IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

I. INFORMASI METEOROLOGI

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB III DATA DAN METODOLOGI

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH BINJAI, MEDAN, DELI SERDANG SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

Hasil dan Pembahasan

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

Musim Hujan. Musim Kemarau

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

Gambar 4 Diagram alir penelitian

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MATARAM DAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI TANGGAL 14 FEBRUARI 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI DESA BONAN DOLOK, KABUPATEN SAMOSIR TANGGAL 7 MARET 2018

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

ANALISIS KEJADIAN BANJIR TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017 DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, PROVINSI SUMATERA UTARA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Gambar 1. Diagram TS

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

PENERAPAN DISTRIBUSI PELUANG UNTUK IDENTIFIKASI PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTRIM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

ANALISIS PSEUDO-VEKTOR PADA AKTIVITAS KONVEKTIF BENUA MARITIM INDONESIA PSEUDO-VECTOR ANALYSIS ON INDONESIAN MARITIME CONTINENT CONVECTIVE ACTIVITY

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

5 HASIL. kecepatan. dan 6 Sudu. dengan 6 sudu WIB, yaitu 15,9. rata-rata yang. sebesar 3,0. dihasilkan. ampere.

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Kementerian PPN/Bappenas

STASIUN METEOROLOGI KLAS I SERANG

ANALISA CUACA PADA SAAT KEJADIAN ROBOHNYA JEMBATAN DI PULAU BERHALA TANGGAL 7 JULI 2016

Transkripsi:

./<namafile_executable> <namafile_kalibrasi> <namafile_pgm> <namafile_grd> <namafile_ctl> 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai T BB jam sebelumnya. Nilai gradien inilah yang akan menunjukkan kejadian hujan konvektif. Nilai gradien positif menunjukkan terjadinya perubahan ketinggian/ketebalan awan dari awan yang tebal menjadi lebih tipis. Ini berarti pada waktu tersebut terjadi hujan. Nilai gradien yang menunjukkan kejadian hujan konvektif adalah yang lebih besar dari 6 C. Sedangkan nilai gradien negatif mengartikan hal sebaliknya yaitu terjadinya pertumbuhan/penebalan awan. Nilai gradiennya yaitu lebih kecil dari -6 C. Gradien T BB rata-rata bulanan Penentuan gradien T BB rata-rata bulanan dilakukan dengan menjumlahkan seluruh nilai gradien T BB harian untuk masing-masing jam dan kemudian membaginya dengan jumlah hari dalam satu bulan. Kemudian seluruh nilai gradien rata-rata tersebut digabungkan ke dalam satu file sehingga untuk masing-masing bulan hanya memiliki satu file hasil. Saat file tersebut dibuka di software GrADS, maka akan tampak nilai gradien T BB selama 24 jam. Selanjutnya, untuk mengetahui pola hujan konvektif selama 24 jam pada suatu lintang tertentu, akan ditentukan satu nilai lintang yaitu 7 o LS. Output yang dihasilkan akan memperlihatkan grafik gradien T BB terhadap waktu dan longitude. Gradien T BB tahunan Gradien T BB tahunan merupakan nilai ratarata tahunan dari seluruh nilai gradien harian. Untuk mendapatkannya digunakan hasil gradien rata-rata bulanan yang dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah bulan (12 bulan). Nilai gradien T BB rata-rata tahunan tersebut akan memperlihatkan pola hujan konvektif selama satu tahun di atas pulau Jawa. Gradien T BB musiman (tiga bulanan) Penentuan gradien T BB musiman tidak jauh berbeda dengan penentuan gradien T BB tahunan. Gradien T BB musiman menggunakan nilai gradien tiga bulan yang berdekatan. Nilai gradien tersebut akan dijumlahkan kemudian dibagi sesuai dengan jumlah bulannya, yaitu tiga bulan. Hasil dari gradien T BB musiman yaitu gradien T BB untuk bulan Maret-Mei (MAM), Juni-Agustus (JJA), September- November (SON), dan Desember-Februari (DJF). Hasil tersebut akan digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan pola hujan konvektif pada musim hujan dan musim kemarau serta pada musim-musim peralihan. 3.3.3 Asumsi Nilai gradien yang berada pada kisaran -6 sampai 6 C tidak dianalisis karena pada kisaran tersebut dianggap hanya terjadi sedikit perubahan ketebalan awan. Dalam menentukan kejadian hujan (hujan konvektif) hanya didasarkan pada nilai perbedaan temperatur permukaan yang ditangkap oleh citra satelit (T BB ) tanpa memperhatikan besarnya curah hujan yang terjadi di lapangan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan nilai gradien T BB (temperatur benda hitam) Dari hasil pengolahan citra GMS-6, diperoleh bahwa secara umum nilai gradien T BB tahun 2006 memiliki kisaran antara -15 C sampai 15 C. Analisis nilai gradien ini dibagi dua, yaitu untuk gradien yang bernilai positif dan gradien yang bernilai negatif. Nilai gradien positif umumnya dijumpai pada pagi hari mulai pukul 07.00 WIB sampai sekitar pukul 11.00 WIB, kemudian dijumpai pula pada pukul 19.00 malam sampai pukul 06.00 WIB. Nilai positif ini lebih banyak dijumpai di atas wilayah perairan di sekitar Jawa. Hanya pada pukul 19.00 sampai 00.00 WIB dijumpai adanya nilai positif di atas daratan. Gradien positif tidak dijumpai mengelompok di suatu daerah tetapi menyebar tidak terlalu rapat di seluruh wilayah pulau Jawa. Namun, bila diperhatikan secara lebih detail, sebagian besar lebih banyak dijumpai di daerah yang dekat dengan perairan. Sedangkan nilai gradien negatif mulai dijumpai pukul 11.00 WIB yang terjadi di perairan sebelah utara Jawa. Nilai negatif dijumpai sampai sekitar pukul 22.00 WIB dimana yang paling banyak terdapat pada pukul 14.00-17.00 WIB serta berkurang sampai pukul 22.00 WIB. Nilai negatif ini cenderung lebih banyak terjadi di daratan. Pada waktu dominan, nilai negatif hampir terjadi di seluruh daratan pulau Jawa.

