VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

BAB IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Vol. 2, No. 1, Maret 2012

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

BAB IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

BAB III METODE PENELITIAN. faktor produksi yang kurang tepat dan efisien. Penggunaan faktor produksi

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI BESAR (Capsicum annum L.) DI DESA PETUNGSEWU, KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut secara tidak langsung dapat. yang disusun berdasarkan status kepemilikan lahan.

3.3.Metode Penarikan Sampel Model dan Metode Analisis Data Konsepsi Pengukuran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI SEMANGKA (Citrullus Vulgaris, Scard) DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU. By :

ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

BAB IV METODE PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN SUMENEP

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING

Agriekonomika, ISSN Volume 3, Nomor 1 EFISIENSI PRODUKSI PETANI JAGUNG MADURA DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERADAAN JAGUNG LOKAL

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI JAWA BARAT : PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

BAB III METODE PENELITIAN

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani

VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF USAHATANI WORTEL (Daucus carota L.) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

Transkripsi:

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya dapat dikendalikan maupun tidak oleh petani. Pada bagian ini akan membahas analisis faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan analisis efisiensi teknis serta faktor faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis produksi ubi jalar di Desa Cikarawang. Penelitian ini menggunakan pendekatan stochastic frontier Cobb-Douglass dan linier berganda. Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis. Parameter penduga yang digunakan adalah Maximum Likelihood (MLE). Metode MLE digunakan untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen error. Metode MLE menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan sejumlah faktor produksi yang digunakan. Terdapat tujuh variabel independen penduga faktor produksi ini antara lain luas lahan (X 1 ), jarak tanam dalam baris (X 2 ), tenaga kerja (X 3 ), jumlah pupuk kandang (X 4 ), jumlah pupuk N (X 5 ), jumlah pupuk P (X 6 ), dan jumlah pestisida (X 7 ). Pada model fungsi produksi yang dibentuk, seluruh variabel independen memiliki nilai VIF di bawah 10 sehingga menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada fungsi produksi tersebut. Keberadaan nilai koefisien yang negatif sebaiknya dihindari untuk dua alasan. Pertama, agar relevan dengan analisis ekonomi maka nilai koefisien fungsi produksi harus positif. Ini berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb- Douglas adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input sehingga setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar (Soekartawi 2002). Kedua, nilai koefisien yang negatif menyebabkan penurunan fungsi biaya dual tidak dapat dilakukan, sehingga dalam penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi yang memiliki nilai koefisien keseluruhan yang positif (Coelli 1998). 78

7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Ubi Jalar Hasil pendugaan terhadap fungsi produksi stochastic frontier menggunakan tujuh variabel independen diperlihatkan pada Tabel 20. Nilai parameter pada fungsi produksi stochastic frontier (MLE) menunjukkan elastisitas produksi batas dari sejumlah input yang digunakan. Elastisitas pada fungsi produksi batas yang lebih besar menunjukkan bahwa peningkatan masing-masing input produksi dengan asumsi input lainnya tetap akan berpengaruh pada peningkatan produksi yang lebih besar dibandingkan dengan fungsi produksi rata-rata. Tabel 24 menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE beserta nilai signifikansinya dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Tabel 24. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan Metode MLE Variabel Koefisien MLE t-hitung Konstanta 2,293 3,651 Ln Luas lahan (Ha) 0,799* 7,264 Ln Jarak tanam (cm) -0,001-0,033 Ln Tenaga kerja (HOK) 0,182 1,307 Ln Pupuk kandang (kg) 0,061* 1,940 Ln Pupuk N (kg) -0,064* -2,135 Ln Pupuk P (kg) -0,099* -2,767 Ln Pestisida (ml) 0,002 0,072 Σ 2 0,095 γ 0,999 R-sq 0,762 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Nilai koefisien MLE fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan output yang bernilai negatif serta berpengaruh nyata yaitu pada variabel pupuk N dan pupuk P. Seperti telah dibahas pada bab metode penelitian, penggunaan fungsi Cobb-Douglas berada dalam keadaan law of diminishing return untuk setiap inputnya. Dengan demikian, model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk mengestimasi produksi ubi jalar pada penelitian ini sehingga fungsi produksi linier berganda digunakan dalam penelitian ini. Tabel 25 menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda. 79

