SINTESIS GEOPOLIMER BERBUSA BERBAHAN DASAR ABU LAYANG BATUBARA DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SEBAGAI FOAMING AGENT

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS GEOPOLIMER BERBUSA BERBAHAN DASAR ABU LAYANG BATUBARA DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SEBAGAI FOAMING AGENT

SINTESIS GEOPOLIMER BERBAHAN ABU VULKANIK DENGAN PENAMBAHAN ALUMINIUM HIDROKSIDA SEBAGAI PENGATUR RASIO SILIKA DAN ALUMINA

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG MERAPI SEBAGAI GEOPOLIMER (SUATU POLIMER ANORGANIK ALUMINOSILIKAT)

Indonesian Journal of Chemical Science

SINTESIS DAN KARAKTERISASI GEOPOLIMER BERDASARKAN VARIASI RASIO MOL SiO 2 /Al 2 O 3 DARI ABU LAYANG PLTU SURALAYA

Indo. J. Chem. Sci. 4 (3) (2015) Indonesian Journal of Chemical Science

Indonesian Journal of Chemical Science

PENGARUH PERAWATAN DAN UMUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON GEOPOLIMER BERBASIS ABU TERBANG

Hariadi Aziz E.K

Jurnal MIPA 35 (1) (2012) Jurnal MIPA.

STUDI PERBANDINGAN SINTESIS GEOPOLIMER SECARA NORMAL DAN TERPISAH DARI ABU LAYANG PLTU SURALAYA

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi

Amobilisasi Kation Logam Berat Cr 3+ pada Geopolimer Berbahan Baku Abu Layang PT. IPMOMI

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PEMUAIAN DALAM PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 3 METODOLOGI. Analisis ketahanan..., Niken Swastika, FT UI, Universitas Indonesia

PENGARUH MOLARITAS AKTIFATOR ALKALIN TERHADAP KUAT MEKANIK BETON GEOPOLIMER DENGAN TRAS SEBAGAI PENGISI

PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO SECARA MAKSIMAL DENGAN CAMPURAN FLY ASH DALAM PEMBUATAN MORTAR GEOPOLIMER

Pembuatan dan Karakterisasi Geopolimer dari Bahan Abu Layang PLTU Paiton

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

AMOBILISASI LOGAM BERAT Pb PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG SEMEN GRESIK

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

AMOBILISASI KATION LOGAM BERAT Cd 2+ PADA SINTESIS GEOPOLIMER DENGAN VARIASI RASIO MOL SiO 2 /Al 2 O 3 DARI ABU LAYANG PLTU PAITON

STUDI TENTANG KEKERASAN VICKERS GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH DAN METAKAOLIN. Subaer, Agus Susanto, M. Jam an

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER PADA KINERJA BETON GEOPOLIMER

Sukolilo Surabaya, Telp , ABSTRAK

BAB IV DATA DAN ANALISIS

PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO DAN FLY ASH DENGAN MENGGUNAKAN FOAM AGENT

PENGARUH ORIENTASI AGREGAT SERAT BAMBU TERHADAP MORFOLOGI DAN KUAT LENTUR KOMPOSIT GEOPOLIMER BERBASIS METAKAOLIN

Sodium sebagai Aktivator Fly Ash, Trass dan Lumpur Sidoarjo dalam Beton Geopolimer

Disusun oleh : Lintas Jalur - S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

AMOBILISASI ION Pb 2+ OLEH GEOPOLIMER HASIL SINTESIS DARI ABU LAYANG PT. IPMOMI PROBOLINGGO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA

Sodium sebagai Aktivator Fly Ash, Trass dan Lumpur Sidoarjo dalam Beton Geopolimer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BATA BETON GEOPOLIMER DARI BAHAN FLY ASH LIMBAH PLTU TANJUNG JATI MEMILIKI BANYAK KEUNGGULAN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

Pemanfaatan Limbah Abu Terbang (Fly Ash) Batubara Sebagai Bahan Pembuatan Beton Geopolimer

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

PENGARUH VARIASI KADAR SUPERPLASTICIZER TERHADAP NILAI SLUMP BETON GEOPOLYMER

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara membakar secara bersamaan campuran calcareous ( batu gamping )

BAB IV HASIL DAN ANALISA PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PASTA RINGAN GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR BAKAR SIDOARJO DAN FLY ASH PERBANDINGAN 3:1 DENGAN TAMBAHAN ALUMINUM POWDER dan SERAT ALAM

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. kebudayaan manusia. Menurut sejarah, keramik sudah dikenal oleh orang-orang

Pasta Geopolimer Ringan Berserat Berbahan Dasar Lumpur Sidoarjo Bakar Dan Fly Ash Perbandingan 1 : 3 Dengan Pengembang Foam

I. PENDAHULUAN. pencapaian sekitar 54 juta ton per tahun yang mencerminkan bahwa negara kita

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

4 Hasil dan pembahasan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-104

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIFAT MEKANIK BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH JAWA POWER PAITON SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIF

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

Pemanfaatan Limbah Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara Sebagai Bahan Campuran Beton Geopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI BETON GEOPOLIMER SEBAGAI SUBSTITUSI BETON KONVENSIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

Karakteristik Fisik dan Kimia Fly Ash dari Perusahaan Ready Mix Beton dan Limbah Pabrik terhadap Sifat Mekanik Pasta dan Mortar

PEMANFAATAN SERAT BATANG POHON PISANG DALAM SINTESIS MATERIAL HIBRIDA BERBASIS GEOPOLIMER ABU LAYANG BATUBARA

Kristalisasi Silika Xerogel dari Sekam Padi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

STUDI AWAL PENGARUH PENAMBAHAN FOAM PADA PEMBUATAN BATA BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

KARAKTERISASI MINERAL PADA PASTA GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR ABU BATUBARA KELAS F DAN KELAS C

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

Transkripsi:

SINTESIS GEOPOLIMER BERBUSA BERBAHAN DASAR ABU LAYANG BATUBARA DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SEBAGAI FOAMING AGENT Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email : ella.kusuma@gmail.com Abstrak. Tujuan penelitian ini (1) menjelaskan hubungan antara jumlah H 2 sebagai blowing agent yang ditambahkan terhadap sifat fisika dan struktur kimiawi geopolimer berbusa yang dihasilkan; dan (2) menjelaskan jumlah optimum H 2 yang ditambahkan untuk menghasilkan geopolimer berbusa dengan sifat kuat, densitas rendah dan isolator panas. Metode yang digunakan dalam sintesis geopolimer berbusa adalah dengan menggunakan abu layang sebagai sumber silika alumina yang diaktifkan dengan larutan pengaktif NaOH dan Na Silikat. Karakterisasi struktur kimiawi dilakukan dengan analisis fasa mineral dengan XRD dan analisis gugus fungsi menggunakan FTIR. Penambahan H 2 sebagai foaming agent berpengaruh terhadap sifat fisika dan struktur kimiawi geopolimer berbusa yang dihasilkan. Penambahan H 2 secara umum menurunkan kekuatan geopolimer dengan adanya pori yang terbentuk dari hasil peruraian H 2 menjadi H 2 O dan O. Oleh karena itu penambahan H O juga akan menurunkan densitas dan 2 2 2 konduktivitas termalnya. Secara kimiawi, sifat material yang dapat diamati dari analisis dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan bahwa penambahan H 2 tidak menimbulkan gugus fungsi baru dalam geopolimer, ditandai dengan adanya pita yang menunjukkan ikatan Si-O-Si dan Si-O-Al tidak berubah secara signifikan. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa material hasil sintesis berfasa amorf. Penambahan H 2 menyebabkan bertambahnya fasa kristal mineral sisa reaktan karena sebagian H 2 bereaksi dengan basa. Hasil analisis dengan SEM membuktikan bahwa penambahan H 2 memperbesar jumlah dan ukuran pori sampai dengan lebih dari 100mm. Jumlah optimum H 2 yang ditambahkan untuk menghasilkan geopolimer berbusa dengan sifat kuat, densitas rendah dan isolator panas adalah pada penambahan H 2 30% sebanyak 2,0% (b/b) dengan hasil kuat tekan 21,2808 MPa, densitas 1800,8317 kg/m 3 dan konduktivitas panas 0,0611 Watt/ m K. Material ini potensial sebagai beton ringan dengan kekuatan sedang. Kata kunci: abu layang batubara, foaming agent hidrogen peroksida, geopolimer berbusa 17

PENDAHULUAN Teknologi geopolimerisasi menawarkan solusi baru untuk mengatasi kelemahan-kelemahan material organik dan anorganik tersebut (Vaou dan Panias, 2010). Geopolimerisasi merupakan teknologi yang ramah lingkungan, dilakukan pada suhu ruang dengan memanfaatkan bahan dasar berupa material limbah aluminosilikat, dan tergolong murah. Geopolimerisasi dapat mentransformasi padatan raw material mengandung silikat dan aluminosilikat menjadi produkproduk baru (Davidovits, 2005). Produk dari teknologi geopolimerisasi adalah geopolimer. Geopolimer merupakan suatu material berupa polimer anorganik aluminosilikat dengan rantai Si-O-Al yang disintesis dari material pozzolan yang kaya akan silika dan alumina dengan larutan pengaktif natrium hidroksida dan bahan pengikat Na silikat (Davidovits, 1991). Geopolimer yang dikembangkan Davidovits memiliki rumus umum nm 2 O Al 2 O 3 xsi yh 2 O dengan M adalah logam alkali. Geopolimer telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang antara lain sebagai bahan bangunan, komposit dan refraktori, insulator dan untuk penanganan limbah beracun (Phair dkk., 2003). Pada awal perkembangannya, geopolimer disintesis dari materialmaterial seperti kaolinit, lempung, metakaolinit dan mineral-mineral aluminosilikat murni sebagai prekursor (Xu dan Van Deventer, 2000), kemudian dikembangkan geopolimer dengan bahan dasar limbah industri seperti abu layang yang bersifat pozzolanik (Van Deventer dkk., 2007). Abu layang sebagai limbah pembakaran batubara merupakan padatan pozzolan aluminosilikat amorf yang kaya akan silika dan alumina sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam teknologi geopolimerisasi (Kusumastuti, 2012). Aerogel adalah material padat berupa jaringan tiga dimensi polimer anorganik yang bersifat porous, dibentuk dari reaksi pemadatan suatu gel/pasta basah dengan kehadiran gelembunggelembung gas yang nantinya akan membentuk pori (Schubert dan Husing, 2000). Gel/ pasta basah tersebut akan mengeras dan dalam proses pengerasannya pori udara terjebak di dalamnya. Pori-pori pada aerogel berisi udara, sehingga menjadikan aerogel bersifat ringan (densitasnya rendah), porositas tinggi, dan bersifat insulator termal (Schubert dan Husing, 2000). Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H 2 merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Senyawa H 2 tidak berwarna dan memiliki bau yang khas agak keasaman. H 2 larut dengan sangat baik dalam air. Dalam kondisi normal hidrogen peroksida sangat stabil, dengan laju dekomposisi yang sangat rendah. Pada saat mengalami dekomposisi hidrogen peroksida terurai menjadi air dan gas oksigen, dengan mengikuti reaksi eksotermis berikut: H 2 (l) -> H 2 O (l) + (g) + kalor (panas) Berdasarkan beberapa hal yang sudah diuraikan tersebut, diperlukan inovasi material yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan material isolator termal baik organik maupun organik 18 Vol. 13 No.1 Juli 2015

yakni melalui teknologi geopolimerisasi. Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan bahan dasar berupa abu layang batubara yang diaktifkan dengan larutan NaOH da Na Silikat dengan hidrogen peroksida sebagai blowing/foaming agent. Hidrogen Peroksida (H 2 ) memiliki ketidakstabilan secara termodinamika sehingga mudah terurai menjadi H 2 O dan dan menciptakan pori pada geopolimer sehingga menurunkan densitas geopolimer. Kelebihan hidrogen peroksida adalah tidak mencemari lingkungan karena yang tersisa hanyalah air dan oksigen. Geopolimer berbusa yang disintesis diharapkan memiliki sifat kuat, pori permukaan yang luas, isolator panas dan mempunyai densitas yang rendah sehingga potensial untuk menggantikan beton ringan yang aman dan ramah lingkungan. METODE Peralatan sederhana yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetakan silinder plastik, pengaduk (mixer), oven, neraca analitik, peralatan plastik (beaker polipropilen, gelas dan wadah plastik serta pengaduk plastik), alat-alat gelas (gelas kimia, gelas ukur, dll), piknometer, serta saringan/ayakan 100 mesh. Peralatan untuk karakterisasi antara lain Mesin Penguji Kuat Tekan (Universal Testing Machine), Piknometer, Thermal Conductivity Analyser, XRF (X-Ray Fluorescence), alat XRD (X-Ray Diffraction), Precise FTIR (Fourier Transform Infrared) dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Bahan yang digunakan antara lain sampel abu layang PLTU Tanjung Jati Jepara, natrium hidroksida pelet (NaOH 99%), binder / plasticizer berupa larutan Na silikat (Na 2 SiO 3 ) teknis, aquades (H 2 O) dan hidrogen peroksida (H 2 ) 30% sebagai blowing agent. Sintesis geopolimer dilakukan dengan cara mencampurkan abu layang dengan larutan pengaktif dan Na Silikat. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan tangan selama 2 menit kemudian dengan mixer selama 5 menit sampai benar-benar homogen (Xu dan Van Deventer, 2000 dan van Jaarsveld dkk., 2003). Campuran ini dituang dalam cetakan silinder plastik dengan diameter 1,5 cm dan tinggi 3 cm (perbandingan diameter dan tinggi silinder 1: 2) (Bakharev, 2005a dan Andini dkk., 2008). Penuangan dilakukan secara bertahap dan divibrasi selama 15 menit agar lebih padat dan untuk mengurangi gelembung udara (Duxson dkk., 2005). Hasil pencetakan ini disebut pelet atau benda uji. Pelet didiamkan pada suhu ruang selama minimal 1 jam sampai dapat dilepaskan dari cetakannya (Chindaprasirt dkk., 2007). Pelet yang sudah dilepaskan dari cetakan ditata ke dalam loyang dan ditutup dengan plastik untuk mencegah penguapan air secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan pelet atau benda uji menjadi retak-retak (De Silva dkk., 2007). Kondisi curing dilakukan pada suhu 65 C selama 24 jam dan pelet disimpan pada suhu kamar selama 28 dan siap diuji kuat tekannya (Hardjito dkk., 2004). Sintesis geopolimer berbusa dilakukan pada S/L optimum. Penambahan blowing agent 19

H 2 30% dilakukan pada saat terbentuk pasta antara abu layang dan larutan pengaktif. Variasi penambahan pasta adalah 0,5-3,0% w/w dari jumlah keeseluruhan berat bahan awal yang digunakan (Vaou dan Panias, 2010). Penambahannya dilakukan dengan pengadukan secara konstan selama 2 menit, kemudian pasta dalam cetakan dibiarkan pada suhu 35 C selama 2 jam. Selama kondisi tersebut, H 2 akan terdekomposisi secara cepat menghasilkan oksigen yang mengembang dan menciptakan busa di dalam pasta geopolimer. Kondisi curing dilakukan pada suhu 65 C selama 24 jam. Setelah itu, pasta geopolimer dilepaskan dari cetakannya dan disimpan pada suhu kamar selama 28 hari untuk diuji kuat tekan, densitas, konduktivitas termal, XRD, FTIR dan SEM. Khusus untuk pengujian konduktivitas termal, geopolimer berbusa dicetak dengan bentuk silinder ukuran diameter 110 mm dan ketebalan 10 mm (Vaou dan Panias, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis fasa mineral dengan XRD pada abu layang PLTU Tanjung Jati Jepara menyatakan bahwa abu layang ini sebagian besar mengandung fasa amorf aluminosilikat dengan kandungan utama mineral uartz dan Mullite. Gambar 1 merupakan difraktogram abu layang PLTU Tanjung Jati Jepara. Mineral utama () uartz (Si ) ditunjukkan oleh puncak difraksi tajam pada 2θ=20,94 ; 26,64 ; 50,38 ; 54,95 dan 60,02 (PDF 03-0420), sedangkan (M) Mullite (3Al 2 O 3.2Si ) pada 2θ=33,31 dan 42,94 (PDF 06-0258) serta (Ma) Magnetite (FeFe 2 O 4 ) pada 2θ=35,95 dan 62,25 (PDF 19-0629). Puncak-puncak tajam ini menunjukkan fasa kristalin yang tidak reaktif, sedangkan fasa amorf ditunjukkan dengan adanya hump atau gundukan yang lebar pada 2θ antara 10 sampai 40. 700 600 Intensitas 500 400 MMa M 300 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2 theta (derajat) Gambar 1. Difraktogram Abu Layang PLTU Tanjung Jati Jepara (=quartz, M=mullite, Ma=magnetite) 20 Vol. 13 No.1 Juli 2015