Secara umum dapat dikatakan bahwa gradien T BB yang bernilai positif terjadi pada waktu malam sampai tengah malam dan dini hari sampai pagi hari. Dan sebaliknya pada siang sampai sore hari menjelang malam yang terjadi adalah gradien T BB yang bernilai negatif. 4.2 Pola hujan konvektif rata-rata tahunan Berdasarkan nilai gradien T BB rata-rata tahunan yang diperoleh, secara temporal pola hujan konvektif dapat dibagi dua yaitu siang hari dan malam hari. Pola hujan konvektif siang hari dimulai dari gradien pukul 06.00-07.00 WIB sampai pukul 17.00-18.00 WIB, sedangkan untuk malam hari dimulai dari gradien pukul 1800-1900 WIB sampai pukul 05.00-06.00 WIB. Pada pagi hari mulai pukul 06.00-07.00 sampai 10.00-11.00 WIB pola gradien T BB cenderung bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa pada waktu tersebut terjadi hujan konvektif terutama di daerah pesisir sebelah utara. Hujan tersebut berawal di atas lautan di sebelah utara Jawa kemudian bergerak ke arah barat daya menuju daratan. Pada pukul 11.00-12.00 WIB mulai dijumpai gradien yang bernilai negatif, yang mengindikasikan terjadinya perubahan pada ketebalan awan, dari awan yang tipis menjadi lebih tebal. Semakin negatif nilai gradien tersebut maka perubahan ketebalan awan semakin besar, yang artinya semakin besar pertumbuhan awan yang terjadi dalam selang waktu tersebut. Gambar 2. Hujan konvektif rata-rata tahunan Dari hasil rata-rata tahunan, hujan konvektif paling banyak terjadi mulai pukul 18.00-19.00 sampai 23.00-00.00 WIB (Gambar 2). Pada pukul 18.00-19.00 WIB, sebagian besar hujan konvektif terjadi di bagian barat pulau Jawa dengan kisaran gradien T BB sampai 15 o C. Mulai pukul 19.00-20.00 WIB, hujan konvektif terjadi di tengah pulau dan mulai menyebar sampai pukul 21.00-22.00 WIB. Pada pukul 22.00-23.00 WIB dan 23.00-00.00 WIB hujan konvektif yang terjadi sudah tidak terlalu menyebar di seluruh pulau tetapi hanya terjadi di sebagian wilayah Jawa bagian barat dan tengah. Secara umum hujan konvektif banyak terjadi di pulau Jawa bagian barat dan tengah.

