RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

Workshop Low Carbon City

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

Informasi Wajib Tersedia Setiap Saat Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, SDA dan LH Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. nasional relatif masih tinggi. Kontribusi energi fosil terhadap kebutuhan energi

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM RANGKA KETAHANAN ENERGI NASIONAL

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Materi Paparan Menteri ESDM

Peran dan Strategi Dunia Usaha dalam Implementasi NDC Sektor Energi Dr. Ir. Surya Darma, MBA

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

PENCAPAIAN TAHUN 2015

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

Indonesia Water Learning Week

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK)

BAB I 1. PENDAHULUAN

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral yang bertujuan untuk melakukan evaluasi kebijakan dan perencanaan energi nasional, serta meningkatkan komunikasi dan koordinasi berbagai pemangku kepentingan sektor energi dalam rangka percepatan implementasi kebijakan energi dan kebijakan lintas sektor yang terkait. Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional tahun 2010 terdiri dari kegiatan seminar dan pameran bertempat di Hotel Crowne Plaza, Jakarta. Kegiatan seminar dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Desember 2012, dan pameran pada hari yang sama. Pertemuan Tahunan Tahun 2010 mengambil tema Pengembangan Sektor ESDM Dalam Rangka Peningkatan Keunggulan Kompetitif Nasional dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada hari Rabu, 8 Desember 2012. Acara ini dihadiri sekitar 200 peserta, perwakilan dari Dirjen Migas, Dirjen Minerba, Dirjen EBTKE, Staf Khusus Menteri, Anggota Komite Dewan Energi Nasional, Pejabat Eselon II di lingkungan KESDM maupun diluar KESDM, Pejabat Dinas Pertambangan dan Energi, Pejabat dari pemangku kepentingan sektor ESDM, Asosiasi, Praktisi energi, Akademisi dan media massa. Narasumber yang hadir yaitu Ditjen Migas, Ditjen Minerba, Ditjen EBTKE, Ditjen Ketenagalistrikan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Asosiasi Panasbumi Indonesia (API), dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi). Beberapa kesimpulan dari diskusi interaktif yang dilakukan antara lain : A. Kebijakan dan Rencana Strategis Pengembangan Migas: 1. Pengembangan sub sektor migas mengacu pada target bauran energi nasional di dalam Perpres No. 5/2006, yaitu hingga tahun 2025 peranan minyak bumi mencapai 20%. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% dan asumsi pertumbuhan energi 1,5 kalinya diperkirakan pada tahun 2025 diperlukan produksi minyak bumi hingga 1,5 juta barel per hari. 2. Rencana strategis sub sektor migas: mempertahankan produksi minyak nasional, meningkatkan pemanfaatan CBM, mengoptimalkan pengembangan pencairan batubara, dan meningkatkan kapasitas kilang minyak nasional. 3. Pengembangan sub sektor migas di menurut wilayah : a. Sumatera; pembangunan LNG receiving terminal, mempertahankan tingkat produksi lapangan migas yang sudah ada, meningkatan kegiatas survey geologi dan penawaran potensial migas. b. Jawa; mengoptimalkan produksi lapangan migas Cepu, membangun pelabuhan peneriman LNG, pembangunan jaringan distribusi dan transmisi migas, peningkatan BBG di sektor transportasi, pembangunan kilang minyak dan kilang mini, serta pembangunan fasilitas ditribusi CNG dan LPG. c. Kalimantan; peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, peningkatan survey geologi dan pengusahaan CBM, pembangunan kilang migas, pembangunan fasilitas penyimpanan cadangan penyangga BBM dan cadangan strategis minyak bumi.

