BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang menyediakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan jaman modern saat ini, berbagai macam aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aset tidak nyata yang menghasilkan produk karya jasa intelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kerja yang dimilikinya (Djastuti, 2011). Handayani (2008) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB V PENUTUP. dapat dikategorikan tinggi. Karena nilai T hitung > T tabel pada variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori itu dipakai adalah karena teori tersebut relevan dengan variabel yang dipakai serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan dalam suatu organisasi merupakan aset terpenting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasiorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Kinerja merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris, work

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara merdeka yang sedang berkembang untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

Kata kunci : Iklim, Iklim Organisasi, Litwin & Stringer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB I PENDAHULUAN. Karier saat ini bukanlah seperi yang terdahulu, dulu karier dipandang sebagai kemajuan

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. baik tidak akan pernah mengabaikan sumber daya manusia mereka, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa: A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang ini, tantangan terhadap perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. melalui peningkatan kepuasan kerja guru. Kepuasan kerja (job satisfaction) guru merupakan sasaran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya adalah tersedianya karyawan/sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi di perkotaan sudah menjadi masalah besar di beberapa

BAB I PENDAHULUAN. individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dibahas mengenai teori dari dimensi iklim organisasi dan komitmen afektif yang digunakan penulis sebagai dasar dalam penelitian ini. Pada sub bagian pertama menjelaskan mengenai komitmen organisasi, kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, dimensi komitmen organisasi, komitmen afektif, aspek-aspek komitmen afektif, faktor penyebab (anteseden) komitmen afektif, hubungan antara komitmen organisasi dan dimensi iklim. Selanjutnya, pada sub bagian kedua menjelaskan mengenai iklim organisasi, dimensi iklim organisasi, faktor-faktor iklim organisasi, pengaruh dimensi iklim organisasi terhadap komitmen afektif karyawan. Dalam bab ini juga terdapat kerangka penelitian dan hipotesis. 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Herscovitch dan Meyer (2002, dalam El-Kassar, 2011) komitmen organisasi didefinisikan sebagai sejauh mana pekerja mengenali tujuan dan sasaran organisasi dan mereka bersedia untuk membuat usaha dan bekerja lebih keras untuk membantu kesejahteraan. Sementara menurut O Reilly & Chatman (1986: 493, dalam Putranta, 2008) komitmen organisasi merupakan keterikatan 9

10 psikologis yang dirasakan oleh seseorang untuk organisasi; itu akan mencerminkan sejauh mana individu menginternalisasi atau mengadopsi karakteristik atau perspektif organisasi. Menurut Allen et al., (1993, dalam Deviana, 2014) jenis komitmen organisasional terdiri dari tiga komponen yang berbeda yaitu komitmen sebagai kelekatan afeksi kepada perusahaan (komitmen afektif), komitmen dipandang sebagai biaya yang timbul jika meninggalkan perusahaan (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban untuk tetap berada dalam perusahaan (komitmen normatif), sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen mengandung elemen keinginan, kebutuhan dan kewajiban. Mowday et al., (1979, dalam Gunlu, dkk. 2009) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Secara konseptual, hal ini dapat dikarakteristikkan setidaknya oleh tiga faktor, yaitu: a) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. b) Ketersediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. c) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi. Dari beberapa definisi komitmen organisasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi menggambarkan persepsi karyawan terhadap organisasinya. Dimana karyawan yang memiliki tingkat persepsi yang baik pada organisasinya memiliki tingkat loyalitas dan komitmen yang tinggi.

11 Komitmen yang tinggi untuk organisasi ditunjukkan dengan cara mencurahkan seluruh perhatian, tenaga, waktu, dan pikiran yang bertujuan untuk kemajuan organisasi. 2.1.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi Menurut Sopiah (2008, dalam Kurniasari, 2012) mengemukakan ada sejumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1. Faktor personal yaitu faktor dari dalam diri pegawai meliputi motivasi, pengaruh keturunan dan keahlian dasar secara individu. Faktor individu terdiri dari: job expectations, psychological contract, job choice faktor, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal. 2. Faktor organisasi yaitu sejauh mana organisasi mampu memberikan kepuasan kerja bagi karyawan, sehingga kemudian karyawan dapat memberikan komitmen yang lebih tinggi terhadap pekerjaan maupun terhadap organisasi. Faktor organisasi terdiri dari: initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab. 3. Faktor non organisasi yaitu merupakan faktor yang menunjukkan ciri dari suatu jenis pekerjaan atau faktor yang membedakan antara suatu pekerjaan dengan jenis pekerjaan lainnya. Faktor non organisasi terdiri dari: availability of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari dalam

