Pengembangan Program Simulator Frame Kacamata Secara Real-Time 3D Face Tracking dengan Menggunakan Augmented Reality

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN REAL-TIME FACE TRACKING DALAM APLIKASI AUGMENTED REALITY FRAME KACAMATA ABSTRAK

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontrol Gerakan Objek 3D Augmented Reality Berbasis Titik Fitur Wajah dengan POSIT

BAB 2 LANDASAN TEORI

DETEKSI WAJAH UNTUK OBJEK 3D MENGGUNAKAN ANDROID

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan diri pada suatu lingkungan baru, sedangkan mapping merupakan

Program Aplikasi Penangkapan Estimasi Pose. Wajah Menggunakan Metode Active Appearance. Model dengan Kinect

FACIAL MOTION CAPTURE MENGGUNAKAN ACTIVE APPEARANCE MODEL BERBASIS BLENDER

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

Konsep Penambahan High Pass Filter pada Pengenalan Pola Metode SIFT

Korelasi Jarak Wajah Terhadap Nilai Akurasi Pada Sistem Pengenalan Wajah Menggunakan Stereo Vision Camera

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paradigma belajar manusia terutama pada kalangan muda, dari cara belajar yang

ESTIMASI POSE MODEL 3D DALAM LINGKUNGAN AUGMENTED REALITY BERBASIS TITIK FITUR WAJAH MENGGUNAKAN METODE POSIT

SISTEM PELACAKAN WAJAH METODE HAAR

FACE TRACKING DAN DISTANCE ESTIMATION PADA REALTIME VIDEO MENGGUNAKAN 3D STEREO VISION CAMERA

PEMODELAN WAJAH BAYI DENGAN MENGGUNAKAN ACTIVE SHAPE MODEL UNTUK PENDETEKSI KOMPONEN WAJAH

ANALISIS PENGARUH EXPOSURE TERHADAP PERFORMA ALGORITMA SIFT UNTUK IMAGE MATCHING PADA UNDERWATER IMAGE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) PEMBANGUNAN VIRTUAL MIRROR EYEGLASSES MENGGUNAKAN TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY

DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE

pengambilan citra video, pemrosesan citra pada setiap frame,, pendeteksian objek

Rancang Bangun Prototipe Aplikasi Pengenalan Wajah untuk Sistem Absensi Alternatif dengan Metode Haar Like Feature dan Eigenface

ESTIMASI FUNGSI SPASIAL PADA IDENTIFIKASI FITUR WAJAH

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1BAB I. 2PENDAHULUAN

Penjejakan Objek Visual berbasis Algoritma Mean Shift dengan menggunakan kamera Pan-Tilt

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Markerless Augmented Reality Pada Perangkat Android

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

APLIKASI PENGENALAN WAJAH UNTUK VALIDASI PESERTA UJIAN ONLINE MENGGUNAKAN METODE HAAR CASCADE DAN EIGEN FACE VECTOR

Visualisasi Bentuk Ruangdari Gambar Denah dan Dinding

BAB 3 METODE PERANCANGAN

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Penerapan Algoritma Particle Filter pada Face Tracking

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

BAB 4. Sistem Yang Diusulkan

Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

1. BAB I PENDAHULUAN

REALISASI SISTEM DETEKSI RASA KANTUK BERDASARKAN DURASI KEDIPAN MATA SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE VIOLA-JONES

IMPLEMENTASI PERHITUNGAN KECEPATAN OBJEK BERGERAK BERBASIS WEBCAM DAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Augmented Reality menjadi semakin luas. Teknologi Computer Vision berperan

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B

Sistem Deteksi Wajah Dengan Modifikasi Metode Viola Jones

MEMBANDINGKAN CITRA DIGITAL UNTUK MEMPREDIKSI KETERHUBUNGANNYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA SEBAGAI PENDETEKSI JARI PADA VIRTUAL KEYPAD

Aplikasi Principle Component Analysis (PCA) Untuk Mempercepat Proses Pendeteksian Obyek Pada Sebuah Image

IMPLEMENTASI FACE IDENTIFICATION DAN FACE RECOGNITION PADA KAMERA PENGAWAS SEBAGAI PENDETEKSI BAHAYA

PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING. Ressi Dyah Adriani NPP