d. Sulawesi; peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, peningkatan infrastruktur migas, akses masyarakat, serta kehandalan sistem yang sudah ada. e. Papua; peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, peningkatan kemampuan kilang mini, meningkatkan akses masyarakat, peningkatan pemanfaatan gas bumi, f. Nusa Tenggara; peningkatan kegiatan eksplorasi, pengembangan cadangan migas di lapangan Abadi, dan peningkatan infrastruktur. B. Kebijakan dan Rencana Strategis Pengembangan Pertambangan 1. Kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian nasional tahun 2009 melalui penerimaan negara mencapai Rp 51,6 trilliun, comdev Rp 1.415 miliar, dan investasi US$ 1.585,8 juta. Selain untuk meningkatkan penerimaan negara, sektor minerba juga harus dapat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri khususnya dalam rangka program 10.000 MW. 2. Tantangan pengembangan sub sektor minerba diantaranya adalah regulasi pendukung subsektor minerba yang masih dalam pembahasan, pengawasan perusahaan pertambangan di daerah masih kurang, adanya tumpang tindih dengan sektor lain, dan pengelolaan minerba yang belum memberikan nilai tambah. 3. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kebijakan subsektor minerba diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, memberikan kepastian dan transparasi, meningkatkan kegiatan pengawasan dan pembinaan mendorong peningkatan investasi, dan mengembangkan nilai tambah komoditi tambang. C. Kebijakan dan Rencana Strategis Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 1. Pertumbuhan konsumsi energi belum diimbangi dengan suplai energi yang cukup, disisi lain ketergantungan terhadap Energi Fosil masih tinggi, sedangkan cadangannya semakin terbatas dan pemanfaatan energi terbarukan dan implementasi Konservasi Energi belum optimal. 2. Dibutuhkan perubahan paradigma dalam pengelolaan energi dari paradigma supply side management menjadi demand side management dengan Upaya Pengembangan Energi Baru, Energi Terbarukan dan Efisien Pemanfaatan Energi, dan menggunakan Teknologi Energi Bersih untuk energi fosil maupun non-fosil. 3. Komitmen Presiden pada G-20 Pittsburgh dan COP15 Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 41% (Energi 6%) Melalui pengembangan energi baru terbarukan dan pelaksanaan konservasi energi dari seluruh sektor. 4. Strategi Pengembangan EBTKE melalui Strategi Di Sisi Penyediaan Energi (Menerapkan Mandatori Penyediaan EBT, meningkatkan penggunaan EBT, menggunakan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching) dan di sisi Pemanfaatan Energi (menerapkan komitmen efisiensi pemanfaatan energy, menggunakan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching), menerapkan prinsip-prinsip hemat energi, memanfaatkan teknologi energi bersih dan effisien, membudayakan sikap hidup hemat energi). 5. Program pengurangan GRK sektor energi (Clean Energy Initiative) dengan melaksanakan REFF-Burn Indonesia dengan mengintegrasikan semua upaya dan teknologi untuk mengurangi emisi dari pembakaran bahan bakar fosil melalui upaya Pre-Combustion (Pencegahan/Avoidance), During Combustion (Penangkalan), Post Combustion (Pengurangan)

D. Kebijakan dan Rencana Strategis Pengembangan Ketenagalistrikan 1. Kebutuhan listrik terus meningkat setiap tahun. Rasio elektrifikasi pada tahun 2009 baru mencapai sebesar 66% dengan kapasitas terpasang sampai akhir tahun 2010 diperkirakan baru mencapai 32.410 MW, sementara pemakaian listrik per kapita sekitar 600 kwh/per kapita. 2. Energi mix dalam pembangkit listrik tahun 2009 masih didominasi oleh energi fosil (batubara 39%, gas 28%, dan BBM 23%, panas bumi 3%) diharapkan pada tahun 2019 pemakaian batubara semakin meningkat menjadi 58%, gas 21%, panas bumi menjadi 13% dan BBM turun menjadi 3%. 3. Hal ini membutuhkan tambahan kapasitas yang cukup besar (perkiraan 7.800 MW pertahun selama 20 tahun) dengan kebutuhan investasi mencapai sekitar USD 11.4 miliar pertahun, diperlukan penambahan pembangunan jaringan transmisi sampai tahun 2019 sebesar 42.586 kms dan jaringan distribusi yang dibutuhkan sampai tahun 2019 sebesar 409.293 kms. 4. Pengembangan kapasitas penyediaan tenaga listrik diarahkan pada pertumbuhan yang realistis dan diutamakan untuk menyelesaikan krisis penyediaan tenaga listrik yang terjadi dibeberapa daerah dan untuk meningkatkan cadangan dan terpenuhinya margin cadangan dengan mengutamakan pemanfaatan energi setempat serta meniadakan rencana pengembangan pembangkit BBM. 5. Program strategis yang dilakukan antara lain dengan melakukan proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap I dan II, dan rencana pengembangan kapasitas listrik dalam bentuk RUKN dan RUPTL. 6. Untuk memenuhi kebutuhan permintaan listrik yang tinggi dan adanya berbagai hambatan dalam pemenuhan pasokan maka PLN memerlukan berbagai dukungan dari pemangku kepentingan, utamanya Pemerintah dan swasta lainnya. E. Insentif Fiskal untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan 1. Guna mendorong masuknya investasi listrik swasta, Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 3 Tahun 2005 sebagai Perubahan Atas PP No. 10 Tahun 1989, yang antara lain mengatur tentang: prioritas penggunaan sumber energi setempat dan ijin usaha penyediaan tenaga listrik dikeluarkan oleh Bupati/Walikota serta bagi pemegang ijin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri dapat menjual kelebihan tenaga listriknya kepada masyarakat. 2. Dalam pemanfaatan energi terbarukan terdapat beberapa hambatan diantaranya biaya investasi tinggi, harga energi terbarukan belum mampu bersaing dengan energi komersial, pasar energi terbarukan masih terbatas, budaya hemat energi masih sulit diterapkan, masih besarnya subsidi terhadap energi fosil, infrastruktur kurang mendukung, dan lain-lain. Untuk mengatasi masalah tersebut peran Pemerintah sangat dibutuhkan dalam memberikan fasilitas lain, selain fasilitas perpajakan yang telah diberikan. 3. Kerangka kebijakan fiskal antara lain pengurangan emisi GRK sesuai dengan rencana pembangunan nasional, pengembangan instrument fiskal sebagai penjabaran UU No. 32/2009, serta meningkatkan cakupan insentif fiskal khususnya untuk Litbang dan upaya mitigasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 4. Upaya fiskal yang telah dilaksanakan adalah pembebasan pajak impor atas barang modal untuk usaha Migas dan Panas bumi (PMK No. 24/PMK.011/2010) dan mekanisme pengurangan pajak penghasilan serta penghitugan PNBP untuk usaha Panas bumi (PMK No. 35/PMK.011/2010).