12 organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu pegawai akan meninggalkannya. 2.1.3. Dimensi Komitmen Organisasi Penelitian ini lebih berfokus pada komitmen afektif (affective commitment). Schultz & Schultz (2002, dalam Kushariyanti, 2007) mengatakan bahwa individu yang mempunyai komitmen afektif yang tinggi mempunyai karakteristik yaitu berupa keterikatan emosional terhadap organisasi (yang tercermin melalui keterlibatan dan perasaan senang serta menikmati peranannya dalam organisasi) dan individu akan tetap bergabung dengan organisasi (dikarenakan keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi). Dari berbagai konsep multidimensi, model komponen Allen dan Meyer telah dianggap sebagai superior karena memiliki stabilitas skala psikometri yang baik (McMurray et al, 2004 dalam Deviana, 2014). 2.1.4. Komitmen Afektif Menurut Meyer dan Allen (1991:67, dalam Putranta, 2008) komitmen afektif merupakan "keterikatan emosional yang dimiliki karyawan, yang teridentifikasi dengan, dan keterlibatan karyawan dalam kegiatan organisasi". Jenis ikatan emosional ini mencerminkan salah satu dari tiga bentuk yang mungkin mencirikan hubungan antara karyawan dan organisasi mereka. Komitmen afektif digambarkan sebagai sebuah keputusan yang diambil oleh karyawan untuk tetap tinggal pada organisasi, karena mereka percaya bahwa

13 nilai personal yang mereka miliki mempunyai kesamaan dengan nilai dan tujuan yang dimiliki oleh organisasi. Karyawan juga memiliki keinginan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Singkatnya, jika sebuah organisasi mampu memilih karyawan dengan nilai yang sama tingginya dengan yang mereka miliki, maka akan membuat karyawan berkomitmen tinggi pula kepada organisasi (Allen & Meyer 1991, dalam Putranta, 2008). Rhoades et al., (2001) juga menambahkan bahwa komitmen afektif merupakan keterikatan emosional individu terhadap organisasi yang menjadi penentu dedikasi dan loyalitas individu. Sementara, Mowday et al., (1982: 27, dalam Budiharjo, 2013) berpendapat bahwa komitmen afektif adalah sebuah kepercayaan yang kuat dalam dan penerimaan pada tujuan dan nila-nilai organisasi, kesediaan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi. Komitmen afektif adalah suatu proses perilaku dimana melalui hal tersebut seseorang akan berpikir mengenai hubungan antara anggota organisasi dengan organisasinya dalam hal ini berupa kesamaan nilai dan keselarasan tujuan dengan organisasi. Pada tingkat ini menunjukkan tingkat dimana tujuan individu dan nilai menyatu dengan organisasi yang diperkirakan secara langsung mempengaruhi keinginan individu untuk tetap tinggal dalam organisasi, sehingga karyawan yang masih bergabung dengan organisasi karena

14 memiliki keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi dapat dikatakan memiliki tingkat komitmen afektif yang tinggi. 2.1.5 Aspek-Aspek Komitmen Afektif Allen & Meyer (1984, dalam Kushariyanti, 2007) menjelaskan ada tiga aspek yang menggambarkan kelekatan komitmen afektif karyawan terhadap organisasi, yaitu: a. Kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi (identifikasi). Keyakinan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi merupakan kunci utama terbentuknya serangkaian aspek komitmen organisasi yang lain. Aspek tersebut tercermin dalam beberapa sikap, antara lain: adanya kesamaan antara tujuan dan nilai pribadi dengan tujuan dan nilai organisasi, penerimaan individu terhadap kebijakankebijakan organisasi, dan adanya kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. b. Keinginan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam kepentingan organisasi (partisipasi). Keinginan untuk berusaha dengan sungguhsungguh dalam kepentingan organisasi tercermin dalam usaha individu untuk menerima dan melaksanakan setiap tugas-tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Individu bukan hanya sekedar melaksanakan tugas-tugasnya, melainkan selalu berusaha melebihi standar minimal yang ditentukan organisasi. Individu akan terdorong pula untuk melaksanakan

15 pekerjaan di luar tugas dan perannya apabila bantuannya dibutuhkan organisasi. c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (loyalitas). Individu dengan komitmen tinggi akan mempunyai loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Individu hanya mempunyai sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan tetap berkeinginan untuk melanjutkan keanggotaannya pada organisasi yang diikutinya. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan pada organisasi ini mencerminkan sikap loyalitas atau kesetiaan terhadap organisasi. Loyalitas juga tercermin dalam afeksi yang positif terhadap organisasi serta adanya rasa memiliki terhadap organisasi. 2.1.6. Faktor Penyebab (Anteseden) Komitmen Afektif Menurut Allen dan Meyer (1990, dalam Chairy, 2002) anteseden komitmen afektif terdiri dari: karakteristik pribadi, karakteristik jabatan, pengalaman kerja, serta karakteristik struktural. Karakteristik struktural meliputi besarnya organisasi, kehadiran serikat kerja, luasnya kontrol, dan sentralisasi otoritas. Berdasarkan pada beberapa anteseden tersebut, hanya pengalaman kerja yang merupakan anteseden yang paling berpengaruh, terutama pengalaman atas kebutuhan psikologis untuk merasa nyaman dalam organisasi dan kompeten dalam menjalankan peran kerja.

16 2.1.7. Hubungan Antara Komitmen Organisasi dan Dimensi Iklim Komitmen adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi untuk mengabaikan sumber-sumber kekesalan minor pada organisasi, dan untuk melihat dirinya sendiri menjadi anggota jangka panjang dari organisasi. Pegawai yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaankebiasaan yang bisa diandalkan,berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja (Griffin 2004, dalam Kurniasari, 2012). Menurut hasil penelitian Suarningsih dkk., (2013) mengatakan bahwa iklim organisasi yang kondusif memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap komitmen, artinya persepsi karyawan tentang lingkungan internal organisasi yang cukup baik akan mempengaruhi perilaku mereka dalam melaksanakan pekerjaan untuk meningkatkan kinerja. Shore dan Tetrick (1991, dalam Han dkk., 2012) juga berpendapat bahwa komitmen yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan seberapa besar komitmen organisasi dalam memperhatikan karyawan (dukungan organisasi yang dirasakan/perceived organizational support). Dengan kata lain yaitu apabila organisasi memberikan dukungan (dalam konteks ini berupa iklim kerja yang sehat dan kondusif) kepada karyawan untuk berkembang, maka karyawan akan mengusahakan kinerja terbaiknya bagi perusahaan yang diikuti dengan peningkatan komitmen.

17 2.2. Iklim Organisasi 2.2.1. Pengertian Iklim Organisasi Tagiuri dan Litwin (1968, dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan iklim organisasional sebagai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi; mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Pendapat lain datang dari Umstot (1988, dalam Idrus, 2006) yang mengatakan bahwa iklim organisasional merupakan salah satu cara untuk mengukur budaya organisasi, dan iklim organisasi itu sendiri dimaknai sebagai cara karyawan memahami lingkungan organisasinya. Sejalan dengan pendapat Jewell dan Siegall, Owen (1991, dalam Yosephin, 2014) mengatakan bahwa iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya. Wirawan (2007) mendefinisikan iklim organisasional sebagai persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Setiap organisasi memiliki budaya, tradisi dan metode yang berbeda-beda, yang secara keseluruhan akan membentuk iklim dalam hubungan antar manusia di dalam organisasi tersebut. Iklim dalam suatu organisasi seperti halnya kepribadian dalam diri manusia. Dalam membangun iklim yang dapat memotivasi karyawan