Raycasting Pada Augmented Reality Dimensi Tiga

Objek Kaca Mata Augmented Reality Berbasis Tracking Mata menggunakan Haar Cascade Classifier

PENGENDALI POINTER DENGAN GAZE TRACKING MENGGUNAKAN METODE HAAR CLASSIFIER SEBAGAI ALAT BANTU PRESENTASI (EYE POINTER)

Verifikasi Citra Wajah Menggunakan Metode Discrete Cosine Transform Untuk Aplikasi Login

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Sistem Pendeteksi Gambar Termanipulasi Menggunakan Metode SIFT

PELACAKAN DAN DETEKSI WAJAH MENGGUNAKAN VIDEO LANGSUNG PADA WEBCAM ABSTRAK ABSTRACT

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007

Analisis Perbandingan Sistem Pengenalan Rambu-Rambu Lalu Lintas Menggunakan Metode Generative Learning dan Support Vector Machine

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

TRANSLASI BAHASA ISYARAT

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL (PROPOSAL SKRIPSI) diajukan oleh. NamaMhs NIM: XX.YY.ZZZ. Kepada

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENGUBAHAN UKURAN CITRA BERBASISKAN ANALISIS GRADIEN DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL

Interior Design in Augmented Reality Environment

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Prototype Pendeteksi Jumlah Orang Dalam Ruangan

PERANCANGAN PENDETEKSI WAJAH DENGAN ALGORITMA LBP (LOCAL BINARY PATTERN) BERBASIS RASPBERRY PI

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti suara, gambar, maupun GPS. Bertolak belakang dengan Virtual Reality. diperkuat, diperlemah, atau dimodifikasi.

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

PENERAPAN ALGORITMA EFFICIENT RANDOMIZED UNTUK MENGHITUNG JUMLAH KOIN DAN BOLA ABSTRAK

FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN METODE TWO- DIMENSIONAL PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (2DPCA) ABSTRAK

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

Pengenalan Benda di Jalan Raya dengan Metode Kalman Filter. Roslyn Yuniar Amrullah

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

TRACKING ARAH GERAKAN TELUNJUK JARI BERBASIS WEBCAM MENGGUNAKAN METODE OPTICAL FLOW

Deteksi Jenis Kendaraan di Jalan Menggunakan OpenCV

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

Transkripsi:

