Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING

Rekayasa Desain Fasad Untuk Penurunan Suhu Ruang pada Bangunan Rumah Susun Bambe Kabupaten Gresik

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION. Canisius College Sport Hall Jakarta

PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI LEBAK BULUS JAKARTA DENGAN PENERAPAN PENCAHAYAAN ALAMI

DAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran...

DESAIN PENCAHAYAAN LAPANGAN BULU TANGKIS INDOOR ITS

Analisis standar dan prosedur pengukuran intensitas cahaya pada gedung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI DAN ALAT PENGUKURAN

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas

Evaluasi Kualitas Pencahayan Alami Pada Rumah Susun Sebelum dan Setelah Mengalami Perubahan Denah Ruang Dalam

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

BAB V KONSEP PERENCANAAN

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa. Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T Pergerakan Matahari

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

EVALUASI BENTUK LAY OUT UNIT HUNIAN PADA RUSUN HARUM TEBET JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK

Efektivitas Pencahayaan Alami pada Bangunan 2 Tingkat dan Kaitannya dengan Kebutuhan Penghuni

Pengoptimalan Pencahayaan Alami pada Pondok Pesantren Putri Darul Huda, Mayak, Ponorogo

PERFORMA TERMAL PADA DESAIN RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT STIKES AISYAH KLATEN

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

BAB VI HASIL PERANCANGAN

Sri Kurniasih Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Depok Abstrak

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

MACAM-MACAM APARTEMEN BERDASARKAN SISTEM SIRKULASI CORE TYPE WALK UP APARTMENT CORRIDOR TYPE WALK UP APARTMENT

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

PENGARUH BUKAAN TERHADAP PENCAHAYAAN ALAMI BANGUNAN TROPIS INDONESIA

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Oleh : Heri Justiono

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

PENGARUH ELEMEN PENEDUH TERHADAP PENERIMAAN KALOR PADA RUMAH SUSUN DI KOTA MALANG

ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

Jendela sebagai Pendingin Alami pada Rusunawa Grudo Surabaya

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berikut ini adalah diagram konsep adaptif yang akan diterapkan pada SOHO :

EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengembangan perkotaan dalam sektor pusat bisnis dan hunian makin pesat,

1 KONDISI IKLIM RATA-RATA DAN ANALISA IKLIM

Daylighting Ilumination. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM

TINJAUAN UMUM. - Merupakan kamar atau beberapa kamar / ruang yang diperuntukan sebagai. tempat tinggal dan terdapat di dalam suatu bangunan.

BAB IV ANALISA. ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan

1. Kesan ketika menggunakan / berjalan menuju koridor dan ruangan-ruangan yang berada di FPTK.

Perancangan Sistem Pencahayaan Untuk Penghematan Energi Listrik Di Ruang Kelas P- 105 Teknik Fisika-ITS Surabaya

Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Tata Cahaya pada Ruang Baca Balai Perpustakaan Grhatama Pustaka Yogyakarta

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Strategi Desain Bukaan terhadap Pencahayaan Alami untuk Menunjang Konsep Bangunan Hemat Energi pada Rusunawa Jatinegara Barat

Analisa Sistem Pencahayaan Buatan Ruang Intensive Care Unit. Hanang Rizki Ersa Fardana, Pembimbing : Ir. Heri Joestiono, MT

REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya)

BAB 3 METODE PENELITIAN. menyelesaikan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini jenis data yang. penyinaran cahaya matahari yang didapatkan.

PENELITIAN MORFOLOGI TERITISAN DENGAN SISTEM KINETIK DAN EFEKTIFITASNYA PADA BANGUNAN KANTOR

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA LUASAN LUBANG VENTILASI FACADE TERHADAP LUASAN LANTAI (Studi Kasus Rumah Susun Sier Dan Rumah Susun Grudo Surabaya)

Kata!kunci:!pendidikan!pariwisata,!cahaya!alami,!penghawaan!alami,!panel!surya!

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

MODUL TATA CAHAYA. Desain Interior Universitas Esa Unggul. Oleh: Muhammad Fauzi. S.Des., M.Ds

TATA RUANG DALAM RUMAH SEDERHANA T-54 PERUMAHAN KEDUNG BADAK BARU BOGOR DITINJAU DARI PENCAHAYAAN

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha.

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Evaluasi atap bangunan studi kasus terhadap nilai RTTV

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PERALATAN DALAM PENCAHAYAAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

KAJIAN KOORDINASI SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN PADA RUANG BACA PERPUSTAKAAN (STUDI KASUS: PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS HALUOLEO)

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan penghuni rumah susun mewah atau apartemen. Bagi penghuni apartemen, ruang bersama tidak terlalu dibutuhkan karena sifat sosialnya yang lebih individual. Sedangkan bagi penghuni rumah susun, ruang bersama sangatlah penting bagi mereka untuk bersosialisasi. Bukan hanya sebagai tempat untuk bersosialisasi dan bermain bagi anak anak, ruang bersama juga terkadang difungsikan sebagai tempat berjualan bagi penghuninya untuk pertambahan ekonomi. Dengan banyak dan seringnya aktivitas yang dilakukan di ruang bersama, menyebabkan penerangan alam sangatlah penting di ruang bersama. Sedangkan yang sering terjadi pada rumah susun, ruang bersama tidak memiliki penerangan alam yang cukup untuk beraktivitas. Karena itulah dilakukan evaluasi penerangan alam pada rumah susun dengan menggunakan software Ecotect v5.5. Software Ecotect v5.5 berguna untuk mengevaluasi penerangan, thermal, dan akustik. Simulasi yang dilakukan hanya pada ruang bersama dalam rumah susun.

2. DESKRIPSI BANGUNAN Bangunan yang dievaluasi adalah Rumah Susun Sombo IV. Bangunan ini terdiri dari empat lantai. Untuk lantai 1 terdapat 18 unit tempat tinggal, sedangkan lantai 2,3, dan 4 terdapat 17 unit tempat tinggal. Bangunan ini bertipe double loaded corridor, dengan koridor di tengah diapit unit unit tempat tinggal di kanan kirinya. Koridor inilah yang berfungsi sebagai ruang bersama pada rumah susun ini. Ukurannya cukup lebar pada kanan kiri bangunan, tepat di depan tangga, dengan ukuran lebar 7.50 meter. Koridor ini menyempit di tengah hingga berukuran lebar 3.00 meter. Sumber cahaya pada ruang bersama ini berasal dari kanan kiri bangunan yaitu ruang tangga yang terbuka, dan dari tengah yaitu ruang kamar mandi bersama. Selain 2 sumber cahaya tersebut seharusnya ada cahaya yang masuk dari unit unit tempat tinggal yang berasal dari jendela yang mengarah ke koridor. Tetapi jendela ini seringkali ditutup oleh pemiliknya karena mengganggu privasi. Ruang bersama yang nantinya diasumsikan akan digunakan sebagai tempat aktivitas berjualan ada tiga tempat, yaitu di depan kamar mandi bersama, di sisi tangga, dan di seberang tangga. Ketiga lokasi ini diperkirakan akan memiliki nilai iluminasi yang berbeda, sehingga dengan menganalisa ketiganya diharapkan dapat direkomendasikan lokasi yang paling tepat untuk aktivitas berjualan tersebut berdasarkan pada kenyamanan pencahayaan. Asumsi penggunaan di depan kamar mandi adalah karena lokasi itu tepat di tengah bangunan sehingga mudah dicapai oleh penghuni dari ujung bangunan. Lokasi tersebut juga merupakan tempat bersosialisasi yang paling ramai. Selain itu lokasi ini juga menerima penerangan alam tambahan yang berasal dari kamar mandi. Asumsi penggunaan lokasi di sisi tangga adalah karena lokasi tersebut berdekatan dengan sirkulasi utama dan memiliki sumber cahaya yang paling

terang karena tempatnya terbuka. Asumsi penggunaan lokasi di seberang tangga adalah karena ada kemungkinan penghuni akan berjualan tepat di depan rumahnya supaya lebih praktis meskipun akan mendapatkan pencahayaan alam yang kurang. Denah lantai 2,3,4 beserta ruang bersama dan lokasi aktivitas berjualan dapat dilihat pada gambar 1. Sedangkan potongan terdapat pada gambar 2,3, dan 4. Ruang bersama yang akan disimulasi hanyalah ruang bersama yang terdapat pada lantai 2. A C B Gambar 1. Denah lantai 2,3,4 Rumah Susun Sombo IV. Bagian yang berwarna merah adalah ruang bersama, bagian yang berwarna biru adalah lokasi lokasi berjualan. Panah panah kuning menunjukkan sumber cahaya.