18 untuk berproduksi dan memperoleh kepuasan, pihak manajemen perlu untuk menyadari beberapa hal dasar, seperti membangun hubungan antar individu yang efektif (Davis 1962:58, dalam Rani, 2007). Berdasarkan uraian mengenai iklim organisasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi merupakan persepsi dari masing-masing anggota organisasi terhadap sikap, tugas, pekerjaan, hubungan antar rekan kerja, serta lingkungan tempat karyawan melaksanakan pekerjaanya tersebut. 2.2.2. Dimensi Iklim Organisasi Menurut Litwin dan Stringer (1968, dalam Wirawan, 2007) iklim organisasional merupakan konsep yang melukiskan sifat subyektif atau lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui kuisioner yang tepat. Berikut beberapa dimensi iklim organisasional menurut Litwin dan Stringer (1968, dalam Beth Ann Heyart, 2011) yaitu: a. Struktur (Structure) Struktur merupakan perasaan bahwa karyawan memiliki kendala dalam kelompok, berapa banyak aturan, peraturan, prosedur yang ada; apakah ada penekanan pada benang merah dan pergi berjalan pada jalurnya, atau apakah ada suasana longgar dan informal. b. Tanggung jawab (Responsibility) Tanggung jawab mengacu pada perasaan menjadi bos bagi diri sendiri; tidak harus mengecek ulang pada semua keputusan yang telah diambil;

19 ketika memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, karyawan mengetahui bahwa pekerjaan tersebut adalah pekerjaannya. c. Penghargaan (Reward) Perasaan dihargai ketika karyawan telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik; lebih ditekankan pada penghargaan yang bersifat positif daripada pemberian hukuman; karyawan merasakan keadilan pada kebijakan pemberian gaji dan promosi. d. Risiko (Risk) Risiko merupakan rasa keberisikoan dan tantangan dalam pekerjaan dan dalam organisasi; apakah ada penekanan pada saat mengambil risiko yang telah diperhitungkan, atau bermain secara aman merupakan cara terbaik untuk beroperasi. e. Kehangantan (Warmth) Kehangatan merupakan perasaan persahabatan umum yang baik yang berlaku dalam suasana kelompok kerja; menekankan untuk menjadi yang sangat disukai; kemerataan pada kelompok-kelompok sosial yang ramah dan informal. f. Dukungan (Support) Dukungan merupakan perasaan terbantu dari manajer dan dari karyawan lainnya dalam kelompok; ditekankan untuk saling mendukung dari atas maupun bawah.

20 g. Standar (Standard) Standar merupakan perasaan pentingnya tujuan implisit dan eksplisit dan standar kinerja; menekankan pada melakukan pekerjaan yang baik; tantangan direpresentasikan dalam tujuan pribadi dan kelompok. h. Konflik (Conflict) Konflik merupakan perasaan yang manajer dan pekerja lain ingin untuk mendengar pendapat yang berbeda; penekanan pada menempatkan masalah secara terbuka, dari pada menghaluskan mereka atau mengabaikan mereka. i. Identitas (Identity) Identitas merupakan perasaan bahwa karyawan milik perusahaan dan karyawan adalah anggota yang berharga dari tim kerja; pentingnya untuk menempatkan semangat pada jenis ini. 2.2.3. Faktor-faktor Iklim Organisasi Menurut Stringer (2002, dalam Wirawan, 2007) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan iklim suatu organisasi, yaitu: a. Kepemimpinan Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa faktor utama terpenting yang menentukan iklim organisasi adalah tingkah laku seharihari para pemimpin organisasi. Manajer atau kepala suatu unit kerja mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap harapan para karyawan

21 dalam unit kerja tersebut. Kepala unit kerja biasanya menentukan aturanaturan kerja, standar kinerja, pemberian penghargaan, dan hukuman serta aturan-aturan informal lainnya. Jadi cara yang paling tepat untuk merubah iklim organisasi adalah merubah gaya kepemimpinan para manajernya. b. Susunan Organisasi Faktor paling kuat kedua yang menentukan iklim organisasi adalah susunan organisasi yang formal; termasuk disini adalah pembagian tugas dan pekerjaan, sistem ganjaran, kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur, dan penempatan orang-orang dalam organisasi. Susunan organisasi yang formal ini sering menentukan aliran informasi dan persepsi seseorang terhadap kesempatan naik pangkat dimana kedua hal ini mempengaruhi iklim organisasi. c. Strategi Strategi organisasi mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada iklim organisasi dan dapat mempengaruhi persepsi karyawan terhadap kesempatan pencapaian prestasi, penghargaan, hambatan-hambatan untuk keberhasilan, dan sumber-sumber kepuasan. Jika misalkan suatu perusahaan telah menetapkan suatu strategi pertumbuhan yang agresif dan telah dikomunikasikan kepada seluruh karyawannya, maka dimensi standar dan dimensi tanggung jawab dalam iklim organisasinya akan menjadi tinggi. Suatu perusahaan yang strateginya tidak jelas akan mempunyai dimensi struktur dan dimensi komitmen yang rendah.

