BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan aliran utama pemikiran Abad ke-18 di Eropa dan Amerika. Pada

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru.

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles pada kalimat pertama dalam bukunya, Metaphysics,

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU POLITIK

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

Filsafat Ilmu dan Logika

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang sangat. kompleks karena ada banyak aspek yang bisa diulas,

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari Taurat, para Nabi, dan Tulisan-tulisan, atau yang diringkas sebagai Tanak Taurat,

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH

PENGERTIAN ETIKA Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. TUJUAN MEMPELAJARI ETI

GAPOK Hal positif dari teknologi: pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Informasi dan komunikasi menjadi lebih mudah dan cepat.

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW

ETIKA dan PROFESIONALISME. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

RESPONS - DESEMBER 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Teori Asal Mula Negara Andrie Irawan, SH., MH

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

HAKIKAT ILMU SOSIAL. Sifat sifat hakikat sosiologi sehingga dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan:

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam mempunyai perbedaan antar wilayah. Hubungan hidup antar sesama

Inisiasi 3 SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAK AZASI MANUSIA

PAHAM INTEGRALISTIK / KEKELUARGAAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. Pemilihan suatu gagasan yang diwujudkan kedalam karya seni berawal

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia. kebebasannya dan menguasai orang lain. Keinginan yang demikian itu

LOG Ci O vic Education

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PANCASILA. Implementasi Sila Ketiga. Disampaikan pada perkuliahan Pancasila kelas PKK. H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH. Modul ke: Fakultas Teknik

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ini terjadi dalam berbagai aspek, pertama globalisasi budaya

PANDANGAN ROUSSEAU TENTANG NEGARA SEBAGAI KEHENDAK UMUM TONNY P. SITUMORANG

ASAL MULA NEGARA. Nanik Prasetyoningsih.

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah satu patokan untuk pengambilan keputusan-keputusan serta tindakan-tindakan dalam hidupnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa untuk mencapai tujuan hidup itu, manusia tidak bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri karena setiap manusia memiliki keterbatasan. Untuk mencapai tujuan hidup itu, setiap orang perlu kerja sama dan saling mendukung satu dengan yang lain. 1 Oleh karena itu, manusia mempunyai kecenderungan untuk membangun hidup bersama dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya dalam suatu negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, manusia dapat melangsungkan hidup, dan saling membantu demi mencapai kebutuhan dan tujuan hidup mereka. Hidup bersama membawa banyak manfaat dan membuat manusia menyadari diri dan merasa berarti bagi manusia lain. 2 Plato (427-347 SM), seorang filsuf Yunani Kuno berpendapat bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk membentuk hidup bersama. Hidup bersama ini penting karena setiap manusia berusaha untuk mencapai tujuan, yaitu eudaimonia 1 Bdk. EMANUEL PRASETYONO, Dunia Manusia Manusia Mendunia, Zifatama Publishing, Sidoarjo, 2013,120-121. 2 Bdk. ADELBERT SNEIJDERS, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan, Kanisius, Yogyakarta, 2004, 36-37. 1

(kebahagiaan), namun ia mempunyai banyak keinginan dan kebutuhan konkret dalam upaya mewujudkan kebahagiaan itu. Plato berpendapat bahwa eudaimonia tidak akan tercapai kalau manusia hidup sendiri-sendiri. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bisa menyempurnakan dirinya kalau ia hidup bersama di dalam sebuah polis (negara kota). Di dalam polis itulah semua manusia dapat hidup saling membantu untuk memenuhi kebutuhan dan dengan demikian dapat mewujudkan kebahagiaan. 3 Aristoteles (384-322 SM), murid dari Plato, juga memiliki pendapat berkaitan dengan hidup manusia. Dalam filsafat politiknya, Aristoteles menjelaskan konsep dasar manusia. 4 Ia sangat menekankan bahwa manusia adalah zoon politikon (makhluk politik atau makhluk sosial). Sebagai makhluk sosial, ia mempunyai tujuan dan kebutuhan dalam hidup yang tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan diri sendiri. Ia hanya mampu mencapainya dalam kebersamaan dengan manusia lain. Hal seperti inilah yang menjadi faktor pendorong bagi manusia untuk membangun hidup bersama seperti dalam polis (negara kota). Dalam negara kota atau polis tersebut, Aristoteles berpendapat bahwa keluarga adalah bentuk persekutuan hidup yang pertama yang dibentuk oleh manusia. 5 Keluarga merupakan asosiasi yang ada secara alamiah untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga pertumbuhan manusia. Dari keluarga tersebut, akhirnya terbentuklah komunitas hidup yang lebih besar, yaitu komunitas desa untuk saling membantu dan saling melindungi. Desa yang terbentuk akan terus tumbuh dan 3 Bdk. HENRY J. SCHMANDT, Filsafat Politik Kajian History dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009, 61. 4 Bdk. K. BERTENS, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1999, 154. 5 Bdk. J. H. RAPAR, Filsafat Politik Aristoteles, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, 37. 2

berkembang hingga akhirnya membentuk polis (negara kota). 6 Dengan demikian, bagi Aristoteles, hidup bersama itu terbentuk karena kodrat manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk politik (zoon politikon). 7 Pendapat Aristoteles tersebut didukung oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Thomas Aquinas adalah salah satu filsuf dan teolog pada zaman skolastik. Dalam filsafat politiknya, ia menegaskan bahwa suatu negara terbentuk karena kodrat alamiah manusia, yakni bahwa manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik. 8 Menurut Thomas, sebagai makhluk sosial, antar sesama manusia samasama saling membutuhkan, saling menolong, bekerja sama sehingga dapat mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan terakhir dari manusia adalah bersatu dengan Allah yang akan diperoleh setelah manusia mengalami kematian. Dalam pandangan Thomas Aquinas, negara memiliki peran penting dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat. Dalam negara, manusia dapat mengembangkan akal budi dan pikirannya. Negara dengan demikian merupakan kebutuhan kodrati manusia. Negara memiliki tatanan hirarki. Para pemimpin dalam negara bertugas mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat agar bisa mencapai tujuan hidupnya. 9 Dari uraian pemikiran Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas tersebut, dapat dilihat bahwa hidup bersama itu terbentuk karena dorongan alamiah manusia, yakni manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pada diri 6 Ibid., 37-38. 7 Ibid., 39. 8 Bdk. AGUS DEDI, Analisis Pemikiran Filsafat Politik Thomas Aquinas, dalam Cakrawala, Vol. 4, No. 4, Maret 2014. 9 Ibidem. 3

manusia, ada keinginan untuk berelasi dengan sesamanya. Lewat relasi dengan sesama, manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Dalam interaksi dan hidup bersama tersebut, manusia melibatkan dirinya dalam urusan masyarakat. Sebab sebagai manusia, ia memiliki tanggung jawab terhadap sesamanya dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. 10 Konsep tentang manusia sebagai makhluk sosial sebagaimana yang diungkapkan oleh Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas di atas mendapat tantangan dari para filsuf modern, seperti Thomas Hobbes (1588-1679) dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Hobbes dan Rousseau berpendapat bahwa kehidupan bersama bukanlah sesuatu yang terjadi secara alamiah. 11 Bagi Hobbes dan Rousseau, kehidupan sosial terjadi karena adanya kesepakatan bersama, yaitu kontrak sosial. Sebelum ada kontrak sosial, manusia hidup dalam situasi alamiah (state of nature). Menurut Hobbes, dalam state of nature atau keadaan alamiah, manusia memiliki sikap yang sangat egois, mengutamakan kepentingan diri sendiri, suka bertengkar, atau juga berperang untuk saling menaklukkan. Manusia dalam pandangan hobbes diibaratkan seperti serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Apapun akan dilakukan, untuk mendapatkan apa yang diinginkan. 12 Hobbes juga berpendapat bahwa perang atau saling menerkam dengan sesamanya, merupakan suatu cara yaang ditempuh untuk menyelamatkan diri masing-masing dari ancaman musuh. Dalam keadaan apapun, manusia tidak 10 Bdk. FRANS MAGNIS SUSENO, Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles, Kanisius, Yogyakarta,2009, 30-31. 11 Bdk. EMANUEL PRASETYONO, Dunia Manusia, 123. 12 Bdk. K. J. VEEGER, Realitas Sosial:Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Gramedia, Jakarta, 1985, 68 4