Analisis morfologi partikel dengan menggunakan SEM disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan bahwa partikel abu layang yang berbentuk bola (spherical) dengan ukuran butiran partikelnya diperkirakan antara 1-100 μm. Ukuran dan bentuk partikel abu layang mempengaruhi keaktifan abu layang. Semakin kecil dan tidak beraturan bentuk partikel abu layang, semakin reaktif (mudah larut dalam asam/ basa) karena luas permukaan bidang sentuh dengan pelarut dalam hal ini adalah NaOH sebagai larutan pengaktif, semakin besar. Gambar 2. Morfologi Partikel Abu Layang PLTU Tanjung Jati Jepara Kuat tekan rata-rata Kuat Tekan (MPa) 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 23,08587 19,16517 18,35627 19,35187 21,28083 20,09853 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 Variasi Penambahan H 2 30% (w/w) 17,79623 Gambar 3. Hasil Uji Kuat Tekan 28 Hari Geopolimer Berbusa dengan Variasi H 2 21

Hasil uji kuat tekan pada variasi ini ditampilkan pada Gambar 3. Gambar 3 secara umum menunjukkan bahwa kuat tekan geopolimer menurun dengan bertambahnya H 2. Penambahan foaming agent H 2 30% akan menciptakan pori pada geopolimer. Silika dan alumina cukup stabil terhadap hidrogen peroksida sehingga diperkirakan hidrogen peroksida akan bereaksi dengan basa CaO (Harjanto et al., 2007). Pada daerah penambahan H 2 sebanyak 0-0,5% kuat tekan menurun karena jumlah H 2 belum cukup untuk terjadinya reaksi dengan CaO. Hasil uji densitas geopolimer berbusa pada variasi H 2 30% ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa trend atau pola grafik diagram batang secara umum menunjukkan penurunan pada penambahan H 2 sebesar 0,0; 1,0 dan 2,0%. Trend yang sama ditemukan pada penambahan H 2 sebesar 0; 1,5 dan 2,5%. Pola yang turun kemudian naik secara tidak beraturan ditemukan pada penambahan H 2 sebesar 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 dan 3,0% sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa penambahan foaming agent akan menurunkan densitas geopolimer. Hal ini sejalan dengan kuat tekan gopolimer. 0,14 0,12 0,1246 0,1208 Konduktivitas Panas (Watt/m o Kelvin) 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,0722 0,0646 0,0611 0,0733 0,0742 0,00 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 Variasi Penambahan H2O2 30% (w/w) Gambar 4. Hasil Uji Densitas Geopolimer Berbusa pada Variasi H 2 30% Hasil pengujian konduktivitas panas pada geopolimer ditampilkan pada Gambar 5. Hasil uji konduktivitas panas pada berbagai variasi penambahan H 2 30% sebagai foaming agent mempunyai trend atau pola yang sama dengan densitas. Konduktivitas panas paling besar dicapai oleh penambahan H 2 sebanyak 0,5% yakni sebesar 0,1246 Watt/m K, naik dari harga sebelumnya yakni pada penambahan H 2 sebanyak 0,0% dengan nilai konduktivitas panas 0,722 Watt/m K. Nilai konduktivitas panas selanjutnya mengalami penurunan pada penambahan 22 Vol. 13 No.1 Juli 2015