22 d. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal dimana suatu organisasi bersaing sering memegang peranan yang penting dalam menentukan iklim organisasi. Faktor-faktor seperti peraturan pemerintah, keadaan ekonomi, persaingan antar industri, dan perubahan teknologi memberikan tekanan pada organisasi dan para manajernya. e. Kekuatan Sejarah Sejarah suatu organisasi mempunyai pengaruh yang kuat pada iklim organisasinya. Harapan-harapan karyawan tentang penghargaan maupun hukuman sering merupakan refleksi dari apa yang mereka duga telah terjadi sebelumnya. 2.3. Pengaruh Dimensi Iklim Organisasi terhadap Komitmen Afektif Karyawan Faktor yang sangat mempengaruhi prestasi kerja adalah komitmen, dimana ketika seseorang berkomitmen terhadap organisasinya maka ia akan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan perusahaan (As ad 1995, dalam Wulandari, 2008). Komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh seseorang itu mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu (Greenberg & Baron, 1997:190 dalam Novelia, 2011). Komitmen organisasi berhubungan erat dengan produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi lebih berprestasi dalam lingkungan pekerjaan, dengan cara mengerahkan

23 segala kemampuan, ketrampilan, serta pikiranya untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila dimensi iklim organisasional menunjukkan nilai-nilai positif dimana struktur, tanggung jawab, penghargaan, risiko, kehangatan, dukungan, standar, konflik, dan identitas tinggi maka komitmen organisasional juga tinggi. Sebaliknya, apabila dimensi iklim organisasional menunjukkan nilai-nilai negatif, maka akan menurunkan komitmen organisasional (Palindangan 2011, dalam Kusmawarsari, 2013). Hubungan iklim organisasi dengan komitmen, ditemukan pada penelitian Martini dan Rostiana (2003, dalam Aktami, 2008). Hasil penelitian Martini dan Rostiana menunjukkan bahwa iklim organisasi memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan komitmen karyawan (dalam hal ini komitmen afektif), sehingga dapat dikatakan bahwa semakin positif persepsi karyawan mengenai iklim organisasi di tempat kerja, maka semakin kuat komitmennya terhadap organisasi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa iklim organisasi dapat mempengaruhi tingkat komitmen afektif karyawan terhadap organisasi. Iklim organisasi yang kondusif akan menciptakan peningkatan komitmen afektif yang tinggi dari karyawan. Komitmen afektif karyawan terbentuk karena adanya suasana kerja yang mendukung, sehingga muncul ikatan emosional positif yang dibangun oleh karyawan terhadap organisasinya. Namun, apabila kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung untuk karyawan dapat berkembang, maka secara tidak langsung akan menurunkan keinginan karyawan untuk

24 membangun hubungan yang bersifat emosional, dan secara tidak langsung akan menurunkan tingkat komitmen afektif karyawan. 2.4. Kerangka Penelitian Iklim organisasi dapat didefinisikan sebagai kesan komprehensif organisasi seseorang dan pengaruh individu pada lingkungan kerja, yang mana mengubah dampak perilaku dan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan individu (Litwin dan Stringer 1968, dalam El-Kassar, 2011). Dimensi iklim organisasi yang dikemukakan oleh (Litwin dan Stringer 1968, dalam Beth Ann Heyart, 2011), adalah sebagai berikut: 1) Struktur 2) Tanggung jawab 3) Penghargaan 4) Risiko 5) Kehangatan 6) Dukungan 7) Standar 8) Konflik 9) identitas Menurut Meyer dan Allen (1991:67, dalam Putranta, 2008) komitmen afektif merupakan keterikatan emosional yang dimiliki karyawan, yang teridentifikasi dengan, dan keterlibatan karyawan dalam kegiatan organisasi.

