BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XIV/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut dipimpin oleh seorang Gubernur, Bupati, dan Walikota dan dipilih melalui proses pemilihan kepala daerah. Hal tersebut diperkuat Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Pemilihan kepala daerah tersebut diatur sendiri dalam undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang- Undang Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut pemilihan kepala daerah adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis. Pemilihan kepala daerah bukan lagi merupakan rezim dari pemilihan umum, tetapi pemilihan kepala daerah tetap menerapkan asas-asas pemilihan umum yaitu asas langsung, umum, bebas, dan rahasia; jujur dan adil. Hal tersebut sudah diperkuat melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU- 1

2 XII/2013, bahwa pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilaksanakan secara demokratis berada dalam Bab VI Pemerintahan Daerah bukan dalam bab VII B Pemilihan Umum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Salah satu pendapat hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU-XII/2013 tersebut, menyatakan bahwa: Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota merupakan pemilihan kepala daerah langsung yang tidak termasuk dalam kategori Pemilihan Umum sebagaimana dimaksudkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Namun demikian pemilihan kepala daerah langsung adalah Pemilihan Umum secara materiil untuk mengimplementasikan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Berdasarkan putusan tersebut, pemilihan kepala daerah secara formil tetap dalam rezim Pemerintahan Daerah Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam arti yang sederhana, bahwa meskipun pemilihan kepala daerah diselenggarakan secara langsung, nama dari pemilihan bukanlah Pemilihan Umum tetapi Pemilihan Kepala Daerah. Acuan pada bab pengaturan pemilihan secara demokratis meniscayakan pada koherensi dan konsistensi Pemilihan Kepala Daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak periode pertama di Indonesia sendiri telah selesai dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015. Dalam rapat paripurna, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah sepakat melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, untuk menggelar pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota serentak untuk pertama kali pada 9 Desember 2015. Pemilihan kepala daerah secara serentak tersebut memang sengaja dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintah Indonesia. Pemilihan kepala daerah serentak untuk gelombang kedua akan dilaksanakan pada bulan Februari 2017, gelombang ketiga akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018, dan selanjutnya akan dilakukan pemilihan kepala daerah serentak secara nasional pada

3 tahun 2027 (http: //lipsus.kompas.com/ topikpilihanlist/ 3406/ 17/ Pilkada. Serentak. 2015 diakses pada tanggal 9 Februari 2015 pukul 19.00 WIB). Sebelum pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember lalu, muncul beberapa permasalahan. Salah satu permasalahan yang ada sebelum pemilihan kepala daerah diselenggarakan dan akan diangkat oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah adanya calon tunggal kepala daerah yang maju untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Adanya calon tunggal di beberapa daerah di Indonesia tersebut memunculkan pro dan kontra oleh pemerintah maupun masyarakat, karena pada dasarnya keberadaan calon tunggal tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang- Undang yang kemudian diturunkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Pasal 89 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 menjelaskan bahwa: Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya. Saat Komisi Pemilihan Umum membuka pendaftaran awal untuk calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bagi daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak 9 Desember 2015, 20 daerah di antaranya mengajukan calon tunggal. Kondisi tersebut membuat Komisi Pemilihan Umum memperpanjang masa pendaftaran, namun tiga daerah tetap mengajukan calon tunggal. Ketiga daerah tersebut, yaitu Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur; Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan Kabupaten

4 Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, sudah melakukan pendaftaran dan menghasilkan hanya ada satu pasangan calon. Badan Pengawas Pemilihan Umum pun telah membuka kembali pendaftaran, tetapi di tiga kabupaten tersebut tetap hanya ada satu pasangan calon. Dengan demikian, telah diberikan kesempatan kepada partai politik ataupun gabungan partai politik untuk mengajukan pasangan calon, tetapi tetap tidak bisa terpenuhi sekurang-kurangnya dua pasangan calon (http://www2.jawapos.com/baca/artikel/21319/perpanjangan-pendaftaran-calon- Kada-Picu-Konflik-Hukum-dan-Transaksional diakses pada tanggal 28 Februari 2016 pukul 19.00 WIB). Pengajuan calon tunggal pemilihan kepala daerah yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menyebabkan Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali menggugat dan memohonkan uji materiil terhadap Pasal 49 ayat (8), Pasal 49 ayat (9), Pasal 50 ayat (8), Pasal 50 ayat (8), Pasal 50 ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), Pasal 54 ayat (5), dan Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi. Dalam gugatan tersebut, Effendi Gazali menilai aturan larangan calon tunggal tersebut tidak memberikan kepastian hukum dan bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), dan Pasal 28 I ayat (2). Efendi Gazali selaku pemohon dalam permohonan ke Mahkamah Konstitusi mengungkapkan jika hanya calon tunggal pemililihan kepala daerah akan diundur hingga 2017, maka warga negara akan mengalami kerugian konstitusional karena kepala daerah hanya akan dipimpin oleh seorang pelaksana tugas yang tidak bisa mengambil kebijakan strategis, sehingga akan

5 memperlambat pembangunan. Atas dasar gugatan tersebut, pada akhirnya Hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi Gazali melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015, Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, sehingga pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan satu pasang calon atau calon tunggal tetap dapat dilaksanakan dengan cara memilih setuju dan tidak setuju. Meskipun telah dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tersebut dilaksanakan dengan referendum setuju dan tidak setuju tetapi putusan tersebut belum menjelaskan bagaimana mekanismemekanisme terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Sehingga, penulis dalam hal ini akan menjabarkan dan menganalisis terkait mekanisme yang baru dalam pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Hakim Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pemilihan kepala daerah sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat. Selain itu, Mahkamah Konstitusi menimbang perumusan norma Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum. Hal itu dapat berakibat pada tidak dapat terselenggaranya pemilihan kepala daerah. Selain itu, apabila pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal ditunda pada periode selanjutnya jelas akan merugikan hak konstitusional warga negara, khususnya hak memilih. Sehingga penulis akan mengkaji pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal sebagai pemenuhan hak konstitusional warga negara yang secara tegas telah diatur dalam Undang-

6 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang- Undangan dibawahnya. Mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daaerah merupakan hal yang baru yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal bertujuan untuk memenuhi hak konstitusional warga negara khususnya hak untuk memilih. Atas dasar kedua hal tersebut, penulis dalam penulisan hukum ini sangat tertarik untuk membahas mengenai munculnya mekanisme yang baru dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal pada 9 Desember 2015 secara lebih mendalam yang belum dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Penulis dalam penelitian ini akan menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal pasca dikeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 dan menganalisis pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal ditinjau dari segi pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih. Berdasarkan pemaparan diatas, maka hal-hal tersebut adalah menjadi dasar dan latar belakang penulis untuk mengkajinya dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul Analisis Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Dengan Calon Tunggal Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 Ditinjau Dari Hak Konstitusional Warga Negara Untuk Memilih. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan bagian yang penting dalam suatu penulisan hukum agar terarah dan memiliki tujuan yang tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang diangkat. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

7 1. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal ditinjau dari pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih? C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian dikenal ada dua macam tujuan, yaitu tujuan objektif dan subjektif. Tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif Tujuan objektif merupakan tujuan penulis dilihat dari tujuan umum yang berasal dari penelitian itu sendiri, yaitu sebagai berikut : a) Untuk menganalisis mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal pasca Putusan Mahkamah Konstistusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. b) Untuk menganalisis pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal yang ditinjau dari pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari pribadi penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut : a) Untuk menambah, memperluas, dan mengembangkan wawasan serta pengetahuan penulis mengenai aspek ilmu hukum dalam teori dan praktik. b) Untuk menggali kemampuan analisis penulis dalam bidang ilmu hukum khususnya ilmu hukum tata negara sebagai salah satu fokus dari penulis.