H 2 sebanyak 1,0% menjadi 0,1208 Watt/m K. Penurunan konduktivitas panas selanjutnya terjadi sampai pada penambahan H 2 sebanyak 1,5 dan 2,0% yakni berturut-turut 0,0646 dan 0,0611 Watt/m K, kemudian mengalami kenaikan pada penambahan H 2 sebanyak 2,5 dan 3,0% berturut-turut 0,0733 dan 0,0742 Watt/m K. Dari sekian data konduktivitas panas yang diperoleh, didapatkan nilai konduktivitas panas paling rendah pada penambahan H 2 sebanyak 2,0% yakni 0,0611 Watt/m K. 2500 2000 2140,423 2019,8602 1860,5787 1755,1725 1727,0908 1857,0868 1800,8317 Densitas (kg/m 3 ) 1500 1000 500 0 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 Variasi Penambahan H 2 30% (% w/w) Gambar 5. Hasil Uji Konduktivitas Termal Geopolimer Berbusa pada Variasi Penambahan H 2 30% Metode FTIR ditampilkan pada Gambar 6 sedangkan hasil interpretasinya ditampilkan pada Tabel 4. Gambar 6 menunjukkan hasil analisis perubahan ikatan kimia pada geopolimer dengan penambahan H 2 sebanyak 0; 2,0 dan 3,0% pada masa simpan 28 hari. Puncak-puncak pada daerah sekitar 3400 cm -1 dan 1600 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) OH dan vibrasi tekuk (bending) H O H dari molekul-molekul air. Pita ini menunjukkan bahwa terdapat molekul-molekul air pada permukaan maupun terjebak dalam rongga-rongga struktur kerangka geopolimer. Hal ini membuktikan bahwa penambahan H 2 menyebabkan bertambahnya molekul air dari hasil peruraian H 2 menjadi H 2 O dan. Pada penambahan H 2 sebesar 2% terlihat bahwa puncak pada daerah 950-1200 cm -1 dan 3400 cm -1 paling melebar dan tidak tajam diantara yang lain, sehingga dapat dipahami bahwa pada pada komposisi mencapai kuat tekan yang tertinggi, karena jumlah H 2 digunakan untuk bereaksi dengan CaO sehingga H 2 O sebagai hasil peruraian H 2 menjadi minimal. Sebaliknya pada penambahan 0 dan 3,0%, pita pada kedua daerah tersebut tampak tajam menandakan bahwa terdapat kadungan air yang cukup besar. 23

Geopolimer dengan H 2 0% (w/w) Geopolimer dengan H 2 2% (w/w) Geopolimer dengan H 2 3% (w/w) H-O-H -OH -OH H-O-H H-O-H -OH Stretching Si-O-Si atau Si-O-Al Bending Si-O-Si atau Si-O-Al 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Bilangan Gelombang (1/lamda) (cm -1 ) Gambar 6. Hasil Uji Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR pada Geopolimer Berbusa pada Variasi H 2 30% Pengamatan spektra FTIR juga difokuskan pada pembentukan ikatan Si O Si atau Si O Al pada daerah 400-1200 cm -1 pada geopolimer. Pada penambahan H 2 0,0 dan 3,0% terdapat pita pada daerah 500 dan 1000 cm -1 yang semakin tajam dengan intensitas yang tinggi sedangkan pada penambahan H 2 2% pita yang sama terlihat melebar dengan intensitas yang lebih rendah. Puncak-puncak pada 950-1200 cm -1 merupakan pita vibrasi ulur asimetri (asymmmetric stretching vibration) Si O Si atau Si O Al terlihat semakin tajam menandai ikatan yang semakin kuat pada matriks (Bakharev, 2005). Puncak-puncak pada 470-450 cm -1 yang merupakan vibrasi tekuk (bending) Si O Si atau Si O Al juga semakin tajam, namun kesemuanya ini tidak jauh berbeda secara signifikan. Pita-pita pada daerah sekitar 1000 cm -1 merupakan vibrasi ulur asimetri (asymmmetric stretching vibration) Si O Si atau Si O Al, menandai padat dan kompaknya matriks geopolimer yang disintesis. Puncak pada daerah 1404,18 cm -1 menandai adanya vibrasi ulur O-C-O dalam Na 2 CO 3 sebagai akibat reaksi karbonasi larutan NaOH dengan udara. Kesemua penjelasan ini terangkum dalam Tabel 4. Gambar 7 adalah difraktogram geopolimer berbusa dengan variasi penambahan H 2. Pembentukan matriks geopolimer berupa fasa amorf baru yakni gel aluminosilikat ditandai dengan pergeseran hump atau gundukan pada 2θ=10-40 pada abu layang (Gambar 1) menjadi sekitar 2θ=20-30 pada geopolimer (Gambar 7). Hal ini adalah akibat pelarutan fasa amorf abu layang dalam larutan alkali kuat. Peningkatan lebar dan intensitas background pada difraktogram menandai telah terbentuknya struktur baru yang lebih tidak teratur atau amorf. 24 Vol. 13 No.1 Juli 2015

Tabel 4. Hasil Interpretasi Spektra FTIR pada Geopolimer Berbusa dengan Penambahan H 2 No Pita Hasil Analisis FTIR pada Geopolimer Berbusa Penambahan H 2 Interpretasi dan Referensi 0,0% 2,0% 3,0% 1 3448,72 3448,72 3448,72 Adanya vibrasi ulur (stretching) OH (Panias dkk., 2007) 2 1658,78 1651,07 1658,78 Vibrasi tekuk (bending) H O H dari molekul-molekul air (Panias dkk., 2007) 3 1404,18 1381,03 1396,46 Vibrasi ulur O-C-O (Bakharev, 2005) 4 995,27 995,27 995,27 5 455,20 447,49 447,49 Vibrasi ulur (streching asimetri) Si O Si dan Si O Al (Bakharev, 2005) Vibrasi tekuk (bending) Si O Si dan O Si O (Bakharev, 2005) M Geopolimer dengan H 2 0% (w/w) M M Geopolimer dengan H 2 2% (w/w) Geopolimer dengan H 2 3% (w/w) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2tetha (derajat) Gambar 7. Hasil Uji Analisis Fasa Mineral dengan XRD pada Geopolimer Berbusa pada Variasi H 2 30% sebesar 0, 2, dan 3% (b/b) Morfologi geopolimer pada skala mikro dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM). Pengamatan difokuskan pada perubahan struktur mikro geopolimer, yakni matriks geopolimer, khususnya kehomogenan struktur morfologinya, kepadatan dan kekompakan serta pori dan retakan pada permukaaan (microcracks dan fracture surface) yang kesemuanya dihubungkan dengan penambahan H 2 sebagai foaming agent pada geopolimer berbusa. Gambar 8 memperlihatkan struktur morfologi geopolimer dengan penambahan foaming agent H 2, tampak bahwa semakin banyak penambahan foaming agent, semakin besar pori yang terjadi. 25

Gambar 8. Mikrograf Geopolimer Berbusa pada Variasi H 2 30% Pada penambahan 0% (Gambar 8(a)) tampak bahwa terbentuk matriks (matrix) geopolimer yang padat dan butiran partikel abu layang telah tersementasi. Selain itu, tampak pula adanya pori berukuran kecil (pores) dengan diameter kira-kira kurang dari 1 mm, retakan berukuran mikro (microcracks), serta sisa partikel abu layang yang tidak bereaksi (unreacted fly ash) berbentuk sphere. Pada mikrograf geopolimer dengan penambahan H 2 sebesar 2,0% (Gambar 8(b)), tampak matrik (matrix) yang lebih kompak dan padat serta telah tersementasi dengan baik, bahkan tidak terlihat adanya sisa partikel abu layang yang tidak bereaksi (unreacted fly ash) sehingga matriks yang terbentuk kompak dan padat. Tampak pula adanya beberapa retakan berukuran mikro (microcracks), serta pori-pori berukuran sedang yakni sekitar berdiameter 10-50 mm. Pori berukuran besar (macropores) tampak pada mikrograf geopolimer berbusa dengan penambahan H 2 3,0% (Gambar 8(c)). Diameter pori mencapai lebih dari 100 mm. Selain itu tampak pula matriks geopolimer yang kompak (matrix) serta beberapa retakan (cracks). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari data hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan H 2 sebagai faoming agent berpengaruh terhadap sifat fisika dan kimia geopolimer berbusa yang dihasilkan. Penambahan H 2 secara umum menurunkan kekuatan geopolimer dengan adanya pori yang terbentuk dari hasil peruraian H 2 menjadi H 2 O dan O. Oleh karena itu penambahan 2 H 2 juga akan menurunkan densitas dan konduktivitas termalnya. Secara kimiawi, sifat material yang dapat diamati dari analisis dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan bahwa penambahan H 2 tidak menimbulkan gugus fungsi baru dalam geopolimer, ditandai dengan adanya pita yang menunjukkan ikatan Si-O-Si dan Si-O-Al tidak berubah secara signifikan. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa material hasil sintesis berfasa amorf. Penambahan H 2 menyebabkan bertambahnya fasa kristal mineral sisa reaktan karena sebagian H 2 bereaksi dengan basa. Hasil analisis dengan SEM 26 Vol. 13 No.1 Juli 2015

membuktikan bahwa penambahan H 2 memperbesar jumlah dan ukuran pori sampai dengan lebih dari 100mm. Jumlah optimum H 2 yang ditambahkan untuk menghasilkan geopolimer berbusa dengan sifat kuat, densitas rendah dan isolator panas adalah pada penambahan H 2 30% sebanyak 2,0% (b/b) dengan hasil kuat tekan 21,2808 MPa, densitas 1800,8317 kg/m 3 dan konduktivitas panas 0,0611 Watt/m K. Material ini potensial sebagai beton ringan dengan kekuatan sedang. DAFTAR PUSTAKA Andini, S., Cioffi, F., Colangelo, T., Grieco, T., Montagnaro, F., dan Santoro, L. 2008. Coal Fly Ash as Raw Material for the Manufacture of Geopolymer-Based Products. Waste Management, 28. hal. 416-423. Bakharev, T. 2005. Gepolimeric Materials Prepared Using Class F Fly Ash and Elevated Temperature Curing. Cement and Concrete Research, 35 : 1224-1232. Bakharev, T. 2005. Durability of Geopolymer Materials in Sodium and Magnesium Sulfate Solutions. Cement and Concrete Research, 35 : 1233-1246. Chindaprasirt, P., Chareerat, T., dan Sirivivatnanon, V. 2007. Workability and Strength of Coarse High Calsium Fly Ash Geopolymer. Cement and Concrete Composites, 29 : 224-229. De Silva, P., Sagoe-Crenstil, K., dan Sirivivatnanon, V. 2007. Kinetics of Geopolymerization : Role of Al 2 O 3 and Si. Cement and Concrete Research, 37 : 512-518. Duxson, P., Provis, J. l., Mallicoat, S. W., Lukey, G. C., Kriven, W., M., dan Van Deventer, J.S.J. 2005. Understanding the Relationship between Geopolymer Composition, Microstructure and Mechanical Properties. Colloids and Surfaces, 269, hal. 47-58. Harjanto, S., Sony P., Suharno, B. dan Ashadi, H.W., 2008. Struktur mikro dan Sifat Fisik- Mekanik Beton Ringan Tanpa Pematangan dalam Autoclave (Non Autoclaved Aerated Concrete, NAAC). Indonesian Journal of Materials Science, 9 (2): 139 144. Kusumastuti, E. 2009. Geopolimer Abu Layang Batubara : Studi Rasio Mol Si /Al 2 O 3 Dan Sifat-Sifat Geopolimer yang Dihasilkan. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya : Program Magister FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kusumastuti, E., 2012, Pemanfaatan Abu Vulkanik Gunung Merapi sebagai Geopolimer (Suatu Polimer Anorganik Aluminosilikat), Jurnal MIPA Universitas Negeri Semarang, 35(1): 67-76. Kusumastuti, E., 2013, Sintesis Geopolimer Berbahan Abu Vulkanik dengan Penambahan Aluminium Hidroksida sebagai Pengatur Rasio Silika dan Alumina, Jurnal Sains dan Teknologi (Sainteknol) Universitas Negeri Semarang, 11(1): 45-56. Phair, J. W., Smith, J. D., dan Van Deventer, J. S. J. 2003. Characteristics of Aluminosilcate Hydrogels Related to Commercial Geopolymers. Materials Letters. 57 : 4356-4367. Schubert, U. dan Husing, S.,.2000,.Synthesis of Inorganic Material. Austria: Wiley-VCH. Van Deventer, J. S. J., Provis, L. J., dan Lukey, G. C. 2007. Reaction Mechanisms in the Geopolymeric Conversion of Inorganic Waste to Useful Products. Journal of Hazardous Materials, 139 : 506-513. Van Jaarsveld, J.G.S. dan Van Deventer, J. S. J. 1996. The Potential Use of Geopolimeric Materials to Immobilize Toxic Metals : Part I Theory and Applications. Minerals Engineering. 10 (7) : 659-669. 27

Vaou, V. dan Panias, D.. 2010,.Thermal Insulating Foamy Geopolymers From Perlite,.Minerals Engineering, 23: 1146 1151. Xu, H. dan Van Deventer, J. S. J. 2000. The Geopolymerisation of Alumino-silicate Minerals. International Journal of Mineral Processing. 59 : 247-266. 28 Vol. 13 No.1 Juli 2015