TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil"

Transkripsi

1 5 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km 2 dan 75 persen adalah Zona Ekonomi Eksklusif (Dahuri, 1998). Sejumlah besar (lebih dari buah) dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang tersebar di Kepulauan Indonesia. Definisi pulau-pulau kecil disini adalah kumpulan pulau-pulau secara fungsional, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdaya (DKP, 2001b). Sebagai kawasan kecil keberadaan pulau-pulau kecil baik dari segi ekosistem pulau itu sendiri maupun keragaman hayati (biodiversity) yang ada di dalam ekosistem sekitar pulau yang sangat rentan terhadap berbagai aktivitas manusia yang terjadi di kawasan daratan. Pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas areanya kurang dari km 2 dan mempunyai penduduk berjumlah kurang dari jiwa (Beller et al 1990 diacu dalam Retraubun, 2001). Sementara itu, menurut Dahuri (1998) pulau-pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Keterisolasian ini juga dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu pulau juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Pulau kecil juga mempunyai tangkapan air tawar yang relatif kecil. Selajutnya dilihat dari aspek budaya, masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Dalam suatu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdapat sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya. Ekosistem tersebut bersifat alamiah atau buatan. Ekosistem alami yang terdapat di pulau-pulau kecil, antara lain adalah : terumbu karang (coral reef), mangrove, pantai berbatu (rocky beach), estuaria, laguna, delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa kawasan pariwisata, kawasan budidaya (marine culture) dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 2001).

2 6 Sumber: Pernetta dan Milliman, 1995 diacu dalam DKP (2000) Gambar 1 Batas wilayah pesisir Secara umum, sumberdaya alam di kawasan pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya yang tidak dapat pulih (non renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan (environmental service). Sumberdaya dapat pulih, terdiri berbagai ikan, plankton, benthos, molusca, mamalia laut, rumput laut (seaweeds), lamun (seagrass), mangrove, terumbu karang, dan krustasea. Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi minyak bumi dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya. Jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan antara lain adalah pariwisata dan perhubungan laut. Selama ini potensi sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil belum banyak digarap secara optimal. Hal tersebut diakibatkan upaya masyarakat dan pemerintah lebih banyak terkuras untuk mengelola sumberdaya yang ada di darat yang mempunyai luas hanya sepertiga dari luas negeri ini (Kusumastanto, 2000). Sumberdaya ikan di kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi. Hal ini karena didukung oleh ekosistem yang komplek dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun. Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti: pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi yang mempunyai nilai tinggi bagi

3 7 peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun pendapatan nasional. Keanekaragaman dan keindahan yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut merupakan daya tarik tersendiri di dalam pengembangan pariwisata. Kesesuaian Lahan Ekosistem pulau-pulau kecil juga memilki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja kesinambungan ekonomi tetapi juga kelangsungan hidup umat manusia. Faktor paling utama adalah fungsi sebagai pengatur iklim global temasuk dinamika lanina, siklus hidrologi dan biokimia, penyerap limbah, sumberdaya plasma nuftah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dilakukan dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan. Permasalahan umum penggunaan lahan yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah degradasi lingkungan seperti degradasi habitat, kerusakan ekosistem pesisir, pencemaran, konflik pemanfaatan ruang sumberdaya dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang tidak efisien. Diantara penyebab utama timbulnya masalah tersebut adalah karena belum adanya penataan ruang yang komprehensif pada wilayah pesisir dan menyebabkan terjadi penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan terhadap tata ruang yang ada (Bengen, 2002). Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna tanah. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut (Widiatmaka, 2001) Menurut Widiatmaka (2001), tujuan evaluasi kesesuaian lahan adalah menentukan nilai (kelas) untuk tujuan tertentu, dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tata guna tanah.