Gambar 2. Potongan AA. Panah kuning menunjukkan sumber cahaya, warna merah menunjukkan ruang bersama yang disimulasi. Gambar 3. Potongan BB. Panah kuning menunjukkan sumber cahaya, warna merah menunjukkan ruang bersama yang disimulasi. Gambar 4. Potongan CC. Warna merah menunjukkan ruang bersama yang disimulasi.

3. KONDISI LANGIT DI TROPIS Surabaya terletak antara 07 21 Lintang Selatan dan 112 36 s.d 112 54 Bujur Timur. Wilayahnya merupakan daratan rendah dengan ketinggian 3 6 meter diatas permukaan air laut, kecuali di sebelah selatan ketinggian 25 50 meter diatas permukaan air laut. Berdasarkan data Iklim Surabaya tahun 2005, kondisi langit di Surabaya sepanjang tahun memiliki grafik yang tidak rata, yang menandakan lama penyinaran matahari setiap bulannya tidak menunjukkan angka yang sama. Lama penyinaran matahari di iklim tropis adalah sepanjang hari, meskipun terdapat bulan bulan tertentu yang lama penyinaran mataharinya sedikit terganggu dengan adanya awan, yaitu terjadi di Bulan Desember dan Januari, dengan angka 42.8% dan 45%. Kondisi di Bulan Februari dan Maret juga memiliki lama penyinaran yang sedikit yaitu 67.6% dan 64.5%. Sedangkan durasi penyinaran matahari yang paling lama adalah pada Bulan Agustus dan September, yaitu 95.7% dan 93.8%. Jadi bisa dipastikan bahwa pada Bulan Agustus dan September kondisi langit sangat cerah, hanya sedikit sekali awan yang menutupi. Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan program Ecotect ini mengambil waktu Bulan September. Waktu yang diambil untuk simulasi adalah pukul 12.00. Potensi kondisi langit untuk penerangan alam pada bangunan adalah lamanya penyinaran matahari yang sepanjang hari memungkinkan bangunan tidak menggunakan penerangan buatan di siang hari selama kurang lebih 12 jam. Sedangkan permasalahan kondisi langit di iklim tropis adalah banyaknya awan yang menutupi, sehingga sinar matahari juga sering tertutupi.

4. HASIL SIMULASI ECOTECT Simulasi dilakukan pada Bulan September tanggal 22 pukul 12.00. Setelah dilakukan simulasi dengan menggunakan program Ecotect v5.5. dihasilkan nilai daylight factor dan daylight level pada setiap titik yang diukur, sehingga terlihat kontur daylightnya. Ternyata nilai Daylight Factor dan Daylight Level yang dihasilkan dari simulasi Ecotect v5.5 cukup tinggi. Nilai Daylight Factornya berkisar antara sampai, sedangkan nilai Daylight Levelnya berkisar antara sampai. Penyebaran nilai nilai tersebut dapat dilihat pada gambar gambar di bawah ini. Gambar 5. Kontur Daylight Gambar 6. perspektif Kontur Daylight

