua dan Papua Barat juga ditempatkan tambahan konsultan sebagai Pembimbing Teknik yang berbasis regional, serta diberlakukan tambahan insentif untuk transpor konsultan mengingat jarak tempuh dan kondisi lapangan yang relatif jauh dan buruk. Pada 2007, terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah lokasi di Papua dan Papua Barat berkaitan dengan persiapan pelaksanaan program baru bernama Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK). Program pemberdayaan masyarakat lokal ini akan dilaksanakan di seluruh distrik di Papua dan Papua Barat mulai 2008. Program RESPEK pada dasarnya adalah versi lokal dari PNPM-PPK. Dana BLM bersumber dari dana otonomi khusus Papua yang dialokasikan ke Papua dan Papua Barat sementara anggaran untuk tenaga pendamping (konsultan dan dukungan manajemen) akan tetap didanai oleh pemerintah pusat, sebagai bagian dari pelaksanaan PNPM Mandiri di Papua dan Papua Barat.

Tabel 1.C. Lokasi PNPM-PPK di Papua & Papua Barat 2007 Papua PPK I 1998-2003 PPKII 2003-2005 PPK III 2005-2006 PNPM-PPK 2007 Kecamatan (Distrik) 20 56 41 19 Desa (Kampung) 447 935 762 239 Papua Barat PPK I 1998-2003 PPKII 2003-2005 PPK III 2005-2006 PNPM-PPK 2007 Kecamatan (Distrik) 7 30 13 35 Desa (Kampung) 137 583 312 500 1.7. PROGRAM PILOT PNPM-PPK telah terbukti menjadi landasan yang berharga untuk meluncurkan dan mencoba metodologi baru atau mengembangkan pendekatan yang sudah ada dalam pembangunan perdesaan berbasis komunitas. Sebagai bagian dari proses pembelajaran, pada 2007, PNPM-PPK mendukung pelaksanaan empat program pilot: P2SPP Pada Mei 2006, Tim Koordinasi PPK Nasional mengambil keputusan untuk menjalankan program pilot khusus bernama Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP). Program ini bertujuan mengintegrasikan sistem pembangunan partisipatif yang dilaksanakan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat, khususnya PPK/ PNPM-PPK ke dalam sistem pembangunan reguler daerah. Secara kelembagaan, pilot P2SPP berbasis di kabupaten dan menggunakan dana BLM yang bersumber dari APBD sebagai stimulan untuk menjembatani hubungan yang hilang antara tingkat kabupaten dengan usulan dari kecamatan dan desa. Hal ini untuk memastikan usulan dari kecamatan, dimasukkan ke dalam APBD Kabupaten, yang sudah ditetapkan selama ini, pada setiap tahun anggarannya. Pilot Pendidikan Pada 2007, program pilot pendidikan memasuki tahun ketiga dari sejak perencanaan awal dan persiapan pada 2005, meski pelaksanaannya baru dimulai tahun 2006 akibat kendala koordinasi antar-sektor. Pilot pendidikan dilaksanakan di 19 kecamatan dan 186 desa dalam empat provinsi di tujuh kabupaten. Sebanyak 10 kecamatan diantaranya merupakan lokasi PNPM-PPK, sementara 9 kecamatan lain merupakan lokasi baru. Pelaksanaan program pilot pada 2007, banyak dipengaruhi oleh keterlambatan penyaluran dana BLM dan dana operasional kegiatan (DOK) untuk kegiatan pelatihan dan sosialisasi. 7

Smallholder Agricultural Development Iniative (SADI) Lembaga donor Australia (AusAid) mendanai pilot program SADI untuk tiga subprogram. Subprogram pertama berhubungan dengan PNPM-PPK dan telah dirancang untuk menjadi bagian dari kegiatan utama program dengan menyediakan BLM tambahan khusus untuk kelompok petani, yang berpartisipasi dalam proses yang serupa dengan PPK, guna menentukan kegiatan berbasis pertanian yang layak didanai karena kegiatannya juga mendukung kegiatan ekonomi rumah tangga. Subprogram kedua didanai oleh International Finance Corporation (IFC) yang menyediakan dukungan pemasaran yang terperinci terhadap hasil panen yang muncul dari kegiatan subprogram pertama. Sementara subprogram ketiga didukung oleh Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) yang akan menyediakan dukungan teknis dari pakar pertanian. Dalam pelaksanaannya, SADI juga mengalami keterlambatan pada tahun 2007 dan diharapkan BLM dapat disalurkan ke kecamatan lokasi pilot pada pertengahan tahun 2008. PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM Generasi) Masyarakat di lokasi PPK telah konsisten mengusulkan sejumlah kegiatan kesehatan dan pendidikan. Akan tetapi, dalam musyawarah prioritas usulan, seringkali usulan kegiatan kesehatan dan pendidikan tidak terdanai, karena masyarakat lebih memprioritaskan usulan kegiatan pembangunan prasarana/ sarana lain. Untuk mengakomodasi usulanusulan di bidang kesehatan dan pendidikan yang tidak terdanai, dirancang sebuah program pilot, yaitu PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM Generasi), yang akan fokus kepada kegiatan dimaksud, lengkap dengan tambahan dana dan dukungan fasilitator. PNPM Generasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan balita, serta memperbaiki standar pendidikan yang akan membantu anak-anak di perdesaan menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Pelaksanaan program pilot ini akan dipandu 12 indikator utama, yaitu: 1. Setidaknya Ibu hamil memeriksa kehamilannya ke Bidan empat kali. 2. Ibu hamil mendapatkan 30 pil zat besi tiap bulannya. 3. Kelahiran dibantu oleh bidan berkualifikasi atau dokter. 4. Ibu dan anak menerima pemeriksaan pasca kelahiran pada 40 hari pertama oleh bidan atau dokter setidaknya dua kali. 5. Bayi di bawah 12 bulan menerima imunisasi lengkap. 6. Bayi di bawah 12 bulan mengalami kenaikan berat badan tiap bulannya (bayi di bawah 6 bulan mengalami peningkatan berat badan 500 gram tiap bulannya dan bayi 6-12 bulan mengalami peningkatan berat badan 300 gram tiap bulannya) 7. Anak-anak usia 6-9 bulan menerima asupan vitamin A 2 kali setahun. 8. Balita harus ditimbang tiap bulannya. 9. Anak-anak usia pendidikan dasar (6 tahun ke atas) bersekolah di sekolah dasar atau setara dengannya. 10.Siswa sekolah dasar (SD) selalu hadir di sekolah pada waktu yang ditentukan.

11. Anak-anak usia 13-15 tahun yang telah lulus SD harus bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setara dengannya. 12. Siswa SMP selalu hadir di sekolah pada waktu yang ditentukan. Pilot program ini dimulai pada 2007 di lima lokasi PNPM-PPK (Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara) mencakup lebih dari 3.000 desa miskin di 200 kecamatan dan 20 kabupaten. Melalui program ini juga, masyarakat diajak untuk lebih aktif dalam pembangunan masyarakat dengan menjadi yang terbaik di bidangnya masing-masing. Program pilot ini menggunakan slogan SUPER, yang berarti Sukses and Perhatian, untuk memotivasi masyarakat dan pelaku program agar menjadi orangtua yang super, konsultan yang super, guru yang super, aparatur yang super dan lain-lain. Sukarelawan menempel poster Bidan memberi stempel pada buku imunisasi

11

Gantt chart di bawah ini menunjukkan hubungan antara siklus PPK/ PNPM-PPK dengan tahun kalender. Kotak hijau tua menunjukkan waktu/ awal pelaksanaan siklus program berdasarkan alokasi anggaran nasional. Sedangkan kotak warna merah jambu menunjukkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh kegiatan di lokasi pada siklus tersebut, secara tuntas. Berdasarkan bagan ini, diketahui bahwa untuk melaksanakan satu siklus kegiatan hingga tuntas, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan hingga serah terima, dibutuhkan waktu ratarata antara 14-16 bulan. Pada 2007, kegiatan yang berjalan di lapangan adalah penuntasan kegiatan di lokasi PPK III, serta pelaksanaan kegiatan PNPM-PPK dan R2PN, serta program-program pilot yang melekat pada PPK/ PNPM-PPK, seperti Pilot Pendidikan, PNPM Generasi, dan juga P2SPP. Fase PPK Siklus 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 PNPM PPK II I PPK III/b X IX PPK III/a VIII VII VI PPK II PPK I V IV IV III Tahun Kalender 1998 II I 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Semester 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2008 Awal pelaksanaan siklus berdasarkan alokasi anggaran nasional Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh kegiatan 2.1 PENYALURAN DANA Selama 2007, tercatat 2.688 kecamatan (termasuk R2PN dan program-program pilot) menerima dana sebanyak Rp 1,735 triliun dalam bentuk BLM dari PPK. Angka itu sekitar 78 persen dari seluruh dana BLM (Rp 2,215 triliun) yang dialokasikan melalui PPK 2007 (lihat Tabel 2.1.B). Angka tersebut mencakup seluruh dana BLM untuk pelaksanaan PPK reguler, R2PN, serta Pilot Pendidikan dan Pilot PNPM Generasi. Data penyerapan dana P2SPP tidak termasuk dalam laporan rutin KM-Nasional, walaupun kemajuan kegiatan pilot program tersebut dimasukkan dalam laporan ini. Rendahnya tingkat penyerapan dana selama 2007 ini akibat keterlambatan waktu dimulainya program. Penyebab utamanya adalah proses penentuan jumlah lokasi PNPM-PPK 2007 yang cukup alot antara para pengambil kebijakan (Ditjen PMD, Menko Kesra dan Bank Dunia). Penetapan lokasi final akhirnya disetujui pada 13 April 2007. Adanya penetapan tersebut mengharuskan revisi Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) dari Ditjen PMD, dan proses revisi baru selesai dilakukan pada Juli 2007, yang disusul penyaluran 13

dana pada Agustus 2007. Pembahasan jumlah lokasi tersebut, turut memperlambat proses penyaluran dana cost-sharing (kontribusi daerah) dari sejumlah Pemerintah Daerah, dimana penyaluran baru bisa dilakukan pada Juli 2007. Diperkirakan, sekitar 30 persen dari jumlah kecamatan PNPM-PPK, baru dapat menuntaskan kegiatan pada pertengahan 2008. Tabel 2.1.A. Tingkat Penyaluran Dana BLM 2007 Sumber Jumlah Alokasi Dana Dana yang Tersalurkan Jenis Kegiatan % Pendanaan Lokasi (Rp) (Rp) PNPM-PPK APBN** 1.342.875.000.000 1.123.089.992.748 84 1.864 Kec. APBD*** 497.625.000.000 418.072.798.050 84 P2SPP APBN 32.000.000.000 29.999.996.775 94 8 Kab. APBD 8.000.000.000 8.000.000.000 100 Pilot APBN 5.700.000.000 1.858.750.000 33 19 Kec. Pendidikan PNPM Generasi APBN 104.800.000.000 103.450.000.000 99 129 Kec. APBD 22.100.000.000 22.100.000.000 100 R2PN* 9 Kec. 202.753.000.000 28.447.200.000 14 2.215.853.000.000 1.735.018.737.573 78 *Sumber dana dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh & Nias **APBN = Anggaran Pendapatan & Belanja Negara ***APBD = Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah Sampai dengan Desember 2007, secara kumulatif, jumlah dana yang disalurkan dari seluruh sumber dana program, sejak PPK I hingga PNPM-PPK (1998-2007), mencapai 1,208 miliar dolar AS (lihat Tabel 2.1.B). Sebanyak 119,8 juta dolar AS diantaranya merupakan kontribusi Pemerintah Daerah, jika dikonversi ke mata uang dollar AS (@ Rp9.000 = US$1,00) untuk periode yang sama. Sedangkan hibah mencapai 172,8 juta dolar AS. Tabel 2.1.B. Alokasi Dana PPK Berdasarkan Sumber Pendanaan (Juta Dollar AS) Kontribusi Bank Dunia Trust Funds / Hibah Total Jenis Program Pemerintah Hibah IBRD IDA Pusat Daerah Belanda Jepang MDTF Total Dana PPK I 225,0 48,2 273,2 PPK II 208,9 143,6 26,0 53,9 53,9 432,4 PEKKA 2,7 2,7 2,7 PPK III/a 45,5 52,7 25,0 123,2 PPK III/b & PNPM-PPK 80,0 84.7 66,5 231,2 Generasi & Pendidikan 2,3 6,1 6,1 8,4 R2PN 27,5 27,5 27,5 55,0 MDTF I 64,7 64,7 64,7 MDTF II 13,5 13,5 13,5 SADI (AusAid) 4,4 4,4 4,4 Total 559,4 329,2 27,5 119,8 53,9 2,7 116,2 172,8 1.208,7 14

Satu hal yang perlu dihargai dalam pelaksanaan PNPM-PPK adalah berlanjutnya keinginan Pemerintah Daerah untuk tetap memberikan kontribusi pendanaan program dari APBD masingmasing. Pada 2007, untuk 1.864 kecamatan lokasi PNPM-PPK, misalnya, Pemerintah Daerah memberikan kontribusi dana sebesar Rp 418.072.798.050, sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah. Bagi daerah dengan kapasitas fiskal tinggi, sebanyak 70% dari dana BLM merupakan kontribusi daerah (APBD). Sedangkan daerah dengan kapasitas sedang berkontribusi 40% dari total BLM dan yang rendah 20%. Pengaturan dana bersama ini umumnya sudah dipahami dan diterima dengan baik oleh Pemerintah Daerah maupun pihak DPRD. Hal ini terbukti dari kesedian mereka untuk meratifikasi penyertaan dana bersama dari daerah, yang bersumber dari APBD ini. 2.2. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Partisipasi masyarakat salah satunya ditunjukkan oleh tingkat kehadiran masyarakat dalam setiap forum musyawarah PNPM-PPK. Pada 2007, tingkat kehadiran masyarakat dalam setiap forum musyawarah di tingkat desa dan kecamatan tetap tinggi. Kehadiran kaum perempuan tetap tinggi pada 2007, yakni rata-rata 44 persen (lihat gambar 2.2.A). Angka tersebut sama dengan halnya yang terjadi pada 2005-2006. Sebagai gambaran, tingkat partisipasi kaum perempuan pada pelaksanaan PPK III/b (2006) berkisar antara 28-44 persen, dimana angka tersebut tidak termasuk angka kehadiran kaum perempuan dalam Musyawarah Desa Khusus Perempuan (MDKP). Sebagai perbandingan, partisipasi kaum perempuan pada 2005 (PPK II) berkisar antara 31-46 persen diluar MDKP. Peningkatan yang konsisten dan signifikan dalam tingkat partisipasi masyarakat miskin telah terjadi sejak program dimulai. Pada PPK I, tingkat partisipasi kaum miskin rata-rata mencapai 53 Musyawarah Desa (Musdes) di desa Lamatewelu, Kec. Paga, Flores Timur, NTT persen. Angka tersebut meningkat menjadi 61 persen pada PPK II tahun 2002 dan 68 persen pada PPK II tahun 2005. Sementara itu, rata-rata tingkat partisipasi orang miskin pada tahun 2007 adalah 63 persen (lihat gambar 2.2.A). Guna lebih mengoptimalkan identifikasi kaum miskin dan memastikan usulan desa yang sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat di desa itu, pada 2006 dilakukan desain ulang dalam standar kegiatan pemetaan kemiskinan dan diperbaiki lebih lanjut pada 2007. 15

Partisipasi masyarakat dalam PNPM-PPK tidak hanya ditunjukkan oleh kehadiran dalam forumforum musyawarah PNPM-PPK dan tahapan kegiatan lain di tingkat desa dan kecamatan, namun juga memberikan sumbangan tenaga dan materi (swadaya) terhadap kegiatan yang mereka usulkan. Selama 2007, rata-rata tingkat swadaya masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, dana dan material, adalah 6,04 persen dari total BLM yang disalurkan untuk mendanai kegiatan PPK 2007. Gambar 2.2.A. Partisipasi Masyarakat 1. MAD Sosialisasi 2. MD Sosialisasi 3. Penggalian Gagasan 4. Musyawarah Desa Khusus Perempuan 5. MD Penetapan Usulan 6. MAD Prioritas Usulan 7. MAD Keputusan Pendanaan 8. MD Sosialisasi Hasil MAD Pendanaan 9. MD Pertanggung Jawaban 10. MD Serah Terima 11. MD Pembentukan Tim Pemelihara 16

