KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

dokumen-dokumen yang mirip
Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra

IDA BAGUS SUDARMA PUTRA

KOORDINASI ANTARA DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DALAM DINAMIKA PENANGANAN TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

PENGELOLAAN AIR IRIGASI SISTEM SUBAK

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

EKSISTENSI OTONOMI DESA PAKRAMAN PADA MASYARAKAT ADAT DI BALI

EKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : ISSN :

SUBAK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

SOSIALISASI SUBAK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA KEPADA SISWA SMU DI KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG

SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PELAKU PERJUDIAN ADU JANGKRIK. : Wayan Memo Arsana NPM : Pembimbing II : I Ketut Sukadana, SH., MH.

Tingkat Eksistensi Elemen-Elemen Subak Sebagai Sistem Sosial

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar

ABSTRACT The Position Switch Religion of Krama Villager who Staying In the Village area at Katung Village Territory, Kintamani, Bangli

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar)

3. Proses Sosial dalam Hubungan Antaretnik di Desa Pakraman Ubud a. Proses Sosial Disosiatif b. Proses Sosial Asosiatif...

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

JAMINAN TANAH WARIS DI LUAR DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH AHLI WARIS YANG PEWARISNYA MASIH HIDUP (STUDI KASUS DI LBH-HPP-PETA)

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UPAYA PELESTARIAN SUBAK DI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 1/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN DASAR BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

Perubahan Lingkungan Permukiman Mikro Daerah Perkotaan Berbasis Konsep Tri Hita Karana di Kabupaten Buleleng Bali

Tim Editor. Open Journal Systems DEWAN EDITOR. Ketua: Prof. Dr. Ir. I Ketut Budi Susrusa, M.S. Anggota: Prof. Dr. Ir. Dwi Putra Darmawan, M.P.

BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERALIHAN FUNGSI TANAH PEKARANGAN DESA (PKD) (STUDI DI DESAPAKRAMAN PADANGTEGAL, UBUD, GIANYAR)

Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut Wirta Griadhi A.A. Gde Oka Parwata. Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

TEMBARAN DAERAH NOMOR:3 TAHUN:1988 SERI:DNO'3 PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI TENTANG

PENGARUH UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA TERHADAP OTONOMI DESA ADAT DI BALI

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

OLEH Dr. NI NYOMAN SUKERTI, SH.,MH. BAGIAN HUKUM & MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM

PENYELESAIAN KREDIT MACET BAGI DEBITUR DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD), DESA PAKRAMAN KABA KABA KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

EFEKTIVITAS TRI HITA KARANA AWARD SEBAGAI ALAT PROMOSI PARIWISATA BALI BERKELANJUTAN

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR)

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN SERTA MASYARAKAT DAERAH BANTARAN SUNGAI BADUNG DALAM PENANGANAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH DI WILAYAH KOTA DENPASAR. oleh

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN:

KEDUDUKAN RISALAH LELANG SEBAGAI UPAYA HUKUM PENEGAKAN HAK-HAK KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

dan berkembang di daerah-daerah berkualifikasi sebagai nilai-nilai dan ciri-ciri budaya serta kepribadian bangsa,

HUKUM ADAT BALI DI TENGAH MODERNISASI PEMBANGUNAN DAN ARUS BUDAYA GLOBAL

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF

PERANAN AWIG-AWIG DALAM MELESTARIKAN ADAT DAN BUDAYA DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan

STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN AKIBAT DARI PEMBUBARAN PERSEROAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH PADA KOPERASI DALAM HAL WANPRESTASI

survei Branding Bali

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 2/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN RUMAH TANGGA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

PENGATURAN HUKUM WAJIB DAFTAR PESERTA BPJS BAGI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA DENPASAR

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI PEMERINTAHAN DESA

KEARIFAN LOKAL PADE GELAHANG DALAM MEWUJUDKAN INTEGRASI AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN ORGANISASI SUBAK

PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERSEROAN (CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY) DIKAITKAN DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA (STUDI DI PROPINSI BALI)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI LAYANG -LAYANG TRADISIONAL BALI SEBAGAI PENGUATAN PARIWISATA BUDAYA. Oleh :

Awig-Awig Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA PAKRAMAN KERAMAS DAN KESADARAN HUKUM. undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan

Persepsi Petani terhadap Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (Studi Kasus Subak Pulagan Kawasan Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar)

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERJANJIAN KONTRAK KERJA KONTRUKSI ANTARA KONTRAKTOR DENGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA PAKRAMAN ASAK KARANGASEM. 2.1 Gambaran Umum Desa Pakraman Asak Karangasem

KARANG MEMADU DESA PENGLIPURAN, TRADISI YANG MASIH TERJAGA. Yulia Ardiani (Staff UPT. Puskom ISI Denpasar)

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

BAB II SEJARAH PEMERINTAHAN DESA DI BALI

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Evaluasi Sistem Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi pada Sistem Subak di Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukau

EKSISTENSI AWIG-AWIG TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI DESA PAKRAMAN TEGALLALANG. Oleh :

(STUDI DI LPD DESA PAKRAMAN KEDONGANAN, KABUPATEN BADUNG) JURNAL

Transkripsi:

1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been applied in the Baliness people life. This concept is commonly as a base in forming an organization, one of them is the Subak organization. The Subak is a watering system or irrigation system in Bali, but in implementation of this system have been found an organization based on its members in handle their rice field. Existence of Tri Hita Karana concept in the Subak have arised a question how important the Tri Hita Karana concept in the Subak in Bali. Through this study of normative law will be analyzed sources that have correlation with concept of Tri Hita Karana in the Subak, in order to find an answer for the problem. The conclusion from analysis of existing sources that concept of Tri Hita Karana have important role in the Subak and its organization because this concept instruct to keep balance between the God, human and environment. Keyword : Concept, Tri Hita Karana, Subak ABSTRAK Tri Hita Karana merupakan konsep dasar yang digunakan masyarakat adat Bali dalam kehidupannya. Konsep ini biasanya dijadikan dasar dalam membentuk organisasi, salah satunya adalah organisasi subak. Subak merupakan sistem pengairan atau irigasi di Bali, namun dalam menjalankan sistem ini dibentuklah organisasi berdasarkan keanggotaannya dalam mengurus sawah. Adanya konsep Tri Hita Karana dalam subak menimbulkan pertanyaan seberapa penting konsep Tri Hita Karana dalam subak di Bali? Melalui penelitian hukum normatif akan dianalisis sumber-sumber yang berhubungan dengan konsep Tri Hita Karana dalam subak, untuk nantinya dapat menemukan jawaban atas permasalahan yang ada. Kesimpulan dari menganalisis sumber yang ada bahwa konsep Tri Hita Karana mempunyai peranan penting dalam subak dan organisasinya karena dalam konsep ini diajarkan untuk menjaga keseimbangan antara Tuhan, manusia dan lingkungan. Kata Kunci : Konsep, Tri Hita Karana, Subak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana merupakan ajaran filosofi agama Hindu yang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakat adat di Bali. Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan yang dapat dicapai dengan menjaga keharmonisan antar ketiga unsur