Untuk nilai rata-rata tahunan secara umum, hujan konvektif lebih banyak dijumpai pada malam dan pagi hari daripada siang hari. Akan tetapi hujan konvektif pagi hari lebih sering dijumpai di atas perairan sekitar Jawa sedangkan di atas daratan Jawa dijumpai pada malam hari. Kejadian hujan konvektif yang dominan pada malam dan pagi hari ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa konveksi terkuat di atas permukaan benua terjadi menjelang malam hari atau sore hari yang bergantung pada dominasi siklus diurnal pemanasan permukaan (Silva Diaz et al. 1987 dalam Sui et al. 1997). Pada jam-jam dimana kejadian hujan konvektif tinggi, terlihat pula bahwa secara bertahap hujan konvektif tersebut mengalami pergerakan atau pergeseran. Hasil potongan section pulau Jawa (antara lintang 7 sampai 7.5 LS) memperlihatkan adanya pergerakan hujan konvektif yang cenderung menuju ke arah barat. Hujan konvektif yang pada pukul 18.00-19.00 WIB terjadi di sebelah selatan pulau Jawa bagian barat, pada jam-jam berikutnya secara bertahap bergerak ke arah barat menuju ke wilayah perairan (Gambar 3). Adanya pergerakan ini dapat disebabkan oleh faktor angin yang bertiup ke arah barat. Gambar 3. Pergerakan hujan konvektif rata-rata tahunan pada saat kejadian dominan 4.3 Pola hujan konvektif bulanan Hujan konvektif bulanan yang dianalisis adalah hujan konvektif yang terjadi dalam setiap interval waktu satu jam. Untuk melihat pola hujan konvektif bulanan selama 24 jam, dilakukan analisis terhadap satu nilai derajat lintang yaitu lintang 7 LS yang diambil berdasarkan pertimbangan bahwa daerah di sepanjang lintang tersebut merupakan daerah yang berada tepat di tengah pulau Jawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa hujan konvektif banyak dijumpai pada bulan Januari sampai Juni 2006 serta pada bulan Desember 2006. Pada bulan-bulan tersebut hujan konvektif dijumpai cukup merata dari bagian barat sampai timur Jawa (Gambar 4). Sedangkan pada bulan Juli sampai November 2006 hujan konvektif hanya dijumpai pada wilayah bagian barat pulau Jawa (Gambar 5). Hampir di setiap bulan, hujan konvektif berawal pada pukul 0200 UTC (09.00 WIB) kecuali pada bulan Februari, September dan November. Pada bulan-bulan tersebut, lebih didominasi oleh hujan konvektif malam hari. Hujan konvektif bulan Februari terjadi mulai pukul 1300 sampai 0000 UTC (pukul 20.00-07.00 WIB), sedangkan pada bulan November mulai dijumpai pada pukul 16.00 WIB sampai pukl 03.00 dinihari. Sementara itu hujan konvektif pada bulan September mulai dijumpai pada pukul 03.00 sampai 05.00 WIB.

Hujan konvektif pada bulan Januari sampai Juni dan Desember 2006 terjadi secara merata hampir di sepanjang pulau Jawa. Pada bulan Juli sampai November 2006 hujan konvektif hanya dijumpai di bagian barat pulau Jawa. Dari hasil tersebut dapat pula diketahui bahwa hujan konvektif pada lintang 7 LS tidak terjadi pada lokasi yang sama setiap jamnya. Sebagai contoh pada bulan Desember 2006 hujan konvektif yang terjadi terlihat jelas mengalami pergerakan yang berasal dari timur menuju ke barat. Pada bulan Januari sampai Juni 2006, dijumpai pula beberapa pergerakan yang mengarah ke barat tetapi tidak sejelas bulan Desember 2006. Tetapi pada bulan Januari 2006, selain bergerak ke barat terlihat pula pergerakan ke arah timur mulai tengah malam. Sementara itu, pada bulan lainnya terlihat pula pergerakan hujan konvektif dari arah timur ke barat. Gambar 4 Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Januari-Juni 2006.

Gambar 5 Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Juli-Desember 2006. 4.4 Pola hujan konvektif musiman (tiga bulanan) Analisis terhadap hujan konvektif musiman dilakukan dengan membandingkan pola hujan konvektif yang muncul di masingmasing musim. Secara umum, pada semua musim hujan konvektif mulai terjadi pada pukul 0000 UTC (07.00 WIB). Tetapi batas waktu kejadian hujan konvektif di setiap musim tidak selalu sama. Pada musim hujan (DJF) dan peralihan (MAM) hujan konvektif masih dapat dijumpai sampai pukul 2200 UTC (05.00 WIB). Sedangkan pada musim kemarau (JJA) dan peralihan (SON) maksimal hanya dijumpai sampai pukul 1700 UTC (00.00 WIB). Pada DJF sendiri, hujan konvektif tidak terjadi secara terus menerus dari pukul 07.00 sampai 05.00 WIB. Pada pagi hari (pukul 07.00 sampai 12.00 WIB), hujan konvektif di musim ini lebih banyak dijumpai di atas wilayah perairan di sekitar pulau Jawa. Sedangkan hujan yang terjadi di atas daratan paling banyak dijumpai mulai pukul 18.00 sampai 05.00 WIB. Sementara itu, sejak pukul 12.00 siang hari sampai 18.00 WIB, wilayah di atas pulau Jawa lebih didominasi oleh pertumbuhan awan (Lampiran 5). Sama halnya dengan hujan konvektif DJF, hujan konvektif pada musim peralihan dari basah ke kering (MAM) mulai terjadi pada pagi hari (sekitar pukul 07.00 WIB) dan dijumpai di atas wilayah daratan Jawa. Selanjutnya hujan di atas daratan dijumpai pula mulai pukul 16.00 WIB sampai tengah malam yang sebagian besar terjadi di Jawa bagian barat. Sedangkan hujan konvektif yang terjadi di atas wilayah perairan mulai dijumpai pukul 10.00 sampai dengan pukul 16.00 WIB (Lampiran 6). Sedangkan pada musim kemarau (JJA) hujan konvektif lebih sering dijumpai di perairan daripada di daratan. Di atas daratan hujan konvektif sebagian besar terjadi pada pukul 18.00 WIB sampai tengah malam. Selain itu terjadi pula pada pagi hari mulai pukul 07.00 sampai 11.00 WIB. Sejak tengah malam sampai pukul 07.00 WIB, hujan konvektif dijumpai di perairan di sekitar pulau Jawa (Lampiran 7). Sementara itu, hujan konvektif yang dijumpai pada musim peralihan kering-basah (SON) terjadi sekitar pukul 17.00 sampai 22.00 WIB dan hanya dijumpai di bagian barat pulau Jawa (Lampiran 8).

