IX. INVENTARISASI BENTHIC LIFE FORM DAN APLIKASI MARXAN DI GILI LAWANG GILI SULAT, LOMBOK TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
INVENTARISASI BENTHIC LIFE FORM DAN APLIKASI MARXAN DI GILI LAWANG - GILI SULAT, LOMBOK TIMUR

APLIKASI TEKNOLOGI INDERAJA KELAUTAN, PEMODELAN DAN IN-SITU MEASUREMENTS DALAM PENENTUAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD)

MARXAN. Perencanaan Kawasan Konservasi Laut Sistematis

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir 2.2. Pengertian Wilayah Pesisir

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Kawasan Konservasi Landasan hukum

Laporan Survey dan Analisa

dan ~erkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Keterkaitan Antara Sistem Zonasi dengan Dinamika Status Ekosistem Terumbu Karang di Taman Nasional Wakatobi

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

2016, No Mengingat : Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ilmu Pe

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

KAJIAN PARAMETER BIOFISIK, SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI DALAM PENENTUAN CALON KAWASAN KONSERVASI LAUT (STUDI KASUS KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA)

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Alat dan Bahan Alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

STRATEGI DAN IMPLEMENTASI REGULASI KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

STATUS PERSENTASE TUTUPAN KARANG SCLERACTINIA DI PULAU BUNAKEN (TAMAN NASIONAL BUNAKEN) DAN DI PANTAI MALALAYANG, PESISIR KOTA MANADO

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang


1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Spatial Analisis Spatial Identifikasi Lokasi Kawasan Konservasi Perairan yang Ideal di Kota Tual, Provinsi Maluku

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT BERDASARKAN ANALISIS MARXAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

I. Pengantar. A. Latar Belakang

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut

2) faktor-faktor yang terkait dengan peranan Indonesia di dalam kerjasama multilateral CTI-CFF adalah faktor geografis dan ketahanan pangan. Jadi sela

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

RENCANA STRATEGIS BALAI RISET DAN OBSERVASI KELAUTAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Beras Basah Kotamadya Bontang

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

Transkripsi:

IX. INVENTARISASI BENTHIC LIFE FORM DAN APLIKASI MARXAN DI GILI LAWANG GILI SULAT, LOMBOK TIMUR 1 Eghbert Elvan Ampou dan Candhika Yusuf Abstrak Rancangan suatu daerah konservasi laut atau lebih dikenal sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL) haruslah memenuhi tujuan dari KKL itu sendiri. Tujuan dari suatu KKL dapat berbeda satu dengan lainnya akan tetapi secara khusus tetap terfokus pada perlindungan ekosistem yang akan mengarah kepada konservasi keanekaragaman hayati dan perikanan yang berkesinambungan, salah satunya ekosistem terumbu karang. Gili Lawang dan Gili Sulat, Lombok Timur adalah salah satu Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang telah berdiri di Indonesia. Pendekatan dengan menggunakan perangkat lunak MARXAN telah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan zonasi baru pada KKLD tersebut. Target sebagai No Take Zone adalah sebesar 30% dari total luas studi KKLD. Pendekatan tersebut berdasarkan atas data survey in situ seperti keanekaragaman benthic life form ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun serta digabung dengan data penginderaan jauh. Inventarisasi benthic life form telah dilakukan pada 4 titik pengamatan pada bulan Juli 2007 dengan metode Point Intersept Transect (PIT). Sebagai hasilnya, distribusi terumbu karang secara umum terdapat 17 jenis kategori benthic life form, dengan variasi terbanyak pada Site I Gili Sulat pada kedalaman 0 15 m dan Site IV Gili Lawang pada kedalaman 0 20 m. Melalui proses MARXAN didapatkan luasan No Take Zone yang meliputi ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun sebesar 473.221 Ha. Penting untuk disadari bahwa hasil dari MARXAN bukanlah suatu keputusan, melainkan lebih kepada rekomendasi guna pengembangan zonasi pada wilayah KKLD tersebut. Kata Kunci : KKLD Gili Sulat Gili Lawang, Benthic Life Form, MARXAN I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir dan laut Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (mega biodiversity) dan termasuk dalam kawasan CTC (Coral Triangle Center, TNC ). Tingginya potensi dan keanekaragaman hayati tersebut baik dalam bentuk keanekaragaman genetik, spesies maupun ekosistem merupakan aset yang sangat berharga, untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Tingginya keanekaragaman hayati perairan tersebut dapat memberikan manfaat bagi lingkungan dan kesejahteraan rakyat Indonesia bila dikelola secara optimal dan berkelanjutan dengan memperhatikan karakteristik dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan, serta mengacu pada setiap peraturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan (Anonimous 2007). Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami (natural) atau buatan (man 1 Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali, BRKP DKP Marine Conservation Team Website : www.brok-dkp.net Email : elvan_ampou76@yahoo.com ; divedeepbluesea@yahoo.com 85