2 dalam Tri Hita Karana yaitu unsur parhayangan (Tuhan), pawongan (manusia) dan palemahan (lingkungan). Bagi masyarakat Bali Tri Hita Karana memberikan pengaruh yang besar terhadap aspek kehidupan karena merupakan tujuan Tri Hita Karana. Begitu besarnya pengaruh konsep Tri Hita Karana bagi masyarakat adat Bali, maka konsep inipun diterapkan dalam sistem irigasi tradisional yaitu subak, dengan harapan akan tetap terjaga keseimbangan antara Tuhan, manusia dan lingkungan sekitarnya. Subak merupakan salah satu organisasi yang menjadi bagian dari desa pakraman, di mana pembentukan subak dilakukan berdasarkan keanggotaannya di dalam mengurus sawah. Sebagai organisasi yang mengurus tentang sistem irigasi tradisional, subak memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yaitu berupa pengaturan susunan sawah dengan tujuan agar sawah mereka dapat dialiri oleh aliran sumber mata air. Subak memiliki aturan sendiri untuk mengatur anggota-anggotanya juga mempunyai struktur organisasi dengan tugas dan fungsinya masing-masing, sama halnya dengan banjar pakraman atau desa pakraman. Dan dalam menjalankan organisasi tersebut berlandaskan dengan konsep Tri Hita Karana sehingga keseimbangan antara Tuhan, manusia dan lingkungan tetap terjaga. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan membahas tentang Konsep Tri Hita Karana dalam Subak dengan beberapa permasalahan yang ada yaitu berupa bagaimana sistem organisasi subak di Bali dan bagaimana penerapan konsep Tri Hita Karana di dalam subak. Dengan membahas permasalahan-permasalahan tersebut maka akan diketahui lebih dalam mengenai konsep Tri Hita Karana dalam subak yang ada di Bali. 1.2. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui sistem organisasi yang ada di dalam subak. 2. Untuk mengetahui penerapan konsep Tri Hita karana dalam subak yang ada di Bali. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Dalam penulisan artikel ini metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Penggunaan metode normatif ini dikarenakan penelitian ini menguraikan

3 permasalah permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dalam praktek hukum. 1 2.2. Hasil dan Pembahasan 2.2.1. Sistem Organisasi Subak Menurut pengertian masyarakat adat Bali, subak merupakan sistem irigasi yang dijalankan secara tradisional dan telah menjadi kegiatan secara turun temurun untuk mengolah lahan pertanian. Pengertian lainnya tentang subak diatur dalam Pasal 1 huruf h Peraturan Pemerintahan Nomor 23 Tahun 1982 dirumuskan pengertian subak sebagai masyarakat hukum adat yang bersifat sosial religius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai organisasi dibidang tata guna air ditingkat usaha tani. Sedangkan Pitana menunjukkan ciri dasar dari subak yaitu: a. Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggota-anggotanya. Sebagai suatu organisasi, subak mempunyai pengurus dan aturan-aturan keorganisasian (awig-awig) baik tertulis maupun tidak tertulis; b. Subak mempunyai suatu sumber air bersama. Sumber air bersama ini berupa bendungan (empelan) di sungai, mata air, air tanah atau saluran utama suatu system irigasi; c. Subak mempunyai areal persawahan; d. Subak mempunyai otonomi baik internal maupun eksternal; e. Subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul (pura yang berhubungan dengan persubakan ). 2 Berdasarkan pengertian Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 Pasal 1 huruf h dan juga ciri yang ditunjukkan oleh Pitana tentang subak tersebut, terlihat jelas bahwa subak merupakan organisasi sosial religius dan tidak hanya sebagai sistem irigasi. Sebagai organisasi subak memiliki struktur kepengurusan dan aturan tersendiri untuk mengatur anggota-anggotanya. Dalam struktur kepengurusannya subak hampir sama dengan struktur organisasi pada umumnya yaitu terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Pada organisasi subak dipimpin oleh pekaseh (pimpinan subak) yang dibantu oleh beberapa orang petajuh (wakil). Menurut Wayan P. Windia petajuh ini biasanya 1 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cet V, PT. Grafindo Persada, Jakarta, h.13. 2 I Gede Pitana, 1993, Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali (sebuah deskripsi umum) dalam I Gede Pitana (ed); Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah Canangsari, Upada Sastra, Denpasar, h. 2

4 melaksanakan tugas rangkap sebagai petengen / bendahara dan penyarikan / juru tulis. 3 Apabila subak memiliki wilayah yang luas dan jumlah anggotanya ratusan maka akan dibagi lagi dalam bentuk tempekan yang dipimpin oleh kelian tempekan. Untuk mengatur anggota-anggotanya subak memiliki aturan tersendiri yang disebut awig-awig subak. Awig-awig subak dibuat berdasarkan hasil dari musyawarah para anggota subak atau lebih dikenal dengan sangkepan. Aturan subak berisi perintah, larangan dan kebolehan serta sanksi dalam kelembagaan subak 4. Bentuk dari awig-awig subak ada dua yaitu awig-awig tertulis yang berisi aturan pokok dan pararem tertulis yang sifatnya lebih fleksibel sebagai aturan pelaksana 5. 2.2.2. Konsep Tri Hita Karana dalam Subak Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi, masyarakat adat Bali mempunyai konsep Tri Hita Karana sebagai landasannya. Menurut pengertiannya Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kesejahteraan di dalam kehidupan manusia. Pengertian tersebut diambil dari masing-masing katanya yaitu Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya sejahtera dan Karana yang artinya penyebab. Konsep tersebut kemudian diterapkan juga pada sistem organisasi subak. Penerapan konsep ini bertujuan agar keseimbangan hidup sebagaimana dalam ajaran agama Hindu tetap terjaga. Menurut Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra konsep Tri Hita Karana dalam subakdiwujudkan dalam tiga unsur yaitu unsur parhyangan, unsur pawongan dan unsur palemahan. Ketiga unsur tersebut menurut Ida Bagus Putu Purwita menentukan eksistensi subak, penjabarannya sebagai berikut : - Parhyangan Setiap subak mempunyai pura tersendiri yang disebut Pura Subak/ Pura Ulun Carik, Pura Bedugul,/ Pura Ulun Empelan atau sebutan lain, sebagai unsur Ketuhanan di dalam subak itu sendiri. - Pawongan Subak mempunyai anggota yang disebut kramasubak atau di beberapa tempat disebut krama carik sebagai unsur kemasyarakatan. - Palemahan Subak mempunyai wilayah/ areal pertanian dengan batas alam tertentu seperti sungai, jalan, pematang besar, desa dan lain-lain. 6 3 Wayan P. Windia, 2004, DandaPacamil, UpadaSastra, Denpasar, h. 131 4 Wayan P. Windia dan KetutSudantra, 2006, PengantarHukumAdat Bali, LembagaDokumentasi dan PublikasiFakultasHukumUniversitasUdayana, Denpasar, 69 5 Ibid 6 Ida Bgs. Pt. Purwita, 1993, Kajian Sejarah Subak Di Bali dalam I Gede Pitana (ed); Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah Canangsari, Upada Sastra, Denpasar, h. 47

5 Adanya semua unsur-unsur tersebut dalam subak membantu menjaga eksistensi subak sebagai salah satu warisan dunia yang berlandaskan dengan nilai-nilai agama di daamnya. Dengan penerapan konsep Tri Hita Karana dalam subak, masyarakat adat Bali dapat menjaga keseimbangan alam III. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut : a. Subak sebagai organisasi sosial religius yang berlandaskan pada nilai-nilai adat yang bergerak pada bidang usaha tani. Sebagai organisasi subak memiliki struktur kepengurusan yaitu adanya pekaseh, petajuh, petengen dan penyarikan. Sedangkan untuk pengaturannya diatur dalam awig-awig subak dan juga pararem. b. Konsep Tri Hita Karana dalam subak memuat tentang tiga unsur yaitu parhyangan, pawongan dan palemahan. Ketiga unsur tesebut terdapat dalam sistem subak yaitu parhyangan dengan adanya pura subak tersendiri, pawongan yang mengatur tentang organisasi subak dan palemahan yang berhubungan lingkungan subak seperti jalan, areal sawah dan lain sebagainya. IV. DAFTAR PUSTAKA I Gede Pitana, 1993, Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah Canangsari, Upada Sastra, Denpasar Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat Edisi I Cet V, PT. Grafindo Persada, Jakarta Wayan P. Windia dan KetutSudantra, 2006, PengantarHukumAdat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar Wayan P. Windia, 2004, DandaPacamil, UpadaSastra, Denpasar Peraturan Pemerintahan Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi