KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

dokumen-dokumen yang mirip
PERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL

Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG KONSTRUKTIF DI SEKOLAH DASAR 1. Oleh: Maulana, M.Pd.

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

P 8 PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

ANTARA REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR

Matematika Modern Versus Matematika Realistik

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI SUATU PENDEKATAN

LAPORAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT LOKAKARYA NASIONAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK GURU SEKOLAH DASAR KELAS 6

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Dharma.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

PEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

PENGEMBANGAN MATERI KESEBANGUNAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SMP NEGERI 5 TALANG UBI

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

Menumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memfasilitasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KETERKAITAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

Kemampuan Berpikir Relasional Siswa dalam Mengerjakan Soal Kontekstual dengan Pendekatan Realistik Pada Topik Fungsi Linear

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Pematematikaan Horizontal Siswa SMP pada Masalah Perbandingan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

PELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

Transkripsi:

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Tatang Herman 1. Pendahuluan Sejak Indonesia merdeka telah terjadi beberapa perubahan atau penyempurnaan kurikulum pendidikan formal (sekolah). Perubahan ini dilakukan bukan semata-mata kebutuhan dalam kehidupan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar mampu bersaing pada eranya. Pada tahun 1970-an, misalnya, setelah sekitar 6 tahun Kurikulum 1968 dilaksanakan, pada tahun 1975 kurikulum ini diperbaharui yang selanjutnya berlakukah Kurikulum 1975. Untuk bidang studi matematika pembaharuan terjadi pada tahun 1970, dimana pengajaran berhitung di sekolah dasar yang berdasarkan kepada kurikulum 1968 berangsur-angsur menghilang diganti oleh pengajaran matematika modern, seiring dengan terbitnya buku matematika saduran dari Entebbe Mathematics Series sekitar tahun 1972-1973. Dengan demikian boleh dikatakan sejak tahun itu pula Kurikulum Matematika SD 1968 sudah ditinggalkan meskipun secara resmi baru diganti dengan Kurikulum 1975 pada tahun 1975. (Ruseffendi, 1988, h. 95-96) Dalam Kurikulum 1975, kemampuan, pengetahuan dan sikap dirumuskan dalam bentuk tujuan-tujuan pendidikan. Pada kurikulum ini terdapat berbagai tingkatan tujuan pendidikan, yaitu: tujuan institusional (tujuan yang secara umum harus dicapai oleh keseluruhan program sekolah tersebut), tujuan kurikuler (tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada program suatu bidang pelajaran) dan tujuan instruksional (tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada sesuatu bidang pelajaran). Makin kecil suatu satuan pelajaran makin khusus suatu rumusan tujuannya. Pada dasarnya Kurikulum 1984 tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 1975. Kurikulum Matematika 1984 disajikan kepada siswa SD hingga Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA) lebih berkaitan satu sama lainnya

2 (Depdikbud, 1987). Dengan demikian diharapkan agar kesenjangan ataupun tumpang tindih antara matematika SD dan Sekolah Menengah (SM) dapat teratasi. Selain itu, materi yang dirasakan sangat padat pada Kurikulum 1975 dikurangi. Pengurangan dilakukan terutama dalam pengulangan yang dirasakan tidak perlu, konsep-konsep yang tidak mendasar, penyesuaian topik dengan perkembangan kemampuan siswa. Penambahan juga dilakukan sesuai dengan perkembangan yang terjadi dewasa itu. Bahan-bahan baru tersebut antara lain permainan geometri, aritmetika sosial untuk SD, geometri ruang untuk SM, dan pengenalan komputer untuk SMA. Pada tahun 1987 juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan bahwa pelajaran pokok di SD adalah membaca, menulis, dan berhitung. Sedangkan pelajaran lainnya merupakan pelajaran tambahan (Ruseffendi, 1988). 2. Karakteristik Kurikulum 1984 Seperti telah dikemukakan di atas, materi Kurikulum Matematika 1984 tidak banyak berubah dari kurikulum sebelumnya Kurikulum Matematika 1975. Selain pengurangan yang dilakukan terutama pada materi yang diulang dan konsep-konsep yang tidak esensial, penyempurnaan dilakukan terutama dalam keruntutan materi pada setiap jenjang pendidikan dan penyesuaian dengan perkembangan kemampuan siswa (Depdikbud, 1987). Secara umum karakteristik Kurikulum Matematika 1987 adalah sebagai berikut. a. Pendekatan dalam kegiatan belajar-mengajar berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini guru harus mengetahui secara jelas tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Guru harus menyusun rencana kegiatan belajarmengajar, merumuskan tujuan pembelajaran secara eksplisit, serta membimbing siswa dalam implementasinya. b. Kurikulum ini menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, potensi, dan waktu yang tersedia. Jam sekolah dimanfaatkan sepenuhnya dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan kurikuler yang tidak mungkin dilakukan di luar jam sekolah.