2.3 HASIL KEGIATAN PNPM-PPK TAHUN 2007 Pada 2007, PNPM-PPK mendanai sebanyak 25.835 kegiatan yang diusulkan masyarakat di 14.688 desa dalam 1.864 kecamatan. Kegiatan tersebut menyerap dana BLM senilai Rp 1,53 triliun (171 juta dolar AS, dimana US$1 = Rp 9.000). Angka itu lebih sedikit dibanding jumlah kegiatan yang didanai program pada 2006, yang mencapai 27.849 kegiatan, karena pada tahun tersebut, sejumlah kegiatan yang didanai PPK II dan PPK III masih berjalan. Sebagai catatan, masih terdapat lebih dari 35 persen lokasi yang belum menuntaskan kegiatan dan melaporkannya, sehingga jumlah kegiatan yang didanai PNPM-PPK 2007 dipastikan akan lebih besar dari angka tersebut. Pelatihan Pratugas bagi fasilitator di Sulawesi Tengah Adanya dukungan pendanaan yang besar dari sejumlah lembaga/ negara donor pada pelaksanaan PPK paska-bencana di NAD, Kepulauan Nias, dan lokasi bencana lain, memberi kontribusi yang sangat besar pada jumlah kegiatan masyarakat yang didanai program pada 2006. Secara akumulatif, sejak PPK dilaksanakan pada 1998 hingga 2007, program ini telah mendanai 181.835 kegiatan yang diusulkan, dikerjakan dan dikelola sendiri oleh masyarakat. Angka tersebut diluar kegiatan pemberian beasiswa dan paket pendidikan (lihat Tabel 2.3.A). Pada pelaksanaan PNPM-PPK 2007, persentase bidang kegiatan yang diusulkan, dilaksanakan dan dikelola oleh masyarakat di desa-desa adalah: prasarana/ sarana dasar perdesaan 35,4 persen; pendanaan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) 48,5 persen; kegiatan di bidang pendidikan 10,4 persen; dan kegiatan di bidang kesehatan termasuk kegiatan sanitasi sebesar 5,3 persen (lihat Gambar 2.3.A). Dilihat dari presentase jumlah kegiatan, pada 2007, bidang kegiatan pendanaan SPP merupakan yang tertinggi. Hal ini terjadi karena alokasi dana SPP yang dapat diakses kaum perempuan pada PNPM-PPK diperbesar menjadi maksimal 25 persen dari BLM per kecamatan, dari sebelumnya maksimal hanya 10 persen. Sebagai gambaran, pada 2006, persentase per bidang kegiatan yang didanai program adalah prasarana/ sarana 53 persen; pendanaan SPP masih 35 persen; kegiatan di bidang pendidikan 7 persen; dan kegiatan di bidang kesehatan termasuk kegiatan sanitasi sebesar 5 persen. Sementara itu, peningkatan persentase kegiatan di bidang pendidikan yang terjadi pada 2007, lebih disebabkan oleh adanya upaya untuk mendorong kegiatan di bidang pendidikan, salah satunya melalui program Pilot Pendidikan dalam PPK 2007. Perlu dicatat, jumlah penerima manfaat (Pemanfaat) pada bagian kegiatan Ekonomi (UEP & SPP) dalam Tabel 2.3.A., didasarkan pada nama anggota kelompok yang mengajukan usulan pendanaan dari hasil Musyawarah Desa (MD) Perencanaan dan MDKP yang diajukan ke tingkat kecamatan. Meski perkembangan dan tingkat pengembalian pinjaman dipantau secara rutin, namun jumlah aktual pemanfaat yang kembali mendapatkan pinjaman tidak tercatat di tingkat nasional. Demikian pula dengan penambahan anggota baru dalam kelompok setelah usulan diajukan. 17

Partisipasi perempuan membangun jalan Rabat Beton di Desa Lubuk Kayuaro, Jambi Saluran Irigasi di Desa Lubuk Mayan, Jambi Gambar 2.3.A. Persentase Hasil PNPM-PPK per Jenis Kegiatan 18

Kegiatan Sarana Prasarana Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, masyarakat desa di lokasi-lokasi PNPM-PPK masih banyak yang memprioritaskan kegiatan di bidang prasarana/ sarana. Hal itu nampak dari persentase jumlah kegiatan di bidang prasarana/ sarana yang dilaksanakan pada 2007, yang mencapai 35,4 persen. Kenyataan tersebut menguatkan asumsi bahwa di sejumlah desa, prasarana/ sarana dasar perdesaan ternyata belum terpenuhi dari pembangunan reguler. Meski demikian, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada 2007 ini terjadi penurunan jumlah kegiatan di bidang prasarana/ sarana. Pada 2006, desa-desa lokasi PPK menyelesaikan sebanyak 13.982 kegiatan di bidang prasarana/ sarana (53 persen dari total kegiatan) dengan nilai Rp 1.112.398.269.450 (77 persen dari total BLM yang disalurkan pada tahun itu). Hal itu, salah satunya, merupakan kontribusi dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan di sejumlah lokasi paska-bencana, terutama dari program PPK Rehabilitasi di NAD pada 2006. Meski persentase jumlah kegiatan di bidang prasarana/ sarana menurun dibandingkan tahun lalu, namun persentase dana program yang terserap di bidang ini pada 2007 masih relatif tinggi dibanding kegiatan lain, yakni mencapai 67 persen dari total BLM yang disalurkan. Gambar 2.3.B. Persentase Penyerapan BLM per Bidang Kegiatan Dari sejumlah kegiatan di bidang prasarana/ sarana pada 2007, usulan pembangunan jalan desa masih mendominasi, dimana jumlahnya mencapai 28 persen dari seluruh kegiatan di bidang ini. Irigasi dan pembangunan saluran air pada 2007 juga terbilang tinggi, yakni mencapai 14 persen dari seluruh kegiatan di bidang prasarana/ sarana, sarana air bersih (13 persen), dan jembatan sebesar tujuh persen. Selain memberikan manfaat ekonomis dan sosial jangka panjang, kegiatan pembangunan sarana prasarana juga memberikan manfaat jangka pendek yang signifikan bagi masyarakat desa. Diantaranya dengan menciptakan tambahan penghasilan bagi sejumlah penduduk lokal. Pada 2007, kegiatan di bidang prasarana/ sarana ini menghasilkan lebih dari 9.188.973 hari orang kerja (HOK) dan memperkerjakan lebih dari 685.883 orang. Angka ini akan meningkat tajam karena banyak lokasi yang belum menyelesaikan kegiatannya. Dengan demikian, secara akumulatif, sejak 1998 hingga 2007, PPK/ PNPM-PPK telah mendanai sebanyak 180.067 kegiatan pembangunan prasarana/ sarana perdesaan, yang diusulkan, dikerjakan dan dikelola oleh masyarakat desa. Angka tersebut belum termasuk pembangunan prasarana/ sarana di bidang kesehatan dan pendidikan, yang dihitung secara terpisah dengan jumlah sebanyak 4.902 kegiatan dan 11.773 kegiatan pada 2007 ini. 19

Table 2.3.A. Hasil Kegiatan PPK/ PNPM-PPK (1998-2007) Jenis Kegiatan PPK I (1998-2002) Total PPK II (2002-2005) Total PPK III (2005-2006) Total Paska- Bencana PNPM- PPK 2007 Sub Total Prasarana/ Sarana Jalan (unit) 16.700 9.089 5.792 2.731 2.522 34.103 Panjang Jalan (kilometer) 19.000 12.608 6.079 2.560 2.684 40.371 Jembatan (unit) 3.500 3.217 1.716 903 616 9.049 Sarana Air Bersih (unit) 2.800 4.369 2.076 813 1.206 10.451 MCK (unit) 1.300 1.727 1.263 717 532 4.822 Irigasi 5.200 1.977 2.574 1.296 1.311 11.062 Pasar (unit) 400 349 141 18 92 982 Rehab Pasar (unit) 16 88 55 36 23 182 Listrik Desa (Jumlah Desa) 260 281 171 28 130 842 Lain-lain Prasarana/ sarana 1.530 13.230 (unit) 5.672 2.717 2.730 23.162 Tenaga Kerja 2.272.700 1.635.353 1.605.061 457.305 685.883 6.198.997 Hari Orang Kerja (HOK) 25.000.000 19.872.289 17.665.198 4.904.016 9.188.973 71.726.460 Ekonomi (UEP & SPP) UEP 21.069 6.561 - - - 27.630 SPP * 17.291 13.030 655 12.104 42.425 Pemanfaat 280.000 761.167 298.775 50.299 340.123 1.680.065 Kesehatan Posyandu 140 1.903 937 173 843 3.823 Rehab Posyandu - 22 6 20 42 Lain-lain Kesehatan - 505 66 532 1.037 Pendidikan Sekolah 285 926 1.716 345 1.302 4.229 Rehab Sekolah 190 1.190 825 334 298 2.503 Beasiswa (Paket) 380 788 61 3 121 1.350 Penerima Beasiswa 87.788 13.703 6.984 17.305 118.796 Lain-lain Pendidikan 85 2.018 622 49 966 3.691 TOTAL 50.786 65.734 37.712 10.890 25.835 180.067 Keterangan: Data PNPM-PPK per April 2008. Data berasal dari 29 dari 32 provinsi lokasi program Provinsi yang belum melaporkan: Bengkulu, Kepulauan Riau dan Papua Desa Balayon, Kecamatan Liang, Bangkep, Sulawesi Tengah Tetap Terang Meski Tak Ada PLN "Dulu, orang desa yang berbondong-bondong ke kecamatan untuk melihat televisi, sekarang justru orang kecamatan yang sering berkunjung ke desa untuk menonton TV. Termasuk saya dan keluarga," ungkap Muchlis Alisyi, tokoh masyarakat di Kecamatan Liang, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Anggota TPK menunjukkan panel pengendali pada PLTMH desa Balayon di Kecamatan Liang, Sulawesi Tengah Menurut Muchlis, pensiunan dari Suku Dinas Pendidikan Liang, perubahan itu terjadi sekitar empat tahun silam atau 2004/2005. Tepatnya setelah PPK (PNPM-PPK) dan warga desa Mamulusan di kecamatan 20

tersebut, berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Itulah PLTMH pertama yang dibangun warga desa dengan pola pemberdayaan, bukan hanya pertama se-kawasan Banggai Kepulauan, tapi bisa jadi se-sulawesi Tengah. "Listrik di desa dari PLTMH itu menyala siang malam, sedangkan di kecamatan hanya malam saja. Itupun hanya dari pukul 6 sore sampai 12 malam," imbuhnya. Alhasil, banyak orang yang tinggal di kecamatan berbalik mengunjungi desa untuk menyaksikan acaraacara penting dan hiburan "bergengsi" di layar kaca. Kalau ada siaran langsung pidato Presiden, menterimenteri dan olahraga yang diputar siang hari, biasanya warga yang tinggal di kecamatan hijrah ke desa untuk turut menonton. Seperti siaran langsung perebutan Piala Thomas & Uber, serta Piala Eropa 2008 baru lalu. "Nanti, kalau Pidato Presiden tanggal 16 Agustus ditayangkan siang hari, kami juga akan ke desa," ujar Muchlis. PLTMH Desa Balayon, Kecamatan Liang, Sulawesi Tengah Di Kecamatan Liang saja, PPK telah berhasil mewujudkan impian warga tiga desa untuk menikmati listrik, yakni desa Mamulusan (2004/2005), Basosol (2005/2006) dan Balayon (2006/2007). Upaya tersebut ditempuh warga desa setelah mereka 'lelah' menanti listrik yang diidam-idamkan selama berpuluh-puluh tahun tak kunjung menyala. "Kami sudah berkali-kali minta aliran lisrik ke pihak-pihak yang mengurusi listrik, tapi jawabnya selalu, nanti, nanti dan nanti. Tiang listriknya sudah terpasang sejak tahun 80-an, tapi listriknya belum mengalir juga. Untung ada PPK," ungkap Gafar Kahar, Kepala Desa Balayon. Saluran Pengendali Banjir yang berfungsi (atas) dan dengan jembatan beton (bawah), sarana prasarana terintegrasi yang mendukung PLTMH di desa Balayon Kecamatan Liang, Sulawesi Tengah Warga kemudian mengusulkan pengadaan listrik desa ke PPK. Gayung pun bersambut. Meski harus berjuang beberapa siklus, akhirnya masyarakat Liang memberikan prioritas pendanaan bagi pembuatan PLTMH. Apalagi alokasi dananya terhitung masuk akal dan tidak terlalu mahal, yakni antara Rp 150 juta- 250 juta per unit PLTMH di desa-desa yang terdanai. PLTMH di Mamulusan misalnya, hanya dibangun dengan dana Rp 151 juta dan dapat mengaliri hingga 200 rumah warga, kantor desa, polindes, dan jalanjalan lingkungan. Sebelum melaksanakan kegiatan pembangunan PLTMH, masyarakat desa dan konsultan PPK melakukan pendekatan kepada dinas Pekerjaan Umum dan PLN untuk meminta dukungan dan nasihat teknis. Sayangnya, kedua lembaga tersebut tidak memberikan bantuan apapun sehingga masyarakat dan konsultan mencari petunjuk teknis ke sumber lainnya. Semua komponen dari PLTMH berikut komponen jaringan diadakan dari Sulawesi Tengah. Berkat beroperasinya PLTMH yang digarap warga desa dengan bantuan pendanaan dari PPK, kini kehidupan warga di tiga desa tesebut, bahkan se-kecamatan Liang, berubah drastis. "Kami bisa mengirit 21

uang untuk beli solar (genset). Uangnya bisa buat tambahan modal usaha. Selain itu, kami bisa tahu informasi penting dari Jakarta dan daerah lain dengan lebih cepat," imbuh Pak Gafar. Sebelum ada PLTMH, warga umumnya harus merogoh uang rata-rata Rp 250.000 per bulan hanya untuk menerangi rumahnya. Kini, setelah ada PLTMH, warga cukup membayar rata-rata Rp 15.000 per bulan. Angka tersebut muncul dari hasil musyawarah warga desa. Di Balayon, misalnya, iuran yang terkumpul dari pembayaran listrik itu, selain dialokasikan sebagai uang kas PLTMH desa dan honor tim pemeliharanya, juga disisihkan untuk menambah honor guru honorer yang mengabdi di desa mereka. "Kami ingin mereka betah bekerja di desa kami, supaya anak-anak kami lebih pintar. Malam belajar di rumah, siang belajar di sekolah," ujar Gafar lagi. Hal yang menarik adalah adanya saluran besar dan pintu pengendali banjir juga dibangun di desa yang sama yang berfungsi menyalurkan air ke turbin pembangkit dan mengendalikan banjir. Hal ini menunjukkan bahwa PLTMH dibangun dengan perencanaan terpadu termasuk pemanfaatan air yang keluar dari sistem pembangkit setelah digunakan untuk memutar turbin pembangkit. Air tersebut dialirkan ke teluk di sekitar desa yang kini telah dikembangkan menjadi tempat rekreasi masyarakat setempat. 2.4 PELATIHAN & PENINGKATAN KAPASITAS Pelatihan dan peningkatan kapasitas, baik bagi pelaku, aparat lokal dan masyarakat, merupakan salah satu kunci penting dalam pemberdayaan masyarakat. Oleh sebab itu, selama 2007, kegiatan di bidang ini dilakukan secara rutin dengan memberikan sejumlah jenis pelatihan. Jenis Pelatihan Selama 2007, sedikitnya terdapat sembilan jenis/ kategori kegitan pelatihan dan peningkatan kapasitas yang dilaksanakan, yaitu: 1) Pelatihan Pratugas; 2) Pelatihan Penyegaran; 3) In-Service Training (IST); 4) On-the-Job Training (OJT); 5) Workshops; 6) Rapat Koordinasi Bulanan; 7) Rapat Kerja; 8) Hearing dengan anggota DPRD; dan 9) Kegiatan pelatihan lainnya. Pelatihan Fasilitator di Sulawesi Tengah Peserta Pelatihan Selama 2007, seluruh konsultan dan fasilitator yang bertugas di lokasi program mendapatkan berbagai jenis pelatihan dan peningkatan kapasitas. Tercatat sebanyak 4.507 konsultan dan fasilitator di tingkat kabupaten dan kecamatan mendapat pelatihan dan peningkatan kapasitas, baik berupa pelatihan pratugas (bagi yang baru) dan pelatihan penyegaran (bagi yang lama), maupun peningkatan kapasitas melalui berbagai IST dan OJT. Selain konsultan dan fasilitator, sejumlah Penanggungjawab Operasional Kegoatan (PjOK), yang umumnya bertugas sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Masyarakat di setiap kecamatan lokasi program, juga mendapat pelatihan berupa pelatihan pratugas dan penyegaran. Sementara itu, para FD/ KPMD di seluruh desa lokasi program juga telah mendapatkan pembekalan sehingga mereka siap terjun ke lapangan untuk memfasilitasi masyarakat dalam 22

melaksanakan berbagai proses tahapan kegiatan serta membantu konsultan/ fasilitator dalam melakukan pendampingan bagi masyarakat. Pada 2007, pelatihan dan peningkatan kapasitas juga telah diberikan kepada pelaku program dari unsur masyarakat, baik di tingkat kecamatan maupun desa di seluruh lokasi program. Pelaku program dari unsur masyarakat di tingkat kecamatan misalnya para Pemimpin/ Ketua Forum MAD, Pendamping Lokal (PL), Tim Verifikasi, staf Unit Pengelola Kegiatan (UPK), serta anggota Badan Pengawa UPK. Sedangkan di tingkat desa adalah Kepala Desa, Tim Penulis Usulan (TPU), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3), serta anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Tak ketinggalan, program juga memberikan peningkatan kapasitas bagi kelompok penerima SPP melalui para staf UPK. Jumlah konsultan/ fasilitator dan PjOK yang telah mengikuti pelatihan pada 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.4.A. Table 2.4.A. Peserta Pelatihan 2007 Jenis Pelatihan KM- Fasilitator Fasilitator Kabupaten Kecamatan Informasi PjOK Pelatihan Penyegaran 234 2.366 41 1.067 Pelatihan Pratugas 310 1.556 636 Total peserta 544 3.922 41 1.703 Pelatihan bagi Masyarakat Dalam PNPM-PPK, prosedur kegiatan pelatihan bagi masyarakat secara spesifik menyatakan bahwa Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk pelatihan masyarakat dapat digunakan untuk kegiatan pelatihan sebagai berikut: 1. Orientasi atau pembekalan bagi pimpinan forum MAD & pelatihan lanjutan 2. Pelatihan Dasar bagi Pendamping Lokal 3. Pelatihan Pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) 4. Pembekalan bagi Tim Verifikasi 4. Pengembangan kapasitas bagi Kepala Desa 5. Pembekalan bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) 6. Pembekalan bagi Tim Penulis Usulan (TPU) 7. Pembekalan terhadap Badan Pengawas UPK 8. Pelatihan untuk Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3) 9. Pelatihan untuk Tim Pengelola Kegiatan (TPK) 10. Pelatihan PPK bagi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 23