25 Dalam penelitian yang dilakukan oleh El-Kassar, dkk., (2011) dijelaskan bahwa komitmen afektif hanya dipengaruhi secara signifikan oleh lima dari dimensi iklim organisasional, yaitu struktur, tanggung jawab, kehangatan dan dukungan, konflik, dan expect approval. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian yaitu sebagai berikut: Dimensi iklim organisasional X1. Struktur X2. Tanggung jawab X3. Penghargaan X4. Risiko X5. Kehangatan X6. Dukungan X7.Standar X8. Konflik X9. Identitas Komitmen Afektif 2.5. Hipotesis Menurut Litwin dan Stringer (1968, dalam Zahreni, 2008) struktur merefleksikan perasaan karyawan yang diorganisasi dengan baik dan definisi yang jelas tentang peran dan tanggung jawab mereka. Dengan kata lain, peran dan tanggung jawab yang jelas dalam sebuah organisasi membuat karyawan lebih nyaman dan menikmati pekerjaannya. Tinggi atau rendahnya struktur tergantung pada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai

26 kewenangan mengambil keputusan (Wirawan, 2007). Litwin dan Stringer (1968, dalam Holloway, 2012) menemukan bahwa para pemimpin yang memberikan peran dan dengan jelas mendefinisikan lingkup operasi karyawan akan menjaga ketertiban dan struktur dalam organisasi. Melalui perilaku ini, para pemimpin mengatur warna untuk struktur organisasi, yang ditetapkan untuk menjaga atmosfer struktur tersebut. Apabila karyawan merasa jelas mengenai deskripsi pekerjaan yang dikerjakan, maka karyawan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang optimal. Hal ini kemudian memungkinkan karyawan untuk menyelaraskan tujuannya dengan dengan tujuan organisasi sehingga terciptalah komitmen afektif. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 1 : Dimensi struktur berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya (Litwin & Stringer 1968, dalam Zahreni, 2008). Litwin dan Stringer (1968, dalam Holloway, 2012) menemukan bahwa para pemimpin yang memiliki nilai yang berorientasi pada tujuan akan mendorong karyawan untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas tugas-tugas pekerjaan tertentu dan hasil dari tugas ini. Hal ini akan berakibat karyawan juga

27 akan menetapkan standar yang tinggi bagi dirinya dan bagi organisasi. Hal ini selanjutnya akan menumbuhkan dan mempererat ikatan emosional karyawan terhadap organisasi sebagai pemberi kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 2 : Dimensi tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Menurut Litwin dan Stringer (1968, dalam Zahreni, 2008) penghargaan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka menyelesaikan tugas secara baik. Dengan penghargaan dan imbalan yang diberikan oleh pemimpin kepada karyawan maka semangat dan motivasi kerja karyawan akan terpacu karena merasa hasil kerjanya dihargai, maka kemudian karyawan akan lebih meningkatkan lagi kinerjanya (Shadur et al., 1999). Karyawan yang merasa dihargai ditempat kerja, akan memberikan umpan balik positif bagi organisasi, kemudian akan meningkatkan rasa kepemilikannya terhadap organisasi, yang secara tidak langsung juga berdampak positif pula pada komitmen afektif karyawan terhadap organisasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

28 H 3 : Dimensi penghargaan berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Menurut Litwin dan Stringer (1968, dalam Littel, 1995) arti risiko dalam konteks iklim organisasi adalah karyawan merasakan adanya sebuah risiko dan tantangan dalam pekerjaan didalam organisasi, tetapi dapat memperhitungkan seberapa besar risiko tersebut atau bermain secara aman dengan cara terbaik untuk menghadapi risiko tersebut dan akan bersedia menanggung risiko yang akan dihadapi. Akibatnya, hal ini secara positif akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi (Zahreni, 2008). Karyawan merasa nyaman dengan lingkungan organisasi sehingga mau melibatkan diri sepenuhnya dalam kegiatan organisasi karena menganggap dirinya merupakan bagian penting dari organisasi. Bahkan, karyawan yang memiliki persepsi negatif mengenai risiko pun akan didukung oleh karyawan yang tidak takut akan risiko, sehingga komitmen afektif karyawan akan meningkat karena persepsi negatif karyawan terhadap risiko menjadi kecil. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 4 : Dimensi risiko berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho.