4 8 Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, konsep ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sebagai suatu sistem, ruang wilayah memiliki struktur dan fungsi, dimana struktur wilayah adalah susunan (arrangement) dari berbagai penggunaan ruang (kegiatan ekonomi) dalam ruang fisik. Fungsi wilayah adalah aliran (transport) barangbarang/komoditas (economic goods), orang, dan bahan pencemar antara penggunaan ruang. Dilihat dari jangka waktu, pelaksanaan rencana tata ruang juga bervariasi. Suatu rencana tata ruang merupakan suatu produk dari kegiatan perencanaan tata ruang yang disusun pada suatu saat tertentu untuk kurun waktu tertentu pula. Jangka waktu perencanaan tata ruang wilayah pesisir terdiri dari beberapa tingkatan menurut UU No. 24 tahun Untuk rencana tata ruang wilayah pesisir kabupaten/kota, jangka waktu perencanaan adalah 10 tahun. Tata ruang pesisir dapat dikelompokan melalui pengaturan lahan wilayah ke dalam unit-unit yang homogen ditinjau dari keseragaman fisik, nonfisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan. Wilayah Pesisir paling dikenal sebagai daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan dimana merupakan kawasan di permukaan bumi yang paling padat dihuni oleh umat manusia (Dahuri, 1997). Perencanaan tata ruang wilayah pesisir adalah lebih komplek bila dibandingkan dengan perencanaan tata ruang daratan, karena (a) perencanaan di wilayah pesisir harus mengikutsertakan semua aspek yang berkaitan, baik dengan wilayah darat maupun wilayah lautan, (b) aspek daratan dan lautan tersebut tidak dapat dipisahkan secara fisik oleh garis pantai, karena kedua aspek tersebut saling berinteraksi secara terus menerus dan bersifat dinamis, seiring dengan prosesproses fisik dan biogeokimia yang terjadi, dan (c) bentang alam (geomorfologi dan fisiografi) wilayah pesisir berubah secara cepat bila dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini merupakan interaksi yang dinamis antara daratan dan lautan (Dahuri, 1997).

5 9 Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan ruang diartikan sebagai rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Menurut UU No. 24 tahun 1999 Pasal 15 tentang Penataan Ruang, pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaan, yang didasarkan atas rencana tata ruang. Adapun yang dimaksud dengan struktur pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarki dan saling berhubungan satu sama lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya dalam mewujudkan penguasaan penggunaan, pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya. Menurut Sugandhy (1999), permasalahan dalam pemanfaatan ruang wilayah di Indonesia dicirikan dengan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan serta permasalahan kependudukan lainnya yang semakin besar karena tanah kehutanan dan tanah pertanian dikonversi untuk pemukiman, industri dan pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu kecenderungan merosotnya sumberdaya alam dan lingkungan hidup selain diakibatkan oleh menurunnya kualitas pemanfaatan ruang, juga dipacu oleh kualitas wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang merupakan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hierarki dan sruktural pemanfaatan ruang tersusun antara lain meliputi pusat-pusat pelayanan (kota, lingkungan, pemerintahan); prasarana jalan; rancangan bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antara bangunan dan sebagainya. Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang mengambarkan ukuran, fungsi dan karakter kegiatan atau kegiatan alam. Pola pemanfaatan ini ditandai dengan pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.

6 10 Beberapa hal yang terkait dengan pemanfaatan ruang tercantum dalam pasal 15 dan 16, UU. N0 24 Tahun 1992, yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pasal Pemanfaatan ruang dilakukan melalui program pemanfaatan ruang beserta pembiayaan yang didasarkan atas rencana tata ruang, 2. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. b. Pasal Dalam Pemafaatan ruang dikembangkan : a. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; b. Perangkat yang bersifat insentif dan disentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara. 2. Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan pemanfaatan ruang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu dalam penyusunan komposisi pemanfaatan ruang secara optimal selain bertujuan untuk meningkatkan produktivitas juga diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungannya Konflik Pemanfaatan Mitchell et al, 2000 diacu dalam Darwin (2005), juga menyebutkan beberapa penyebab dasar konflik. Pertama, perbedaan pengetahuan atau pemahaman dapat mengarahkan timbulnya konflik. Berbagai kelompok mungkin menggunakan model, perkiraan atau informasi yang berbeda. Perbedaan fakta menimbukan konflik tentang apakah telah muncul persoalan dan penyelesaian persoalan, manakah yang paling tepat. kedua, konflik dimungkinkan muncul karena perbedaan nilai. Dalam hal ini, mungkin ada kesepakatan tentang bentuk