Setiap provinsi telah melaksanakan kegiatan pelatihan tersebut sepanjang 2007 dalam waktu yang tidak bersamaan. Selain itu, ada pula penambahan pelatihan yang didanai sendiri oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten dalam menanggapi permintaan dari masyarakat lokal atau karena melihat perlunya tambahan pelatihan untuk lebih meningkatkan kapasitas pelaku program, aparat lokal, kelompok SPP/ UEP dan masyarakat lainnya. Pelatihan Pratugas di Sulut yang diikuti sejumlah calon fasilitator Perlu juga dicatat bahwa pelaksanaan pelatihan kerapkali didanai terlebih dahulu secara swadaya oleh fasilitator dan konsultan di lokasi. Selain itu, para konsultan dan fasilitator seringkali membiayai sendiri pelatihan yang yang mereka ikuti dan juga membiayai terlebih dahulu kekurangan dana dari suatu tahapan kegiatan PNPM-PPK yang penting agar tidak kehilangan momentum dan kepercayaan masyarakat dan aparat lokal walaupun belum tentu terganti. Hal ini merupakan bukti dari dedikasi, komitmen dan profesionalisme konsultan PNPM-PPK kepada masyarakat yang mereka layani. Para Kepala Desa dari kecamatan Wori, Sulut menerima pengarahan pra-pelaksanaan pada PNPM-PPK tahun 2007 Pelatihan UPK Selain pelatihan reguler, sepanjang 2007 juga digelar sejumlah pelatihan atau peningkatan kapasitas bagi para pengurus UPK yang masuk dalam kategori A. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan menggunakan dana DOK Perencanaan, DOK provinsi yang sebagian dananya digunakan untuk pelatihan dasar manajemen mikro kredit (Pelatihan UPK), serta dana untuk pelatihan lanjutan manajemen mikro kredit bagi UPK kategori A. 24

Alokasi dana pelatihan untuk mikro kredit di setiap kecamatan berbeda diantara wilayah. Alokasi tertinggi adalah untuk Maluku dan Papua dengan mempertimbangkan tingginya biaya lokal. Wilayah berikutnya yang mendapatkan alokasi cukup tinggi adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan NTT. Sedangkan Pulau Jawa, Bali dan NTB dapat dikatakan relatif rendah (Tabel 2.4.B.). Tabel 2.4.B. Alokasi Dana Pelatihan UPK 2007 No Wilayah Provinsi Pagu Dana per kecamatan 1. Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat Rp. 17.500.000 2. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT Rp. 15.000.000 3. Jawa, Bali, NTB Rp. 10.000.000 Total alokasi dana pelatihan UPK untuk 599 kecamatan yang dinilai potensial adalah Rp 6,91 miliar dengan batas akhir pencairan Desember 2007. Dari dana yang dialokasikan, 98 persen diantaranya berhasil diserap dan dimanfaatkan untuk pelatihan dimaksud. Provinsi yang tidak menggunakan seluruh dana pelatihan UPK adalah Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Maluku. Pada 2007, terdapat sebanyak 599 UPK kategori A yang mendapat pelatihan atau peningkatan tambahan dalam rangka keberlanjutan penguatan usaha kelompok peminjam. Pelatihan-pelatihan ini dilaksanakan di 26 provinsi dan 163 kabupaten yang menerima dana BLM. Tabel 2.4.C. menampilkan jumlah UPK kategori A di setiap provinsi, yang mendapatkan pelatihan tambahan. 25

Table 2.4.C. UPK Kategori A per Provinsi Untuk menjamin kualitas pelatihan UPK, pada 2007 dirancang Kartu Kendali Pelatihan yang harus digunakan oleh para pelatih. Kartu ini berguna untuk memastikan bahwa setiap materi telah dibahas dan tingkat ketrampilan serta pengetahuan yang ingin dicapai peserta telah diberikan dalam pelatihan. Kartu kendali ini diisi oleh peserta pelatihan, sedangkan hasilnya (setelah pelatihan) diisi oleh para pelatih. Kartu ini disimpan di setiap UPK sebagai bukti telah bertambahnya ketrampilan yang diterima selama pelatihan. Materi pelatihan UPK pada 2007 yang diberikan adalah: 1. Lembar kontrak pelatihan 2. Analisa dasar SWOT untuk pengelolaan pinjaman UPK 3. Matriks perbedaan dana program (BLM) dan dana mikro kredit/perguliran 4. Laporan keuangan mikro kredit 5. Draft perencanaan pemanfaatan dana surplus UPK 6. Draft prosedur penanganan pinjaman bermasalah 7. Lembar kerja metode fasilitasi pengembangan kelompok peminjam 26

8. Lembar kerja metode fasilitasi jenis kelompok peminjam 9. Lembar kerja identifikasi masalah kelompok 10. Lembar kerja fasilitasi kelompok eksekuting 11. Lembar kerja identifikasi kebutuhan penguatan kelompok peminjam 12. Lembar kerja pemetaan kelompok peminjam 13. Lembar kerja mendiagnosa cepat kesehatan keuangan kelompok 14. Merancang profile UPK 15. Merancang analisa kebutuhan UPK 16. Merancang ceklis kesehatan keuangan UPK 17. Draft proposal penambahan modal dari pihak ketiga 18. Merancang ceklis untuk mengkaji laporan badan pengawas UPK 19. Merancang ceklis untuk mengkaji AD/ART BKAD dan SOP UPK 20. Merancang ceklis hasil penanganan pinjaman bermasalah 21. Merancang panduan keuangan untuk pengelolaan dana perguliran 2.5. PROGRAM PILOT Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) Pilot P2SPP dirancang sebagai upaya untuk mengintegrasikan sistem pembangunan partisipatif yang dilaksanakan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat, khususnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK)/ PNPM-PPK ke dalam sistem pembangunan reguler daerah. Secara kelembagaan, pilot P2SPP berbasis di kabupaten dan menggunakan dana BLM yang bersumber dari anggaran daerah (APBD), sebagai stimulan untuk menjembatani hubungan yang hilang antara tingkat kabupaten dengan usulan dari kecamatan dan desa. Workshop Sosialisasi P2SPP di Ngada, Flores Hal tersebut dilakukan untuk memastikan usulan yang berasal dari tingkat kecamatan dapat dimasukkan ke dalam anggaran daerah kabupaten yang sudah ditetapkan selama ini, setiap tahun anggarannya. Program ini diluncurkan pertama kali pada Mei 2006 di empat kabupaten pilot, yaitu: 1. Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi; 2. Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah; 3. Kabupaten South Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara; dan 4. Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 27

Kemudian program pilot ini menambah lokasinya sebanyak empat kabupaten pada tahun 2007, yaitu: 1. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Provinsi Sumatera Selatan; 2. Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur; 3. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali; dan 4. Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pilot adalah kabupaten yang dinilai berhasil melaksanakan sistem pembangunan partisipatif; memiliki komitmen untuk mengintegrasikan sistem pembangunan partisipatif ke dalam sistem pembangunan daerah; meningkatkan kapasitas pelaku masyarakat dan Pemerintah Desa. Selain itukabupaten tersebut juga memenuhi kriteria sebagai berikut: Memiliki kinerja yang baik pada saat pelaksanaan PPK; Menyediakan kontrbusi dana sebanyak 25% dari alokasi Rp 4 miliar dana BLM; dan Menyediakan kontribusi dana Pendampingan Administrasi Program (PAP), sedikitnya 5% dari nilai BLM Adanya pengembangan P2SPP oleh Ditjen PMD, Depdagri, didorong oleh keinginan untuk melanjutkan dan meningkatkan manfaat dari pendekatan/ pendampingan dalam PPK. Untuk melakukannya, maka pendekatan ad-hoc yang ada di PPK dicoba diganti dengan yang lebih formal pada siklus perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, P2SPP secara khusus bertujuan untuk: Meningkatkan keterpaduan antar program/kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah; Meningkatkan keterpaduan pembangunan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian oleh masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah; Meningkatkan keterlibatan serta penguatan kapasitas masyarakat, terutama kelompok miskin (Laki-laki dan Perempuan) dalam pengelolaan pembangunan daerah; Meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan dan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan; Mengintegrasikan model pembiayaan bantuan langsung masyarakat ke dalam sistem penganggaran pemerintah daerah dan desa; dan Meningkatkan pendampingan masyarakat oleh pemerintah daerah melalui pendayagunaan Setrawan. Tabel 2.5.A. Alokasi BLM P2SPP 2007 Kabupaten Alokasi BLM Total Disalurkan (Rupiah) (Rupiah) Batanghari 4.000.000.000 4.000.000.000 Boyolali 4.000.000.000 4.000.000.000 Ngada 4.000.000.000 3.000.000.000 Minahasa Selatan 4.000.000.000 4.000.000.000 OKU Timur 4.000.000.000 3.000.000.000 Jombang 4.000.000.000 3.999.996.775 Tabanan 4.000.000.000 4.000.000.000 Tapin 4.000.000.000 4.000.000.000 Total 32.000.000.000 29.999.996.775 28

Setelah dua siklus pelaksanaan P2SPP. Konsultan telah mengidentifikasi sejumlah perbaikan dan faktor pendukung serta kendala dan faktor penghambat. Perbaikan dan Faktor Pendukung Bupati di beberapa Kabupaten (Batanghari, Boyolali dan Ngada) memiliki persepsi yang baik tentang tujuan pilot, mendukung pelaksanaan pilot, bahkan kerap mengalokasikan dana tambahan untuk keberhasilnan pilot. Nampak kemajuan berarti dalam upaya pengintegrasian proses perencanaan pembangunan antara desa dan badan pemerintahan Pelatihan Setrawan di Ngada, Flores Meningkatnya keterlibatan anggota dewan (DPRD) dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), juga upaya monotoring pelaksanaan pilot di sejumlah lokasi Antusiasme dan tingkat partisipasi masyarakat yang mengesankan dalam tahap perencanaan, termasuk dukungan tenaga dan swadaya masyarakat Faktor Penghambat Anggota Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) masih kurang serius mengakomodasi dan mengintegrasikan hasil Musrenbang tingkat kecamatan pada perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat kabupaten. Situasi ini muncul akibat beberapa faktor, diantaranya sosialisasi program yang kurang memadai, kurangnya pemahaman tentang pembangunan partisipatif, adanya ego sektoral dan instansi teknis di kabupaten, yang kerapkali menempatkan usulan masyarakat pada tingkat prioritas yang rendah dalam perencanaan kerjanya Secara umum, Setrawan kecamatan masih belum memahami perannya selaku fasilitator dan lebih menaruh perhatian pada isu-isu teknis seperti pengelolaan kegiatan di desa. Baik setrawan maupun fasilitator PNPM-PPK belum mampu memahami sepenuhnya atau menyadari adanya kesempatan yang muncul dari proses Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) Masyarakat (terutama d tingkat kecamatan) masih belum yakin bahwa hasil Musrenbangdes bisa menghasilkan sesuatu yang berharga, karena setelah sekian tahun, mereka melihat proses ini sekedar janji manis dan usulan mereka seringkali dipinggirkan pada forum SKPD kabupaten Di lokasi baru, dukungan dari Bappeda selaku badan perencana pembangunan masih lemah sehingga koordinasi perencanaan tingkat kecamatan dan kabupaten kurang berjalan dengan baik Secara umum, pengendalian dan pengelolaan program dari pilot P2SPP yang dilakukan oleh KM-Nasional, satuan kerja PMD dan satuan kerja tingkat provinsi masih lemah. Masalah Pada lokasi baru terjadi perbedaan pemahaman dan persepsi tentang konsep dan kebijakan Pilot P2SPP di kalangan aparatur pemerintah (Kabupaten dan Kecamatan), sehingga pelaksanaan pilot bukan saja kurang efektif dalam mendorong tercapainya pengintegrasian perencanaan, tetapi juga menyimpang dari prinsip-prinsip Pilot P2SPP. Hal ini terungkap sebagaimana kasus di kabupaten OKU Timur 29

Pencapaian tujuan kegiatan sosialisasi kepada pihak pihak yang terkait erat dalam pelaksanaan Pilot (SKPD dan DPRD) di lokasi baru, umumnya kurang memadai. Sehingga hakekat dan tujuan Pilot P2SPP belum dipahami secara tepat Dukungan Pemerintah Kabupaten (Bupati) di lokasi baru umumnya lemah. Bentuk dukungan masih sebatas penyediaan Dana Kontribusi Daerah untuk BLM, sementara pengawalan proses pengintegrasian belum nampak Koordinasi antara BPMD dengan Bappeda, SKPD dan DPRD umumnya kurang memadai, sehingga proses pengintegrasian melalui Musrenbang dan Forum SKPD tidak berjalan efektif Di lokasi baru masih terjadi konflik kewenangan dalam pengelolaan Musrenbang antara BPMD dengan Bappeda, sehingga tidak terjadi sinergi agenda BPMD dan Bappeda pada pelaksanaan Musrenbang dari tingkat desa hingga kabupaten Semua kabupaten lokasi Pilot tidak mengirimkan laporan pelaksanaan kegiatan secara rutin ( bulanan ) Kegiatan pembangunan prasarana/ sarana untuk Tahun Anggaran 2007 dibeberapa lokasi belum dapat diselesaikan karena pencairan BLM tidak dapat direalisasikan 100% dan penerbitan DIPA On Top tertunda. Rekomendasi Tujuan pilot dapat dicapai bila Pemerintah Daerah memiliki komitmen kuat dalam mendukung prinsip dan gagasan pilot, termasuk dalam supervisi monitoring kegiatan di lapangan dan penanganan/ penyelesaian masalah yang mungkin terjadi. Pemerintah Daerah juga perlu lebih serius dalam melakukan studi banding atau berbagi pengalaman dalam hal perencanaan pembangunan yang terintegrasi, demokratis dan partisipatif. Smallholder Agricultural Development Iniative (SADI) SADI atau PNPM Agribisnis Perdesaan (PNPM-AP) dirancang untuk menyediakan dana stimulan untuk mendukung kegiatan berbasis pertanian melalui pola pemberdayaan masyarakat, dengan prinsip, mekanisme dan kelembagaan PNPM-PPK. Pilot ini didanai oleh lembaga donor Australia (AusAid), yang terdiri BLM yang besarnya Rp 555,1 jauta per tahun per kecamatan dan DOK sebesar Rp 55.510.000 per tahun per kecamatan. Tujuan umum PNPM-AP adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan cara meningkatkan pendapatan para petani di perdesaan dengan meningkatkan kapasitas kelompok petani miskin, meningkatkan produktivitas petani, serta akses pemasaran hasil agribisnis perdesaan. Sedangkan tujuan khusus PNPM-AP adalah: Meningkatkan kemampuan petani miskin dalam memenuhi ketersediaan sarana produksi pertanian Mendorong peningkatan jumlah dan mutu produksi pertanian petani miskin Meningkatkan pendapatan petani miskin dengan mengurangi hambatan pasca panen sampai dengan pemasaran hasil pertanian Meningkatkan kinerja kelembagaan masyarakat tani melalui peningkatan kapasitas organisasi kerja kelompok tani Mendorong kemitraan kelompok tani dengan sektor perbankan/ lembaga keuangan dan swasta 30