29 Kehangatan adalah perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok sosial yang informal (Litwin & Stringer, 1968, dalam Zahreni, 2008). Iklim positif dalam dimensi kehangatan menciptakan tingkat kejenuhan yang sedikit dari karyawan, dan mengurangi tingkat perputaran kerja karyawan (Taylor 1995, dalam Holloway, 2012). Karyawan akan lebih berkomitmen apabila kebutuhannya terpenuhi, seperti: suasana kerja yang bersahabat dan orang-orang yang ada didalam organisasi saling mendukung untuk tumbuh bersama. Hal ini menjadi kebutuhan yang penting bagi karyawan ketika bekerja, karyawan tidak akan bisa bekerja secara optimal bila tidak memiliki hubungan yang baik dan positif dalam lingkungan kerja. Apabila kehangatan tercipta dilingkungan kerja organisasi secara kondusif, maka tumbuhlah komitmen afektif yang kuat dari karyawan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 5 : Dimensi kehangatan berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Dukungan merupakan perasaan karyawan yang merasa terbantu dari manajer dan dari karyawan lainnya dalam kelompok; lebih ditekankan untuk saling mendukung dari atas maupun dari bawah (Litwin dan Stringer 1968, dalam

30 Beth Ann Heyart, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2008) di Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Agama RI, mengatakan bahwa dimensi dukungan memiliki respon yang positif, dimana hal ini menunjukkan bahwa sikap saling mendukung dapat membantu sesama pegawai memiliki hubungan yang erat dalam menciptakan iklim organisasi yang kondusif. Dukungan-dukungan yang berkesinambungan dalam lingkungan kerja dapat membantu karyawan menyatukan kesamaan nilai ketika bekerja dalam sebuah organisasi. Ketika terdapat kesamaan nilai maka karyawan akan bersikap kooperatif dalam bekerja dan secara otomatis karyawan meningkatkan komitmen afektif dalam dirinya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 6 : Dimensi dukungan berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Standar merupakan perasaan pentingnya tujuan implisit dan eksplisit dan standar kinerja; menekankan pada melakukan pekerjaan yang baik; tantangan direpresentasikan dalam tujuan pribadi dan kelompok (Litwin dan Stringer 1968, dalam Beth Ann Heyart, 2011). Sebuah standar digunakan untuk menentukan ukuran-ukuran kinerja tertentu yang ingin dicapai oleh organisasi melalui kinerja individu maupun kelompok. Standar juga menandakan adanya tuntutan bagi karyawan untuk bekerja memenuhi atau bahkan melebihi standar yang telah ditetapkan. Adanya sebuah standar yang jelas menuntut karyawan untuk terus

31 meningkatkan kinerja dengan terus memperbaiki kualitas pekerjaan. Standarstandar yang jelas membuat karyawan bekerja dengan lebih stabil dan produktif. Kemudian dengan adanya standar yang jelas tersebut, maka karyawan dapat menemukan kesamanaan nilai dengan organisasi, sehingga komitmen afektif karyawan dapat terus meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 7 : Dimensi standar berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Menurut Itani (2010) konflik menggambarkan perasaan bahwa seseorang harus memelihara hubungan interpersonal yang baik, dan menghindari perbedaan pendapat secara terbuka dan lebih dulu menyatakan ketidaksetujuan dalam organisasi. Iklim kerja yang terbuka membuat karyawan bekerja lebih nyaman. Untuk menghindari konflik, penyampaian ketidaksetujuan dengan suasana yang ramah merupakan cara yang cukup aman karena lebih mudah diterima oleh atasan maupun rekan kerja. Agar tujuan organisasi dapat tercapai, dibutuhkan adanya keselarasan sudut pandang antara atasan dan bawahan, sehingga akan mengurangi kekhawatiran karyawan mengenai konflik yang akan muncul. Semakin karyawan merasa mampu menangani dan menyelesaikan konflik yang dihadapi dengan suasana yang ramah, maka karyawan akan memiliki tingkat komitmen afektif yang lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

32 H 8 : Dimensi konflik berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho. Identitas merupakan perasaan bahwa karyawan milik perusahaan dan karyawan adalah anggota yang berharga dari tim kerja; pentingnya untuk menempatkan semangat pada jenis ini (Litwin dan Stringer 1968, dalam Beth Ann Heyart, 2011). Organisasi yang mampu memberdayakan setiap karyawan secara optimal, membuat karyawan merasa bangga menjadi bagian dari organisasi. Karyawan yang memiliki kesamaan nilai dan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap organisasi akan bersedia untuk mengorbankan sebagian bahkan seluruh waktu, tenaga, serta hal-hal yang berkaitan dengan diri pribadinya (termasuk kesehatan dan keluarga) untuk mengabdi kepada organisasi (Deviana, 2014). Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H 9 : Dimensi identitas berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan medis dan non medis di rumah sakit Panti Nugroho.