BAB 6. PEMBAHASAN. Penelitian adalah penelitian case control yang melibatkan 52 penderita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5. HASIL PENELITIAN. diperoleh 52 subjek yang menderita LLA yang terbagi menjadi 2 kelompok,

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

PENDAHULUAN Latar Belakang

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi

Oleh : Fery Lusviana Widiany

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tindakan pembedahan. Beberapa penelitian di negara-negara industri

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. spesifik akibat penyakit pada pembuluh darah otak. Terminologi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

Sartono, SKM, M.Kes, Terati, SKM, M.Si, Yunita Nazarena, S.Gz Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Palembang Kemenkes RI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan plesetan dari bahasa medis: diarrhoea. Penyakit diare

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya?

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB VI PEMBAHASAN. Populasi penelitian terdiri dari anak usia 6-24 bulan. Penelitian ini

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. angka kejadian pada anak dibawah 14 tahun sebesar 30% dan 10% pada anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN. inap di rumah sakit. Pada penelitian Kusumayanti dkk (2004) di tiga Rumah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Schizophrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat. normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki

BAB 4 HASIL. Tabel 4.1. Karakteristik umum anak balita di Kecamatan Jatinegara tahun Karakteristik Median (min-maks) n %

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

Transkripsi:

BAB 6. PEMBAHASAN Penelitian adalah penelitian case control yang melibatkan 52 penderita LLA. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini diketahui bahwa proporsi penderita berjenis kelamin perempuan dua pertiga dari jumlah penderita laki-laki. Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Al-Akhwal dkk di SaudiArabia dimana jumlah laki-laki dan perempuan lebih banyak daripada laki-laki. 59 Menurut Lyman dkk jenis kelamin perempuan memiliki risiko sebesar 1,32 kali terhadapterjadinyademamneutropenia. 12 Sementaramenurutliteraturdisebutkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis LLA. 1 Tipe LLA pada penelitian ini terbanyak adalah tipe L1, hal ini tidak jauh berbeda dengan temuan pada populasi, sekitar 85%anakmenderitaLLAtipe1,14%anaktipeL2dansisanyaL3(1%). 60 6.1. Dosis kemoterapi risiko tinggi Dosis kemoterapi risiko tinggi merupakan faktor yang berisiko terhadap kejadian demam neutropenia akibat baik perjalanan penyakit maupun intensitas pengobatanyanglebihintensif. 16,21 Penelitianpadaanakmasihsangatterbatas, namun penelitian sebelumnya oleh Linker dkk mendukung teori di atas melalui penelitian pada orang dewasa dengan jumlah sampel sebanyak 84 pasien. 61 Sharma dkk dalam artikelnya menyatakan bahwa kemoterapi merupakan faktor risiko yang paling sering menjadi penyebab kejadian demam neutropenia. Akan 50

tetapi hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dosis kemoterapi risiko tinggi bukan merupakan faktor risiko terhadap LLA, hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan umur dan jumlah sampel, perbedaan protokol kemoterapi juga sangat berperan dalam terjadinya demam neutropenia. Protokol terapi risiko standar dan risiko tinggi berbeda pada fase reinduksi. Fase reinduksi pada risiko tinggi diduga menjadi faktor protektif terjadinya demam neutropenia oleh karena lebih aktif membunuh sel ganas sehingga mengurangi infiltrasi sel-sel ganas di sumsum tulang. Penderita demam neutropenia yang mengalami demam selama 4-7 hari dan telah diberi antibiotika, tetap memiliki risiko yang tinggi terhadapinfeksijamurinvasif. 33 6.2. Status Gizi Demam neutropenia yang diakibatkan oleh masalah status gizi jarang terjadi di luar negeri. 32 Masalah gizi yang terkait dengan demam neutropenia pada umumnya disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau asam folat, gangguan proses pembentukan DNA dan kekurangan mikronutrien tembaga (Cu). 14,55 Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi penderita LLA berkategori normal dengan proporsi antara yang underweight dan normal 1: 2,38. Proporsi yang lebih dari 1 : 2 mengakibatkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa IMT menurut umur bukan merupakan faktor risiko maupun faktor protektif terhadap terjadinya demam neutropenia. Tidak didapatkan kekurangan energi dan protein yang ekstrim pada sampel penelitian, pengukuran status gizi anak pada penelitian ini diukur berdasarkan indeks IMT menurut umur pada saat anak 51

pertamakali dirawat di rumah sakit. Penilaian status nutrisi diakui tidak mudah karenasaatinitidakadabakuemasuntukmengukurstatuusgizi. 52 Statusgizi merupakan multidimensional dan dapat dievaluai secara diet, klinis/antropometrik maupun biokimia. Penelitian Alexandre dkk melaporkan bahwa faktor nutrisi dan inflamasi meningkatkanrisikotoksisitaskemoterapi. 14 Penelitianini menunjukkanbahwa hampir sebagian besar sampel termasuk dalam golongan miskin, namun sebagian besar sampel tidak berada dalam gizi kurang maupun buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Tanumihardjo dkk. Hubungan antara nutrisi dengan penghasilan lemah, hal ini disebabkan karena anak kecil tidak membutuhkan banyak makanan, dan mereka rentan terhadap gangguan pertumbuhan oleh karena penyakitdaninfeksi. 62 HalinijugasesuaidenganhasilpenelitianolehSusilowati dkk, didapatkan mayoritas sampel mengalami gangguan pertumbuhan pada saat awalsehinggaberperawakanpendek. 63 6.3. Kadar Albumin Umumnya penderita keganasan memiliki kadar albumin kurang dari 3,5 g/dl. Penelitian ini didapatkan rerata albumin 3,2±0,51 dengan rerata kelompok kasus 0,10 g/dl lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini dapat dipahami karena pada demam terjadi leakage sehingga albuimin keluar dari pembuluh darah, mengakibatkan kadar albumin dalam darah menjadi berkurang. Sebagian besar anak datang dengan kondisi kadar albumin rendah, hal ini kemungkinan disebabkan asupan gizi yang rendah disertai dengan meningkatnya 52

pemakaian oleh sel kanker. Berdasarkan uji Chi Square didapatkan bahwa hipoalbuminemia bukan merupakan faktor risiko terhadap demam neutropenia, tidak didapati hasil yang signifikan antara status albumin dengan kejadian demam neutropenia. Hasil ini berbeda dengan temuan penelitian oleh Intragumtornchai dkk di Bangkok yang melaporkan bahwa kadar albumin di bawah 3,5g/dl dan 2,0 g/dl berisiko masing-masing 3,1 dan 11,2 kali untuk terjadinya demam neutropenia. 18 Penelitian Drenick dkk menyatakan saat seseorang kekurangan makanan dalam jangka 1-2 bulan, terdapat penurunan jumlah neutrofil setengah dari jumlah normalnya. 64 Albumin berperan dalam distribusi berbagai macam hormon dan obat sitostatika. Sekitar 50-90% obat sitostatika berkaitan dengan albumin sebagai agen distribusinya. Goldwaser dan Feldman memperkirakan bahwa setiap penurunan 2,5 g/dl serum albumin terdapat peningkatan jumlah kematian sebesar 24-56%. Penelitian menyebutkan rendahnya kadar albumin dapat menunjukkan adanya reaksi radang secara akut, adanya peningkatan produksi katekolamin dan TNF sebagai respon dari keganasan menimbulkan berbagai reaksi radang, dan menyebabkan pemecahan protein dan penurunan kadaralbumin. 52 6.4. Status Sosial Ekonomi Penelitian yang membahas mengenai pengaruh sosial ekonomi terhadap demam neutropenia masih sangat sedikit. Akan tetapi dapat diasumsikan bahwa sosial ekonomi secara tidak langsung berhubungan dengan rendahnya higine sanitasi dan pendidikan orang tua yang mengakibatkan peningkatan paparan 53

terhadap berbagai mancam infeksi dan bahan mutagenik dari lingkungan. Penelitian oleh Basu dkk di Amerika serikat menyebutkan bahwa faktor sosial ekonomi dapat menjadi pengganti faktor ras terhadap perburukan demam neutropenia yang diuji secara multivariat. 65 Hasil penelitian ini tampak bahwa faktor sosial ekonomi berhubungan secara bermakna terhadap kejadian demam neutropenia dimana penderita dengan status ekonomi miskin berdasarkan kategori BPS memiliki risiko sebesar 4,59 kali untuk terjadinya demam neutropenia dibandingkan dengan yang tidak miskin. 6.5. Durasi Pemakaian Infus Penderita keganasan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan risiko kejadian infeksi, termasuk phlebitis akibat pemakaian infus. Penelitian ini tidak didapatkan perbedaan antara rerata lama pemakaian infus lebih dari 10 hari dan kurang dari 10 hari terhadap kejadian demam neutropenia. Penelitian ini juga tidak didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa durasi pemakaian infus sebagai faktor risiko terhadap demam neutropenia. Donowitz dkk menemukan bahwa dari 100 pemasangan infus dijumpai rerata infeksi sebesar 0,2 kasus(95%ci=0,1-0,3). Namun proporsi semakin menurun hingga 0,6 kasus per 1000 hari pemasangan infus (95%CI=0,3-1,2) kejadian infeksi. Angka kejadian infeksi pasca pemasangan central venous catheter(cvc) jangka lama menunjukkan angka tertinggi di antara jenis infus intravena lainnya(20,9 kasus per100pemakaianinfus). 38 PenelitiansebelumnyaolehPenackdkkmenyatakan bahwa penderita dengan phlebitis yang diketahui jenis kumannya sebelum 54

terjadinya demam mengalami perbaikan yang signifikan setelah diterapi dengan antibiotikadanpencabutaninfus. 48 PenelitianolehJunqueiramengatakanbahwa demam neutropenia tidak meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi bakteri terkaitdengankateter. 66 6.6. Uji Multivariat Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan metode regresi logistik dapat dilihat bahwa sosial ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh diantara faktor risiko lainnya. hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini faktor sosial ekonomi berperan penting terhadap kejadian demam neutropenia yang diasumsikan terkait dengan higine sanitasi. Faktor sosial ekonomi secara tidak langsung juga terkait dengan pola asuh, akses kesehatan dan asupan makanan anak dalam keluarga. Studi-studi sebelumnya belum ada yang menganalisis faktor risiko sosial ekonomi, durasi pemakaian infus, hipoalbumin, status gizi dan dosis kemoterapi sebagai faktor risiko secara bersama-sama terhadap kejadian demam neutropenia. Oleh karena itu analisis multivariat ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. 6.7. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: 1. Tidak meneliti adanya phlebitis ataupun infeksi lokal lain pada penderita demam neutropenia untuk variabel durasi pemakaian infus. 55

2. Tidak didapatkan sampel yang cukup untuk memenuhi sampel minimal untuk durasi pemakaian infus. 3. Tidak melakukan pemeriksaan kadar Interleukin 1, interleukin 6, INF, TNF, PGE2 dan indeks DNA yang terdapat dalam kerangka teori oleh karena keterbatasan biaya. 56