Pilot PNPM Agribisnis Perdesaan ini dilaksanakan untuk 24 kecamatan di delapan kabupaten dalam empat provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, dan NTB. Rincian lokasi tersaji dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.5.B. Lokasi SADI 2007 No. Provinsi Kabupaten Kecamatan 1 Sulawesi Selatan 2 Sulawesi Tenggara 3 1. Tana Toraja 1. Mengkendek 2. Rindingalo 3. Sesean 2. Bantaeng 1. Bissappu 2. Tompobulu 3. Gantarang Keke 1. Muna 1. Lawa 2. Kusambi 3. Wakorumba Selatan 2. Konawe Selatan 1. Lainea 2. Palangga 3. Konda 1. Timor Tengah Selatan (TTS) 1. Amanuban Selatan 2. Mollo Utara 3. Kuan Fatu Nusa Tenggara Timur (NTT) 2. Ngada 1. Aimere 2. Golewa 3. Riung Barat 1. Lombok Barat 1. Gerung 2. Bayan Nusa Tenggara Barat 3. Narmada 4 (NTB) 2. Dompu 1. Hu u 2. Manggelawa 3. Pekat Total 4 8 24 Kemajuan Kegiatan Sampai Desember 2007, Ditjen PMD (sebagai satuan kerja pelaksana program) belum dapat mendanai seluruh kegiatan SADI karena masalah pengurusan anggaran. Masalah ini telah menghambat pelaksanaan kegiatan di lapangan. Meski demikian, pada 2007, Tim SADI berhasil menyelenggarakan workshop untuk membahas rencana kerja tahunan pilot, serta melakukan rekrutmen konsultan dan fasilitator SADI. Selain itu, Tim SADI juga berhasil menyelenggarakan workshop penyusunan PTO dan modul pelatihan bagi fasilitator, yang diikuti oleh seluruh konsultan SADI, serta menggelar serangkaian orientasi/ pelatihan bagi Fasislitator Kecamatan SADI dan pertemuan-pertemuan koordinasi. Pilot Pendidikan Pilot Pendidikan diinisiasi pada 2004-2005 dan diimplementasikan di lapangan mulai 2006. Pelaksanaan pilot ini dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat di lokasi PNPM-PPK terhadap pemenuhan pendidikan. Pilot ini merupakan kerjasama antara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Depdagri, melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, bertanggungjawab terhadap pembiayaan dan 31

seluruh pelaksanaan pilot, sementara Depdiknas, melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bertanggungjawab dari sisi substansi pendidikan (materi pelatihan, indikator evaluasi pilot, dan sebagainya), serta penyampaian pilot kepada pihak terkait dan pelaku pilot, antara lain sebagai pelatih dalam setiap pelatihan yang dimaksud. Secara umum, Pilot Pendidikan bertujuan mengembangkan model untuk memfasilitasi masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah dan memahami kendala pendidikan, baik dari sisi pengguna pendidikan, penyedia dan kondisi masyarakat di lokasi pilot, serta memadukan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan kebijakan pendidikan dasar untuk menunjang program penuntasan wajib belajar sembilan tahun yang bermutu. Secara khusus, pelaksanaan pilot ini bertujuan untuk : Meningkatkan kapasitas pelaku pendidikan di daerah Memperluas aspek pelayanan pendidikan guna mengatasi kendala yang dihadapi masyarakat, seperti : kesempatan memperoleh pendidikan, mutu pendidikan, dan manajemen pengelola pendidikan Meningkatkan wawasan dan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, agar mampu menggali gagasan untuk peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah Melembagakan kerjasama antara masyarakat, sekolah, dan pemerintah dalam perbaikan kebijakan berupa pengurangan beban biaya orangtua murid, mendekatkan sekolah ke masyarakat, serta meningkatkan pendidikan dasar yang bermutu Pilot Pendidikan ini dilaksanakan di 19 kecamatan lokasi PPK, yang berada di tujuh kabupaten dalam empat propinsi. Pilot ini dapat dinikmati oleh sekitar 158.768 jiwa penduduk kurang mamp/miskin di 186 desa. Tabel 2.5.C. Lokasi Pilot Pendidikan Tingkat Wilayah Jumlah Lokasi Provinsi 4 Kabupaten 7 Kecamatan 19 Desa 186 Setiap kecamatan lokasi pilot menerima empat jenis pendanaan khusus: Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan nilai Rp 225 juta; Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk kegiatan pilot pendidikan dengan nilai antara Rp16,5 hingga Rp 125 juta; Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk komite sekolah dengan nilai Rp 40 juta; Tambahan Dana Bantuan Pendidikan dengan nilai Rp120 juta dialokasikan untuk setiap Kecamatan. Tabel. 2.5.D. Jadwal Pelaksanaan Pilot Pendidikan 2007 No. Waktu Kegiatan 1 Februari Menerima tambahan dana bantuan dari Pemerintah Belanda (No.TF090003) untuk Pilot Pendidikan 2 April Juni Penentuan lokasi, penyusunan PTO dan pengajuan surat tidak keberatan / No-Objection-Letters dari Bank Dunia 3 Mei-Juni Penyusunan modul pelatihan untuk pelatihan penyegaran untuk pelatih dan fasilitator 4 Juni Pengurusan dokumen anggaran (DIPA) 5 Juni-Juli Seleksi fasilitator pendidikan baru untuk pengisian posisi 32

No. Waktu Kegiatan kosong 6 Agustus Pelatihan penyegaran untuk fasilitator dan tenaga pendidikan. Pelatihan penyegaran untuk pelatih/ tenaga pendidikan 7 Agustus 2007-April 2008 Pelaksanaan Kegiatan Supervisi monitoring kegiatan 8 Mei 2008 Evaluasi akhir Pilot Pendidikan a. Tingkat Kabupaten dan Provinsi b. Tingkat Nasional 9 Juni 2008 Laporan Akhir Kegiatan Kemajuan Kegiatan Pada 2007, kegiatan Pilot Pendidikan telah berhasil memberikan pelatihan bagi Fasilitator Pendidikan. Masalah kesiapan anggaran dan pengalokasian mata anggaran di Pusat menjadi kendala utama keterlambatan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Dapat dilaporkan, hingga Desember 2007, meski DOK umum dan DOK Komite Sekolah telah terserap lebih dari 85 persen, namum belum ada kegiatan pilot yang didanai oleh BLM. Hanya 15 persen dana BLM yang telah terserap dan digunakan untuk pelaksanaan kegiatan di empat kecamatan di Sulawesi Barat. Alokasi dan penyerapan dana pilot dapat dilihat pada Tabel 2.5.D., sedangkan ringkasan kemajuan kegiatan tersaji dalam Tabel 2.5.E. Tabel 2.5.D. Alokasi dan Penyerapan Dana Pilot Pendidikan 2007 Provinsi Alokasi (Rp) Penyerapan (Rp) Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Sulawesi Selatan 900.000.000 0 0 Sulawesi Barat 1.125.000.000 630.000,000 56 Sulawesi Utara 900,000,000 0 0 Kalimantan Selatan 1.350.000.000 0 0 Jumlah 4.275.000.000 630.000.000 15 Dana Operasional Kegiatan (DOK) Sulawesi Selatan 125.000.000 75.000,000 60 Sulawesi Barat 142.500.000 95.500,000 67 Sulawesi Utara 140.000.000 140,000,000 100 Kalimantan Selatan 257.500.000 257.500,000 100 Jumlah 665.000.000 581.000.000 87,37 Komite Sekolah (DOK) Sulawesi Selatan 160.000.000 96.000.000 60 Sulawesi Barat 200.000.000 120.000.000 60 Sulawesi Utara 160.000.000 160,000,000 100 Kalimantan Selatan 240.000.000 240000,000 100 Jumlah 760.000.000 648.000.000 85,26 Dana Bantuan Pendidikan Sulawesi Selatan 480.000.000 0 0 Sulawesi Barat 600.000.000 0 0 % 33

Provinsi Alokasi (Rp) Penyerapan (Rp) % Sulawesi Utara 480.000.000 0 0 Kalimantan Selatan 720.000.000 0 0 Jumlah 2.280.000.000 0 0 Tabel 2.5.E. Ringkasan Kemajuan Kegiatan Pilot Pendidikan 2007 Provinsi Kemajuan Pelaksanaan Keterangan Sulawesi Utara Penyiapan Disain RAB Sulawesi Selatan Penyiapan Disain RAB Sulawesi Barat Menyelesaikan MAD III dan mulai melaksanakan kegiatan Kalimantan Selatan Revisi RAB dan disain serta persiapan MAD III Tiga kecamatan telah menyerap 60% dari dana yang dialokasikan dan satu kecamatan telah menyerap 100% Pilot PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM Generasi) Masyarakat di lokasi PPK telah konsisten mengusulkan sejumlah kegiatan kesehatan dan pendidikan. Akan tetapi, dalam musyawarah prioritas usulan, seringkali usulan kegiatan kesehatan dan pendidikan tidak terdanai, karena masyarakat lebih memprioritaskan usulan kegiatan pembangunan prasarana/ sarana lain. Untuk mengakomodasi usulan-usulan di bidang kesehatan dan pendidikan yang tidak terdanai, dirancang sebuah program pilot, yaitu PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM Generasi), yang akan fokus kepada kegiatan dimaksud, lengkap dengan tambahan dana dan dukungan fasilitator. PNPM Generasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan balita, serta memperbaiki standar pendidikan yang akan membantu anak-anak di perdesaan menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. PNPM Generasi mempunyai dua tujuan, yaitu: a. Meningkatnya derajat kesehatan ibu dan anak-anak balita b. Meningkatnya pendidikan anak-anak usia sekolah hingga tamat Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs). Dari tujuan di atas, maka pengertian yang dapat di tarik dari program ini adalah: program fasilitasi masyarakat dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan kegiatan untuk peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan akses pendidikan dasar dan menengah. PNPM Generasi merupakan program pilot terbesar yang dikelola oleh PNPM-PPK. Program ini dilaksanakan di 129 kecamatan, 20 kabupaten dalam lima provinsi. Dari 129 kecamatan lokasi pilot, 21 kecamatan didanai melalui dana hibah dari pemerintah Belanda, sedangkan lokasi lainnya didanai oleh Pemerintah Pusat yang didukung dana pinjaman Bank Dunia dengan Pemerintah Daerah. 34

Tabel 2.5.F. Jumlah Lokasi PNPM-Generasi Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa 2007 2008 Σ 2007 2008 Σ Jawa Barat 1 Sukabumi 10 12 22 82 92 174 2 Kuningan 15 5 20 212 55 267 3 Majalengka 9 5 14 131 69 200 4 Sumedang 7 7 14 83 60 143 5 Subang 4 0 4 44-44 Jawa Timur 6 Malang 11 3 14 116 36 152 7 Pamekasan 6 2 8 84 25 109 8 Trenggalek 6 2 8 57 26 83 9 Nganjuk 8 3 11 113 44 157 10 Magetan 5 4 9 72 59 131 N.T.T. 11 Sumba Timur 8 2 10 71 19 90 12 Rote Ndao 4-4 57-57 13 TTS 6-6 145-145 14 Lembata 4-4 97-97 15 Flores Timur 4-4 89-89 16 Manggarai 6 2 8 108 49 157 Gorontalo 17 Gorontalo 6 1 7 65-65 18 Boalemo 4-4 53-53 19 Pohuwato 4-4 35-35 Sulawesi Utara 20 Minahasa Utara 2 1 3 29 12 41 Total 129 49 178 1743 546 2289 Kecamatan-kecamatan yang mendapatkan alokasi dana hibah dari Pemerintah Belanda tersebar di delapan kabupaten, empat provinsi, yakni: Jawa Barat, Jawa timur, NTT, dan Gorontalo. Tabel 2.5.F. Lokasi PNPM Generasi dengan Hibah Belanda Provinsi Kabupaten Kecamatan Sukabumi Lengkong, Purabaya, Cireunghas, Kadudampit, Caringin Jawa Barat Cibeureum, Garawangi, Cigandamekar, Kuningan Pancalang Sumedang Situraja, Tanjungmedar Trenggalek Gandusari Jawa Timur Malang Ngajum Nganjuk Berbek, Loceret, Ngronggot, Rejoso Nusa Tenggara Timur Sumba Timur Matawai La Pawu, Rindi Gorontalo Gorontalo Pulubala, Mootilango Kegiatan PNPM Generasi yang berbasis masyarakat ini berupaya meningkatkan peran dan jaringan sarana kesehatan serta tenaga medis yang sudah ada di tingkat lokal, seperti bidan. Dimana masyarakat menilai sarana tersebut sangat penting, maka program pilot akan mengadakan upaya peningkatan sarana dimaksud, termasuk melatih para staf operasionalnya. Anggota masyarakat 35

juga mendapatkan pelatihan agar mereka dapat berperan aktif di dalam kegiatan kesehatan masyarakat. Tabel 2.5.G di bawah ini menunjukkan jumlah fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran penerima dukungan dari PNPM Generasi. Tabel 2.5.G. Jumlah Sarana Kesehatan yang Didukung PNPM Generasi Provinsi Jumlah Sarana Layanan Kesehatan Kec. Puskesmas 1 Pustu 2 Polindes 3 Bidan Jawa Barat 45 46 119 240 457 Jawa Timur 36 49 105 275 471 N.T.T. 32 46 175 245 338 Gorontalo 14 15 65 55 57 Sulawesi Utara 2 2 6 15 17 Total 129 158 470 830 1.340 Keterangan: 1 Pusat Kesehatan Masyarakat, 2 Puskesmas Pembantu, 3 Poliklinik Desa Selama 2007, program pilot ini telah mengidentifikasi jumlah populasi target seperti ibu hamil, bayi, anak-anak, murid Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang layak mendapatkan bantuan, seperti terlihat dalam tabeldi bawah ini. Tabel 2.5.H. Jumlah Target Penerima Bantuan 2007 Provinsi Jumlah Target Penerima Bantuan Jumlah Ibu Anakanak Kec. Bayi Siswa SD Siswa SMP Hamil Jawa Barat 45 34.825 34.825 139.475 211.012 88.567 Jawa Timur 36 27.641 27.641 106.800 189.992 79.407 NTT 32 22.192 22.192 75.289 96.557 30.780 Gorontalo 14 5.481 5.481 26.119 37.657 13.155 Sulawesi Utara 2 911 911 3384 4.553 2.150 Total 129 91.050 91.050 351.067 539.771 214.059 Kemajuan Kegiatan Sampai Desember 2007, sebanyak 122 dari 129 kecamatan lokasi PNPM Generasi telah menyerap seluruh dana yang dialokasikan. Sementara tujuh kecamatan lainnya baru menyerap 80 persen dana, dan kesemuanya berada di NTT. Tabel 2.5.I. berikut menunjukkan status penyerapan dana PNPM Generasi per Desember 2007. Tabel 2.5.I. Status Penyaluran Dana BLM per Desember 2007 Rincian Penyaluran ke UPK Hibah Belanda Pinjaman Total Kecamatan yang didanai 21 108 129 Desa yang didanai 238 1,372 1,610 Dana yang Dialokasikan (Miliar Rupiah) Rp 26.250 Rp 78.550 Rp 104.800 Dana Pemerintah Daerah (Miliar Rupiah) - Rp 22.100 Rp 22.100 Total Dana Rp 26.250 Rp 100.650 Rp 126.900 Dana yang Disalurkan (Miliar Rupiah) Rp 26.250 Rp 99.300 Rp 125.550 Persentase yang Disalurkan (%) 100.00 98.66 98.94 36

Rincian tujuh kecamatan yang belum menyalurkan seluruh dana yang dialokasikan sampai dengan 31 Desember 2007 ditunjukkan Tabel 2.5.J berikut: Tabel 2.5.J. Kecamatan yang Belum Menyalurkan 100% Dana BLM per Desember 2007 No. Kecamatan Alokasi (Rp) Penyaluran (Rp) (%) Sisa (Rp) 1. Larantuka, Flores Timur, NTT 1.000.000.000 800.000.000 80 200.000.000 2. Solor Barat, Flores Timur, NTT 750.000.000 600.000.000 80 150.000.000 3. Solor Timur, Flores Timur, NTT 750.000.000 600.000.000 80 150.000.000 4. Wulanggitang, Flores Timur, NTT 1.000.000.000 800.000.000 80 200.000.000 5. Kota Komba, Manggarai, NTT 1.000.000.000 800.000.000 80 200.000.000 6. Elar, Manggarai, NTT 1.000.000.000 800.000.000 80 200.000.000 7. Lamba Leda, Manggarai, NTT 1.250.000.000 1.000.000.000 80 250.000.000 T o t a l 1.350.000.000 Partisipasi Tingkat partisipasi masyarakat, terutama bila dilihat dari angka kehadiran warga dalam setiap tahapan kegiatan PNPM Generasi, selama 2007, relatif tinggi. Meski umumnya rendah pada MAD Sosialisasi (rata-rata 48 persen), namun angka kehadiran kaum perempuan perempuan terus meningkat dalam tahap kegiatan selanjutnya, terutama dalam Sosialisasi Tingkat Dusun (70%), Diskusi Kelompok (88%) dan dalam MAD Pendanaan yang mencapai 56 persen (simak Gambar 2.5.A). Gambar 2.5.A. Tingkat Partisipasi Masyarakat 37

Jumlah Rumahtangga Miskin (RTM) yang terwakili dalam setiap tahapan kegiatan di seluruh lokasi pilot juga relatif tinggi. Dalam Sosialisasi Tingkat Desa, misalnya, terdapat sebanyak 50.197 RTM yang turut berpartisipasi. Angka tersebut bertambah pada tahap Sosialisai Tingkat Dusun, yang mencapai 162.180 RTM, serta saat dilakukannya Diskusi Kelompok (145.839 RTM), meski dalam MAD Pendanaan hanya sebanyak 6.251 RTM yang terwakili. Hal itu menunjukkan antusiasme masyarakat untuk mendapat informasi dan kemungkinan memperoleh bantuan pendanaan di bidang pendidikan dan kesehatan di lokasi pilot cukup tinggi. Pelatihan Kader Pemberdayaa Masyarakat Desa untuk PNPM Generasi di Kecamatan Larantuka, Flores timur, Agustus 2007 2.6. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI Pada tahun 2007, unit Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melakukan penyebaran informasi mengenai kebijakan program dan kegiatan-kegiatan kepada para pelaku PNPM-PPK, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait dengan program. Unit KIE juga terlibat dalam serangkaian kegiatan sosialisasi PNPM Mandiri di tingkat nasional, dimana salah satu kegiatan puncaknya adalah pencanangan PNPM Mandiri oleh Presiden Indonesia pada akhir April 2007. Unit ini juga melakukan kegiatan pendampingan dalam rangka kunjungan sejumlah pejabat ke lokasi PNPM- PPK, mengorganisasi kegiatan pameran dan peragaan sebagai bagian dari acara tersebut. Semua kegiatan tersebut menuntut unit KIE melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) sebagai Tim Pengendali PNPM Mandiri dan Direktorat Jendral PMD selaku pelaksana program. Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh unit KIE, termasuk penyediaan materi pendukung pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi konsultan dan fasilitator, telah mampu meningkatkan kesadaran masyarakat yang terlibat dalam program tentang tujuan program. Secara spesifik, selama 2007, unit KIE telah melakukan sejumlah kegiatan dan menyiapkan materi pendukung komunikasi program, diantaranya: Paket Informasi PNPM-PPK: Pada 2007, Unit KIE memperbaiki paket informasi yang dibuat pada 2006 dengan data dan informasi yang lebih lengkap dan mutakhir. Sebanyak 38.000 eksemplar Paket Informasi PNPM-PPK 2007 dicetak dan didistribusikan ke setiap kecamatan lokasi program. Paket Informasi, yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris, adalah publikasi PPK yang paling banyak dibaca dan merupakan alat sosialisasi yang penting. Paket Informasi PNPM-PPK juga didistribusikan kepada para pejabat di pusat dan daerah, akademisi, wartawan, swasta dan tamu dari luar negeri yang mengunjungi program. 38

Buletin PPK: Unit KIE menerbitkan dua buletin dwi-bulanan secara reguler sepanjang 2007, yakni Buletin PPK dan Buletin Gigeh. Buletin PPK diterbitkan dan didistribusikan ke seluruh kecamatan lokasi PNPM-PPK. Sementara Gigeh hanya didistribusikan ke seluruh desa di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias di Sumatera Utara. Kedua buletin tersebut dapat diterima dengan baik oleh seluruh pelaku PPK dan masyarakat di setiap tingkatan, karena menggunakan bahasa yang mudah dipahami, jelas dan isinya pun menarik. Kebanyakan artikel atau materi yang mengisi buletin berasal dari konsultan dan fasilitator di lokasi, selain informasi tentang kebijakan program dan inisiatif dari pemerintah pusat yang dirasa penting dan berpengaruh besar bagi program. Pada 2007, Buletin PPK dicetak sebanyak 87.169 eksemplar per edisi, sedangkan Gigeh dicetak sebanyak 44.259 eksemplar per edisi. Surat dari Desa: Unit KIE juga menerbitkan buku yang berjudul Surat Dari Desa pada 2007. Buku ini disusun untuk meningkatkan kesadaran akan adanya PNPM-PPK dan untuk mengompilasi contoh-contoh best practice dan cerita menarik yang mewarnai pencapaian pembangunan di perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Buku ini pertama kali diterbitkan pada April 2007 dan dicetak 6.500 eksemplar, dimana sebagian diantaranya diberikan kepada para tamu yang hadir di acara peluncuran PNPM Mandiri di Palu, Sulawesi Tengah. Sebagian lagi didistribusikan ke setiap provinsi dan kabupaten lokasi program. Respon sangat positif muncul terhadap buku ini, sehingga pada akhir 2007 buku ini kembali dicetak oleh Bank Dunia untuk memenuhi permintaan kantor Menko Kesra. Laporan Tahunan PPK 2006: Unit KIE juga bertanggungjawab dalam menerbitkan Laporan Tahunan program. Laporan Tahunan merupakan salah satu persyaratan dalam perjanjian pinjaman dari Bank Dunia yang harus dipenuhi oleh program untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas program berjalan. Laporan ini disusun atas upaya bersama para spesialis yang ada di kantor KM-Nasional dan diterbitkan dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris. Situs Internet PNPM-PPK: Unit KIE bertanggungjawab untuk mengelola situs internet PNPM-PPK (http://www.ppk.or.id), melakukan pemutakhiran data dan informasi yang ada di dalamnya. Terdapat perbaikan yang signifikan dari situs internet program terutama dalam hal tampilan, isi dan inovasi teknis bila dibandingkan pada saat peluncurannya di tahun 2006. Situs ini cukup sering dikunjungi pelaku PNPM-PPK, anggota masyarakat, serta sektor swasta yang berminat, dengan mengirimkan sejumlah pertanyaan, komentar dan keluhan terhadap program. Lebih dari 217 pertanyaan yang diterima unit KIE melalui situs internet PNPM-PPK selama 2007 (lihat halaman 33). Situs internet program juga memiliki penghubung (link) ke situs internet sejumlah program dan lembaga yang memiliki hubungan dan kerjasama dengan program. Program dan lembaga yang dimaksud adalah: Bank Dunia; Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra); Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP); Departemen Dalam Negeri; Departemen Komunikasi dan Informasi; Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional; dan The Multi-Donor Fund (dikelola oleh Bank Dunia) 39

40

Kunjungan Wartawan dan Studi dari Luar Negeri: PNPM-PPK merupakan sebuah program pembangunan perdesaan berbasis komunitas yang tertua dan terbesar di dunia. Hal ini membuat program menjadi perhatian dan daya tarik sejumlah negara yang mempelajari pengalaman Indonesia. Setiap tahun, Unit KIE turut mendampingi rombongan studi dari sejumlah negara yang berkunung ke lokasi-lokasi PNPM-PPK. Sampai dengan laporan ini dibuat, PPK telah menerima tamu dari Cina, Vietnam, Pakistan, Afghanistan, Iran, India, Nepal, Sri Lanka, Nigeria, Yemen, Italia, dan juga Amerika Serikat. Beberapa negara bahkan mengirimkan delegasinya sebanyak tiga kali. Pada 2007, Unit KIE mendampingi tamu dari luar negeri yang berasal dari kantor Bank Dunia di Washington DC; delegasi dari Yaman; utusan dari the International Fund for Agricultural Develompent (IFAD) yang bermarkas di kota Roma, Italia. Selain kunjungan tamu dari luar negeri, Unit KIE juga mendampingi rombongan wartawan dalam negeri yang mengunjungi lokasi program. Kunjungan ini makin bertambah sejak 2006. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya ketertarikan media massa terhadap pencapaian program. Pada 2007, Unit KIE juga turut memfasilitasi kunjungan sejumlah anggota dewan (DPR Pusat) yang melakukan supervisi/ monitoring kegiatan ke sejumlah lokasi program. Anggota DPR-RI mengunjungi kelompok simpan pinjam Misi supervisi Bank Dunia dari AS Pameran dan Peragaan: Unit KIE menyelenggarakan sejumlah kegiatan pameran selama 2007. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menunjukkan eksistensi program dan dan hasil kegiatan PNPM-PPK, baik yang diadakan oleh lembaga pemerintahan maupun pendukung acara khusus seperti kunjungan menteri atau pejabat tinggi lainnya. Pada 2007, Unit KIE bersama konsultan lapangan dan Pemerintah Daerah menggelar pameran di Palu, Sulawesi Tengah, yang merupakan bagian dari pelaksanaan acara peluncuran PNPM Mandiri, serta pameran-pameran dalam rangka acara kunjungan Menko Kesra di Lampung dan Nusa Tenggara Timur. Unit KIE juga turut memfasilitasi pameran kegiatan PNPM-PPK terkait dalam pameran teknologi komunikasi dan informasi (ICT) dan mengadakan pameran dalam Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) yang diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri di Manado, Nopember 2007. 41

2.7 KELOMPOK PEMINJAM Pada 2007, tercatat 12.104 kelompok masyarakat lagi yang mengakses pinjaman melalui kegiatan ekonomi dalam PNPM-PPK. Semua kelompok adalah kelompok perempuan, yang mendapat mengakses pinjaman melalui skema Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Angka tersebut diluar dari jumlah kelompok masyarakat yang mendapatkan pinjaman dari perguliran dana yang telah dimanfaatkan kelompok-kelompok sebelumnya (dana bergulir). Perlu diketahui, sejumlah Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di lokasi PPK I dan PPK II, telah melakukan perguliran hingga 12 kali, bahkan lebih. Dengan demikian, secara akumulatif, sejak 1998-2007, PPK/ PNPM-PPK telah memberikan pinjaman kepada 70.055 kelompok masyarakat, dimana sebanyak 42.425 kelompok telah mengakses pinjaman melalui SPP dan 27.630 kelompok lainnya memanfaatkan UEP (Lihat Tabel 2.7.A.). Secara keseluruhan, 70.055 kelompok tersebut beranggotakan 1.680.065 warga perdesaan. Tabel 2.7.C. Jumlah Kelompok Simpan Pinjam Fase PPK UEP SPP Sub Total PPK I 21.069 21.069 PPK II 6.561 17.291 23.852 PPK III 13.030 13.030 PNPM-PPK 12.104 12.104 Total 27.630 42.425 70.055 Persentase (%) 39,4 60,6 100 Salah satu anggota kelompok UEP di Desa Bona, Gianyar, Bali, membuat alas meja; Seorang ibu anggota kelompok SPP, juga di Desa Bona, Gianyar, Bali, memanfaatkan pinjaman untuk membuat tas Satu hal yang patut dicatat, tingkat pengembalian pinjaman kelompok sepanjang 2007, terlihat angka yang cukup menggembirakan. Rata-rata tingkat pengembalian kelompok SPP adalah 94 persen per tahun, sedangkan untuk kelompok UEP 86 persen per tahun. Dana program yang diakses masyarakat melalui kegiatan simpan pinjaman ini mencapai 17,37 persen BLM yang telah disalurkan ke seluruh lokasi program sejak 1998, seperti tertera dalam Tabel 2.7.B. 42

Tabel 2.7.B. Dana Kegiatan Pinjaman Kelompok PNPM-PPK per 2007 Fase PPK Jumlah Dana (Miliar Rp) Persen per Alokasi BLM UEP SPP Sub-Total BLM (%) PPK I 409,7 409,7 1.782,8 23,98 PPK II 207,6 149,5 357,1 2.219,9 16,09 PPK III 154,1 154,1 1.275,8 12,08 PNPM-PPK 241,6 241,6 1.413,9 17,09 Total 617,3 545,2 1.162,5 6.692,4 17,37 Persen per BLM (%) 9,22 8,15 17,37 Satu hal menarik, di sejumlah lokasi program terjadi peningkatan jumlah kelompok SPP secara signifikan. Hal itu diantaranya terlihat dari jumlah kelompok yang masih menjadi daftar tunggu untuk mendapatkan dana pinjaman (perguliran). Di Kecamatan Liang, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, misalnya, sampai akhir 2007, tak kurang dari 34 kelompok SPP yang menunggu pinjaman. Jumlah kelompok yang masuk dalam daftar tunggu (waiting list) ini ditetapkan oleh masyarakat dalam MAD Perguliran atau MAD Khusus. Fenomena ini didorong oleh keberhasilan sejumlah anggota kelompok setelah mendapatkan pinjaman dari PNPM-PPK, serta kemudahan dan ringannya persyaratan untuk mendapat pinjaman program (diantaranya, tanpa agunan). Warga umumnya sangat percaya pada penetapan tingkat suku bunga pinjaman yang dilakukan oleh masyarakat. Sejumlah penerima manfaat mengakui pinjaman (perguliran) dari PNPM-PPK membantu kondisi keuangan, bahkan perekonomian keluarga. Para penerima manfaat umumnya menggunakan pinjaman (Perguliran) tersebut sebagai tambahan modal usaha yang tengah dan akan dijalankan, serta untuk memenuhi berbagai keperluan rumahtangga. Tabel. 2.7.C. Perkembangan Pinjaman SPP per Desember 2007 (dalam ribuan rupiah) No Propinsi Alokasi Pinjaman Target Pengembalian Kumulatif per Desember 2007 Realisasi Pengembalian per Desember 2007 Pokok Bunga Pokok Bunga % 1 N.A.D 18.542.738 11.107.431 1.837.592 9.983.738 1.334.181 89,88 2 Sumatera Utara 13.660.488 6.887.821 813.126 6.224.085 761.377 90,36 3 Sumatera Barat 20.197.008 8.986.005 1.152.516 8.585.031 1.135.784 95,54 4 Riau 26.355.075 15.821.679 2.267.997 15.431.925 2.309.237 97,54 5 Kepulauan Riau 1.089.775 734.115 96.852 709.662 94.345 96,67 6 Jambi 24.305.290 16.420.398 2.216.568 16.228.700 2.199.357 98,83 7 Sumatera Selatan 47.769.183 29.214.342 5.050.438 27.557.548 4.888.373 94,33 8 Lampung 33.110.462 22.635.498 3.721.642 19.965.729 3.380.064 88,21 9 Banten 30.428.197 19.541.604 3.794.902 16.345.040 3.392.060 83,64 10 Jawa Barat 177.664.383 130.448.775 23.063.146 117.274.312 21.174.138 89,90 11 Jawa Tengah 284.430.143 172.713.725 28.642.057 167.462.495 28.109.939 96,96 12 D.I.Y 47.455.396 24.757.502 4.453.055 24.977.079 4.690.978 100,89 13 Jawa Timur 275.420.078 194.868.654 31.856.402 189.654.530 31.232.925 97,32 43