8 c) Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum universitas sebelas maret surakarta. D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian harus dapat memberikan manfaat, disamping tujuan yang hendak dicapai. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum tata negara pada umumnya dan bidang hukum pemilihan umum dan partai politik. b) Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur sebagai acuan untuk melakukan penelitian dengan bidang yang sama dikemudian hari. 2. Manfaat Praktis a) Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan pengetahuan baik masyarakat pada umumnya dan berbagai pihak yang terkait dengan masalah yang menjadi pokok bahasan. b) Sebagai sarana mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. E. Metode Penelitian Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau biasa dikenal dengan penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan

9 hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56). Sifat doktrinal dalam penulisan hukum ini dapat dilihat dari penggunaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, teori tentang pemilihan kepala daerah, dan teori tentang hak konstitusional. Dalam penelitian hukum ini penulis hendak mencari pemecahan masalah mengenai mekanisme penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal setelah adanya putusan dari mahkamah konstitusi yang mengeluarkan putusan tentang dibolehkanya calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah. Oleh karena itulah dengan adanya calon tunggal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal yang akan dikaji dan ditinjau dari segi pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah preskriptif. Sebagaimana telah diketahui bahwa ilmu hukum bersifat preskriptif dimana tidak dimulai dengan adanya hipotesis karena penulis hendak memberikan argumentasi atas penelitian yang telah dilakukan (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 59). Penelitian bersifat preskriptif pada dasarnya merujuk pada pengertian penelitian hukum itu sendiri, yaitu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 3. Pendekatan Penelitian Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian hukum, antara lain pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan konseptual (conseptual approach), dan pendekatan komparasi (comparative approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 133).

10 Penulis dalam penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) yang tidak akan lepas pada penelitian hukum dengan mencari peraturan perundang-undangan terkait yang dapat digunakan sebagai dasar dan acuan yang relevan dalam penulisan hukum ini. 4. Sumber Penelitian Peter Mahmud Marzuki (dalam 2014 : 181) menjelaskan bahwa penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum sekaligus memberikan mengenai preskripsi tentang apa yang seyogyanya diperlukan sumber-sumber penelitian, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan catatan resmi, risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 181). Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : a) Bahan Hukum Primer : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 (International Covenant Civil and Political Rights 1966); 4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

11 5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang; 6) Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 7) The Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948); 8) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernu dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 9) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon; 10) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Perselisihan Calon Tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah. 11) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003; 12) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XII/2013; 13) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitian yang relevan terkait dengan penelitian ini, termasuk diantaranya tesis, skripsi, desertasi, jurnal hukum, dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 19).

12 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan memberi catatan dari buku, peraturan perundang-undangan, tulisan, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Dalam pola pikir deduktif ini terdapat dua premis untuk membangun analisis terhadap isu hukum yaitu premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku dan premis minor yang merupakan fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hukum. Kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau konklusi (Peter mahmud Marzuki, 2014 : 89-90). F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan merupakan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum. Maka penulis membagi sistematika penulisan hukum kedalam 4 (empat) bab, dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan penelitian hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian Hukum, dan Sistematika Penelitian Hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari pakar dan doktrin hukum berdasarkan literatur-literatur yang

13 berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkut. Tijauan pustaka dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Kerangka Teori, yang berisikan Tinjauan tentang Pemilihan Kepala Daerah, Calon Kepala Daerah, Mahkamah Konstitusi, Hak Konstitusional, dan Hak Memilih. 2. Kerangka Pemikiran, yang berisikan gambaran alur pikir dari penulis berupa konsep yang akan dijabarkan dalam penelitian ini. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan hasil penelitian yang dihasilkan dari proses menjawab rumusan masalah yang menjadi dasar penulis dalam melakukan penulisan hukum yang kemudian disusun sebagai berikut : 1. Mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Pada bab ini penulis akan membahas bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal terkait adanya adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. 2. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal ditinjau dari pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih. Dalam bab ini penulis akan membahas dengan cara meninjau pelaksanaan pemilihan kepala daerah dari tinjauan pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih. BAB IV : PENUTUP Penulis dalam bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahsan dan proses

14 meneliti, serta saran yang dapat dikemukakan oleh penulis kepada para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN