BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Ruang Metode Moyers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ALUR PENELITIAN. (Required space )

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 3 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

VALIDITAS INDEKS MOYERS DI SDN 28 TUMAMPUA PANGKAJENE SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi. Salah satu syarat mendapat gelar. Sarjana Kedokteran Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DATA PERSONALIA PENELITI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN SKILL S LAB. ORTODONSIA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

Transkripsi:

6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggung jawab pada studi dan supervisi tumbuh kembang gigi geligi dan struktur anatomi yang berkaitan, sejak lahir sampai dewasa dan meliputi tindakan preventif dan korektif pada ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi gigi dengan piranti fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan estetis. 27 Masalah tumbuh kembang perlu dipelajari karena maloklusi bukan merupakan penyakit melainkan penyimpangan tumbuh kembang. 26 Sebagai contoh, letak gigi yang berdesakan atau berjejal adalah penyimpangan yang dapat menyebabkan maloklusi. Letak gigi yang tidak teratur dan diskrepansi rahang sangat berpengaruh terhadap penampilan. 26 Salah satu masalah pada masa tumbuh kembang gigi adalah diskrepansi ruang. Diskrepansi ruang adalah ketidakseimbangan antara ruang yang dibutuhkan dengan ruang yang tersedia pada lengkung gigi pada masa gigi bercampur. 1,9 Yang dimaksud dengan ruang yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar satu dan premolar kedua yang belum erupsi serta keempat gigi insisivus. 1,9 Ruang yang tersedia adalah ruang di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang akan ditempati oleh gigi-gigi permanen pada kedudukan yang benar yang dapat diukur pada model studi. 1,9 Faktor utama penyebab diskrepansi ruang adalah adanya ketidakharmonisan antara ukuran gigi dengan panjang lengkung alveolar. 2 Ketidakharmonisan lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar pertama, premolar kedua dengan panjang lengkung rahang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, ras, nutrisi, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. 7

7 Maloklusi dapat terjadi sebagai akibat dari erupsinya gigi geligi. 2 Untuk mencegah maloklusi saat dewasa diperlukan penegakan diagnosis Ortodonti agar perawatan pencegahan dapat segera dilakukan. 2.1 Analisis Gigi Bercampur Van der Linden, mengatakan bahwa pada saat gigi geligi insisivus rahang bawah terlihat tumbuh berdesakan maka diperlukan analisis untuk memprediksi apakah gigi geligi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua yang belum erupsi akan mendapat tempat yang cukup pada lengkung rahang (cit. Sonawane). 3 Analisis gigi bercampur merupakan metode untuk memprediksi keadaan gigi saat dewasa. Tujuan dari analisis gigi bercampur adalah untuk menentukan jumlah ruang yang tersedia pada rahang untuk erupsi gigi permanen dan untuk kepentingan penyelarasan oklusal. Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan pada analisis gigi bercampur yaitu ukuran seluruh gigi anterior permanen sampai gigi molar pertama permanen, perimeter rahang, dan perkiraan perubahan perimeter rahang akibat pertumbuhan dan perkembangan. Analisis gigi bercampur membantu kita memprediksi terjadinya gigi berjejal atau diastema yang akan terjadi saat seluruh gigi sulung digantikan oleh gigi permanen. 10 Perawatan ortodonti yang tepat pada periode gigi bercampur sangat tergantung pada ketepatan analisis ruang pada gigi bercampur. 7 Terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua yang belum erupsi yaitu: (1) metode radiografi, (2) metode non radiografi dengan rumus korelasi-regresi, (3) metode gabungan radiografi dan rumus korelasi-regresi. 2,3,7,8,16,17 2.1.1 Metode Radiografi Terdapat beberapa analisis dengan metode radiografi yang telah dikembangkan untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua permanen yang belum erupsi yaitu analisis Nance (1947) dan analisis Bull

8 (1959). 7 Nance (1947) adalah orang pertama yang melakukan pengukuran besar gigi kaninus dan molar sulung serta besar gigi kaninus dan premolar yang belum erupsi secara radiografi. Ia menemukan kesamaan antara besar gigi yang terlihat pada radiografi dengan standar besar mesiodistal gigi yang dikeluarkan oleh Black (1902) (cit. Ngesa, Hucal). 7,24 Pengukuran dimensi gigi dengan menggunakan metode radiografi memerlukan kualitas gambar yang baik dan tidak kabur. 27 Teknik radiografi periapikal merupakan teknik yang sering digunakan karena perbesaran ukuran gigi yang belum erupsi dapat disesuaikan dengan derajat perbesaran ukuran gigi yang telah erupsi. 27 Ketepatan metode pengukuran ini sangat bergantung pada teknik pengambilan gambar yaitu jarak target film, ada tidaknya distorsi pada film, kejelasan batas mahkota, dan overlapping. Pada gigi yang mengalami rotasi akan sulit dilakukan pengukuran secara tepat. 7,24,27 Foster dan Wylie (1958) menyatakan pengukuran gigi secara langsung lebih bisa dipercaya dibandingkan dengan pengukuran yang diperoleh dari radiografi intraoral dengan kualitas yang meragukan. 7 Berbagai prosedur lain telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat akurasi pengukuran. De Paula dkk., menyarankan penggunaan teknik radiografi dengan kemiringan wajah 45 o untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi yang belum erupsi (cit. Nourallah). 11 Felicio menyimpulkan bahwa teknik Cone-Beam Computed Tomography (CBCT) akurat untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi yang belum erupsi karena hasil radiografi merupakan gambaran tiga dimensi. 28 2.1.2 Metode on Radiografi Prediksi lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi dilakukan dengan metode non radiografi, yang pada prinsipnya dikembangkan dari perhitungan korelasi dan regresi. 17 Analisis dengan metode non radiografi memiliki beberapa keuntungan yaitu prediksi gigi geligi yang belum erupsi dapat dilakukan dengan menggunakan lebar gigi geligi permanen yang telah erupsi sempurna, tanpa membutuhkan peralatan khusus seperti radiografi, perhitungannya