14 Bali 107.493.612 73.454.934 12.106.418 73.091.965 12.016.342 99,51 15 Nusa Tenggara Barat 42.118.213 26.289.293 4.103.243 23.257.328 3.654.615 88,47 16 Nusa Tenggara Timur 44.539.072 33.489.897 6.022.439 29.634.814 5.424.037 88,49 17 Kalimantan Barat 11.834.519 7.732.080 1.339.164 7.575.013 1.202.440 97,97 18 Kalimantan Tengah 4.901.570 3.127.302 643.201 2.920.365 604.384 93,38 19 Kalimantan Selatan 17.942.507 11.547.527 2.013.505 10.732.547 1.955.604 92,94 20 Kalimantan Timur 6.804.648 4.864.264 648.168 4.649.495 631.194 95,58 21 Sulawesi Utara 6.410.035 4.053.458 542.046 3.227.797 500.117 79,63 22 Gorontalo 15.066.664 10.986.242 2.091.829 9.238.595 1.768.686 84,09 23 Sulawesi Tengah 29.049.470 18.316.419 3.250.006 16.524.262 2.959.637 90,22 24 Sulawesi Selatan 33.147.941 20.053.631 2.684.491 19.190.144 2.607.767 95,69 25 Sulawesi Tenggara 33.105.695 21.380.580 3.206.005 18.714.900 2.868.132 87,53 26 Sulawesi Barat 13.339.852 7.299.161 947.150 6.697.183 875.596 91,75 27 Maluku 6.111.755 3.517.538 591.075 2.842.626 481.757 80,81 28 Maluku Utara 7.542.117 5.523.726 1.104.374 3.866.208 889.590 69,99 29 Papua 523.215 468.221 68.111 208.385 47.588 44,51 30 Papua Barat* 50.000 49.920 7.359 18.250 2.360 36,56 TOTAL 1.380.409.100 906.291.740 150.334.877 852.789.749 143.192.605 94,10 * Propinsi Papua Barat menggunakan Laporan Februari 2006 + Prosentase lebih dari 100% terjadi karena adanya pengembalian pinjaman pada target 3 bulan sebelumnya yang dilakukan pada bulan ini Tabel 2.7.D. Perkembangan Pinjaman UEP per Desember 2007 (dalam ribuan rupiah) No Propinsi Alokasi Pinjaman Target Pengembalian Kumulatif per Desember 2007 Realisasi Pengembalian per Desember 2007 Pokok Bunga Pokok Bunga % 1 N.A.D 1.375.253 1.069.195 110.561 499.538 82.853 46,72 2 Sumatera Utara 1.138.522 1.121.064 167.057 611.219 105.781 54,52 3 Sumatera Barat 9.998.819 9.268.819 1.029.581 1.444.376 174.908 15,58 4 Riau 20.227.279 18.053.843 2.632.296 13.198.876 2.269.809 73,11 5 Kepulauan Riau 18.000 18.000 1.760 18.000 1.760 100,00 6 Jambi 13.404.738 10.643.892 1.197.058 10.291.282 1.184.739 96,69 7 Sumatera Selatan 1.870.617 1.573.103 215.470 1.039.367 175.337 66,07 8 Lampung 34.539.876 31.477.439 5.866.288 17.903.491 4.006.248 56,88 9 Banten 23.975.011 22.221.210 3.938.154 13.564.706 2.970.958 61,04 10 Jawa Barat 359.713.781 325.016.439 52.539.018 273.234.564 45.866.976 84,07 11 Jawa Tengah 490.180.747 368.830.944 59.244.132 337.171.076 55.574.727 91,42 12 D.I.Y 67.742.090 51.224.094 10.401.443 47.778.063 9.629.188 93,27 13 Jawa Timur 293.913.192 254.269.508 41.259.515 241.121.869 40.050.263 94,83 14 Bali** 24.488.856 18.050.107 1.516.877 17.953.772 1.481.799 99,47 15 Nusa Tenggara Barat 319.419 236.699 50.980 197.453 47.380 83,42 16 Nusa Tenggara Timur 7.694.944 7.647.912 1.261.913 5.560.664 1.059.540 72,71 17 Kalimantan Barat 1.021.500 909.001 133.166 799.367 124.194 87,94 44

18 Kalimantan Tengah 24.419.349 22.298.362 3.462.187 18.253.408 3.183.735 81,86 19 Kalimantan Selatan 58.870.297 54.421.019 8.699.847 45.392.466 7.245.568 83,41 20 Kalimantan Timur 1.860.176 1.679.630 132.287 1.460.248 122.410 86,94 21 Sulawesi Utara 3.783.364 2.815.406 419.701 2.286.583 361.647 81,22 22 Gorontalo 14.971.021 15.468.967 2.048.573 7.701.614 1.158.828 49,79 23 Sulawesi Tengah 47.819.849 42.277.260 5.160.601 30.106.114 3.615.938 71,21 24 Sulawesi Selatan 84.280.598 68.441.201 9.204.533 61.759.970 8.550.101 90,24 25 Sulawesi Tenggara 51.184.006 46.005.439 6.515.849 35.585.005 5.693.671 77,35 26 Sulawesi Barat 10.285.233 8.572.799 1.027.338 7.170.027 857.354 83,64 27 Maluku 3.847.220 3.327.138 548.614 2.202.268 394.319 66,19 28 Maluku Utara 6.931.282 6.058.499 1.104.212 3.668.469 783.021 60,55 29 Papua 1.201.987 1.082.909 119.616 97.066 52.094 8,96 30 Papua Barat* 45.600 41.800 8.257 620 380 1,48 TOTAL 1.661.122.626 1.394.121.695 220.016.884 1.198.071.541 196.825.530 85,94 * Propinsi Papua Barat menggunakan Laporan Februari 2006 ** Bali = Dana UEP di kelola oleh LPD 45

3.1. PNPM-PPK DI LOKASI PASKA-BENCANA PPK/ PNPM-PPK memiliki pola khusus dalam membantu mengoptimalkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah yang terkena dampak bencana alam. Pola khusus tersebut dikenal dengan PPK/ PNPM-PPK Paska-Bencana atau PPK/ PNPM-PPK Rehabilitasi Paska Bencana. Kekhususan pola ini meliputi: 1) Penambahan lokasi kegiatan ke semua lokasi yang terkena dampak bencana; 2) Penambahan alokasi dana BLM untuk setiap kecamatan yang terkena dampak bencana; 3) Menambah/ memperluas jenis kegiatan yang dapat didanai; 4) Menyederhanakan tahapan kegiatan untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan; 5) Mempercepat dan mempermudah prosedur penyaluran dana BLM; 6) Menyediakan tambahan fasilitator; serta 7) Memodifikasi Petunjuk Teknis Operasional (PTO) untuk mengakomodasi kondisi yang ada di lokasi bencana. Sebelum tsunami, misalnya, PPK hanya dilaksanakan di 111 kecamatan di Provinsi NAD. Namun paska-tsunami Desember 2004, seluruh kecamatan (221 kecamatan) di NAD menjadi bagian dari program. Demikian pula untuk Kepulauan Nias, Sumatera Utara, D.I. Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Seluruh kecamatan di lokasi tersebut mendapatkan pendanaan dari program. Di Sumatera Barat, yang digoncang gempa pada Maret 2007, penambahan lokasi program ditetapkan pada kabupaten yang terkena dampak bencana saja. Demikian pula dengan di Bengkulu, yang dilanda gempa pada September 2007. Program paska-bencana di provinsi Sumatera Barat disebut Pola Khusus Rehabilitasi Paska- Bencana (RPB) Provinsi Sumatera Barat. Jumlah kecamatan lokasi bencana yang ditangani dengan pola khusus paska-bencana melalui PNPM-PPK di setiap wilayah, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1.A. Jumlah Lokasi dengan Pola Khusus Paska-Bencana Lokasi Bencana Jumlah Kecamatan Tahun Mulai Provinsi NAD 221 2004 Kepulauan Nias, Prov. Sumatera Utara* 22 2005 Provinsi DIY 51 2006 Klaten, Provinsi Jateng** 24 2006 Provinsi Sumatera Barat 56 2007 Provinsi Bengkulu 19 2008 Keterangan: * Kepulauan Nias terdiri dari Kabupaten Nias dan Nias Selatan ** Klaten adalah wilayah setingkat kabupaten 49

Di sejumlah lokasi bencana yang sangat parah, dengan jumlah desa dan korban yang banyak, program mengalokasikan dana BLM hingga empat kali lipat. Hal ini dimungkinkan setelah pemerintah mendapat tambahan dana berupa hibah dari negara multidonor atau Multidonor Trust for Aceh and North Sumatera (MDTFans). Bila sebelumnya alokasi BLM berkisar antara Rp 750 juta sampai Rp 1 miliar per kecamatan, maka pada pelaksanaan program dengan pola khusus paska-bencana nilanya menjadi antara Rp 2 miliar sampai Rp 4 miliar. Total BLM yang dialokasikan untuk pelaksanaan PPK Paska-Bencana di Provinsi NAD mencapai Rp 424,87 miliar. Sedangkan untuk di Kepulauan Nias sebesar Rp 79 miliar. Dana yang dialokasikan untuk mendukung upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di D.I. Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah, sebesar Rp 121 miliar. Tabel 3.1.B. BLM untuk Lokasi Bencana Hingga 2007 (Rp) Lokasi Bencana Provinsi NAD Kepulauan Nias, Prov. Sumatera Utara PNPM PPK-R2PN Provinsi D.I. Yogyakarta Klaten, Provinsi Jateng Provinsi Sumatera Barat Provinsi Bengkulu* Keterangan: * Alokasi hingga 2009 Alokasi Dana BLM Rp 424,87 miliar Rp 79 miliar Rp 410, 85 miliar* Rp 81,5 miliar Rp 39,5 miliar Rp 168 miliar Masih dalam proses penganggaran Penggunaan dana oleh masyarakat di setiap lokasi paska-bencana tetap dilakukan melalui jalur/ forum-forum musyawarah di masyarakat. Khusus untuk membantu memenuhi kebutuhan rumahtangga dan harian para korban bencana alam di Provinsi NAD, Kepulauan Nias, D.I. Yogyakarta dan Klaten, program menetapkan kebijakan pengalokasikan 25 persen dari sisa dana BLM tahun berjalan di kecamatan bersangkutan, sebagai Dana Sosial. Dana tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial (rumahtangga, kesehatan dan pendidikan) para korban bencana. 50

Sementara itu, seiring dengan perluasan wilayah kerja di lokasi paska-bencana, program juga menambah fasilitator dan konsultan lapangan. Khusus untuk Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, ditempatkan dua fasilitator bidang teknik untuk setiap kecamatan. Tambahan fasilitator bidang teknik ini dilakukan untuk membantu mempercepat proses pembuatan desain dan RAB pembangunan prasarana/ sarana yang diusulkan masyarakat dan sertifikasi kemajuan pembangunan fisik. Selain itu, diantara dua atau tiga kecamatan lokasi bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, ditempatkan seorang Fasilitator Informasi (FI). Fasilitator ini direkrut untuk memfasilitasi kebutuhan dan pertukaran informasi terkait upaya rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah bencana antara program, masyarakat, NGO dan instansi pemerintah yang terlibat. Perkembangan Lokasi Paska-Bencana Paska-Bencana di NAD & Kepulauan Nias Pada 2007, pelaksanaan pola khusus paskabencana di Provinsi NAD dinyatakan telah selesai. Seluruh dana yang dialokasikan untuk kegiatan ini telah disalurkan ke setiap Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di kecamatan dan telah terserap oleh desa-desa di lokasi program. Baik Dana Sosial maupun Dana Alokasi Umum untuk mendanai kegiatan prioritas yang diusulkan oleh masyarakat. Kegiatan di lapangan juga telah tuntas, dimana seluruh lokasi program telah melakukan Musyarawah Desa Serah Terima (MDST), lengkap dengan dokumen akhir. Sementara di Kepulauan Nias, hingga akhir 2007, seluruh dana yang dialokasikan untuk kegiatan PNPM-PPK pola khusus paska-bencana telah disalurkan ke semua lokasi (22 kecamatan). Dana tersebut sebesar Rp 78.998.216.600, yang terdiri atas Dana Sosial Rp 13.284.855.400 dan Dana Alokasi Umum Rp 65.713.361.200. Meski demikian, total dana yang telah terserap ke desa-desa baru mencapai 93,1 persen. Tabel 3.1.C. Penyerapan BLM Kepulauan Nias 2007 Jenis Alokasi Alokasi Penyerapan Persentase Dana Sosial 13.284.855.400 13.247.912.750 99,7 Dana Alokasi Umum 65.713.361.200 60.328.508.959 91,8 Rata-rata 93,1 51

Dapat dilaporkan, akibat terjadinya kekeliruan penyerapan dana di salah satu kecamatan di Nias Selatan (Tuhemberua), maka terdapat sisa Dana Alokasi Umum sebesar Rp 1.781.900. Sisa dana tersebut tidak akan terserap lagi. Pelaksanaan pola khusus paskabencana di Kepulauan Nias, ini menggunakan alur tahapan kegiatan seperti yang diberlakukan di Provinsi NAD. Gambar 3.1.A. Siklus Kegiatan di Lokasi Paska-Bencana Dalam pelaksanaannya, partisipasi masyarakat di lokasi paska-bencana juga tinggi. Meski konsentrasi masyarakat terbagi untuk program bantuan dari lembaga donor atau NGO lain, namun masyarakat tetap antusias mengikuti sejumlah tahapan kegiatan pola khusus paska-bencana PNPMPPK ini. Bahkan terlihat kecenderungan masyarakat lebih mengutakan untuk berpartisipasi dalam forum-forum musyawarah program paska-bencana PNPM-PPK. Masyarakat umumnya lebih percaya pada pola khusus paska-bencana yang dijalankan PNPM-PPK, karena mereka telah melihat hasilnya secara nyata. Keterlibatan masyarakat kurang mampu dalam pelaksanaan program pola khusus paska-bencana di Kepulauan Nias, misalnya, rata-rata mencapai 86 persen. Tingkat partisipasi kaum perempuan juga relatif tinggi, yakni rata-rata 24 persen. Kecenderungan tersebut telah dimanfaatkan oleh sejumlah NGO untuk turut menyosialisasikan programnya melalui forum-forum musyawarah pola khusus paskabencana PNPM-PPK. Hasil kegiatan paska-bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, yang mendapat dukungan dana hibah dari MDTFans, hingga akhir 2007, dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1.D. Kegiatan Paska-Bencana Provinsi NAD & Kepulauan Nias 2007 Jenis Kegiatan Jumlah Jenis Kegiatan Jumlah Prasarana/ Sarana Ekonomi Jalan (unit) 2.193 SPP (kelompok kegiatan) 349 Panjang Jalan (kilometer) 2.224 Pemanfaat (orang) 3.685 Jembatan (unit) 822 Sarana Air Bersih (unit) 774 Pendidikan MCK (unit) 684 Sekolah (unit) 244 Irigasi (meter) 1.205 Rehab Sekolah (unit) 2 Pasar (unit) 12 Penerima Beasiswa (orang) 6.022 52