3 c. Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskankepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak. d. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), pada Kurikulum 1984 ini terdapat perubahan dalam penjurusan yang sebelumnya dikenal dengan jurusan IPA dan IPS, pada kurikulum ini jurusan tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok, yiatu kelompok A1 (bidang ilmu fisik), A2 (bidang ilmu biologi) dan A3 (bidang ilmu sosial), serta kelompok B (bidang keterampilan jasa). Pengelompokan jurusan tersebut merupakan gagasan menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu, yaitu Nugroho Notosusanto. Setelah berjalan beberapa waktu pengelompokan seperti ini dirasakan kurang tepat, maka pada kurikulum berikutnya yaitu Kurikulum 1994 penjurusan tersebut kembali ke semula, yaitu jurusan IPA dan IPS. 3. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) PMR atau Realistic Mathematics Education (RME) sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika telah banyak mempengaruhi program pembelajaran matematika di beberapa negara. Keberhasilannya di negeri asalnya (Belanda) menyebabkan para ahli pendidikan matematika menaruh perhatian secara khusus, sehingga sering kali orang-orang yang tergabung dalam organisasi dunia dalam bidang pendidikan matematika, seperti NCTM (National Council of Teachers of Mathematics), tertarik untuk mengkajinya sehingga menjadikan PMR ini sebagai alternatif dalam pembelajaran. Dalam praktek pembelajaran matematika di kelas, pendekatan realistik sangat memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan pemahaman siswa pada matematika formal. De Lange (1987) mengistilahkan informal mathematics sebagai horizontal mathematization sedangkan matematika formal sebagai vertical mathematization. Menurut Treffers dan Goffree (1985) dalam proses pematematikaan kita membedakan dua komponen proses matematisasi yaitu horizontal mathematization dan vertical mathematization. Menurutnya bahwa mula-

4 mula kita dapat mengidentifikasi bagian dari matematisasi yang bertujuan untuk mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara matematika. Beberapa aktifitas dalam matematisasi horizontal antara lain: pengidentifikasian matematika khusus ke dalam konteks umum, penskemaan, perumusan dan pemvisualan masalah dalam beberapa cara, penemuan relasi (hubungan), penemuan keteraturan, pengenalan aspek isomorfis dalam masalah-masalah yang berbeda, pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem, dan pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui. Segera setelah masalah ditransfer kedalam masalah matematika, kemudian maslah ini dapat diuji dengan alat-alat matematika, sehingga terjadi proses dan pelengkapan matematika dari real world problem ditransfer ke dalam matematika. Beberapa aktivitas yang memuat komponen matematisasi vertikal diantaranya: menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, perbaikan dan penyesuaian model, penggunaan model-model yang berbeda, pengkombinasian dan pengintegrasian model-model, perumusan suatu konsep matematika baru, dan penggeneralisasian. Generalisasi ini dipandang sebagai tingkat yang paling tinggi dalam vertical mathematization. Menurut Kolb (1984), belajar sebaiknya ditempuh sebagai proses bukan sebagai hasil. Karenanya proses matematisasi di sini menjadi sangat penting dalam kerangka pembelajaran dengan pendekatan realistik. Hal yang sangat mendasar dalam PMR adalah matematika dipandang sebagai aktivitas manusia (a human activity) (Freudenthal, 1973). Selanjutnya Freudental menyatakan bahwa janganlah matematika itu disajikan untuk siswa sebagai ready-made product, namun matematika harus seolah ditemukan kembali oleh siswa. Freudenthal mengistilahkan hal ini sebagai reinvention atau sering dinyatakan sebagau discovery atau rediscovery. Selain dari karakteristik di atas Treffers dan Goffree (1985) merumuskan karakteristik PMR sebagai berikut. (1) pembelajaran matematika didominasi oleh kontekstual problem; (2) perhatian ditujukan pada pengembangan model situasi, skema dan simbol;

5 (3) terdapat sumbangan yang besar dari diri siswa terhadap pembelajaran matematika, dengan produksi dan konstruksi (mental) mereka yang membimbing mereka dari matematika informal ke dalam metoda formal yang lebih standar. (4) Negosiasi, interpretasi, diskusi, kerja sama dan evaluasi di antara siswa dan guru, ini yang dikenal sebagai interactivity. (5) Intertwining of learning strands. Antar topik dalam matematika saling berhubungan, sehingga kita tidak memisah-misahkan topik-topik matematika secara kaku. 4. Kurikulum Matematika 1984 dan PMR Dengan memperhatikan karakteristik Kurikulum Matematika 1984 dan karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), seperti yang telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa argumentasi berikut ini. 1. Walaupun dalam Kurikulum Matematika 1984 disebutkan lebih memperhatikan perkembangan kemampuan siswa, namun dalam pembelajaran penyajian matematika terlalu cepat menuju bentuk formal (abstrak) matematika. Hal ini berbeda sama sekali dengan PMR yang dalam pembelajaran menganut proses matematisasi horisontal dan vertikal. 2. Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan konsep, pemberian contoh soal dan latihan. Sedangkan dalam PMR siswa ditempatkan sebagai bagian sentral dalam proses pembelajaran, dalam arti siswa dilibatkan serta aktif berpartisifasi dalam membangun pengetahuannya. Pendekatan seperti ini bercirikan paham konstruktivisme yang sesungguhnya mendorong siswa untuk membangun pengetahuan mereka dengan pendekatan bottom-up diawali dengan pemanfaatan pengalaman serta apa yang siswa ketahui. 3. Peranan guru dalam pendekatan top-down lebih sebagai pengajar untuk mentranfer matematika dalam bentuk formal. Sedangkan dalam pendekatan yang bersifat bottom-up peranan guru lebih sebagai fasilitator yang tidak

6 mendominasi keseluruhan proses pembelajaran, melainkan memantau serta memberi arahan kepada siswa untuk menemukan berbagai strategi penyelesaian terhadam masalah matematika yang diberikan, atau guru menuntun siswa mengkonstrusi pengetahuan mereka. 4. Dalam Kurikulum Matematika 1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa. Sebaliknya, dalam PMR pemahaman dan pemaknaan matematika diharapkan dapat terjadi melalui penyajian masalah kontekstual pada awal kegiatan pembelajaran. 5. Kurikulum Matematika 1984 dan PMR keduanya menekankan pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 CBSAnya lebih pada aspek reinforcement, sedangkan dalam PMR CBSAnya lebih pada aspek reinvention. 6. Kurikulum Matematika 1984 dan PMR keduanya menekankan pemahaman matematika, namun Kurikulum Matematika 1984 lebih berorientasi pada hasil belajar sedangkan dalam PMR lebih berorientasi pada proses belajar. 7. Kurikulum Matematika 1984 memperhatikan keruntutan materi pelajaran namun belum memadukan antarkonsep (intertwining) matematika. PMR kurang memperhatikan urutan topik dalam kegiatan pembelajaran namun lebih mengutamakan pada intertwin konsep. Daftar Pustaka Depdikbud (1987). Kurikulum dan GBPP Bidang Studi Matematika SD, SMP, dan SMA. Jakarta: Depdikbud. de Lange, J. (1987). Mathematics, Insigh t& Meaning. Utrecht: The Netherlands: OW& OC. de Lange, J. (1996). Using and Applying Mathematics in Education. In A.J. Bishop et al. (eds.). International Handbook of Mathematics Education.pp.49-97. The Netherlands: Kluwer Academics Publisher. Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: D. Reidel Publishing Co. Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. Dordrecht: D. Reidel Pub. Co.

7 Kolb, D.A.(1984). Experiential Learning. Engliwood Cliffs: Prentice Hall. Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Treffers, A. & Goffree, F. (1985). Rational Analysis of Realistic Mathematics Education- The Wiskobas Program. In L. Streefland (Ed.). Proceedings of Ninth International Conference for the Psychology of Mathematics Education, (pp.97-121). Noordwijkerhout, July 22- July 29, 1985.