Tabel 25. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Variabel Koefisien MLE t-hitung Konstanta 0,585 1,344 Luas lahan (Ha) 15,866* 11,912 Jarak tanam (cm) -0,013-0,729 Tenaga kerja (HOK) 0,036* 3,364 Pupuk kandang (kg) 0,000 0,656 Pupuk N (kg) -0,105* -8,981 Pupuk P (kg) -0,209* -4,259 Pestisida (ml) 0,014* 1,786 Σ 2 0,744 γ 0,125 R-sq 0,916 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Pada Tabel 25 diketahui nilai parameter γ sebesar 0,125. Artinya adalah perbedaan antara produksi yang sesungguhnya dengan kemungkinan produksi maksimum sebesar 12,5 persen disebabkan karena perbedaan inefisiensi teknis. Parameter γ merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (µ i ) terhadap varians total produksi ( i ). Hasil pendugaan parameter dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda menunjukkan nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 91,6 persen, artinya sebesar 91,6 persen keragaman produksi ubi jalar di daerah penelitian dapat dijelaskan oleh input-input produksi yang digunakan dalam model sedangkan sisanya sebesar 8,4 persen dijelaskan oleh komponen error yang tidak dimasukkan dalam model. Koefisien dari variabel-variabel pada fungsi produksi linier berganda tidak menunjukkan elastisitas seperti pada fungsi produksi Cobb- Douglas sehingga diperlukan perhitungan elastisitas produksi dari setiap variabel fungsi produksi. Hasil perhitungan nilai elastisitas produksi dari setiap variabel independen fungsi produksi linier berganda ditunjukkan pada Tabel 26. 80

Tabel 26. Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Variabel Elastisitas Luas lahan (Ha) 7,669* Jarak tanam (cm) 0,709 Tenaga kerja (HOK) -0,118* Pupuk kandang (kg) 0,191 Pupuk N (kg) -0,375* Pupuk P (kg) -5,386* Pestisida (ml) -5,391* Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Hasil perhitungan elastisitas fungsi produksi stochastic frontier linier berganda dengan metode MLE menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata dan bernilai positif terhadap produksi ubi jalar di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen hanyalah variabel luas lahan. Sebaliknya, variabel tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, dan pestisida bernilai negatif dan berpengaruh nyata sedangkan variabel yang bernilai positif tetapi berpengaruh tidak nyata antara lain jarak tanam dan pupuk kandang. Di daerah penelitian, variabel luas lahan memiliki nilai elastisitas positif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel ini yaitu sebesar 7,669. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Defri 2011. Nilai koefisien lahan sebesar 7,669 menunjukkan setiap peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi sebesar 7,669 persen, cateris peribus. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi ubi jalar masih berbanding lurus dengan luas lahan. Penggunaan lahan sangat berpengaruh besar terhadap produksi ubi. Variabel jarak tanam memiliki nilai elastisitas positif tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Artinya setiap penambahan atau pengurangan jarak tanam ubi dalam satu guludan tidak akan berpengaruh pada peningkatan produksi ubi. Hal ini diduga terjadi karena variasi jarak tanam stek ubi yang dilakukan oleh petani responden rendah atau dapat dikatakan jarak tanam stek ubi jalar hampir seragam yaitu 5-20 cm. Tenaga kerja memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar -0,118 menunjukkan setiap peningkatan jumlah penggunaan tenaga kerja 81

sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi sebesar 0,118 persen, cateris peribus. Hal ini menunjukkan rata-rata tenaga kerja yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 29,885 HOK seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Penggunaan tenaga kerja oleh petani baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga di daerah penelitian sangat lazim mulai dari proses penyiapan guludan, penanaman, pemupukan, hingga pemanenan. Variabel pupuk kandang bernilai elastisitas positif dan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Nilai koefisien pupuk kandang sebesar 0,191. Hal ini menunjukkan rata-rata pupuk kandang yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 3,2 ton seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani menunjukkan bahwa pupuk kandang memiliki peran penting untuk meningkatkan kesuburan tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan ubi jalar. Ini dapat dilihat dari jumlah penggunaan pupuk kandang yang paling besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk lainnya. Variabel pupuk N memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas pupuk N adalah sebesar -0,375. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan penggunaan pupuk N sebesar satu persen justru akan mengurangi produksi sebesar 0,375 persen. Kondisi di lapangan petani menggunakan pupuk N rata-rata sebanyak 20,89 kg per hektar. Jumlah tersebut sebenarnya masih berada di bawah dosis pupuk yang dianjurkan dalam usahatani ubi jalar adalah 45-90 kg N/H, namun diduga penyebabnya adalah karena petani di daerah penelitian selain menggunakan pupuk urea yang di dalamnya mengandung unsur N, petani juga menggunakan pupuk kandang dalam jumlah besar yaitu sebanyak 3,2 ton/ha. Pupuk kandang sendiri juga diketahui mengandung unsur N yang besar sehingga unsur N yang digunakan petani dalam usahtani ubi jalar di daerah penelitian sudah cukup bahkan berlebih. Variabel pupuk P memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien variabel ini sebesar -5,386. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan 82