Rehab Pasar (unit) 1 Listrik Desa (Jumlah Desa) 27 Kesehatan Lain-lain Prasarana/ Sarana (unit) 1.760 Posyandu (unit) 31 Tenaga Kerja (Orang) 424.770 Hari Orang Kerja (HOK) 4.576.611 Total Kegiatan 8.104 Dari hasil kegiatan paska-bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias hingga 2007, nampak bahwa pembuatan jalan desa menjadi kegiatan yang paling banyak diusulkan dan dianggap prioritas oleh masyarakat. Gempa yang disertai tsunami di NAD dan gempa di Kepulauan Nias memang menyebabkan sebagian besar jalan desa mengalami kerusakan. Di NAD saja, berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh konsultan Bank Dunia setelah gempa dan tsunami, sepanjang 61.196 meter jalan desa mengalami kerusakan. Sepanjang 6.589 meter diantaranya perlu dibuatkan yang baru. Dalam hal ini, pola paska-bencana PNPM-PPK di NAD dan Kepulauan Nias baru memenuhi 2.224 meter jalan desa yang dibutuhkan. Pembangunan irigasi juga menjadi kegiatan yang banyak diusulkan masyarakat korban bencana. Panjangnya mencapai 1.205 meter. Gempa yang melanda telah menyebabkan kerusakan parah pada saluran irigasi, sehingga para petani tidak dapat bercocok tanam dengan baik. Prasarana dan sarana lain seperti talud, gorong-gorong atau saluran pembuangan (drainase) dan dinding penahan longsor juga banyak diusulkan. Jenis-jenis prasarana/ sarana tersebut dimasukkan dalam kategori Lainlain prasarana/ sarana, dimana jumlahnya program mencapai 1.760 unit kegiatan. Pada 2007, pola khusus paska-bencana di Kepulauan Nias dilanjutkan dengan program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (R2PN). Program yang didukung oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) ini memfokuskan kegiatannya untuk membangun kembali rumah tinggal bagi masyarakat korban bencana, fasilitas sosial/ fasilitas umum desa, dan prasarana pendukungnya. Pelaksanaan kegiatan ini menggunaan Siklus Kegiatan PPK-R2PN. Gambar 3.1.B. Siklus Kegiatan PPK-R2PN Pelaksanaan PPK-R2PN ini mendapat alokasi dana sebesar Rp 410,85 miliar hingga untuk 2009. Pada 2007, PPK-R2PN mengalokasikan dana sebesar Rp 212,753 miliar untuk sembilan kecamatan. Jumlah tersebut akan digunakan untuk mendanai empat jenis kegiatan yang telah ditetapkan, dengan pagu yang berbeda. Keempat jenis kegiatan 53

tersebut adalah pembangunan kembali rumah korban gempa (R2PN Rumah) dengan pagu sebesar Rp 122,1 miliar; R2PN Sekolah sebesar Rp 54,6 miliar; R2PN Balai Desa Rp 18 miliar dan R2PN Prasarana Pendukung sebesar Rp 18 miliar. Hingga akhir 2007, kegiatan PPK-R2PN di sembilan kecamatan di Kepulauan Nias rata-rata telah mencapai Musyarawah Desa Sosialisasi dan Musyawarah Desa Khusus Perempuan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini, terutama golongan kurang mampu, juga cukup tinggi, yakni antara 82-85 persen. Paska-Bencana di D.I. Yogyakarta dan Klaten Pelaksanaan kegiatan PNPM-PPK pola khusus paska-bencana di D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menggunakan mekanisme dan alur tahapan yang sama dengan program paska-bencana di Provinsi NAD dan Kepuauan Nias. Pelaksanaan di D.I. Yogyakarta dapat dikatakan sesuai dengan rencana kegiatan yang ditetapkan. Seluruh dana yang dialokasikan untuk program ini telah terserap dan tersalurkan ke desa-desa sejak Nopember 2007. Meski demikian, posisi per akhir Desember 2007, masih terdapat 16 dari 292 desa yang terdanai di D.I. Yogyakarta, belum melakukan MDST. Hasil kegiatan paska-bencana di D.I. Yogyakarta dan Klaten hingga akhir 2007, dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1.E. Kegiatan Paska-Bencana D.I. Yogyakarta & Klaten per 2007 Jenis Kegiatan Jumlah Jenis Kegiatan Jumlah Prasarana/ Sarana Ekonomi Jalan (unit) 538 SPP (kelompok kegiatan) 306 Panjang Jalan (kilometer) 336 Pemanfaat (orang) 46.614 Jembatan (unit) 81 Sarana Air Bersih (unit) 39 Pendidikan MCK (unit) 33 Sekolah (unit) 101 Irigasi (meter) 91 Rehab Sekolah (unit) 332 Pasar (unit) 6 Penerima Beasiswa (orang) 962 Rehab Pasar (unit) 35 Lain-lain Pendidikan 49 Listrik Desa (Jumlah Desa) 1 Lain-lain Prasarana/ Sarana (unit) 957 Kesehatan Posyandu (unit) 142 Tenaga Kerja (Orang) 32.535 Rehab Posyandu (unit) 6 Hari Orang Kerja (HOK) 327.405 Lain-lain Kesehatan 66 Total Kegiatan 2.786 54

Paska Bencana di Sumatera Barat Gempa bumi yang terjadi di Sumatera Barat pada Maret 2007 mengantarkan 54 kecamatan di lima kabupaten ditetapkan sebagai lokasi bencana. Sebanyak 18 kecamatan diantaranya merupakan lokasi PNPM-PPK. Pelaksanaan program paskabencana di Sumatera Barat ini mengacu pada PTO khusus untuk Rehabilitasi Paska- Bencana (RPB) Sumatera Barat. Gambar 3.1.C. Siklus Kegiatan RPB di Sumatera Barat Meski begitu, ternyata sejumlah lokasi bencana di Sumatera Barat tetap berupaya menjalankan kegiatan secara normal dengan PTO reguler. Hal tersebut terjadi karena lokasi-lokasi tersebut berangsur pulih berkat upaya rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya. Lokasi-lokasi itu siap melaksanakan program dengan pola reguler. Hingga Desember 2007, pelaksanaan program RPB di 56 kecamatan di Sumatera Utara umumnya telah mencapai penggalian gagasan di jorong-jorong bagi lokasi baru dan Musyawarah Desa untuk mengkaji ulang usulan kegiatan bagi lokasi yang sebelumnya tengah menjalankan program PNPM-PPK. Paska-Bencana di Bengkulu Gempa berkekuatan 7,9 SR di Provinsi Bengkulu pada September 2007 membuat sejumlah rumah, sarana/ prasarana fasilitas sosial dan umum rusak parah. Kondisi terparah terjadi di tiga kabupaten, yakni Muko-Muko, Bengkulu Utara dan Seluma. Segera setelah gempa mereda, konsultan program yang bertugas di Bengkulu melakukan survei kondisi dan identifikasi awal kerusakan di ketiga kabupaten tersebut. Hasil survei dan identifikasi ini menjadi acuan Pemerintah Daerah setempat untuk mengusulkan penetapan lokasi paska-bencana yang dapat ditangani PNPM- PPK kepada Dirjen PMD, Depdagri, per akhir Oktober 2007. Jumlah yang diusulkan untuk mendapatkan penanganan dengan pola khusus paskabencana dari PNPM-PPK adalah 25 kecamatan. Sebanyak sembilan dari lokasi tersebut merupakan lokasi Siklus V PNPM-PPK. Lokasi-lokasi itu memang sangat parah. Tidak kurang dari 52.522 bangunan mengalami rusak berat. Hampir semua rumah di lokasi-lokasi tersebut mengalami kerusakan, bahkan antara 20-60 persen diantaranya rusak berat. 55

Hingga akhir 2007, belum ada penetapan resmi lokasi paska-bencana untuk Provinsi Bengkulu. Kegiatan yang dilakukan terkait upaya penanganan paska-bencana di wilayah ini adalah pelaksanaan crash program secara swadaya oleh masyarakat dan konsultan, penyusunan PTO Paska-Bencana, pembahasan mengenai pendanaan, alur kegiatan, kode etik dan rencana kerja tindak lanjut (RKTL), serta lobbying untuk penetapan lokasi bencana. Berbeda dengan pola khusus paska-bencana di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, PTO pelaksanaan rehabilitasi di Bengkulu, tidak mengatur pengalokasian sisa BLM untuk Dana Sosial. Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah paska-bencana di Bengkulu akan menggunakan PTO dengan tahapan kegiatan seperti RPB Sumatera Barat. Tabel 3.1.F. RKTL PNPM-PPK Paska-Bencana Bengkulu 2008 No. Kegiatan Tingkat Pelaksanaan 1. Musyawarah Antar-Desa I (Review) Kecamatan 2. Pembentukan Tim Kaji Data Kerusakan Desa 3. Pelatihan Tim Kaji Data Kerusakan Kecamatan 4. Verifikasi Lapangan Data Kerusakan Desa 5. Pertemuan Dusun/ Kelompok Desa 6. Musyawarah Desa Khusus Perempuan Desa 7. Musyawarah Desa I Review Desa 8. Papan Informasi Desa 9. Palatihan KPMD dan Kader Teknis Kecamatan 10. Penulisan Usulan Kegiatan Desa 11. Verifikaksi Usulan Lapangan Kecamatan 12. MAD Prioritas Usulan (MAD II) Kecamatan 13. Desain dan RAB Desa 14. Sertifikasi Desa 15. Pembukaan Rekening Kolektif Kecamatan 16. Musyawarah Desa II Desa 17. Pelatihan Tim Pelaksana Kegiatan Kecamatan 18. Pengesahan SPPB Desa 19. Pencairan Dana APBN dari KPPN Kecamatan 20. Penyaluran Dana Tahap Pertama Desa 21. Trial Pelaksanaan Kegiatan (Prasarana) Desa 22. Musyawarah Pertanggungjawaban I Desa 23. Musyawarah Pertanggungjawaban II Desa 24. Penyaluran Dana Tahap Terakhir Desa 25. Musyawarah Desa Serah Terima Desa 26. MAD Pertanggungjawaban Kecamatan 56

3.2. PAPUA & PAPUA BARAT PROGRAM RESPEK Melihat keberhasilan pelaksanaan program pembangunan berbasis masyarakat PPK di Papua dan Papua Barat, pada 2007 pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat mengambil keputusan untuk melaksanakan kegiatan serupa dengan nama Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK). Tujuan program ini untuk menanggulangi kemiskinan perdesaan di Papua dan Papua Barat. Sebagai bagian dari PNPM Mandiri, RESPEK kemudian disebut PNPM Mandiri RESPEK. Prinsip dan prosedur program ini mengadopsi model PNPM-PPK dengan penyesuaian teknis sesuai kondisi lokal. Pemeriksaan Jembatan di Kab. Waropen, Papua PNPM Mandiri RESPEK merupakan program yang cukup ambisius dengan menyediakan dana BLM yang bersumber dari dana Otonomi Khusus sebesar Rp 100 juta per kampung. Sedangkan biaya dukungan teknis (tenaga pendamping) masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. PNPM- RESPEK kemudian resmi menggantikan PNPM-PPK atau PNPM- PPD (Program Pengembangan Distrik) di Papua dan Papua Barat dan akan diluncurkan pada 2008. Pada 2007, terdapat 83 distrik di Papua yang berpartisipasi dalam program ini sementara di Papua Barat hanya 35 distrik yang berpartisipasi dalam PNPM-PPD. Pelaksanaan PNPM-PPD mengalami keterlambatan. Sampai laporan ini diturunkan, hanya lima distrik di Papua yang telah menuntaskan seluruh tahapan kegiatan PNPM-PPD, meski ada 32 distrik yang telah menyalurkan seluruh dana yang dialokasikan. Sedangkan untuk provinsi Papua Barat hanya satu distrik yang telah menuntaskan seluruh tahapan kegiatan, meski 26 distrik telah menyalurkan seluruh dana yang dialokasikan untuk 2007. Selain keterlambatan pelaksanaan, masalah lain yang terjadi dalam pelaksanaan PNPM-PPD di Papua dan Papua Barat pada 2007 adalah keterlambatan pelaporan data. Hal ini terjadi karena sulitnya merekrut staf Managemen Information System (MIS) yang cocok dan memenuhi syarat. Pada 2007, tidak ada Spesialis MIS yang bertugas di Papua. Posyandu di distrik. Ransiki, Manokwari- Papua Barat Titian kayu di perkampungan nelayan kab. Waropen, Papua 57

4.1 PENANGANAN PENGADUAN Pada 2007, terdapat sejumlah kasus baru penyalahgunaan dana yang ditemukan. Adanya penempatan Spesialis Pengaduan dan Penanganan Masalah (SP2M) di provinsi pada 2007, memberikan dampak signifikan terhadap jumlah kasus yang ditemukan dan ditangani sepanjang tahun tersebut. Jumlah Masalah Lama dan Baru 2007 Sepanjang 2007, tercatat 457 masalah baru untuk semua kategori yang ditemukan. Masalah baru ini menambah jumlah masalah yang masih dalam penanganan dari tahuntahun sebelumnya. Dapat diinformasikan, masih tercatat sebanyak 807 masalah yang diproses pada 2006 dilimpahkan ke 2007. Masalah tersebut adalah masalah yang terjadi sejak PPK pertama kali berjalan, pada 1998. Dengan demikian, jumlah masalah (dari seluruh kategori) yang ditangani selama tahun 2007, baik yang lama maupun baru, sebanyak 1.264 kasus. Sebagian besar (58 persen) diantara masalah baru yang ditemukan pada 2007 adalah kasus penyalahgunaan dana. Meski demikian, sebanyak 55 persen masalah baru tersebut berhasil diselesaikan, sedangkan sisanya masih dalam proses penyelesaian (Lihat Tabel 4.1.A.). Pada 2007 juga, sebanyak 186 kasus (23 persen) yang telah diproses dari tahun sebelumnya dapat diselesaikan, sedangkan sisanya masih dalam proses penyelesaian (Tabel 4.1.B.). Tabel 4.1.A. Masalah Baru pada 2007 No Kategori Pengaduan Proses Selesai Jumlah 1 Pelanggaran Prinsip & Prosedur 14 37 51 2 Penyalahgunaan Dana 154 112 266 3 Intervensi 2 5 7 4 Force Majure 10 14 24 5 Lain-lain 25 84 109 Total 205 252 457 Persentase (%) 45 55 100 Tabel 4.1.B. Masalah Lama Hingga 2006 No Kategori Pengaduan Proses Selesai Jumlah 1 Pelanggaran Prinsip & Prosedur 72 37 109 2 Penyalahgunaan Dana 533 133 666 3 Intervensi 2 2 4 Force Majure 3 1 4 5 Lain-lain 11 15 26 Total 621 186 807 Persentase (%) 77 23 100 Secara akumulatif dari kasus baru dan lama yang ditangani pada 2007, sekitar 35 persen (438 kasus) berhasil diselesaikan, sedangkan sisanya sebanyak 826 kasus masih dalam proses penyelesaian. (Tabel 4.1.C). 61

Tabel 4.1.C. Total Kasus ( Lama dan Baru ) No Kategori Pengaduan Proses Selesai Jumlah 1 Pelanggaran Prinsip & Prosedur 86 74 160 2 Penyalahgunaan Dana 687 245 932 3 Intervensi 4 5 9 4 Force Majure 13 15 28 5 Lain-lain 36 99 135 Total 826 438 1.264 Persentase (%) 65 35 100 Masalah Penyalahgunaan Dana Mayoritas masalah yang belum selesai dan baru ditemukan pada 2007 adalah kasus penyalahgunaan dana (Kategori 2), yakni sebanyak 932 masalah. Meski demikian, sekitar 34 persen (245 kasus) penyalahgunaan dana telah diselesaikan pada 2007. Penyelesaian masalah penyalahgunaan umumnya membutuhkan waktu relatif panjang. Modus terbanyak dalam kategori ini adalah penyelewengan dana (korupsi) dan pencurian terhadap dana program. Hingga 2007, akumulasi nilai dana yang diselewengkan oleh sejumlah oknum mencapai Rp25,6 miliar, dimana masih terdapat sekitar Rp 17,9 miliar yang harus ditangani. Meski nampak besar, namun jika dilakukan perbandingan dengan seluruh dana BLM yang telah disalurkan sejak 1998, maka angka penyalahgunaan dana sebesar 1.987.891 dolar AS tersebut hanya 0,16 persen dari total dana program yang besarnya 1.208,7 miliar dolar AS. Demikian pula dengan jumlah penyelewengan dana dari kasus baru yang ditemukan pada 2007, sebesar Rp 5,6 miliar atau setara 592.737 dolar AS, ternyata besarnya 0,38 persen dari total BLM yang disalurkan pada 2007 (Rp 1.735.018.737.573) atau 192.7 juta dolar AS. Hal ini menunjukkan hasil yang impresif dalam hal rekor pengendalian korupsi di suatu negara dimana, proyek pembangunannya harus berjuang untuk tidak dicemari korupsi. Tabel 4.1.D. menunjukkan nilai dana yang diselewengkan dari 932 kasus baru dan lama yang ditangani pada 2007, serta nilai dana yang sudah kembali berkat upaya penanganan selama tahun tersebut. Tabel 4.1.D. Akumulasi Penyalahgunaan Dana 1998-2007 Tahun Pelaporan Klasifikasi > Rp. 40 Kasus Lama Juta (sisa 2006) < Rp. 40 Juta > Rp. 40 Kasus Baru Juta (2007) < Rp. 40 Juta Jumlah Kasus Penyelewengan Dana (Rp.) Dana Kembali (Rp.) Sisa Belum Kembali (Rp.) 114 12.144.310.041 3.477.978.681 8.666.331.360 552 5.919.923.380 2.029.869.239 3.890.054.141 47 5.633.123.638 1.310.175.758 4.322.947.880 219 1.869.081.157 857.387.163 1.011.693.994 Total 932 25.566.438.216 7.675.410.841 17.891.027.375 62