A C B Gambar 7. Nilai Daylight Level dan Daylight Factor pada tiap tiap titik di mana akan dijadikan lokasi untuk berjualan. Setiap titik yang nantinya akan dijadikan lokasi berjualan memiliki nilai daylight level dan daylight factor yang berbeda beda, dengan nilai E average: 1007.31 lux. Lokasi A memiliki nilai daylight level 1456.93 lux, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 1300.42 lux (atas), 1357.44 lux (bawah), 2370.54 lux (kiri), dan 891.81 lux (kanan). Selain itu juga memiliki nilai daylight factor sebesar 14.57%, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 13% (atas), 13.57% (bawah), 23.71% (kiri), dan 8.92% (kanan). Lokasi B memiliki nilai daylight level sebesar 650.34 lux, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 655.37 lux (atas), 456.95 lux (bawah), 505.32 lux (kiri), dan 1244.64 lux (kanan). Selain itu juga memiliki nilai daylight factor sebesar 6.5%, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 6.55% (atas), 4.57% (bawah), 5.05% (kiri), dan 12.45% (kanan). Lokasi C memiliki nilai daylight level sebesar 509.73 lux, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 549.22 lux (atas), 404.03 lux (bawah), 531.23 lux (kiri), dan 503.53 lux (kanan). Selain itu juga memiliki nilai daylight factor sebesar 5.1%, dengan titik titik di sekitarnya antara lain 5.49% (atas), 4.04% (bawah), 5.31% (kiri), dan 5.04% (kanan).

5. HASIL ANALISA antara lain: Dari hasil simulasi di atas dapat dianalisa nilai kualitas penerangan alam, a. Nilai iluminasi absolut pada bidang kerja (E) b. Nilai keseragaman iluminan Nilai iluminasi absolut pada bidang kerja (E) A C B Gambar 8. Lokasi yang diukur nilai iluminasinya. Lokasi A A B C D E F G H I J K L 2370.54 1456.93 891.81 626.28 599.4 590.51 488.76 590.82 464.34 441.13 397.66 378.18 Tabel 1. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi A Nilai Iluminasi Pada Lokasi A 2500 2000 E 1500 1000 Series1 Series2 500 0 A B C D E F G H I J K L Titik Ukur Gambar 9. Grafik nilai iluminasi pada Lokasi A.

Gambar 10. Gambaran Nilai iluminasi pada potongan Titik titik ukur yang diambil nilai iluminasinya adalah titik titik yang sejajar dengan meja yang akan diletakkan. Titik A adalah titik yang paling dekat dengan jendela. Titik B dan seterusnya adalah sejajar dengan A, dengan titik L merupakan titik yang paling jauh dari jendela. Grafik di atas menunjukkan nilai iluminasi pada titik titik tersebut. Di situ dapat dilihat bahwa titik yang paling dekat dengan jendela di sebelah tangga memiliki nilai iluminasi yang paling besar yaitu 2370,54 lux. Titik B adalah titik di mana meja akan diletakkan. Di sini nilai iluminasinya adalah 1456.93. Nilai ini terus berkurang di titik titik selanjutnya hingga mencapai nilai 378.18 lux. Berkurangnya nilai tersebut adalah karena semakin jauh jarak titik tersebut terhadap sumber cahaya. Tetapi meskipun demikian, nilai nilai yang terjadi sudah jauh di atas nilai standart. Nilai standart iluminasi yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang tidak membutuhkan detail seperti itu adalah 200 lux. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut sangat dekat dengan sumber cahaya, di mana antara ruang dalam dan ruang luar tidak dibatasi oleh sekat yang penuh, tetapi hanya setinggi 1 meter, sedangkan bagian atasnya lubang. Hal ini menyebabkan cahaya alam bisa masuk tanpa halangan sama sekali. Lokasi B A B C D E F G H 505.32 650.34 1244.64 1673.41 1723.2 1226.77 649.14 416.54 Tabel 2. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi B

Nilai Iluminasi Pada Lokasi B E 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 A B C D E F G H Titik Ukur Series1 Series2 Gambar 11. Grafik nilai iluminasi pada Lokasi B. Gambar 12. Gambaran Nilai iluminasi pada potongan Titik titik ukur yang diambil nilai iluminasinya adalah titik titik yang sejajar dengan meja yang akan diletakkan. Titik A adalah titik yang paling dekat dengan dinding di sebelah kiri. Titik B dan seterusnya adalah sejajar dengan A, titik D dan E tepat di tengah, di depan pintu masuk ke kamar mandi, sedangkan titik H merupakan titik yang paling dekat dengan dinding di sebelah kanan. Grafik di atas menunjukkan nilai iluminasi pada titik titik tersebut. Di situ dapat dilihat bahwa titik yang di tengah yang berada tepat di depan pintu masuk kamar mandi memiliki nilai iluminasi yang paling besar yaitu 1673.41 lux dan 1723.2 lux. Titik B adalah titik di mana meja akan diletakkan. Di sini nilai iluminasinya adalah 650.34 lux. Nilai ini terus berkurang di titik titik selanjutnya di sebelah kiri dan kanan. Di sisi paling kiri mencapai nilai 505.32 lux dan di sisi paling kanan mencapai nilai 416.54 lux. Berkurangnya nilai tersebut adalah karena semakin jauh jarak titik tersebut terhadap sumber cahaya. Tetapi seperti halnya pada lokasi A, nilai nilai yang terjadi sudah jauh di atas nilai standart yaitu 200 lux. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut sangat dekat dengan sumber cahaya, di mana antara ruang dalam dan ruang luar tidak dibatasi oleh sekat