penggunaan pupuk P sebesar satu persen justru akan mengurangi produksi ubi jalar di daerah penelitian sebesar 5,386 persen. Hal ini diduga terjadi akibat penggunaan pupuk P yang terkandung dalam pupuk phonska melebihi batas yang dianjurkan yaitu 25 kg phonska/ha sedangkan rata-rata penggunaan pupuk phonska di lapang sebesar 75,58 kg phonska/ha sehingga penambahan penggunaan pupuk P akan mengurangi produksi ubi jalar. Di daerah penelitian, variabel pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi. Nilai koefisien lahan sebesar 5,391 menunjukkan setiap peningkatan penggunaan pestisida sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi sebesar 5,391 persen, cateris peribus. Rata-rata penggunaan pestisida di daerah penelitian sebanyak 91,76 kg. Ini menunjukkan penggunaan pestisida di daerah penelitian sudah cukup bahkan berlebih. Kejadian ini juga diduga terjadi akibat residu penggunaan pestisida sebelumnya sehingga lahan tidak bisa menyerap kandungan pestisida dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara di lapang, petani yang melakukan penyemprotan pestisida cenderung hanya menduga-duga takaran yang mereka gunakan, tidak ada jumlah pasti yang diberikan petani sehingga diduga melebihi dosis yang dianjurkan. Takaran yang lebih banyak biasanya digunakan saat jumlah hama penyakit yang menyerang tanaman lebih banyak. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel pupuk N, pupuk P, dan pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Penyebabnya diduga terjadi akibat penggunaan pupuk maupun pestisida yang melebihi batas dari yang dianjurkan sehingga peningkatan penggunaannya justru akan menurunkan produksi ubi jalar. Untuk itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah subsistem pendukung yang ada diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada petani mengenai penerapan teknologi pemupukan berimbang dan pestisida tepat guna sesuai dengan dosis anjuran agar dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi jalar. 7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Efisiensi teknis dianalisis menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Sebaran efisiensi teknis petani responden dapat dilihat pada Tabel 27. Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani 83

responden hanya sebesar 0,564 dengan nilai terendah 0,131 dan nilai tertinggi 0,955. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Petani responden masih memiliki banyak kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi seperti yang diperoleh petani yang memiliki nilai efisiensi teknis paling tinggi. Dalam jangka pendek, secara rata-rata petani ubi jalar di daerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 40,94 persen (1-0,564/0,955). Tabel 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang Indeks Efisiensi Jumlah (orang) Persentase (%) 0,2 7 20,00 > 0,2 0,3 2 5,71 > 0,3 0,4 2 5,71 > 0,4 0,5 5 14,29 > 0,5 0,6 0 0,00 > 0,6 0,7 3 8,57 > 0,7 0,8 3 8,57 > 0,8 0,9 4 11,43 > 0,9 1 9 25,71 Total 35 100 Rata-rata 0,564 Minimum 0,131 Maksimum 0,955 Adapun sebaran efisiensi petani ubi jalar di Desa Cikarawang berdasarkan luas lahannya disajikan dalam Tabel 28 berikut. Pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden dengan luas lahan berturutturut < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha sebesar 0,474 dan 0,576. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah 57,6 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik sedangkan rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar 47,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil analisis pendapatan yang telah dijabarkan sebelumnya dimana petani dengan luas 84

lahan > 0,5 Ha lebih efisien dari aspek biaya. Berdasarkan sebaran efisiensi petani berdasarkan luas lahan ternyata petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru memiliki nilai efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan petani yang memiliki luas lahan < 0,5 Ha. Tabel 28. Sebaran Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha < 0,5 Ha > 0,5 Ha Indeks Jumlah Persentase Jumlah Persentase Efisiensi (orang) (%) (orang) (%) 0,2 5 16,13 2 0,50 > 0,2 0,3 2 6,45 0 0,00 > 0,3 0,4 2 6,45 0 0,00 > 0,4 0,5 5 16,13 0 0,00 > 0,5 0,6 0 0,00 0 0,00 > 0,6 0,7 2 6,45 1 0,25 > 0,7 0,8 3 9,68 0 0,00 > 0,8 0,9 4 12,90 0 0,00 > 0,9 1 8 25,81 1 0,25 Total 31 100 4 100 Rata-rata 0,576 0,474 Minimum 0,131 0,167 Maksimum 0,955 0,931 Tabel 29 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani di daerah penelitian dengan menggunakan efek inefisiensi teknis dari fungsi produksi stochastic frontier. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi adalah usia petani dan pengalaman. Tabel 29. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Variabel Nilai Dugaan t-rasio Konstanta 5,606 2,778 Usia petani -0,122* -3,085 Tingkat pendidikan -0,139-1,199 Pengalaman 0,074* 2,598 Keikutsertaan poktan -0,010-0,012 Varietas yang ditanam -0,293-0,272 Status dalam Rumah Tangga 0,808 1,074 Status usahatani -0,911-1,407 Status kepemilikan lahan 1,126 1,594 Pola tanam -0,145-0,147 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 85

Adapun pengaruh dari masing-masing efek inefisiensi teknis diuraikan sebagai berikut: 1. Usia Petani Faktor usia responden diduga berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010. Koefisien pada faktor usia sebesar -0,122 menunjukkan bahwa penambahan usia petani satu tahun maka akan menurunkan tingkat inefisiensi sebesar 0,122 cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana diduga semakin bertambah usia petani maka akan menurunkan tingkat inefisiensi karena semakin tua petani menunjukkan semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya. Mayoritas petani responden di daerah penelitian berusia 46-55 tahun menunjukkan petani masih berada pada usia produktif. Selain itu, bertani ubi jalar pun tidak membutuhkan teknik budidaya yang sulit untuk diterapkan serta tidak terlalu membutuhkan kemampuan fisik yang besar. Oleh karena itu, di lokasi penelitian penambahan usia petani responden tidak menyebabkan peningkatan tingkat inefisiensi teknis. Pada Gambar 7 di bawah ini membuktikan bahwa semakin tua usia petani tidak menyebabkan penurunan produktivitas ubi jalar. Gambar 7. Hubungan antara Usia Petani dengan Produktivitas Ubi Jalar 2. Tingkat Pendidikan Faktor tingkat pendidikan adalah lama waktu (tahun) yang digunakan petani untuk menjalani pendidikan formalnya. Tingkat pendidikan diduga berpengaruh negatif tetapi tidak nyata. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh 86

Khotimah 2010 dimana pendidikan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama tingkat pendidikan formal petani maka akan menurunkan tingkat inefisiensi produksi ubi jalar. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal yang telah dikemukakan. Pendidikan dapat menurunkan tingkat inefisiensi karena pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pengetahuan membaca dan menulis dapat digunakan petani untuk membuat catatan seputar kegiatan usahataninya. Kemampuan membaca petani juga dapat digunakan untuk membaca tulisantulisan seperti brosur, majalah, surat kabar, dan media cetak lainnyayang berkaitan dengan usahataninya sehingga dapat menambah pengetahuan petani. Gambar 8 menunjukkan hubungan antara produktivitas dan lama pendidikan petani responden di daerah penelitian. Gambar 8. Hubungan antara Lama Pendidikan dengan Produktivitas Ubi Jalar 3. Pengalaman Pengalaman diukur berdasarkan lamanya (jumlah waktu) petani telah berusahatani ubi jalar. Tabel 29 menunjukkan bahwa pengalaman petani diduga berpengaruh positif dan nyata pada taraf nyata 5 persen terhadap efek inefisiensi. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010. Koefisien pada faktor pengalaman sebesar 0,074 menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman petani satu persen justru akan meningkatkan inefisiensi teknis sebesar 0,074 persen. Hal ini bisa terjadi karena semakin lama pengalaman petani dalam 87

berusahatani ubi jalar maka akan merasa semakin benar apa yang sudah biasa diterapkannya. Salah satu indikatornya adalah hasil produksi yang baik menurut petani sehingga petani enggan mengikuti saran-saran yang diberikan penyuluh walaupun pada nyatanya apa yang telah diterapkannya selama bertani tidak sesuai anjuran. Gambar 9 menunjukkan hubungan antara produktivitas dan pengalaman petani responden di daerah penelitian. Gambar 9. Hubungan antara Pengalaman dengan Produktivitas Ubi Jalar 4. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Variabel keikutsertaan dalam kelompok tani dianggap dapat mewakili variabel pendidikan non formal petani. Ini dikarenakan dalam sebuah kelompok tani akan terdapat kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan dan pelatihan yang merupakan bagian dari pendidikan non formal petani. Tabel 29 menunjukkan bahwa faktor keikutsertaan petani dalam kelompok tani diduga berpengaruh negatif tetapi tidak nyata. Koefisien keikutsertaan poktan sebesar -0,010. Artinya bahwa keikutsertaan petani dalam kelompok tani akan menrunkan tingkat inefisiensi petani dalam berusahatani ubi jalar atau menyebabkan efisiensi teknis produksi ubi jalar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak ikut serta dalam kelompok tani. Ini disebabkan karena pendidikan yang diperoleh petani dalam kelompok tani berupa penyuluhan dan pertemuan rutin akan membuka wawasan petani serta menambah keterampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena 88