Sumber Informasi Hingga 2007, informasi adanya pengaduan dan masalah paling banyak berasal dari konsultan, yakni mencapai 1.035 pengaduan (dari seluruh kategori) yang ditangani (lihat Tabel 4.1.E.). Setelah ditindaklanjuti dan ditelusuri, ternyata tidak semua pengaduan merupakan masalah. Adapula dua atau lebih pengaduan untuk satu masalah yang sama. Jadi, jumlah pengaduan tidak sama dengan jumlah masalah yang ditangani. Tabel 4.1.E Sumber Informasi Temuan Masalah 2007 No Sumber Informasi Media Pelaporan Jumlah % 1 Konsultan PPK Konsultan Lapangan Laporan Rutin Provinsi Kunjungan Lapangan 1.035 60 NMC Surat 2 Masyarakat Surat ke PO BOX 617 JKP 154 9 SMS Pengaduan 241 14 Website/ email 219 13 3 LSM PBM Laporan Rutin Surat 4 0,2 4 Media Massa Pemberitaan Media Massa 3 0,2 5 Misi Bank Dunia Audit Reguler 19 1,1 6 Aparat Pemerintah/ BPKP Audit Reguler 40 2,3 7 Lain-lain 9 0,5 Total 1.724 100 Terdapat hal yang menarik pada tahun 2007 dimana jumlah pengaduan yang diterima dari masyarakat meningkat dari 82 pengaduan pada tahun 2006 menjadi 154 pada tahun 2007. Ini merupakan hasil dari sosialisasi secara proaktif oleh konsultan kepada masyarakat tentang saluran pengaduan dan meneruskan surat tambahan yang diterima kantor provinsi ke KM-Nasional di Jakarta. Jumlah pengaduan yang yang diterima dari seluruh sumber dari 1998 hingga 2007 adalah 1.724 masalah. Sebagai perbandingan, sampai 2006, terdapat 1.425 pengaduan yang masuk. Perlu diperhatikan pula bahwa jumlah pengaduan atau masalah yang terdata merupakan masalah implementasi program. Walaupun pengaduan yang masuk cukup banyak, namun pengaduan yang diadukan merupakan masalah personal. Pada 2007, terdapat tambahan saluran pengaduan yaitu melalui situs internet PPK. Situs ini menyediakan layanan pengaduan yang langsung dikirimkan ke KM-Nasional melalui email. Fasilitas ini menerima 219 pertanyaan dan keluhan sepanjang tahun 2007 dari pelaku PNPM-PPK dan masyarakat luas. Hal ini juga menunjukkan bahwa metode komunikasi program melalui internet semakin populer. Sampai dengan Juni 2008, KM-Nasional telah menerima lebih dari 240 engaduan dan pertanyaan melalui situs internet PPK. Pelaku Masalah yang Teridentifikasi Sepanjang tahun 2007, pelaku program yang paling sering dilaporkan sebagai pelaku semua kategori masalah adalah anggota masyarakat (392 masalah) dimana hampir semuanya berkaitan dengan masalah pinjaman; pengurus UPK (339 masalah); dan pengurus TPK (239 masalah). Berikutnya disusul oleh konsultan (184 masalah dan kepala desa (131 masalah). (lihat tabel 4.1.F) 63

Tabel 4.1.F Pihak yang Terlibat Masalah Hingga 2007 No Pelaku Frekuensi Keterlibatan % 1 Camat 39 2,45 2 PJOK/ PJAK 75 4,71 3 Konsultan 184 11,54 4 Staf UPK 339 21,27 5 Kepala Desa 131 8,22 6 Staf LKMD 52 3,26 7 Anggota TPK 239 14,99 8 Kelompok/ Masyarakat 392 24,59 9 Supplier 22 1,38 10 Tak Teridentifikasi 121 7,59 Total 1.594 100 Khusus untuk masalah penyalahgunaan dana, pelaku yang teridentifikasi memiliki pola yang sama untuk pelaku semua kategori yang ada di tabel 4.1.F. Pengurus UPK merupakan pelaku yang paling sering terlibat dalam masalah (296 masalah) yang disusul oleh anggota masyarakat yang menggelapkan dana pinjaman (296 masalah) dan pengurus TPK yang menyalahgunakan dana kegiatan (166 masalah). Pelaku berikutnya adalah konsultan (132 masalah), kepala desa (107 masalah), dan PjOK (59 masalah). Seperti biasanya, terdapat korelasi yang dekat antara pelaku penyalahgunaan dana dengan kewenangan pelaku atas akses dan pengendalian dana program. (lihat Tabel 4.1.G) Tabel 4.1.G. Pelaku Penyalahgunaan Dana Hingga 2007 No Pelaku Frekuensi Keterlibatan % 1 Camat 29 2,42 2 PJOK/ PJAK 59 4,93 3 Konsultan 132 11,04 4 Staf UPK 296 24,75 5 Kepala Desa 107 8,95 6 Staf LKMD 41 3,43 7 Anggota TPK 166 13,88 8 Kelompok/ Masyarakat 296 24,75 9 Supplier 11 0,92 10 Tak Teridentifikasi 59 4,93 Total 1.196 100 Masalah yang Ditangani Secara Hukum Pada 2007, terdapat 176 masalah kategori 2 (penyalahgunaan dana) yang penanganannya melalui jalur hukum. Sebanyak 109 masalah ditangani oleh pihak kepolisian, sementara 62 masalah berada di bawah penanganan pihak kejaksaan dan lima masalah telah diproses di pengadilan. Dari lima masalah yang diproses di pengadilan, satu diantaranya telah mendapat keputusan pengadilan. (lihat Tabel 4.1.H) 64

Tabel 4.1.H Jumlah Masalah yang Ditangani Secara Hukum 2007 No Provinsi Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Putusan Tetap Jumlah 1 Bali 1 1 2 Banten 1 3 4 3 D.I Yogyakarta 0 4 Gorontalo 6 1 7 5 Jambi 0 6 Jawa Barat 9 4 1 14 7 Jawa Tengah 5 5 8 Jawa Timur 11 1 12 9 Kalimantan Barat 0 10 Kalimantan Selatan 4 4 11 Kalimantan Tengah 4 4 12 Kalimantan Timur 1 1 13 Kepulauan Riau 1 1 14 Lampung 2 4 6 15 Maluku 2 2 16 Maluku Utara 5 5 17 N. Aceh Darussalam 7 1 8 18 Nusa Tenggara Barat 1 1 19 Nusa Tenggara Timur 10 16 26 20 Papua 6 3 9 21 Papua Barat 1 1 22 Riau 2 1 3 23 Sulawesi Barat 3 3 24 Sulawesi Selatan 10 1 11 25 Sulawesi Tengah 6 15 21 26 Sulawesi Tenggara 1 1 1 3 27 Sulawesi Utara 4 4 28 Sumatra Barat 1 1 2 29 Sumatra Selatan 1 1 30 Sumatra Utara 6 11 17 Jumlah 109 62 4 1 176 Masalah Besar yang Diproses Hukum Pada 2007, SP2M tingkat provinsi memproses tiga masalah besar melalui jalur kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Masalah yang terjadi di Pusakanagara, Subang, Jawa Barat, memerlukan tambahan dukungan penanganan dari SP2M KM-Nasional dan Unit Pemeriksa Keuangan Internal. 1. Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Manggarai Barat, Kecamatan Sano Nggoang: Penyimpangan dana SPP, DOK dan Operasional UPK oleh pengurus UPK sebesar Rp 437.322.759. Kasus ini terjadi pada tanggal 30 Mei 2007 dan diketahui pada tanggal 14 November 2007. Dalam proses penanganannya, pada tanggal 5 Desember 2007 65

telah dilakukan MAD khusus untuk membahas penyimpangan dana dan pelaku telah membuat surat pernyataan pengakuan. Tanggal 14 Desember 2007 masyarakat melalui Tim Penanganan Masalah telah melapor kasus ke Pihak Kepolisian dan kemudian telah ada pemeriksaan saksi-saksi oleh kepolisian, diantaranya: FK, PJOK dan PJAK. Hingga akhir Desember 2007 masih dalam penanganan kepolisian 2. Jawa Barat, Kabupaten Subang, Kecamatan Pusakanagara: Terjadi penyalahgunaan dana oleh Ketua UPK Sdr. Maksum sebesar Rp 442.691.554 dengan cara memalsukan dokumen UPK dan melakukan penyetoran serta penarikan dana PPK dari rekening Bank tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Kasus ini terjadi sejak tanggal 11 November 2002 dan diketahui pada tanggal 7 Januari 2007. Pelaku kemudian diajukan ke proses hukum dan telah digelar sidang pertama pengadilan pada tanggal 14 November 2007. Hingga akhir Desember 2007 belum ada vonis dari pengadilan. Maksum, Kepala UPK Pusakanagara, Subang (kiri). Rumah Maksum dibangun dari dana PPK (kanan) 3. Sumatera Selatan, Kabupaten OKI, Kecamatan Pedamaran: Terjadi pungutan kepada TPK oleh PjOK dan PjAK pada PPK Siklus IV dan Siklus V sebesar Rp 94.000.000- (20% dari RAB prasarana). Kasus ini terjadi pada tanggal 1 Juni 2004 dan diketahui pada tanggal 1 Desember 2004. Pada awal tahun 2005, kasus sudah dilaporkan ke proses hukum. Pada pertengahan tahun 2006, pelaku (PjOK dan PjAK) telah mengembalikan seluruh dana yang diselewengkan sebesar Rp 94.000.000. Walaupun dana yang diselewengkan pelaku sudah dilunasi, namun proses hukum terus berjalan dan uang pengembalian sebesar Rp 94.000.000 telah diminta kejaksaan untuk dijadikan barang bukti. Pada tanggal 20 Juli 2007 telah keluar putusan pengadilan dimana kedua orang pelaku dijatuhi pidana masingmasing satu tahun penjara dan barang bukti sebesar Rp 94.000.000 yang merupakan pengembalian dari pelaku dikembalikan ke kas negara. 66

4.2. SUPERVISI KEUANGAN Penilaian Kinerja UPK Pada 2007, dua kebijakan terkait pengelolaan pinjaman bergulir dan kinerja UPK, yang telah diberlakukan pada 2006, terus dilanjutkan. Hal itu dilakukan karena kebijakan tersebut dapat mempermudah desentralisasi pelaksanaan kebijakan mikro kredit kepada pelaku di tingkat provinsi. Desainer Oscar Lawalata membeli tenun dari kelompok SPP di kec. Niki-Niki, Timor, NTT Kedua kebijakan tersebut adalah 1) dibentuknya tim internal audit bersama oleh Tim Financial Management Support (FMS); dan 2) melanjutkan kegiatan evaluasi terhadap Unit Pengelola Kegiatan (UPK) secara nasional sebagai lembaga pengelola dana program. Tujuan utama dari pelaksanaan evaluasi terhadap UPK adalah untuk mengukur tingkat kesehatan pinjaman di masing-masing UPK, sekaligus untuk mengetahui kualitas pengelolaan keuangan oleh UPK. Evaluasi tersebut menghasilkan empat kategorisasi UPK, yaitu A, B, C dan D. UPK A dan B adalah UPK yang memiliki dana dan potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, sedangkan UPK C dan D adalah UPK yang dinilai kurang berpotensi untuk dikembangkan. Evaluasi dan pengkategorian UPK ini didasarkan pada tiga kriteria, yakni: 1. Tingkat kualitas pinjaman terhadap total tunggakan yang lebih dari enam bulan. Untuk itu, dilakukan analisa terhadap risiko pinjaman dan faktor-faktor terkait lainnya 2. Produktivitas UPK atau potensi pendapatan dari jasa yang diterima dari pengembalian pinjaman, yang dibandingkan dengan jumlah total pinjaman yang lancar di masyarakat. 3. Kualitas pengelolaan pinjaman dan administrasi umum. Kriteria ini dievaluasi dengan menggunakan enam variabel, yaitu kemampuan penanganan pinjaman bermasalah, tertib administrasi, keaktifan pengurus UPK, tingkat pengembalian pinjaman kelompok, penerapan prinsip dana perguliran PPK, dan dukungan dari aparat kecamatan. Kegiatan evaluasi dilaksanakan pada periode Januari-Maret 2007 terhadap 1.623 UPK dan periode Oktober-Desember 2007 terhadap 1.726 UPK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 56% UPK masuk kategori A, 23% kategori B, 12% kategori UPK C, dan 9% kategori D. Sebanyak 599 UPK kategori A menerima dukungan khusus dari program, salah satunya berupa pendampingan dari Konsultan Khusus Pendamping UPK dan pemberian pelatihan/ peningkatan kapasitas tambahan bagi para pengurusnya. UPK tersebut terdiri dari UPK-UPK yang telah eksis sejak PPK I, serta UPK-UPK yang relatif baru atau UPK-UPK yang baru mendapatkan alokasi dana pada PPK III dan PNPM-PPK. 67

Audit Bersama Upaya untuk meningkatkan kemampuan konsultan di lapangan dalam melakukan supervisi dan audit internal terus dilakukan, baik dengan melakukan sejumlah pelatihan maupun dengan memantapkan kebijakan terkait pengelolaan pinjaman (perguliran) dalam program, pembukuan/ administrasi UPK, dan lain-lain. Pada 2007, kembali dilakukan Audit Bersama dalam bentuk on-the-job training (OJT) di 30 provinsi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kapasitas konsultan dalam melakukan supervisi keuangan, dan kemudian mengajarkan kemampuan tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan audit sendiri, secara independen, terhadap program-program pembangunan di wilayahnya. Audit internal di TPK desa Tirta Mulya, Kab. Bungo, Jambi Kegiatan tersebut juga diharapkan dapat menciptakan sebuah sistem audit internal dengan mekanisme supervisi dan kontrol, yang dapat diterapkan secara terintegrasi sampai ke tingkat kecamatan. Dari sistem ini diharapkan terjadi penguatan persepsi di masyarakat akan perlunya pertanggungjawaban dan upaya pencegahan penyalahgunaan dana. Aspek dan prosedural keuangan yang diterapkan tidak berbeda dengan Audit Bersama yang dilaksanakan pada 2006. Hasil data audit ini diharapkan dapat selesai pada pertengahan 2008, dan hasil Audit Bersama ini akan dipublikasikan. 68

4.3. INDIKATOR KINERJA PNPM-PPK 2007 INDIKATOR Target Program Realisasi Tahun 2006 Jan-Des Realisasi Tahun 2007 Jan-Des MASUKAN Jumlah Kecamatan yang menjadi lokasi 750 1.144 1.842 program Jumlah desa dengan kegiatan 12.000 18.007 14.688 % perempuan dalam musyawarah desa 40% 43% Av. 44%Av 4. % BLM yang disalurkan 80% 100% 1 86% % desa yang memiliki Tim Pemelihara 85% 100% 100% % desa yang memiliki 3 peraturan desa 85% 2 NA 2 NA (Perdes) % UPK yang mendapatkan pelatihan 75% 100% 100% KELUARAN IRR atas investasi pembangunan > 30% 3 53% 3 53% % kegiatan selesai dan diserahterimakan (berdasarkan tipe, nilai, dsb) 85% 99% Kegiatan masih berlangsung % kecamatan yang dikunjungi oleh konsultan 50% 100% 100% % angka masalah secara nasional 50% 57% 55% % desa yang membentuk Perdes 65% NA NA % Musyawarah Antar Desa yang diatur Perda 65% NA NA DAMPAK 1. Kemiskinan Jumlah pemanfaat 12.000.000 18.122.779 14.951.052 % perempuan sebagai pemanfaat 40% 50% 50% % orang miskin sebagai pemanfaat 65% 61% 63% Jumlah sekolah dasar yang direhabilitasi 700 1.247 1.560 2. Ketatapemerintahan Jumlah masalah secara provinsi dan nasional yang dipublikasikan 50 0 0 3. Keberlanjutan % sarana prasarana yang dinilai baik dan sangat baik 70% 65% 65% Jumlah UPK yang mengelola dana perguliran 200 1.189 2.788 > Rp 100 juta Kajian terhadap pemeliharaan jangka 1 1 0 panjang Kajian terhadap pilihan-pilihan untuk pembiayaan yang berkelanjutan 1 0 0 1 Progres penyalura dana pada tahun per 23 Juni, 2008 penyaluran dana masih berlangsung 2 NA (Not Available/Tidak tersedia) Review terhadap Perda (Peraturan Daerah) masih berlangsung. 3 Angka berdasarkan Analisis Dampak Ekonomi yang dilakukan di 113 desa pada tahun 2004/2005. 4 Av = Average atau rata-rata 69