Pada analisis hujan konvektif terhadap satu nilai lintang tidak dijumpai adanya perbedaan yang sangat jelas. Pada ketiga lintang tersebut hujan konvektif lebih banyak dijumpai pada DJF dan MAM. Pada DJF secara umum dijumpai hujan konvektif pada pagi hari dan sore sampai dini hari. Sementara di siang hari terdapat pembentukan awan. Hal tersebut terlihat baik di lintang 6, 7 maupun 8 LS (Gambar 6-8). Selain itu, terlihat pula bahwa hujan cenderung bergerak atau berpindah ke arah barat. Pada musim peralihan MAM, waktu terjadinya hujan konvektif tidak jauh berbeda dengan DJF yaitu hujan di pagi dan malam hari dengan pembentukan awan pada siang hari. Hanya saja pada musim ini pola pergerakan atau perpindahan hujan konvektif tidak terlihat dengan sangat jelas. Pada musim kemarau JJA dan peralihan SON, hujan konvektif yang dijumpai baik pada lintang 6, 7 maupun 8 LS sangat sedikit. Umumnya hujan yang terjadi pada JJA terjadi mulai sore hari sampai tengah malam. Sedangkan pada SON, hujan konvektif di lintang 6 dan 8 LS hanya terjadi pada pukul 21.00-22.00 WIB tetapi pada lintang 7 LS terjadi mulai pukul 16.00 WIB sampai tengah malam. Gambar 6 Pola hujan konvektif musiman pada 6 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude.

Gambar 7 Pola hujan konvektif musiman pada 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude. Gambar 8 Pola hujan konvektif musiman pada 8 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude.

Sama halnya dengan hujan konvektif ratarata tahunan, hujan konvektif rata-rata musiman juga mengalami pergerakan/ pergeseran secara bertahap. Pergerakan yang dialami secara umum adalah pergerakan ke arah barat (Gambar 9, 10, dan 11). Namun, pada musim peralihan MAM pergerakan hujan konvektif tidak memiliki pola yang jelas dan hanya beberapa yang terlihat berpindah ke arah timur (Gambar 10). Hujan konvektif musiman ini secara umum juga lebih banyak terjadi pada sore hari sampai tengah malam. Sedangkan hujan yang terjadi pada pagi hari lebih sering dijumpai di atas wilayah perairan. Dan pada siang hari lebih banyak dijumpai pembentukan/ penebalan awan. Gambar 9 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim hujan (DJF).

Gambar 10 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (MAM). Gambar 11 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim kemarau (JJA).

Gambar 12 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (SON). 4.5 Variasi temporal dan spasial hujan konvektif di atas pulau Jawa Hujan konvektif yang terjadi di atas pulau Jawa memiliki variasi secara diurnal. Variasi diurnal hujan konvektif terlihat baik pada hasil rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman. Pada pagi hari (06.00-12.00 WIB atau 2300-0500 UTC) pada umumnya hujan konvektif sudah mulai terjadi. Pada jam tersebut kejadian hujan lebih banyak dijumpai pada wilayah bagian utara Jawa termasuk di perairan sebelah utara (Gambar 13). Sedangkan pada siang hari (12.00-18.00 WIB) cenderung terjadi pembentukan awan yang cukup tinggi yang berawal di bagian utara pulau dan secara bertahap bergerak menuju bagian tengah dari pulau Jawa (Gambar 14). Sementara itu, pada malam hari hujan konvektif kembali terjadi dan mendominasi wilayah Jawa bagian tengah sampai barat. Sampai menjelang pagi hari, hujan konvektif masih tetap dijumpai di sebagian kecil wilayah pulau Jawa dan lebih banyak terjadi di atas wilayah perairan/lautan (Gambar 15 dan 16).

Gambar 13 Pola hujan konvektif pada pagi hari (06.00-12.00 WIB). Gambar 14 Pola hujan konvektif pada siang-sore hari (12.00-18.00 WIB).

Gambar 15 Pola hujan konvektif pada malam hari (18.00-00.00 WIB). Gambar 16 Pola hujan konvektif pada dini hari (00.00-06.00 WIB). Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan hujan konvektif di atas pulau Jawa memiliki variasi diurnal dimana kejadian hujan yang paling banyak adalah pada waktu malam hari yaitu mulai pukul 1800-0000 WIB. Sedangkan pada siang hari, dijumpai pembentukan awan konvektif yang cukup tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya aktivitas konveksi di atas daratan pada siang sampai malam hari, yang diakibatkan oleh pemanasan permukaan yang internsif sepanjang siang hari. Sesuai dengan