yang penuh. Koridor kamar mandi langsung berhubungan dengan ruang luar. Hal ini menyebabkan cahaya alam bisa masuk tanpa halangan sama sekali. Lokasi C A B C D E F G H I J 531.23 509.73 503.53 482.5 537.85 589.73 750.19 1189.09 2249.53 3487.25 Tabel 3. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi C Nilai Iluminasi Pada Lokasi C E 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 A B C D E F G H I J Titik Ukur Series1 Series2 Gambar 13. Grafik nilai iluminasi pada Lokasi C. Gambar 14. Gambaran Nilai iluminasi pada potongan Titik titik ukur yang diambil nilai iluminasinya adalah titik titik yang sejajar dengan meja yang akan diletakkan. Titik A adalah titik yang paling jauh dari sumber cahaya. Titik B dan seterusnya adalah sejajar dengan A, titik J merupakan titik yang paling dekat dengan sumber cahaya. Grafik di atas menunjukkan nilai iluminasi pada titik titik tersebut. Di situ dapat dilihat bahwa titik yang paling jauh dengan jendela di sebelah tangga memiliki nilai iluminasi yang paling kecil yaitu 531.23 lux. Titik B adalah titik di

mana meja akan diletakkan. Di sini nilai iluminasinya adalah 509.73 lux. Nilai ini terus bertambah di titik titik selanjutnya hingga mencapai nilai 3487.25 lux. Bertambahnya nilai tersebut adalah karena semakin dekat jarak titik tersebut terhadap sumber cahaya. Tetapi meskipun demikian, nilai nilai yang terjadi sudah jauh di atas nilai standart, yaitu 200 lux. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut sangat dekat dengan sumber cahaya, di mana antara ruang dalam dan ruang luar tidak dibatasi oleh sekat yang penuh, tetapi hanya setinggi 1 meter, sedangkan bagian atasnya lubang. Hal ini menyebabkan cahaya alam bisa masuk tanpa halangan sama sekali. Nilai keseragaman iluminan Lokasi A E B A D C A Nilai E Titik (lux) A 1456.93 B 2370.54 C 1357.44 D 891.81 E 1300.42 Tabel 4. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi A Lokasi A adalah lokasi yang dekat dengan tangga dan sumber cahaya utama. Meja diletakkan di titik A di mana nilai iluminasinya adalah sebesar 1456.93 lux. Nilai ini sudah berada di atas nilai standart, yaitu 200 lux. Untuk titik titik di sekitarnya yaitu titik B,C,D, dan E, semuanya juga memiliki nilai di atas standart. Sehingga bisa dikatakan lokasi A memiliki nilai iluminasi yang baik.

Titik E min E max Keseragaman Iluminan A-B 1456.93 2370.54 0.614598362 A-C 1357.44 1456.93 0.931712574 A-D 891.81 1456.93 0.612115888 A-E 1300.42 1456.93 0.892575484 Tabel 5. Nilai keseragaman iluminan pada lokasi A E min 1456.93 = E av 1007.31 = 1.446357 Persyaratan nilai keseragaman iluminan adalah Emin/Emax > 0,7. Dari tabel 5 bisa dilihat bahwa 50% dari titik titik tersebut memiliki nilai di atas 0,7, dan 50% yang lain di bawah 0,7. Untuk nilai Emin/Eav memiliki persyaratan >0,8. Nilai Emin/Eav di titik A memenuhi persyaratan ini. Dari kedua nilai ini bisa dilihat bahwa nilai keseragaman iluminan di lokasi A adalah baik. Lokasi B J G F I H B Nilai E Titik (lux) F 650.34 G 505.32 H 456.95 I 1244.64 J 655.37 Tabel 6. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi B Lokasi B adalah lokasi yang dekat dengan kamar mandi yang juga memiliki sumber cahaya. Meja diletakkan di titik F di mana nilai iluminasinya adalah sebesar 650.34 lux. Nilai ini sudah berada di atas nilai standart, yaitu 200 lux. Untuk titik titik di sekitarnya semuanya juga memiliki nilai di atas standart. Sehingga bisa dikatakan lokasi B juga memiliki nilai iluminasi yang baik.

