BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup merupakan sebuah anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri.

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

GANGGUAN IDENTITAS GENDER DAN ORIENTASI SEKSUAL NARAPIDANA DI LAPAS WANITA KLAS IIA MALANG SKRIPSI. Oleh : SITI MAHFUDHOTIN NIM :

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara lakilaki

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. hal ini dibuktikan dengan data yang didapatkan, dimana menurut survey yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

PERAN KOMUNIKASI SEKSUAL ORANGTUA-ANAK TERHADAP GANGGUAN IDENTITAS GENDER

BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian, rumusan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

KOMUNIKASI NONVERBAL PADA LESBIAN (Studi Deskriptif Pada Organisasi Cangkang Queer Medan) Nurhasanah Harahap

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian penulis yang dilakukan terhadap pada pola interaksi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Segala sesuatu di muka bumi ini diciptakan Allah secara berpasangan.

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan

BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka. kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian. Bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian harga diri, dan waria.

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

PETUN JUK PENGERJAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya. Seseorang yang seperti ini merasa terperangkap dalam tubuh yang salah dan ingin sekali hidup sebagai lawan jenis kelaminnya. Untuk itu mereka berperan sebagai lawan jenis, menyukai pakaian dan aktivitas lawan jenis. Biasanya orang dengan gangguan identitas gender disebut sebagai transeksual atau transgender. Tanda-tanda seseorang yang mengalami gangguan identitas gender sudah dapat terlihat sejak kecil, seperti pemilihan pakaian lawan jenis, permainan dan teman-teman dengan lawan jenis, dan berperan sebagai lawan jenis dalam bermain. Sebagian besar orang dengan gangguan identitas gender memiliki orientasi homoseksual (namun ada juga yang heteroseksual). Orientasi seksual berkembang setelah adanya proses pembentukan identitas gender. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa semua subjek (AR, SN, dan CP) memiliki orientasi seksual sejenis (lesbian). Perkembangan orientasi seksual dimulai sejak masa kanak-kanak. Para subjek merasa terperangkap dalam tubuh wanita akan tetapi jiwanya lakilaki, mereka ingin hidup sebagai seorang laki-laki. Meskipun AR, SN, dan CP 147

148 ingin sekali hidup sebagai seorang laki-laki tetapi mereka tidak berkeinginan melakukan operasi kelamin. 1. Subjek I Inisial AR AR menunjukkan sifat-sifat maskulin sejak masa taman kanakkanak (TK). Pada masa itu AR selalu memilih pakaian laki-laki, ia tidak pernah mengenakan pakaian perempuan. Meskipun ibunya ingin mengenakan baju perempuan tapi AR selalu menolak. AR juga lebih menyukai permainan tradisional anak laki-laki, seperti mobil-mobilan, layang-layang, kelereng, dan sebagainya. Begitu pula dengan teman bermainnya, AR selalu berteman dengan laki-laki. Semua temantemannya kebanyakan laki-laki. Homoseksualnya sudah ada sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Pertama kali ia tertarik dengan seorang gadis pada waktu kelas 5 SD. Saat itu gadis yang ia sukai adalah teman satu kelasnya. Kemudian saat dewasa AR menikahi seorang janda yang umurnya jauh lebih tua darinya. 2. Subjek II Inisial SN Secara fisik, SN adalah perempuan normal. Akan tetapi ia merasa jiwanya tidak sesuai dengan tubuhnya. Sejak kecil, yakni sekitar 4 tahun, SN telah menunjukkan sifat-sifat maskulin, seperti lebih suka bermain dengan anak laki-laki, lebih suka permainan anak laki-laki, selalu memakai pakaian lawan jenis, dan pada waktu remaja ia sering membayangkan menjadi lawan jenisnya. Saat masih kecil SN