sebanyak 82,58 persen (29 orang) dari seluruh responden penelitian telah tergabung dalam kelompok tani setempat sehingga variasinya rendah. 5. Varietas yang Ditanam Faktor varietas yang ditanam diduga memberikan pengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Hasil perhitungan pada Tabel 29 menunjukkan bahwa varietas yang ditanam memiliki pengaruh tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Nilai negatif pada variabel ini menunjukkan bahwa penggunaan varietas Ace dapat memperkecil tingkat inefisiensi teknis dibandingkan dengan menanam varietas jenis lain. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena hanya sebanyak 11,43 persen saja (4 orang) dari seluruh responden penelitian yang tidak menanam varietas Ace. 6. Status dalam Rumah Tangga Status dalam rumah tangga diduga akan berpengaruh positif tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis pada taraf nyata 5 persen. Artinya petani yang berstatus sebagai kepala keluarga akan lebih tidak efisien secara teknis. Hal ini terjadi karena status sebagai kepala keluarga menjadikan petani bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarganya sehingga menuntut seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika hasil dari bertani ubi jalar dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga maka petani akan mencari tambahan pekerjaan lain sehingga konsentrasinya terhadap usahatani ubi jalar sedikit berkurang. Petani responden di daerah penelitian, selain berusahatani ubi jalar juga bekerja sebagai peternak. Hal tersebut dapat menyebabkan petani memluangkan waktu lebih banyak untuk mengurus ternaknya, dimana hewan ternak harus diberi makan minimal dua kali dalam sehari berbeda halnya dengan tumbuhan. 7. Status Usahatani Status usahatani ubi jalar petani sebagai pekerjaan utamanya diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Tabel 29 menunjukkan variabel status usahatani negatif tetapi tidak nyata. Artinya petani yang menganggap bertani ubi jalar sebagai pekerjaan utamanya akan lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani yang hanya menganggap bertani ubi jalar sebagai pekerjaan sampingan saja. Petani yang menganggap bertani ubi jalar sebagai 89

pekerjaan utamanya lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam usahatani ubi jalar. 8. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan diduga akan berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi secara teknis. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010 dimana variabel kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap inefisiensi usahatani ubi jalar. Ini diduga terjadi karena petani yang mempunyai lahan sendiri (petani pemilik) bebas menentukan faktor-faktor produksi yang digunakannya baik berupa lahan, peralatan, dan sarana produksi lainnya tanpa dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain serta petani tidak mengeluarkan untuk untuk menyewa lahan sehingga kurang berorientasi pada hasil produksi. Petani menganggap bahwa jika hasil produksinya rendah maka tidak akan terlalu merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Berbeda halnya jika petani menyewa atau menyakap lahan. Petani yang menyewa atau menyakap lahan mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan dan menerapkan sistem bagi hasil bagi petani penyakap sehingga mereka berusaha menggunakan input produksi yang tersedia secara efisien agar memperkecil kerugian yang mungkin didapatkan. 9. Pola Tanam Pola tanam tumpangsari diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Namun demikian, pola tanam tumpangsari pengaruhnya tidak nyata. Artinya pola tanam tumpangsari akan menurunkan inefisiensi atau menyebabkan efisiensi teknis produksi ubi lebih tinggi dibandingkan pola tanam monokultur. Pada penelitian ini, fokus yang dilakukan hanya untuk melihat efisiensi dari konsep efisiensi teknis saja dimana efisiensi teknis tercapai di saat sejumlah faktor produksi yang ada dapat menghasilkan output yang tinggi sedangkan kedua konsep lainnya yaitu efisiensi harga dan efisiensi ekonomis tidak dianalisis dalam penelitian ini. Untuk itu, agar diperoleh analisis efisiensi yang lebih komprehensif sebaiknya penelitian selanjutnya menganalisis kedua konsep lainnya yaitu efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. 90