made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta, dan eksosistem pulau kecil (Dahuri, 2003). Kawasan Konservasi laut Daerah (KKLD) dan Calon Kawasan Konservasi Laut Daerah (CKKLD) saat ini sebanyak 23 buah dengan luas 28.893.431 Ha, Luas terumbu karang dan sudah mendapatkan legalitas Pemerintah seluas 7,2 juta Ha. Tahun 2010, luas terumbu karang ditargetkan sebesar 10 juta Ha dan mulai meningkat sebesar 20 juta Ha di tahun 2020 tergantung luasnya KKLD dan CKKLD perlu dilakukan penentuan zonasi kawasan konservasi laut sehingga pengelolaan kawasan konservasi laut terlaksana secara sustainable (Anonimous 2007). Di Indonesia sampai saat ini kegiatan monitoring dan tersedianya database terumbu karang masih dirasakan kurang. Demikian juga dengan tersedianya peta zonasi terumbu karang khususnya untuk daerah kabupaten / kota. Tujuan penelitian ini adalah inventarisasi jenis benthic life form terumbu karang sebagai bahan database dalam pemodelan zonasi dengan menggunakan software MARXAN. II. MATERI DAN METODE Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Gili Lawang dan Gili Sulat, Kecamatan Sambelia, Desa Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 25 28 Juni 2007. Gambar 9.1 Peta Lokasi Penelitian Lokasi Point Intersept Transect S1, S2, S3, S4 (Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP, 2002) Metode survey terumbu karang yang digunakan adalah Point Intersept Transect (English et al., 1994). Transek digelar sepanjang 50 meter dan digelar dimulai dari pesisir kearah pantai (perpendicular). Setiap 0,5 m diidentifikasi / visual census jenis life form yang ada. 86

Perhitungan persen cover dari tiap biota yang dicatat diketahui dengan menggunakan rumus, Bianchi, et al. (2004) yaitu : r % = P /Ptot X 100 dimana : r % : Percent cover dari P : Jumlah point transect dimana yang ditemukan Ptot : Jumlah total point transect yang dilakukan Kategori kesehatan terumbu karang berdasarkan tingkat persen penutupan karang keras hidup dapat dilihat berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh Sukarno (1994); Tabel 9.1 Kategori Persentase Penutupan Karang Persentase Penutupan (%) Kategori 0 25 Kritis/Rusak Sekali 26 50 Rusak 51 70 Sehat 71 100 Sehat sekali Pemodelan zonasi digunakan software MARXAN - Marine Reserve Design using Spatially Eplicit Annealing ver. 1.8.2 (Ball, 2000). MARXAN adalah sebuah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu merancang sebuah kawasan perlindungan laut atau jejaring kawasan perlindungan laut. MARXAN dijalankan dengan bantuan perangkat lunak Arc View 3.3 dan ekstensi CLUZ (The Conservation Land Use Zoning). Ide yang mendasari pengembangan MARXAN ini adalah permasalahan perencana konservasi dalam menentukan daerah konservasi karena daerah perencanaan potensial yang luas sehingga banyak kemungkinan daerah yang akan dipilih sebagai daerah konservasi sehingga diharapkan adanya suatu sistem untuk memilih daerah konservasi yang memenuhi kriteria ekologis dan sosial ekonomis (Darmawan and Darmawan, 2007). 87

Gambar 9.2 Proses Perencanaan running MARXAN Sumber : Darmawan and Darmawan (2007) III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian terumbu karang yang dilakukan terdapat dominasi dari coral non acropora foliose (nfo) pada Site III Gili Lawang (37%) dan coral non acropora branching (nbr) pada site I Gili Sulat dan Site IV Gili Lawang (34% dan 20% secara berurutan). Pada Site II Gili Sulat didominasi oleh Soft coral (sft) yaitu sebesar 55% (Tabel 9.2). Tabel 9.2 Percent cover Benthic Life Form dominan di Gili Lawang dan Gili Sulat Site Benthic life form dominan Percent cover (%) I (Gili Sulat) II (Gili Sulat) III (Gili Lawang) IV (Gili Lawang) Nbr (Non Acropora Branching) R (Coral Rubbles) Abr (Acropora branching) Sft (Soft Coral) Abr (Acropora Branching) Nen (Non Acropora Encrusting) Nfo (Non Acropora foliosa) Abr (Acropora Branching) DC (Death Coral) Nbr (Non Acropora Branching) DC (Death Coral) Abr (Acropora branching) 34 13 11 55 20 10 37 19 14 20 15 14 Dalam membuat peta layout MARXAN didasarkan pada nilai-nilai SPF (Species Penalty Factor)/nilai penalti yang ditentukan dari tingkat kepentingan dan kualitas data. Karena kepentingan dan kondisi fitur konservasi atau fitur cost bervariasi di setiap lokasi maka 88