Pengembangan Program Simulator Frame Kacamata Secara Real-Time 3D Face Tracking dengan Menggunakan Augmented Reality Endang Setyati Information Technology Department Sekolah Tinggi Teknik Surabaya endang@stts.edu, endang11@mhs.ee.its.ac.id David Alexandre, Daniel Widjaja Informatic Department Sekolah Tinggi Teknik Surabaya davidalexandre@gmail.com, wijaya.pas@gmail.com Abstract Augmented Reality (AR) adalah penggabungan antara objek buatan hasil penghitungan komputer dengan dunia nyata. Objek buatan tersebut berasal dari grafik dalam bentuk tiga dimensi. Aplikasi yang dibuat dengan AR dituntut untuk dapat bekerja secara real-time dan dapat berinteraksi dengan pengguna. Penerapan AR dalam paper ini, digunakan untuk pengembangan program simulator model frame kacamata. Pengguna hanya perlu berada dalam jangkauan webcam saat mengaktifkan fitur pemasangan frame kacamata pada aplikasi dan model frame kacamata buatan akan terpasang dengan sendirinya pada wajah pengguna. Pendeteksian wajah atau face tracking yang digunakan, memiliki perubahan kecepatan kinerja yang signifikan sesuai pada resolusi dari image sebagai input. Semakin rendah resolusi yang digunakan, maka frame per second yang didapatkan semakin tinggi. Sehingga untuk pendeteksian wajah pada program simulator ini, resolusi memiliki perbandingan terbalik dengan frame per second. Keywords: Augmented Reality, Face Tracking. I. PENDAHULUAN Penggunaan AR sangat erat kaitannya dengan dunia computer vision. Pada umumnya media yang digunakan adalah video-camera dan sebuah marker. Dengan posisi dari marker yang sudah dideteksi tersebut, maka AR dapat dilakukan. Face detection atau face tracking adalah salah satu hal yang mengalami perkembangan pesat dalam dunia computer vision. Berbagai macam algoritma dan metode telah diterapkan untuk melakukan pendeteksian wajah. Hal ini didukung dengan semakin luasnya manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan face detection. Aplikasi dari face detection dapat menggunakan media video-camera dan wajah pengguna aplikasi sebagai input. Salah satu perkembangan yang cukup berpengaruh adalah pada pengolahan data wajah secara dua dimensi. Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa pengubahan data wajah dari dua dimensi (D) dimodelkan pada sebuah ruang tiga dimensi (3D) adalah riil. Melihat dari hasil tersebut berdampak pada semakin luas hal-hal yang dapat dilakukan oleh face detection. Ide dasar dari pemodelan ini adalah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang diperoleh apabila hanya dilakukan pendeteksian secara D. Contohnya, dengan pendeteksian secara D penghitungan tidak dapat memperkirakan bentuk dan arah wajah sebaik pendeteksian 3D. Melalui beberapa pendekatan yang tepat, pendeteksian wajah secara 3D tersebut dapat semakin melebarkan manfaat dari pendeteksian wajah seperti face recognition yang lebih akurat maupun untuk penggunaan AR. Dalam implementasinya, aplikasi augmented reality akan menggunakan face tracking untuk melakukan simulasi frame kacamata. Cara yang digunakan adalah dengan memanfaatkan hasil face tracking sebagai marker dan kemudian dilakukan proses untuk pengenalan model wajah dalam tiga dimensi untuk memunculkan AR berupa frame kacamata. Dengan demikian program yang dihasilkan akan menjadi simulator bagi pengguna untuk melakukan simulasi pemakaian frame kacamata. Masalah yang dihadapi pada implementasi adalah bagaimana cara untuk melakukan proses pendeteksian wajah, perkiraan pose wajah dan penggambaran frame kacamata secara cepat dan akurat. Dikarenakan aplikasi AR ini dituntut untuk dapat bekerja secara real-time sehingga pemilihan metode akan sangat berpengaruh pada hasil akhir dari implementasi. II. REAL TIME 3D FACE TRACKING A. Augmented Reality AR adalah istilah yang mengacu pada terlihatnya objek pada dunia nyata dimana objek tersebut dibuat oleh komputer. Secara konsep, AR berupa keadaan pada dunia nyata yang dimodifikasi oleh komputer sehingga menampakkan keadaan yang baru. Input yang dapat digunakan pada AR dapat berupa suara, video, image, maupun GPS. Namun pada skala yang lebih besar, AR dapat melibatkan berbagai macam sensor dan lingkungan khusus. Cara kerja dari AR melibatkan input berupa posisi atau koordinat pada masalah riil, proses berupa penghitungan input, dan output berupa objek AR yang telah sesuai dengan hasil penghitungan proses. Tentu saja objek yang akan ditampilkan pada AR akan disiapkan dahulu sebelumnya berupa objek 3D. Berdasarkan pada pendeteksiannya AR dapat dibagi menjadi dua bagian, pendeteksian tanpa marker (markerless tracking) dan pendeteksian dengan marker (marked-based

tracking). Pendeteksian dengan marker pada augmented reality akan melibatkan marker atau penanda sebagai penentu inputnya. Untuk itu algoritma yang digunakan akan berupa marker tracking dimana akan dicari posisi dan tipe marker yang terdeteksi untuk menghasilkan AR dengan posisi yang akurat. Hasil yang diperoleh umumnya adalah berupa gambar dari objek 3D yang menempel pada marker dengan posisi yang menyesuaikan letak marker. Tentu saja untuk menggunakan AR pada metode ini, seorang pengguna haruslah memiliki marker tersebut terlebih dahulu untuk dapat mengaktifkan objek AR. Pada pendeteksian tanpa marker, AR menggunakan algoritma tertentu sebagai penentu inputnya seperti object tracking. Sebagai contohnya dapat digunakan algoritma handtracking, algoritma face-tracking, dan algoritma objecttracking. Hasil dari algoritma tersebut akan digunakan sebagai penentu posisi objek dari AR. Dalam perkembangannya, AR telah dikembangkan dengan penerapan berbagai macam metode dan algoritma untuk menghasilkan AR yang lebih baik dan akurat. Selain itu dikembangkan pula alat pendukung yang lebih baik pada AR. Contohnya kacamata yang digunakan sebagai alat output yang dapat dipakai secara langsung untuk melihat hasil AR. B. Haar-like Features Haar-like features [10] adalah salah satu cara untuk melakukan pendeteksian wajah. Cara kerja dari metode ini adalah dengan melakukan pengubahan suatu bagian image (Region of Interest) menjadi sebuah nilai. Pengubahan suatu daerah image yang memiliki wajah manusia menjadi nilai tertentu dapat menjadikan metode ini salah satu metode pendeteksian wajah yang cepat dan akurat. Nama dari haarlike features didapatkan dari Viola dan Jones yang melakukan penghitungan yang memiliki kemiripan dengan metode haar wavelet transform. Secara lebih detail, haar-like features bekerja dengan menandai daerah yang berdekatan pada sebuah image menjadi area pixel berdasarkan classifier-nya. Kemudian dilakukan penghitungan intensitas area pixel pada daerah tersebut dan menghitung perbedaan masing-masing daerah tersebut. Perbedaan yang didapatkan digunakan untuk mengkategorisasi tiap daerah sehingga dapat digunakan untuk melakukan pendeteksian objek. C. Statistical Shape Model Cootes dan Taylor [3] menjelaskan bahwa bentuk dari sebuah objek dapat direpresentasikan dengan himpunan dari n titik, yang dapat berada dalam D atau 3D. Bentuk dari sebuah objek tidak akan berubah walaupun mengalami translasi, rotasi, maupun skalasi. Dalam Statistical Shape Model dikembangkan sebuah model yang memungkinkan untuk menganalisa bentuk yang baru dan menghasilkan bentuk yang sesuai dengan yang ada pada training set. Training set biasanya didapatkan dari sejumlah training images yang ditandai secara manual. Dengan menganalisa variasi bentuk dari training set, dibentuk sebuah model yang dapat menyamai variasi tersebut. Model ini biasanya disebut sebagai Point Distribution Model. Pemilihan landmark yang bagus adalah pada titik-titik yang memiliki lokasi yang konsisten dari satu gambar ke gambar yang lain. Metode yang paling sederhana untuk mendapatkan training set adalah dengan menandai sejumlah gambar dengan sejumlah titik secara manual. Dalam gambar D, titik-titik dapat diletakkan pada sudut dari batas objek, persilangan antara batas objek, maupun landmark yang mudah didapatkan lokasinya. Bagaimanapun juga, titik-titik tersebut hanya dapat memberikan gambaran kasar dari bentuk objek. Untuk mengatasi hal ini, daftar dari titik-titik ini ditambahkan dengan titik-titik dari batas objek yang disusun supaya memiliki jarak yang sama [3]. Dalam gambar D, n titik landmark, {(x i, y i )}, untuk sebuah sampel data training, dapat direpresentasikan sebagai vektor dengan n elemen, X, dimana: X = (x i,..., x n, y i,..., y n ) T (1) Diberikan sampel data training sejumlah s, dihasilkan vektor X sejumlah s. Sebelum melakukan analisa statistik terhadap vektor-vektor tersebut, sangatlah penting bahwa bentuk dari training set tersebut direpresentasikan dalam koordinat yang sama dengan data yang ada pada training set. Pengolahan training set menyelaraskan setiap bentuk sehingga total jarak dari setiap bentuk ke bentuk rata-rata diminimalkan [3]. Misalkan terdapat dua buah bentuk, x 1 dan x, yang berpusat pada (0,0). Skalasi dan rotasi akan dilakukan terhadap x 1 dengan (s,θ) untuk meminimalkan sax 1 - x, dimana A merupakan rotasi dari x dengan sudut sebesar θ. Maka : (x1.x ) a () x b n 1 (x y x y ) 1i i i 1i i1 (3) x1 s = a + b (4) b tan 1 (5) a Jika kedua bentuk tersebut tidak berpusat pada (0,0), maka harus dilakukan translasi terlebih dahulu supaya kedua bentuk berpusat pada (0,0). Memodelkan variasi shape, jika sudah mendapatkan sekumpulan titik-titik x i sejumlah s yang telah diselaraskan dalam kordinat frame yang sama. Vektor-vektor tersebut membentuk sebuah distribusi pada n dimensional space. Jika distribusi ini dapat dimodelkan, dapat dihasilkan data baru yang sesuai dengan data yang ada pada training set dan dapat memeriksa sebuah bentuk apakah bentuk tersebut merupakan bentuk yang sesuai dengan bentuk-bentuk yang ada pada training set.