9 sangat sederhana, memiliki systematic error yang minimal, dapat dilakukan oleh pemula maupun ahli, dapat dilakukan dengan cepat, dapat dilakukan pada model maupun di mulut dengan ketepatan yang baik, dan dapat digunakan untuk kedua rahang. 8,10,11 Adanya korelasi yang cukup besar antara besar gigi geligi insisivus mandibula dengan jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar pada kedua rahang merupakan alasan utama keempat gigi insisivus mandibula digunakan sebagai gigi prediktor dalam memprediksi jumlah ruang yang dibutuhkan bagi gigi geligi yang belum erupsi. 11,29 Selain itu, gigi insisivus mandibula dipilih sebagai gigi prediktor karena gigi geligi ini erupsi lebih awal pada masa geligi bercampur dan letaknya berada di tengah-tengah lengkung gigi sehingga diperoleh akses pengukuran yang mudah dan akurat, baik pada mulut secara langsung maupun pada model studi gigi. Gigi insisivus mandibula juga tidak memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran. Dengan erupsi gigi insisivus mandibula dan gigi molar pertama permanen maka sebagian besar pertumbuhan yang diharapkan pada lengkung mandibula telah dicapai. 7,10 Terdapat beberapa analisis non radiografi pada model berdasarkan perhitungan regresi dan korelasi yang telah dikembangkan yaitu sebagai berikut: analisis Moyers (1958, 1973, 1988) 7,10, analisis Tanaka-Johnston (1974) 9,29, analisis Sitepu (1983) 9, analisis Kuswandari-Nishino (2006) 15. 2.1.2.1 Analisis Tanaka-Johnston Tanaka-Johnston pertama kali memperkenalkan analisisnya pada tahun 1974. Analisis Tanaka-Johnston merupakan pengembangan dari perhitungan regresi Moyers untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua permanen yang akan erupsi. Analisis Tanaka-Johnston dikembangkan dari 506 sampel yang berasal dari keturanan Eropa Utara. Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi sebesar 0,63 untuk maksilla dan 0,65 untuk mandibula. Sedangkan standard error of estimate yang dimiliki adalah 0,86 mm untuk gigi rahang atas dan 0,85 mm untuk gigi rahang bawah. Analisis ini tidak membutuhkan foto radiografi

10 maupun tabel sehingga mudah dihafal dan praktis digunakan. Analisis ini menggunakan lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dalam perhitungannya. 7-9,11,24,29 Dalam analisis Tanaka-Johnston, setengah dari jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dihitung. Kemudian ditambahkan 10,5 mm untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi pada mandibula dalam satu kuadran. Pada maksila rumus ditambahkan 11,0 mm untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar pada maksila dalam satu kuadran. Setelah itu, jumlah lebar gigi pada seluruh rahang dijumlahkan dan dibandingkan dengan ruang yang tersedia pada rahang (space available). 5,8-10,27,29 Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus di bawah ini. Rumus : Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam satu kuadran = + 10,5 mm Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam satu kuadran = + 11,0 mm 2.1.2.2 Analisis Moyers Analisis Moyers menggunakan jumlah lebar mesiodistal insisivus mandibula dalam memprediksi jumlah lebar kaninus dan premolar maksila dan mandibula pada berbagai tingkat kepercayaan yaitu 5% - 95% dan membentuk tabel probabilitas menggunakan perhitungan regresi. Pada awalnya tabel prediksi tersebut digunakan untuk laki-laki dan perempuan secara bersamaan (1973). Namun kemudian tabel tersebut disempurnakan dengan membedakan antara laki-laki dan perempuan (1988). Tingkat kepercayaan 50% adalah tingkat kepercayaan untuk perhitungan yang lebih akurat. Namun, Moyers merekomendasikan tingkat kepercayaan 75% digunakan

11 untuk kebutuhan klinis karena pada level ini ada kecenderungan nilai lebar mesiodistal yang diprediksi setara atau lebih kecil dari lebar mesiodistal yang sebenarnya. Format tabel ini sebenarnya berfungsi untuk mencegah para klinisi memperoleh nilai yang tidak sesuai dengan nilai lebar mesiodistal yang sebenarnya. 7,10,24,27,29 Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut : 1. Lebar mesiodistal keempat gigi insisivus permanen mandibula diukur dan dijumlahkan. 2. Jika terdapat gigi insisivus yang berjejal, tandai jarak antar insisivus dalam lengkung gigi tiap kuadran dimulai dari titik kontak gigi insisivus sentralis mandibula. 3. Ukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi insisivus lateralis permanen) ke tanda di permukaan mesial dari gigi molar pertama permanen (space available). Dapat dilakukan menggunakan kawat atau dengan kaliper. 4. Jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dibandingkan dengan nilai pada tabel proporsional dengan tingkat kepercayaan 75% untuk memprediksi lebar gigi kaninus dan premolar maksila dan mandibula yang akan erupsi pada satu kuadran. 5. Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari tabel) pada kedua rahang. Jika diperoleh nilai negatif, maka dapat disimpulkan adanya kekurangan ruang. 10,27,29,30 2.1.3 Metode Kombinasi / Gabungan Metode ini menggabungkan teknik radiografi dan teknik perhitungan pada model dalam memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi pada kedua rahang. Metode ini merupakan metode yang paling akurat karena menggabungkan keuntungan dari metode radiografi dan metode rumus prediksi untuk meningkatkan daya prediktibilitas. 2,7,8

12 Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Hixon dan Oldfather (1958). Kemudian Staley memodifikasi metode ini sehingga standard error of estimate dapat diturunkan menjadi 0,44 dan koefisien korelasinya meningkat menjadi 0,92. 2,7,8,30 Cara menggunakan analisis Hixon dan Oldfather adalah sebagai berikut : 1. Lebar mesiodistal gigi insisivus sentralis dan gigi insisivus lateralis pada satu kuadran diukur pada model studi. 2. Dilakukan pengukuran secara langsung lebar mahkota gigi premolar pertama dan kedua yang belum erupsi pada foto radiografi. 3. Jumlahkan hasil pengukuran pada model studi dan foto radiografi. 4. Lihat pada grafik prediksi untuk menentukan gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua yang belum erupsi. 2,8,30 Gambar 1. Grafik Prediksi analisis Hixon & Oldfather 8 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Analisis Gigi Bercampur Dalam analisis gigi bercampur, tingkat ketepatan dan kesesuiannya akan sangat dipengaruhi oleh adanya variasi ukuran gigi. Ukuran gigi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor herediter dibandingkan dengan faktor lingkungan. 31

13 Ho dan Freer (cit. Hussein) menyatakan bahwa variasi ukuran gigi maksilla dan mandibula tidak hanya terlihat antara laki-laki dan peremepuan tetapi juga terlihat dari perbedaan ras. 31 2.2.1 Jenis Kelamin Hattab dkk., melakukan pengukuran lebar mesiodistal gigi permanen pada 198 orang Jordania yang berumur 13-19 tahun dengan menggunakan kaliper. Hasil penelitian diperoleh bahwa laki-laki memiliki ukuran gigi yang lebih besar dari perempuan dan gigi insisivus lateralis maksila memilki tingkat variabilitas lebih besar sementara gigi molar pertama memiliki tingkat variabilitas terendah dalam ukuran lebar mesiodistal. 31 Selain itu, Tome dkk., dalam penelitiannya menyatakan adanya perbedaan tingkat keakuratan analisis dimana analisis lebih akurat pada sampel lakilaki dibandingkan pada sampel perempuan. 32 Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa jenis kelamin berpengaruh pada ukuran gigi dan berpengaruh juga pada tingkat ketepatan analisis gigi bercampur. 2.2.2 Ras Seperti halnya jenis kelamin, ras juga mempengaruhi baik ukuran gigi maupun ukuran rahang individu. Suku Batak termasuk ras Paleomongoloid atau ras Melayu yang mendominasi populasi masyarakat di Indonesia. Ras Paleomongoloid terdiri atas Proto-Melayu (Melayu tua) dan Deutro-Melayu (Melayu muda). Yang termasuk suku bangsa Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, Nias, dan Toraja, sedangkan yang termasuk suku bangsa Deutro-Melayu adalah Aceh, Minangkabau, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado, Sunda kecil timur dan Melayu. Kedua kelompok suku bangsa ini memiliki perbedaan fisik maupun dimensi gigi dan lengkung geliginya. 13 Suku Batak termasuk dalam kelompok suku bangsa Proto-Melayu. 13 Simanjuntak melaporkan bahwa lebar mesiodistal gigi suku Batak lebih besar dari suku Jawa dan Madura, tetapi lebih kecil dibandingkan ras campuran Proto Melayu

14 dan Deutro Melayu. Selain itu, lebar dan panjang lengkung gigi suku Batak lebih besar dibandingkan ras campuran Proto Melayu dan Deutro Melayu. 33 Adanya perbedaan latar belakang ras/etnik dapat mempengaruhi perkembangan gigi geligi dan perkembangan oklusal seseorang. 2 Hal ini dapat berpengaruh pada ketepatan dari masing-masing analisis gigi bercampur. 2 Dalam penelitian ini menggunakan sampel suku Batak.