merasa aman. Perasaan takut terus menyelimuti manusia karena banyak ancaman yang datang. 13 Dari kondisi seperti ini, pada akhirnya, manusia merasa terdorong untuk mencari kehidupan yang lebih baik yang bisa melepaskan mereka dari situasi yang saling menerkam tersebut melalui kontrak sosial. Sementara itu, Jean Jacques Rousseau seorang filsuf Perancis menegaskan bahwa manusia tidak memiliki kodrat sosial yang bisa menyatukan manusia yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat hanya tercipta lewat perjanjian antarindividu belaka. 14 Dari pandangan Hobbes dan Rousseau dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia dalam suatu masyarakat terbentuk karena adanya kesepakatan bersama atau kontrak sosial. Dengan demikian, kodrat sosial itu tidak ada dalam diri manusia.keduanya meletakkan kontrak sosial itu dalam lembaga negara, sehingga dapat mengendalikan segala macam nafsu-nafsu manusia dalam hidup bersama. Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa persoalan mengenai dimensi sosial manusia memang bukanlah sesuatu yang mudah dimengerti, apalagi pada masa ini, manusia hidup di era globalisasi yang ditopang oleh sistem pasar bebas. Kita dapat merasakan bahwa terjadi persaingan yang ketat dalam masyarakat. Ciri sosialitas manusia perlahan-lahan hilang dan digantikan oleh sikap individualistis yang merajalela. Tidak jarang, orang cenderung untuk mengotak-kotakkan struktur kehidupan dalam masyarakat. 15 Perbedaan suku, agama, ras dan budaya tidak lagi dipandang sebagai suatu kekayaan untuk dijaga dan diwariskan, tetapi 13 Bdk. BRYAN MAGEE, Kisah tentang Filsafat.Terj. Marcus Widodo, dkk., Kanisius, Yogyakarta 2008, 80. 14 Bdk. A. SUDIARJA, dkk (eds)., Karya Lengkap Driyarkara: Essay-essay Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, Gramedia Pustaka Utama, Kompas, dan Jesuit Provinsi Indonesia, Jakarta 2006, 167. 15 Ibid., 13 5

kadang hal tersebut menjadi alat untuk menciptakan permusuhan dan kekerasan dalam masyarakat. Kita bisa menyaksikan dalam hidup sehari-hari, begitu banyak pemberitaan mengenai perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, serta aksi teror bom, perdagangan manusia dan juga perbudakan, serta masih banyak peristiwa kemanusiaan lainnya, yang menunjukan betapa rendahnya manusia memperlakukan sesamanya. Tidak jarang pula orang membangun relasi dengan sesamanya hanya untuk dijadikan sebagai objek yang dapat diperalat. Hal demikian dapat kita jumpai dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, seperti bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi, sering terjadi bahwa orang membangun relasi dengan sesamanya hanya karena kepentingan bisnis. Ini artinya bahwa relasi yang terjadi bukan karena didorong oleh kehendak manusia sebagai makhluk sosial, tetapi karena nilai keuntungan yang akan diperoleh dalam dunia bisnisnya. Konsekuensinya, apabila sudah tidak membawa keuntungan, relasi tersebut dapat ditinggalkan. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa kesadaran manusia akan kodratnya sebagai makhluk sosial sudah mulai memudar. Orang-orang condong kepada semangat individualis. Melihat hal ini, muncul suatu keprihatinan dalam diri penulis. Jika konflik dan sikap individualistik manusia terus merasuki jiwa manusia, kehidupan manusia akan hancur. Setiap manusia pasti akan lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dan mengejar kepuasan pribadi. Manusia akan memandang sesama sebagai musuh yang dapat mengancam hidupnya. Hal ini pasti akan menimbulkan konflik. Persaingan-persaingan yang tidak sehat pun pasti akan terjadi demi mencapai 6

keinginannya. Hal-hal seperti ini dapat memberikan efek negatif yang luar biasa dalam hidup manusia di dunia, karena manusia akan berpikir bahwa orang lain adalah ancaman baginya. Dari keprihatinan tersebut, dalam karya tulis ini, penulis hendak memaparkan konsep pemikiran Driyarkara tentang sosialitas dan juga relevansi dengan gotong royong dalamn kehidupan masyarakat Indonesia. Driyarkara adalah salah satu pemikir Indonesia yang memiliki gagasan yang luar biasa terhadap berbagai persoalan dalam hidup manusia. Driyarkara menawarkan sebuah konsep tentang kehidupan bersama. Hidup bersama oleh Driyarkara di pahami sebagai sosialitas, yaitu eksistensi manusia dalam relasi atau hubungannya dengan sesama manusia. 16 Selain karena dipengaruhi oleh pemikir-pemikir dari Filsafat Barat, pemikiran Driyarkara tentang sosialitas juga dipengaruhi oleh situasi bangsa Indonesia sendiri. Latar belakang pikiran Driyarkara tentang sosialitas juga berangkat dari konteks di mana ia ingin meneliti lebih dalam perihal bentuk dasar kehidupan manusia Indonesia yang populer pada masa itu, yakni sosialitas yang nampak dalam sikap gotong royong. 17 Ketika meneliti sosialitas dalam alam pikiran Indonesia, Driyarkara menemukan relasinya dengan Pancasila. Driyarkara melihat bahwa seluruh Pancasila merupakan pengakuan akan sosialitas manusia. 18 Selanjutnya, Driyarkara juga menjelaskan bahwa sosialitas nampak dalam langkah 16 Bdk.A. SUDIARJA, dkk. (eds),karya Lenggkap Driyarkara, 675. 17 Bdk. KRISTANTO NUGRAHA, Mencari Eksistensi Manusia: sebuah Tanggapan driyarkara terhadap kritik terhadap Publik Kierkegaard, 17-18, dalam Jurnal Filsafat Driyarkara, Th. XXXI no. 1/2010. 18 Bdk.A. SUDIARJA, dkk. (eds),karya Lenggkap Driyarkara, 655. 7

pelaksanaan Pancasila sebagai ajaran dan tata masyarakat adil dan makmur, yaitu dalam sosialisme Indonesia. 19 Dalam penjelasan tentang sosialitas, Driyarkara memakai metode fenomenologi sehingga dapat menunjukan bahwa sosialitas melekat dalam diri manusia. Fenomenologi adalah sebuah kajian atau studi filsafat yang memandang bahwa sebuah pengetahuan atau kebenaran itu berasal dari fenomena atau realita yang menampakkan diri. Dengan kata lain, fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang hal-hal yang menampakkan diri pada kesadaran manusia. Secara fenomenologi, Driyarkara berpendapat bahwa pada segala bidang kehidupan manusia selalu memperlihatkan kebersamaan. Oleh karena itu, ada bersama menjadi titik tolak bagi Driyarkara dalam memikirkan sosialitasnya. Dengan pendekatan fenomenologis ini, Driyarkara mau menunjukan bahwa keberadaan manusia sungguh sebagai ada di dunia dan dengan itu ada bersama dengan yang lain. 20 Lewat tulisan ini, penulis ingin memahami pemikiran Driyarkara secara mendalam, khususnya tentang konsep sosialitas dan relevansinya dalam pemahaman dan penghayatan masyarakat Indonesia, yakni dalam gotong royong sebagai salah ciri khas budaya Indonesia. Dalam konsep sosialitas tersebut, terkandung nilai-nilai penting bagi kehidupan bersama di dalam masyarakat. Oleh karena itu, nilai-nilai itu harus dihidupkan kembali di tengah era globalisasi saat ini. 19 Ibidem. 20 Ibid., 593. 8

1.2. RUMUSAN PEMBAHASAN Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah apa itu konsep sosialitas menurut Driyarkara serta apa relevansinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia? Hal ini dilakukan dengan menelusuri pemikiran Driyarkara mengenai sosialitas. Konsep sosialitas ini merupakan hal penting karena dalam pemikiran tersebut, Driyarkara mendalami eksistensi manusia sebagai makhluk sosial yang memandang sesamanya sebagai kawan atau sahabat dan bukan sebagai lawan. Hal ini menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada manusia agar tidak memperlakukan sesama dengan sewenang-wenang, sebab sesama adalah kawan dalam membangun kehidupan. 1.3. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mendalami dan memahami apa itu konsep sosialitas menurut pemikiran Driyarkara. Semoga dengan memahami konsep sosialitas tersebut, setiap pembaca dapat menyadari diri sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan sesamanya. Dalam konsep sosialitas, hidup bersama merupakan suatu cara untuk mencapai kebaikan bersama. Skripsi ini juga ditulis bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali menghidupkan nilai-nilai Pancasila sebagai pengakuan atas sosialitas manusia Indonesia. Selain itu, skripsi ini ditulis salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi strata satu (S1). 9

1.4. METODE PENULISAN Dalam penulisan skripsi ini, penulis menerapkan metode studi kepustakaan. Dalam hal ini, penulis mendalami dan kemudian memaparkan konsep sosialitas dalam pemikiran Driyarkara. Dalam menyusun skripsi ini, penulis memakai buku Kumpulan Karya Lengkap Driyakara sebagai sumber utama. Buku tersebut, merupakan kumpulan karya-karya Driyarkara sendiri. Buku Karya Lengkap Driyarkara, merupakan kumpulan karangan dari Driyarkara sendiri yang pernah dimuat di berbagai majalah, surat kabar, diktat kulia dan sebagainya. Setelah kematiannya, atas inisiatif dari Romo Danuwinata, yang merupakan murid dari Driyarkara, karangan-karangan Romo Driyarkara didokumentasikan kembali dan disunting oleh A. Sudiarja dan kawan-kawannya dan diterbitkan menjadi buku. Dalam menyunting buku tersebut, tim penyunting tidak mengubah banyak susunan kalimat. Tim penyunting hanya mengubah sejauh hal tersebut perlu diubah, misalnya kalimat-kalimat yang kurang bisa dipahami karena gaya penulisan atau ejaan pada waktu berbeda dengan masa sekarang. Akan tetapi, kadang penyunting mengubah atau juga menambahkan sesuatu dalam naskah, misalnya memberikan catatan kaki tambahan untuk keterangan atau pemberian subjudul baru dan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat mengenal dan memahami teks-teks yang ditulis Driyarkara. Tim penyunting berusaha mempertahankan keaslian karangan Driyarkara, baik dari segi isi, bahasa dan kekhasan lainnya, misalnya bahasa Indonesia yang sederhana dengan nuansa Jawa yang khas. Selain buku Karya Lengkap Driyarkara, penulis juga mempelajari 10

beberapa buku lain sehingga dapat menunjang keilmiahan serta kejelasan dari konsep sosialitas dalam pemikiran Driyarkara. 1.5. SKEMATIKA PENULISAN Bab I: Pendahuluan Pada bab ini, penulis menyajikan latar belakang dari tema yang dipilih, dan rumusan masalah. Penulis juga menjelaskan tentang tujuan penulisan skripsi, metode yang dipakai dalam menyusun skripsi, serta sistematika penulisan dalam penulisan skripsi. Bab II: Riwayat Hidup dan Gagasan Utama Pemikiran Driyarkara Pada bab ini, penulis akan memaparkan riwayat hidup Driyarkara, latar belakang pendidikan serta kehidupannya dan juga karya-karya hasil pemikiran Driyarkara. Penulis juga mencoba mendalami hal-hal yang memengaruhi pemikiran Driyarkara sehingga mendorongnya untuk memberikan pandangan tentang konsep sosialitas, serta ruang lingkup pemikirannya secara umum. Bab III: Konsep pemikiran Driyarkara tentang Sosialitas Pada bab ini, penulis menjabarkan isi dari karya tulis ini, yakni secara khusus membahas konsep pemikiran Driyarkara tentang sosialitas. 11

Bab IV:Penutup Pada bab ini, penulis menguraikan relevansi pemikiran Driyarkara dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yakni dalam gotong, refleksi teologis, tinjauan kritis dan kesimpulan. 12