Titik E min E max Keseragaman Iluminan F-G 505.32 650.34 0.777008949 F-H 456.95 650.34 0.702632469 F-I 650.34 1244.64 0.522512534 F-J 650.34 655.37 0.992324946 Tabel 7. Nilai keseragaman iluminan pada lokasi B E min 650.34 = E av 1007.31 = 0.645621 Persyaratan nilai keseragaman iluminan adalah Emin/Emax > 0,7. Dari tabel 7 bisa dilihat bahwa 75% dari titik titik tersebut memiliki nilai di atas 0,7, dan 25% di bawah 0,7. Untuk nilai Emin/Eav memiliki persyaratan >0,8. Nilai Emin/Eav di titik F tidak memenuhi persyaratan ini. Nilainya adalah di bawah 0,8, yaitu 0,6. Dari sini dapat dilihat bahwa di lokasi B nilai keseragaman iluminan tidak baik dan ada kemungkinan terjadi glare di titik ini. Lokasi C O L K N M C Nilai E Titik (lux) K 509.73 L 531.23 M 404.03 N 503.53 O 549.22 Tabel 8. Nilai Iluminasi Pada Titik titik ukur di lokasi C Lokasi C adalah lokasi yang jauh dari sumber cahaya. Meja diletakkan di titik K di mana nilai iluminasinya adalah sebesar 509.73 lux. Nilai ini sudah berada di atas nilai standart, yaitu 200 lux. Untuk titik titik di sekitarnya semuanya juga memiliki nilai di atas standart. Sehingga bisa dikatakan lokasi C juga memiliki nilai iluminasi yang baik.

Titik E min E max Keseragaman Iluminan K-L 509.73 531.23 0.959527888 K-M 404.03 509.73 0.792635317 K-N 503.53 509.73 0.987836698 K-O 509.73 549.22 0.92809803 Tabel 9. Nilai keseragaman iluminan pada lokasi C E min 509.73 = E av 1007.31 = 0.506031 Persyaratan nilai keseragaman iluminan adalah Emin/Emax > 0,7. Dari tabel 9 bisa dilihat bahwa 100% dari titik titik tersebut memiliki nilai di atas 0,7. Untuk nilai Emin/Eav memiliki persyaratan >0,8. Nilai Emin/Eav di titik K tidak memenuhi persyaratan ini. Nilainya adalah di bawah 0,8, yaitu 0,5. Dari sini dapat dilihat bahwa di lokasi C nilai keseragaman iluminan juga tidak baik dan ada kemungkinan terjadi glare.

6. KESIMPULAN A C B Dari hasil analisa di atas, bisa disimpulkan bahwa secara keseluruhan nilai kualitas penerangan alam pada Rumah Susun Sombo IV adalah baik. Dari ketiga lokasi yang diasumsikan akan memiliki aktivitas untuk berjualan, semuanya memiliki nilai iluminasi yang memenuhi persyaratan, yaitu di atas 200 lux. Tetapi bila dilihat dari nilai keseragaman iluminan, maka lokasi A memiliki nilai yang paling baik. Sedangkan di lokasi B dan C ada kemungkinan terjadi glare.

7. DAFTAR PUSTAKA Koenigsberger, Ingersoll, Mayhew, Szokolay, Manual of Tropical Housing and Building, 1973, Longman Group Limited, London Markus Morris, Building, Climate And Energy, 1980, Pitman, London Szokolay, Introduction to Architectural Science the Basis of Sustainable Design, 2004, Architectural Press, Oxford