7 11 suatu persoalan serta cara penyelesaiannya, akan tetapi terjadi perbedaan yang pokok pada titik akhir yang dituju. Kelompok lain mungkin meyakini bahwa sejumlah air tertentu harus tetap dialokasikan untuk kepentingan lain, terutama untuk menjamin kehidupan ikan dan berbagai air lainnya. Ketiga, perbedaan kepentingan dapat menimbulkan konflik meskipun berbagai kelompok menerima fakta dan interpretasi yang sama, serta mempunyai kesamaan nilai. Keempat, konflik muncul karena adanya persoalan pribadi atau karena latar belakang sejarah. Konflik tidaklah sesuatu yang berkonotasi kurang baik, dalam banyak hal, dapat membantu dalam mengidentifikasi permasalahan apabila suatu proses atau prosedur mengalami jalan buntu. Konflik juga dapat merupakan rambu-rambu bagi penganalisa atau manager untuk senantiasa menyadari akan adanya perbedaan, baik pandangan maupun nilai-nilai (Mitchell et al, 2000 diacu dalam Darwin, 2005). Tata Ruang dalam Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah adalah suatu upaya mendorong perkembangan wilayah secara mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. Upaya tersebut antara lain: (a) meningkatkan kemampuan masyarakat yang meliputi kelembagaan, akses, informasi teknologi dan keterampilan, (b) meningkatkan efisiensi produksi yang meliputi kemampuan teknologi investasi dan trasportasi, (c) pengendalian dampak lingkungan, (d) peningkatan kemampuan pemerintah daerah. Selanjutnya pembangunan dengan pendekatan pengembangan wilayah yang dilakukan selama ini memiliki intensitas tinggi, hal ini seringkali menyebabkan rusaknya kawasan lindung yang pada akhirnya menyebabkan lingkungan di sekitar terancam rusak. Kerusakan-kerusakan tersebut antara lain: pencemaran, degradasi fisik, habitat, over-eksploitasi sumberdaya alam serta konflik penggunaan lahan pembangunan. Selain itu, di daerah hinterland relatif kurang berkembang akibat keterbatasan akses yang akhirnya menimbulkan kesenjangan wilayah.

8 12 Oleh karenanya perlu dilakukan suatu rencana pengembangan wilayah yang dilakukan secara holistik, sinergis, koordinatif, efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat melalui penataan ruang (Deni, 2000). Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan. Pengambilan, analisis data dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. SIG adalah sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan personal (manusia) yang dirancang untuk secara efisien memasukan, menyimpan, memperbaharui, menanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis informasi yang berorentasi geografis. (ESRI, 1990). Perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah lebih komplek bila dibandingkan dengan perencanaan spasial di daerah daratan. Hal ini dikarenakan (a) perencanaan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil harus mengikut sertakan semua aspek yang berkaitan baik dengan wilayah darat maupun lautan; (b) aspek daratan dan lautan tersebut tidak dapat dipisahkan secara fisik oleh garis pantai. Kedua aspek tersebut saling beriteraksi secara terus menerus dan bersifat dinamis seiring dengan proses-proses fisik dan biogeokimia yang terjadi; dan (c) bentang alam daerah pesisir berubah secara cepat bila dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini merupakan hasil interaksi yang dinamis antara daratan dan lautan (Dahuri, 1997). Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan di bidang pertanian, kehutanan serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan dan sosial ekonomi. SIG juga telah digunakan di bidang militer, permodelan perubahan iklim global dan geologi. Proses Hirarki Analisis (AHP) Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan pembangunan adalah AHP (The Analytic Hierarchy Process). Metode