pembobotan nilai skornya relatif satu dengan yang lainnya (Tabel 2 dan Gambar 3). Tabel 9.3 Nilai input MARXAN No. Fitur Konservasi SPF No. Fitur Cost Skor 1. Terumbu Karang 2 1. Pemukiman 1 2. Mangrove A 2 2. Sebaran Sedimen 2 3. Mangrove B 1.5 3. Bom Ikan 2 4. Mangrove C 0.75 4. Jalur Layar 1 5. Padang Lamun 1.25 5. Dive Site 1 6. Macro Benthos 1.5 6. Shelter 1 Gambar 9.3 Fitur konservasi di KKLD Gili Lawang Gili Sulat Penilaian ini didapat dari pengamatan lapangan dan referensi lainnya (Undang-undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Dalam studi ini, nilai penalti ditentukan dengan mempertimbangkan hasil in situ measurement ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun serta dinamika oseanografi dan kualitas perairan lokasi studi. Oleh karenanya, nilai konservasi dan nilai cost di kedua lokasi cukup berbeda. Skenario yang dijalankan dengan program MARXAN adalah target luas daerah konservasi sebesar 30 % dari total wilayah kedua KKLD tersebut atau dapat diasumsikan sebagai daerah larang ambil atau No Take Zone. Hasilnya adalah sekitar 473.221 Ha (Gambar 9.3). 89

Gambar 9.4. Hasil running MARXAN sebagai Rekomendasi No Take Zone di KKLD Gili Lawang- Gili Sulat. Sumber : Tim Konservasi BROK 2007 Berdasarkan hasil olahan didapatkan hasil no take zone terdapat di hampir sebagian Pulau Gili Lawang, ini disebabkan karena : pada sisi barat Pulau terdapat coral rubble dan karang mati serta terumbu karang yang masih dalam/sementara proses recovery juga adanya fitur Cost ; jalur layar, kampung, sebaran sedimen, bom ikan, dive site, dan shelter sebagai faktor pembatas dalam menentukan kawasan/zona inti dalam hal ini No take zone. IV. KESIMPULAN Distribusi terumbu karang secara umum terdapat 17 jenis kategori Benthic life form, dengan variasi terbanyak pada Site I Gili Sulat pada kedalaman 0 15 m dan Site IV Gili Lawang pada kedalaman 0 20 m. Dari total luas Kawasan Konservasi Laut Daerah pulau Gili Lawang : 669.174 Ha dan Gili Sulat : 908.229 Ha, 30 % wilayah yang termasuk dalam kategori no take zone yaitu : 473.221 Ha. Perlu diingat bahwa hasil MARXAN bukanlah sesuatu keputusan yang mutlak, melainkan lebih kepada suatu masukan dalam pengelolaan zonasi pada kawasan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2007. Siaran Pers : Enam Negara Sepakati Kerjasama Kelola dan Konservasi Segitiga Karang. No 90.PDSI/XII/2007 Ball, Ian and Possingham, Hugh. 2000. MARXAN (V1.8.2): Marine Reserve design using Spatially Eplicit Annealing. A Manual Prepared for the Great Barrier Reef Marine Park 90

Autority. P 69. Bianchi C.N., Pronzato R., Cattaneo-Vietti R., Cechi L.B., Morri C., Pansini., Chemelo R., Milazzo M., Fraschetti S., Terlizzi A., Peirano A., Salvati E., Benzoni F., Calcinai B., Cerrano C., Bavestrello G. 2004. Hard Bottoms. Biol. Mar. 11 (suppl.1) : 185 215. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Darmawan, A. and A. Darmawan. 2007. Modul Pelatihan Perangkat Lunak MARXAN untuk Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut. Denpasar, Bali, 5 Juni 2007. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2002. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Konservasi Lombok Timur. Departemen Kelautan dan Perikanan. English, S., Wilkinson, C., Baker, V., 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Asean Australia Marine Science. Townsville. pp : 34 117. English S, C.Wilkinson, V. Baker (eds).1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Edition). Australian Institute of Marine Science. ASEAN-Australia Marine Project Sukarno. 1994. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya. Materi Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. P3O LIPI. Jakarta. The Nature Conservancy. www.coraltrianglecenter.org/. 10 Agustus Yunanto A., Sidik F., Ampou E.E., Yusuf C., Pancawati Y., Asry A. 2007. Laporan Akhir Pengembangan Coastal Observing System untuk Kawasan Pesisir. Balai Riset da Observasi Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan 91