D. Active Shape Model Active Shape Model (ASM) [4] adalah sebuah metode dimana model dari sebuah objek secara iteratif berubah bentuk untuk mencocokkan model tersebut pada sebuah objek pada gambar []. Metode tersebut menggunakan model yang fleksibel yang didapatkan dari sejumlah sampel data training. Diberikan sebuah posisi perkiraan pada gambar, ASM dapat secara iteratif dicocokkan pada gambar. Dengan memilih satu set shape parameter b untuk Point Distribution Model, bentuk dari model dapat didefinisikan dalam frame koordinat yang berpusat pada objek. Instance X pada model dalam gambar dapat dibuat dengan mendefinisikan posisi, orientasi, dan skala: X = M(s,θ)[x] + X c (6) dimana: X c = (X c, Y c,..., X c, Y c ) T ; M(s,θ)[.] adalah rotasi sebesar θ dan skala sebesar s; (X c, Y c ) adalah posisi pusat dari model pada frame gambar. Secara garis besar, Active Shape Model bekerja dengan mengulangi langkah-langkah berikut: (1) Cari pada gambar di sekeliling setiap titik untuk lokasi yang lebih baik bagi titik tersebut; () Meng-update pose dan shape parameter (X b, Y b, s, θ, b) pada model sehingga sesuai dengan posisi baru yang ditemukan; (3) Memberikan konstrain pada parameter b untuk memastikan bentuk yang sesuai (Misal b i < 3 λ i ); (4) Ulangi sampai konvergen (konvergensi dicapai apabila tidak terdapat perbedaan berarti antara sebuah iterasi dengan iterasi sebelumnya). Dalam prakteknya, dilakukan pencarian sepanjang profile normal menuju batas objek pada setiap titik pada model. Cara paling mudah adalah dengan mendapatkan lokasi dari edge dengan intensitas paling besar (dengan orientasi jika diketahui) sepanjang profile. Posisi dari edge ini merupakan posisi baru dari titik pada model. Bagaimanapun juga, titik pada model tidak selalu terletak pada edge dengan intensitas yang paling besar pada local structure. Titik-titik tersebut dapat merepresentasikan edge dengan intensitas yang lebih rendah maupun struktur gambar yang lain. Pendekatan yang paling baik adalah dengan mempelajari dari training set apa yang dicari dari gambar 1. Gambar 1. Implementasi Iterasi yang Dilakukan dengan Menggunakan ASM E. Pose from Ortography and Scaling with Iteration Pose from Orthography and Scaling with Iteration atau disebut POSIT [9] adalah algoritma yang dapat digunakan untuk mengestimasi posisi dari objek tertentu dalam bidang 3D. Algoritma ini berasal dari Dementhon pada tahun 1995 [5]. Untuk mengukur pose dari sebuah objek, diperlukan paling sedikit empat titik non-coplanar objek dari image. Karena itu akan digunakan proyeksi bidang 3D dari titik-titik D yang ditemukan sebagai input dari algoritma ini. Algoritma ini memperkirakan proyeksi perspektif dari proyeksi ortografi objek pada image yang sudah disesuaikan skalanya. Dari hasil proyeksi tersebut ditemukan rotation matrix dan translation vector dari objek. Dengan demikian tujuan dari algoritma ini adalah untuk menghitung matriks rotasi dan vektor tanslasi dari sebuah objek. Matriks rotasi R dari sebuah objek adalah sebuah matriks yang terdiri dari koordinat tiga buah vektor i, j, dan k dari sistem koordinat kamera yang diubah menjadi sistem koordinat objek. Fungsi dari matriks rotasi tersebut adalah untuk melakukan penghitungan dari sistem koordinat objek dari vektor seperti M 0 M i menjadi sistem koordinat kamera. Hasil perkalian dari M 0 M i, i antara baris pertama matriks dan vektor M 0 M i akan memberikan proyeksi vektor tersebut pada vektor i yang berada pada koordinat kamera. Sebagai contoh koordinat X i X 0 dari M 0 M i, selama koordinat M 0 M i dan barisan vektor i berada pada sistem koordinat yang sama maka akan didapatkan hasil sistem koordinat objek sebagai berikut. i R j k u u u i j k v v v i j k w w w dimana i u, i v, i w adalah koordinat i dalam sistem koordinat objek (M 0 u, M 0 v, M 0 w). Untuk mendapatkan matriks rotasi, hanya memerlukan penghitungan i dan j pada sistem koordinat objek. Vektor k akan didapatkan melalui cross-product dari i x j. Sedangkan untuk vektor translasi, T adalah vektor OM 0 diantara titik proyeksi O dan titik referensi objek yaitu M 0. Koordinat vektor translasi yang didapatkan berupa X 0, Y 0, dan Z 0. Pada gambar ditunjukkan proyeksi perspektif (m i ) dan proyeksi ortogonal yang telah diskalakan (P i ) dari titik objek M i yang memiliki titik referensi M 0. Untuk langkah-langkah dari implementasi algoritma POSIT yaitu : (1) Melakukan pengambilan titik fitur objek yang terlihat pada image. Bentuklah matriks A dengan dimensi (N-1)x3, dimana setiap baris matriks berisikan vektor M 0 M i dari titik fitur M 0 ke titik fitur M i. Buatlah 3x(N-1) matriks B sebagai pseudoinverse dari matriks A. () Inisialisasikan: 0, (i 1...N 1), n 1 i ( 0) (3) Lakukan iterasi Penghitungan i, j, dan Z 0 : - Menghitung vektor image X dengan koordinat N-1 dari rumus : X' xi ( 1 ) x0, (i 1...N 1), n 1 (9) i(n 1) dan menghitung vektor image Y dengan koordinat N-1 dari rumus: (7)

Y i(n 1) ' yi ( 1 ) y0, (i 1...N 1), n 1 (10) - Lakukan perkalian 3x(N-1) matriks B dengan vektor koordinat N-1 untuk memperoleh vektor I dan J yang memiliki tiga koordinat. I = B.X dan J = B.Y (11) - Menghitung skala s dari proyeksi sebagai rata-rata dari normalisasi vektor I dan J. 1/ 1/ 1 1 / s (I.I), s (J.J), s (s s ) (1) - Menghitung vektor i dan j. i I/s, j J / (13) 1 s (4) Menghitung nilai i(n) ( i 1...N 1), n 1 yang baru. - Menghitung vektor k dari cross-product i dan j. - Menghitung koordinat z dari Z 0 yang merupakan vektor translasi dengan Z 0 = f / s dimana f adalah focal length dari kamera. 1 - Menghitung: i (n) M0Mi. k (14) Z (5) Apabila i (n) i (n1) 0 lebih besar dari threshold yang sudah ditentukan maka n = n + 1 dan kembali ke langkah 3. (6) Jika sudah kurang dari threshold maka munculkan Pose dengan nilai yang ditemukan dari iterasi terakhir. Vektor translasi OM 0 adalah OM 0 = Om 0 /s dan matriks rotasi adalah matriks dengan barisan vektor i, j, dan k. Gambar 3. Proyeksi Objek dengan Algoritma POSIT Gambar 4. Hasil Algoritma POSIT F. Estimasi Pose Kepala Estimasi dari pose kepala pengguna [8] saat menggunakan aplikasi ini akan memanfaatkan ketiga algoritma yang sebelumnya sudah disebutkan, yaitu Haar-like features, Active Shape Model, dan POSIT. Langkah yang digunakan untuk pendeteksian wajah menggunakan Haar-like features, untuk melakukan pendeteksian titik fitur wajah pengguna dengan Active Shape Model dan untuk mengambil pose dari wajah pengguna dengan memanfaatkan algoritma POSIT. Pengambilan pose akan menggunakan titik fitur pada wajah pengguna yang sebelumnya sudah didapatkan dengan Active Shape Model. Gambar. Perspective Projection dan Ortographic Projection [5] Perlu diketahui bahwa penentuan titik referensi objek harus berada pada titik awal sumbu koordinat. Pada gambar 3 diperlihatkan ilustrasi proyeksi objek berbentuk kubus dengan algoritma POSIT. Gambar 5. Titik Fitur pada Wajah yang Digunakan untuk Proyeksi pada Algoritma POSIT

III. HASIL UJI COBA Sesuai dengan cara kerja sebuah aplikasi augmented reality, maka pengguna akan melihat penggabungan antara keadaan dunia nyata dan dunia virtual. Keadaan pada dunia nyata dimana terdapat pengguna akan ditangkap menggunakan webcam. Sedangkan keadaan pada dunia virtual akan dibentuk menggunakan grafis dari komputer. Proses yang terjadi dalam penggabungan dunia nyata dan dunia virtual akan melibatkan beberapa algoritma terkait. Pada aplikasi ini pengguna hanya perlu untuk berada di depan webcam dan mengaktifkan webcam tersebut. Setelah itu, gambar tampilan wajah pengguna yang telah terpasang frame kacamata virtual akan diperlihatkan pada aplikasi. Dengan bantuan dari webcam maka pengembangan program simulator frame kacamata ini dapat bekerja secara real-time layaknya sebuah cermin bagi pengguna dan memberikan kesan realistis. Dari hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap program simulator ini, diketahui terdapat beberapa hal. A. Akurasi Pendeteksian wajah 1. Resolusi Image Pada ujicoba berikut telah terlihat bahwa pendeteksian wajah atau face tracking yang digunakan dalam program diketahui memiliki perubahan kecepatan kinerja yang signifikan sesuai pada resolusi dari image sebagai input. Dengan melakukan percobaan pada penggunaan image dari berbagai resolusi dengan perbandingan resolusi yang sama yaitu 4 : 3, diketahui bahwa image dengan resolusi yang rendah dapat mempercepat kinerja program dan menambah jumlah frame per second dari hasil output program. Semakin rendah resolusi yang digunakan, maka frame per second yang didapatkan semakin tinggi. Untuk perbandingan resolusi dapat dilihat pada tabel 1. TABLE I. FACIAL EXPRESSIONS OF BASIC EMOTIONS [16] No Resolusi Frame Per Second (FPS) 1 30 x 40 15 18 480 x 360 1 15 3 600 x 400 10 1. Brightness Image Ujicoba berikutnya adalah mengenai keakuratan pendeteksian wajah yang digunakan pada program. Diketahui bahwa keakuratan pendeteksian ini akan bergantung pada bermacam-macam faktor seperti brightness, ketajaman image, noise. Pada kasus brightness, maka diketahui bahwa intensitas brightness yang terdapat pada image akan mempengaruhi keakuratan pendeteksian. Perbandingan intensitas brightness dan hasil metode active shape model akan diperlihatkan pada gambar 6. Melalui ujicoba diketahui bahwa pendeteksian wajah pada program ini memerlukan brightness yang tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu rendah. Brightness yang terlalu tinggi dan terlalu rendah akan menyebabkan pendeteksian wajah tidak akurat. +64% +10% -64% Gambar 6. Pendeteksian Wajah dalam Brightness yang Berbeda 3. Objek dalam Image Ujicoba selanjutnya adalah tentang objek dalam image. Seringkali dalam image didapatkan objek yang dapat menghalangi wajah. Diketahui dengan menggunakan algoritma ASM yang sudah dikembangkan maka pendeteksian wajah menjadi lebih akurat walaupun terhalang oleh objek. Walau demikian bagian yang terhalang oleh objek tidak diperbolehkan menutupi lebih dari ¼ jumlah titik feature pada wajah. Hasil pendeteksian wajah dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7. Pendeteksian pada Wajah yang Terhalang Sebagian 4. Multiple Faces dalam Image Pada ujicoba dengan beberapa wajah dalam image input, maka diketahui bahwa pendeteksian wajah akan mendeteksi wajah yang terdeteksi lebih dahulu dengan metode haar-like features. Jika program mendapati dua wajah yang terdeteksi bergantian pada tiap frame input maka akan terjadi pergeseran tak tentu pada hasil program. Hasil pendeteksian dengan lebih dari satu wajah dalam image dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8. Pendeteksian jika Terdapat Lebih dari Satu Wajah

B. Akurasi Estimasi Pose Kepala Ujicoba pada pose kepala pengguna dalam program menggunakan algoritma POSIT dimana didapatkan matriks rotasi dan vektor translasi sebagai hasilnya. Hasil matriks rotasi dan vektor translasi yang didapatkan dari algoritma POSIT dapat dikatakan benar walaupun tidak akurat. Hal ini dikarenakan hasil dari pendeteksian titik fitur pada wajah dengan Active Shape Model yang tidak bersifat konstan sehingga menyebabkan hasil yang tidak akurat pada perkiraan pose kepala pengguna. Hasil error pada perkiraan pose kepala pengguna memiliki kesalahan sampai dengan ± 10 derajat. Hal ini menyebabkan pergeseran titik pada hasil yang sebenarnya sehingga mengakibatkan pergeseran letak frame kacamata pada output program. Namun pergeseran tersebut tidak sampai pada tahap yang mengganggu fungsionalitas program. Contoh pergeseran pada hasil perkiraan pose kepala pengguna dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9. Pengaplikasian pose kepala pengguna pada program C. Hasil Pengembangan Program Simulator Frame Kacamata Menggunakan Augmented Reality Pada ujicoba pengembangan program simulatort didapatkan hasil augmented reality yang cukup layak untuk digunakan dari segi kecepatan dan akurasi. Frame kacamata yang digunakan dibuat menggunakan OpenGL dan diletakkan pada lokasi sesuai dengan hasil pendeteksian wajah. Pose yang dilakukan sebelumnya menggunakan teknik masking. Gambar hasil aplikasi dapat dilihat pada gambar 10. Gambar 10. Hasil Program Penembangan Simulator dengan AR IV. KESIMPULAN Dari hasil analisa terhadap implementasi yang sudah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Algoritma active shape model dalam implementasinya memiliki tingkat error yang tidak dapat dihindari dikarenakan faktor shape model yang digunakan maupun efisiensi algoritma.. Aplikasi augmented reality harus didukung pemilihan algoritma yang tepat karena dituntut untuk dapat berjalan secara real-time. 3. Pemilihan image input yang tepat dalam penerapan algoritma active shape model dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Filtering dan pemilihan tempat pengambilan gambar pada input sebelum dilakukan penerapan algoritma active shape model akan sangat berguna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 4. Algoritma POSIT memiliki hasil yang sangat bergantung pada titik pada image yang digunakan sebagai input-nya. 5. Dalam pengembangan program simulator, akan lebih baik apabila dilakukan pada tempat dengan pencahayaan yang baik serta menggunakan webcam yang memiliki fokus dan ketajaman gambar yang baik. V. REFERENSI [1] Baker, K. Singular Value Decomposition Tutorial. The Ohio State University. 005. [] Cootes, T. F. Active Shape Models Smart Snakes. British Machine Vision Conference. 199. [3] Cootes, T. F., C.J. Taylor. Statistical Models of Appearance for Computer Vision. University of Manchester. 004. [4] Cootes, T. F., C.J. Taylor, D.H. Cooper, J. Graham. Active shape models - their training and application. 1995. [5] Dementhon, D., Larry S. D. Model-Based Object Pose in 5 Lines of Code. Paper presented at International Journal of Computer Vision. 1995. [6] Gonzales, R., Woods, R. Digital Image Processing Second Edition. Prentice Hall. 00. [7] Katherine, A., G. Arceneaux, A. John. Real Time Face And Facial Feature Detection and Tracking. Paper presented at Midwest Instruction and Computing Symposium. 010. [8] Martins, P., J. Batista. Monocular Head Pose Estimation. Paper presented at International Conference on Image Analysis and Recognition. 008. [9] Treiber, M. An Introduction to Object Recognition. Springer. 010. [10] Viola, Jones. Rapid Object Detection using Boosted Cascade of Simple Features. Paper presented at Computer Vision and Pattern Recognition. 001.