149 belum menyadari perilakunya itu. Ia bertingkah seperti anak laki-laki karena ingin seperti kakak laki-lakinya. Sejak SN kuliah di Surabaya, ia mulai menggunakan korset untuk menutupi dadanya, berpenampilan maskulin dan memakai atribut atau aksesoris pria. Ketetapan identitas gender yang ada pada diri SN mempengaruhi orientasi seksualnya. SN mulai tertarik dengan sesama jenis sejak usia 4 tahun, namun ia baru pacaran saat SD. Pada saat remaja SN sering ganti-ganti pacar. Hingga pada saat ini juga SN masih tertarik dengan sesama jenis. Selama hidupnya SN tidak pernah pacaran atau hanya sekedar tertarik dengan laki-laki. 3. Subjek III Inisial CP CP menunjukkan sifat maskulin sejak masa kanak-kanak. Beberapa sifat-sifat itu ditunjukkan dalam perilaku pemilihan pakaian, aktivitas, dan kelompok bermain. Semua perilaku itu adalah stereotip dari lawan jenis (pria). Ketika CP tumbuh dewasa dan mulai tertarik dengan sesama jenis, ia mulai membayangkan dirinya sebagai seorang lelaki. Dan pada saat itu pula CP tidak suka diperlakukan seperti anak permpuan. Ketertarikan terhadap sesama jenis sudah ada sejak ia TK, saat itu ia tertarik dengan kecantikan gurunya. Pada waktu remaja dan hingga CP belum pernah kencan dengan pria, ia sama sekali tidak tertarik dengan pria karena merasa dirinya sendiri adalah seorang pria.

150 Semua subjek baik AR, SN, dan CP tidak memiliki sejarah pelecehan seksual atau pola asuh lintas gender. Sejak kecil, tanpa dipengaruhi orang lain, mereka lebih suka melakukan hal-hal yang berbau maskulin. Namun yang mengecewakan adalah kedua orangtua ketiga subjek tidak memberikan penanganan secara serius ketika mengetahui anak-anak mereka berlaku maskulin. Para subjek mengaku bahwa orangtuanya menganggap mereka sebagai anak yang tomboi, jadi orangtua tidak menyadari tentang apa yang terjadi pada anak-anak mereka. B. Saran 1. Bagi Subjek Penelitian Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan suatu perubahan terhadap para subjek, khususnya bagi SN dan CP bahwa menjadi transgender bukanlah sesuatu yang statis. Mungkin memang sulit untuk merubah pikiran dan pola hidup sebagaimana menjadi wanita feminin dan heteroseksual. Tapi jika SN dan CP benar-benar mau berusaha untuk sembuh pasti Tuhan akan memberikan jalan. Pertama-tama yang harus mereka berdua lakukan adalah mencari dukungan dari kelurga, teman-teman, dan lingkungan. Mungkin dengan menjalani terapi modifikasi perilaku dan pendekatan spiritual dapat membantu mereka untuk sembuh. Berbeda dengan AR, ia sendiri mengatakan sudah tidak ada lagi harapan untuk menjadi wanita normal. Selama 42 tahun AR menjalani hidup sebagai transgender. Jadi kemungkinan untuk bisa sembuh

151 sangat kecil. Semoga dengan adanya penelitian ini AR dapat menjadi pribadi yang lebih baik, dapat mengambil hikmah dari pengalaman hidup dan melakukan hal-hal positif baik kepada dirinya sendiri maupun orangorang disekitarnya. 2. Bagi Lapas Wanita Klas IIA Malang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para subjek mengalami gangguan identitas gender (memposisikan dirinya sebagai laki-laki) dan kelainan seksual (lesbian) sudah ada sebelum mereka di penjara. Hal itu terjadi pada mereka sejak masa kanak-kanak. Subjek sendiri sebenarnya tidak mau hidup sebagai transgender, tapi kelainan itu sudah ada dalam diri mereka sejak kecil tanpa ada pengalaman traumatik. Selama 20 tahun lebih para subjek hidup seperti lawan jenis. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan sembuh. Seperti dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa semua penyakit ada obatnya. Jadi masih ada kemungkinan bagi subjek untuk sembuh. Berarti harus disediakan tempat atau lingkungan yang sehat untuk membuat mereka sembuh. Para subjek sangat membutuhkan lingkungan yang dapat mendukung mereka untuk meminimalisir perilaku seksual sejenis dan perilaku maskulin. Bila mereka berada ditengah-tengah orang yang sehat, mampu memberikan motivasi, terlebih lagi bersedia membimbing mereka maka kemungkinan besar para subjek dapat sembuh menjadi pribadi yang lebih baik.

152 Sepertinya akan lebih efektif jika mereka yang sakit ditempatkan bersama orang-orang yang sehat yang mampu memberikan dukungan positif daripada jika yang sakit ditempatkan bersama orang-orang yang sama-sama sakit. Jadi orang-orang dengan ciri gangguan identitas gender (hunter) yang berperilaku maskulin dan lesbian tidak harus ditempatkan dalam kamar yang penghuninya sama dengan mereka (sama-sama hunter). Jika mereka berada ditengah-tengah orang-orang yang sama-sama sakit maka mereka akan sulit untuk disembuhkan dan mungkin akan lebih parah. Akan lebih baik jika mereka berada didalam kamar yang penghuninya sehat dan mampu memberikan dukungan. Pendekatan spiritual, seperti sering memberikan ceramah agama yang bertema diharamkannya perilaku lesbian, dosa bagi seorang lesbian dapat menjadi perenungan para subjek untuk tidak melakukannya. Para subjek seperti itu perlu diberikan kesadaran untuk memikirkan keluarga, masa depannya, pandangan lingkungan tentang dirinya, dan resiko kesehatan kerena penyimpangan seksual. Jika mereka memikirkan keluarga, masa depan, dan lingkungan, tentunya mereka tidak mau hidup sebagai transgender seumur hidup. Pemberian hukuman positif bagi perilaku lesbian mungkin dapat mengurangi intensitas perilaku seksual. Buktinya para subjek mulai dapat mengendalikan perilaku seksual mereka karena takut dihukum. Akan tetapi akan lebih baik kalau bukan saja hunter yang diberikan hukuman

153 positif tetapi juga lines. Bagaimanapun juga perilaku seksual melibatkan dua orang yang keduanya sama-sama sadar melakukan perilaku tersebut. 3. Bagi Disiplin Psikologi dan Fakultas Psikologi Untuk disiplin psikologi sendiri dan teman-teman dari fakultas psikologi, kini saatnya melakukan tindakan realistis dengan membantu para orang-orang yang mengalami abnormalitas, khususnya bagi orangorang dengan gangguan identitas gender dan lesbian memmbantu mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Terlebih lagi dengan memberikan terapi yang dapat menyembuhkan atau mengurangi kecemasan mereka sebagai seorang transgender. Para orang-orang dengan gangguan identitas gender benarbenar mengalami kegelisahan terhadap identitas dirinya, sehingga mereka sangat membutuhkan bimbingan dan terapi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebenarnya penelitian ini belum sempurna sebagai penelitian psikologi kualitatif. Penelitian ini masih dapat dilanjutkan oleh peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang gangguan identitas gender. Data yang peneliti dapat sebenarnya juga masih belum lengkap karena peneliti hanya dapat menggali data dari subjek dan teman-temannya yang di penjara. Inilah keterbatasan peneliti karena tidak bisa menggali data dari orangtua, keluarga dan kerabat, teman-temannya di luar, dan orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya. Subjek tidak bersedia jika peneliti mewawancarai orangtua, kelurganya, dan bahkan petugas Lapas sendiri.

154 Mungkin jika ada peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini maka akan lebih baik jika penggalian data lebih diperbanyak dengan melibatkan orangtua terkait pola asuh, keluarga, dan teman-teman maupun lingkungan sekitarnya. Mengapa demikian, karena gangguan identitas gender merupakan sebuah gangguan yang harusnya ditelusuri lebih mendalam sejak subjek kanak-kanak, dan informan yang paling utama adalah subjek sendiri dan orangtua. Akan tetapi akan jauh lebih baik dilakukan diluar Lapas yang subjek dan kerabat-kerabatnya masih bisa dijangkau dan bersedia memberikan keterangan. Jikalau ada peneliti lain yang tertarik dengan tema perubahan identitas gender, maka peneliti menyarankan untuk meneliti tentang proses perubahan identitas gender dari wanita normal menjadi hunter atau bucth (wanita lesbian yang memposisian dirinya menjadi laki-laki). Di Lapas banyak terjadi krisis identitas gender, yakni perubahan sikap dari feminim ke maskulin dan perubahan orientasi seksual dari heteroseksual menjadi lesbian. Saya menyarankan kepada peneliti selanjutnya supaya tidak hanya melakukan penggalian data dari subjek tetapi juga memberikan solusi kepada subjek dengan melakukan tindakan realistis seperti pemberian terapi psikologi. Hal itu sangat penting dilakukan untuk membantu subjek menjadi pribadi yang lebih baik, terutama bagi subjek yang mengalami gangguan dan ingin sembuh menjadi manusia normal atau paling tidak membantu subjek mengurangi kecemasannya.

155 Satu hal lagi yang perlu dipahami bahwa setiap subjek memiliki latar belakang hidup yang berbeda-beda, jadi jika ingin memberikan penangan maka harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing subjek. Oleh karena itu memahami latar belakang dan pengalaman hidup tiap subjek merupakan hal yang paling utama.