penelitian Nitta dan Sekine (1994) yang menyatakan bahwa di atas benua dan pulaupulau besar, konveksi mencapai intensitas maksimumnya pada sore hari sampai malam hari, kemungkinan karena pemanasan permukaan yang kuat sepanjang siang hari. Sama halnya dengan penelitian Ichikawa dan Yasunari (2006) yang menyatakan konveksi dangkal akan menghasilkan curah hujan di daerah pantai dan pegunungan pada sore hari dan konveksi di atas daratan berlanjut sampai tengah malam. Variasi hujan konvektif bulanan maupun musiman tidak jauh berbeda dengan variasi diurnal dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa variasi hujan konvektif tidak dipengaruhi atau kecil dipengaruhi oleh musim. Sementara itu, untuk variasi spasial hujan konvektif di pulau Jawa terdapat perbedaan antara hujan konvektif rata-rata tahunan, bulanan serta musiman. Pada rata-rata tahunan, hujan konvektif lebih dominan terjadi di Jawa bagian barat dan tengah (Gambar 15). Umumnya hujan konvektif terlebih dahulu terjadi di daerah bagian utara yang didominasi di Jawa bagian barat. Secara bertahap kemudian bergerak ke arah selatan dan terjadi hampir di seluruh daratan pulau Jawa. Selama enam jam (18.00-00.00 WIB), sebagian besar hujan terjadi di pulau Jawa bagian barat dan tengah, sedangkan di Jawa bagian timur tidak banyak dijumpai hujan konvektif. Nilai gradien T BB yang menunjukkan hujan konvektif lebih banyak terjadi di bagian barat dan tengah dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada rata-rata bulanan, hujan konvektif dijumpai dari Jawa bagian barat sampai ke timur pada bulan Januari sampai Juni 2006 (Gambar 4). Sedangkan pada bulan Juli sampai November sebagian besar terjadi di Jawa bagian barat. Hujan konvektif pada bulan Desember 2006 dijumpai terjadi dari Jawa bagian barat sampai tengah. Gambar 17 Wilayah daratan dan lautan yang digunakan untuk membandingkan nilai gradien T BB pada saat hujan konvektif rata-rata tahunan. Pada pola hujan konvektif baik rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman terlihat adanya perbedaan waktu kejadian hujan di wilayah daratan dan lautan. Gambar 17 menunjukkan contoh lokasi daratan dan lautan yang diambil untuk melihat perbedaan nilai gradien T BB antara daratan dan lautan. Nilai gradien rata-rata tahunan selama 24 jam untuk kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan yang jelas pada pukul 18.00 WIB sampai 01.00 dini hari (Tabel 1). Pada selang waktu tersebut gradien T BB di wilayah daratan menunjukkan nilai positif yang berarti di wilayah daratan terjadi hujan konvektif.

Sebaliknya di atas wilayah lautan dijumpai nilai yang negatif yang menunjukkan terjadinya pembentukan awan. Perbedaan yang cukup jelas terlihat pula pada pukul 13.00 sampai 18.00 WIB. Pada waktu tersebut di atas wilayah daratan terjadi pembentukan awan yang ditunjukkan oleh nilai gradien negatif sedangkan di wilayah lautan terjadi hujan konvektif. Dari nilai tersebut terlihat bahwa di atas daratan hujan konvektif lebih dominan terjadi pada malam hari sampai menjelang dini hari. Lebih jelas lagi dapat dilihat pada Gambar 18 yang menunjukkan perbedaan waktu kejadian hujan konvektif di daratan dan lautan. Hal tersebut dapat terjadi karena daratan dan lautan memiliki perbedaan respon terhadap penerimaan radiasi matahari. Di daratan, pemanasan permukaan akibat penerimaan radiasi matahari berlangsung lebih cepat daripada di lautan sehingga di daratan aktivitas konveksi mencapai puncaknya pada siang hari, yang pada akhirnya menyebabkan hujan konvektif di atas daratan terjadi pada sore sampai malam hari. Tabel 1 Perbandingan nilai gradien T BB rata-rata tahunan antara wilayah daratan (106.5-108.5 BT dan 6.5-7.5 LS) dan lautan (108.5-110.5 BT dan 5.5-6.5 LS) Jam Jam Daratan Lautan (UTC) (WIB) 00-01 07-08 1.42119 1.93618 01-02 08-09 1.78437 0.51327 02-03 09-10 0.99837-0.48887 03-04 10-11 -1.01620-0.90760 04-05 11-12 -2.11751-1.41415 05-06 12-13 -2.44775-0.68540 06-07 13-14 -2.96453 0.42906 07-08 14-15 -4.81116 1.23149 08-09 15-16 -6.96710 1.91194 09-10 16-17 -5.30476 2.18800 10-11 17-18 -1.40368 0.11155 11-12 18-19 1.12507-0.87392 12-13 19-20 2.71395-2.03095 13-14 20-21 4.23329-1.15195 14-15 21-22 3.44454-1.46212 15-16 22-23 4.01707-0.98717 16-17 23-00 2.39436-1.18630 17-18 00-01 1.46567-0.77012 18-19 01-02 -0.50968 0.92668 19-20 02-03 -0.31063-0.36769 20-21 03-04 0.30349-1.84181 21-22 04-05 0.69430-0.40777 22-23 05-06 0.75877 0.29047 23-00 06-07 1.59920 0.36149

6 4 hujan konvektif daratan lautan 2 gradien TBB 0-2 07-08 08-09 09-10 10-11 11-12 12-13 13-14 14-15 15-16 16-17 17-18 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-00 00-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06 06-07 -4-6 -8 pembentukan awan waktu (WIB) Gambar 18 Perbandingan nilai gradien T BB rata-rata tahunan antara wilayah daratan (106.5-108.5 BT dan 6.5-7.5 LS) dan lautan (108.5-110.5 BT dan 5.5-6.5 LS). V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Nilai gradien T BB di wilayah pulau Jawa secara umum memiliki kisaran dari -15 C sampai 15 C. Dominasi gradien positif dan negatif tidak terjadi secara bersamaan. Gradien negatif paling banyak dijumpai pada pukul 11.00-22.00 WIB, sedangkan dominasi gradien positif terjadi dari pukul 07.00-11.00 serta 19.00-06.00 WIB. Secara spasial, umumnya hujan konvektif banyak terjadi di daratan pulau Jawa sebelah selatan dan barat, walaupun hujan hampir selalu berawal di daerah bagian utara Jawa. Pada waktu-waktu dimana kejadian hujan konvektif dominan, terlihat adanya pergerakan secara bertahap dari hujan konvektif tersebut. Pergerakan tersebut umumnya terjadi ke arah selatan-barat daya dan barat-barat daya. Secara temporal tidak terlihat perbedaan yang besar antara hujan konvektif rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman. Berdasarkan hasil rata-rata bulanan, terlihat bahwa setiap bulannya hujan konvektif umumnya terjadi mulai pada malam sampai dinihari serta pada pagi hari, dengan waktu kejadian dominan mulai pukul 18.00 sampai pukul 00.00 WIB. Dari hasil rata-rata tahunan, hujan konvektif paling banyak terjadi mulai pukul 18.00-19.00 sampai 23.00-00.00 WIB. Hujan konvektif musiman di atas wilayah pulau Jawa paling banyak terjadi pada musim hujan (DJF) dengan waktu kejadian dominan dari pukul 19.00 WIB sampai tengah malam. 5.2 Saran Dalam penelitian ini, hanya digunakan data yang berupa citra satelit GMS-6 selama satu tahun yaitu tahun 2006. Untuk penelitian lebih lanjut dapat menggunakan jumlah data yang lebih banyak lagi antara lain menggunakan jangka waktu yang lebih dari satu tahun. Selain itu, untuk menambah keakuratan hasil penelitian dapat digunakan data curah hujan yang diukur di lapangan sebagai data pembanding. Akan tetapi data curah hujan tersebut haruslah yang tercatat dengan interval waktu yang sama dengan citra satelit yang digunakan yaitu satu jam.