F. Peran Investor Dalam Pengembangan Panasbumi Indonesia 1. Ke depan pemanfaatan panas bumi diharapkan akan semakin meningkat untuk mendukung dalam pemenuhan target dalam bauran energi. 2. Terdapat perubahan paradigma pengelolaan energi nasional dari energi supply side management menjadi energi demand side management, dimana konservasi dan diversifikan memerankan peranan utama sedangkan energi fosil menjadi balancing factor. G. Strategi Pertambahan Nilai untuk meningkatkan Investasi di Industri Pertambangan 1. Definisi peningkatan nilai tambah adalah pengolahan hasil tambang (baik yang dilakukan satu tahap maupun berberapa tahap) yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau komoditi sehingga nilai ekonomi dan daya gunanya meningkat lebih tinggi dari sebelumnya, serta aktivitas yang ditimbulkan akan memberikan dampak positif terhadap perokonomian dan sosial baik bagi daerah operasional, pusat, maupun daerah non operasional. 2. Beberapa strategi peningkatan nilai tambah sektor minerba antara lain pemetaan potensi dan nilai komoditi; pembuatan pohon industri setiap minerba dan batuan; pembuatan roadmap milestone industri pengolahan dan pemurnian; serta pembuatan regulasi yang selaras untuk mendorong tersinerginya rantai industri. REKOMENDASI 1. Sektor ESDM berciri high cost, high risk, dan high tech. Dengan keterbatasan modal Pemerintah yang mampu menyediakan dalam APBN sekitar Rp 80,9 trilliun dari investasi yang dibutuhkan USD 155 milyar untuk 5 tahun kedepan, maka diperlukan stimulus dan peran swasta untuk meningkatkan investasi tersebut. 2. Secara umum rencana strategis subsektor migas hingga 2025 akan difokuskan dalam peningkatan eksplorasi dan produksi migas dengan mempertahankan tingkat produksi sebesar 1 juta bpod. Sedangkan operatorship perusahaan nasional juga diharapkan bisa mencapai 50% dengan tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri sebesar 91% serta 99% penggunaan SDM (sumber daya manusia) nasional. 3. Di sub sektor minerba, khususnya bahan mineral logam saat ini baru memiliki keunggulan komparatif dan belum banyak memberikan keunggulan kompetitif, namun dengan adanya UU No.4/2009, ada semangat baru untuk meningkatkan nilai tambah dimana perusahaan pertambangan tidak dapat serta-merta mengekspor dalam bentuk bahan mentah tetapi harus diolah terlebih dahulu sehingga dapat memberikan nilai tambah produk komoditi hasil tambang. 4. Dalam rangka pengembangan kapasitas penyediaan tenaga listrik yang diarahkan pada pertumbuhan yang realistis dan diutamakan untuk menyelesaikan krisis penyediaan tenaga listrik yang terjadi di beberapa daerah, maka diperlukan dukungan subsektor ketenagalistrikan. 5. Sektor EBT memiliki potensi besar untuk mendukung peningkatan keunggulan kompetitif industri nasional, namun memerlukan biaya investasi tinggi dan kebijakan fiskal untuk menarik investasi. Selain itu, opsi pengalihan subsidi dari bahan bakar fosil ke EBT juga diharapkan bisa mendorong pengembangan sektor EBT.

6. Dari sisi kebijakan fiskal, Pemerintah diharapkan menetapkan regulasi untuk mendorong pengembangan sektor EBT, antara lain insentif fiskal sektor biofuel, panas bumi. 7. Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan ini, pemerintah perlu campur tangan agar investor tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah adalah dengan memberikan fasilitas perpajakan. 8. Diharapkan Menteri Kehutanan perlu mengakselerasi proses perijinan terkait penggunaan hutan lindung dan kawasan konservasi untuk PLTP serta proses perijinan di tingkat pusat dan daerah perlu disederhanakan 9. Peran swasta dalam pengembangan potensi panas bumi sangat tergantung kepada beberapa kondisi dalam bisnis panas bumi terutama terkait dengan harga energi yang kurang kompetitif, pasar panas bumi sangat sempit hanya ada PT PLN sebagai single buyer, kebijakan fiskal kurang mendukung, ketidakpastian aspek legal, untuk itu perlu intervensi pemerintah yang lebih intensif untuk mengatasi permasalahan ini.