9 13 AHP ini dapat menentukan prioritas dari beberapa kegiatan atau proyek. Namun apabila jumlah kegiatan yang akan ditentukan prioritasnya sangat banyak (lebih dari 10 kegiatan), maka perlu ada modifikasi dalam metode AHP tersebut atau yang disebut MAHP (Modifikasi AHP). Sebenarnya dapat saja digunakan metode AHP secara murni, yaitu dibuat jenjang penilaian, misalnya dari seluruh kegiatan tersebut dikelompokan berdasarkan program, dan kemudian dikelompokkan lagi dalam sub-program atau sub-sub program, sehingga jumlah kegiatan dalam subsub program tersebut kurang atau sama dengan 10 kegiatan. Kemudian dibuat prioritas proyek atau kegiatan yang ada dalam sub-sub program tersebut. Namun metode AHP dengan banyak hirarki ini akan semakin rumit, sedangkan kita memerlukan metode yang mudah namun secara akademis dapat dipertanggung jawabkan, sehingga pilihan modifikasi AHP ini merupakan salah satu alternatif yang dipilih. Disamping itu dengan menentukan prioritas kegiatan atau proyek hanya dalam suatu sub-sub program, maka kita tidak dapat membandingkan suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dalam keseluruhan kegiatan yang ada dalam suatu departemen atau pemerintah daerah. Modifikasi AHP ini terletak pada penilaian dengan menggunakan skor (misalnya 0,1,2, dan 3) untuk masing-masing kegiatan dikaitkan dengan misalnya kedekatannya dengan sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, jadi bukan dengan membandingkan antar kegiatan mengingat jumlah kegiatan yang akan ditentukan prioritasnya sangat banyak. Metode AHP maupun MAHP ini dapat digunakan disamping untuk menentukan prioritas kegiatan juga dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan/proyek dari beberapa bahkan ribuan proyek. AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didisain untuk sampai kepada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif. Dengan demikian dapat dianggap sebagai model multy objective multy criteria. Untuk menggunakan alat analisis ini, suatu masalah yang rumit dan tak

10 14 berstruktur perlu terlebih dahulu dipecah ke dalam berbagai komponennya. Setelah menyusun komponen-komponen ini ke dalam sebuah urutan hirarki, maka diberikan nilai dalam bentuk angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian terhadap relatif pentingnya setiap bagian itu. Untuk sampai kepada hasil akhir, penilaian tersebut disintesiskan (melalui penggunaan eigen vector) guna menentukan variabel mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Asumsi-asumsi yang digunakan oleh AHP adalah sebagai berikut: Pertama, harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni: 1, 2, 3,,n yang adalah tindakan positif, (n) adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atribut-atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan, walaupun demikian mengikuti pendekatan AHP dipergunakan metode skala angka Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu atribut terhadap atribut lainnya sama penting dan untuk atribut yang sama selalu bernilai satu, sampai dengan 9 (sembilan) yang menggambar satu atribut ekstrim penting terhadap atribut lainnya. Pada Tabel 1 disajikan skala angka Saaty beserta definisi dan penjelasannya. Tabel 1 Skala angka Saaty Intensitas/ Pentingnya Definisi 1 Sama penting 3 Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain 5 Sifat lebih pentingnya kuat 7 Menunjukkan sifat sangat penting 9 Ekstrim penting 2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua penilaian Keterangan Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai dari pada yang lain Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi)

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH CHANDRA JOEI KOENAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KAJIAN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam pengertian lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai Dahuri et al. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (shore

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir 2.2. Pengertian Wilayah Pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir 2.2. Pengertian Wilayah Pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir Wilayah pesisir (coastal zone) merupakan daerah yang unik, karena pada daerah ini hanya bisa dijumpai daerah pasang surut, hutan bakau, terumbu karang,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

7. SIMPULAN DAN SARAN

7. SIMPULAN DAN SARAN 7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Metode analisis kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dengan SPLL, yang dikembangkan dalam penelitian ini telah menjawab hipotesis, bahwa penerapan konsep marine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. Pengantar. A. Latar Belakang

I. Pengantar. A. Latar Belakang I. Pengantar A. Latar Belakang Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 o 25 Lintang Utara hingga 4 o 25 Lintang Selatan dan 130 132 55 Bujur Timur (Wikipedia, 2011). Secara geoekonomis dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 55 3 KERANGKA PEMIKIRAN Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dari habitat lain. Keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut dan membentuk kehidupan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN Mata Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kode MK : M10B.111 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi.,., MSc. DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci